Hukum Cadar Niqab dalam Islam

Perbedaan pendapat terkait masalah cadar atau niqab dalam madzhab Syafi'i berkisar seputar apakah memandang wajah perempuan bukan mahram itu haram atau halal / mubah. Bagi yang berpendapat mubah (boleh), maka memakai cadar tidak wajib. Bagi yang berpendapat haram kecuali darurat, maka memakai cadar bagi wanita itu wajib. Sekali lagi ini pandangan ulama madzhab Syafi'i. Intinya: cadar dalam madzhab Syafi'i ada yang menyatakan wajib ada yang tidak.
Hukum Cadar Niqab dalam Islam

Seluruh ulama Madzhab Syafi'i sepakat bahwa wajah dan telapak tangan perempuan muslimah itu bukan aurat. Akan tetapi mereka berbeda pendapat dalam soal boleh dan tidaknya lelaki memandang wajah perempuan.

Perbedaan pendapat terkait masalah cadar atau niqab dalam madzhab Syafi'i berkisar seputar apakah memandang wajah perempuan bukan mahram itu haram atau halal / mubah. Bagi yang berpendapat mubah (boleh), maka memakai cadar tidak wajib. Bagi yang berpendapat haram kecuali darurat, maka memakai cadar bagi wanita itu wajib. Sekali lagi ini pandangan ulama madzhab Syafi'i. Intinya: cadar dalam madzhab Syafi'i ada yang menyatakan wajib ada yang tidak. Tulisan ini akan diupdate terkait pandangan 3 madzhab lain.

TOPIK KONSULTASI ISLAM

HUKUM LAKI-LAKI MEMANDANG WAJAH PEREMPUAN

Anggota tubuh yang harus tertutup bagi laki-laki saat shalat sama dengan saat di luar shalat yaitu antara pusar dan lutut ini pendapat seluruh ulama madzhab yang empat.

PENDAPAT ULAMA MAZHAB SYAFI'I TENTANG WAJAH PEREMPUAN

Mayoritas Ulama mazhab Syafi'i sepakat bahwa wajah perempuan bukan aurat. Namun mereka ada perbedaan tentang apakah boleh memandang wajah perempuan tanpa ada keperluan atau haram?

PENDAPAT YANG MEMBOLEHKAN MEMANDANG WAJAH WANITA ASALKAN AMAN DARI FITNAH (TIDAK SYAHWAT)

Walaupun wajah wanita bukan termasuk Aurat, akan tetapi laki-laki dianjurkan untuk tidak memandang wajah perempuan apabila dikuatirkan menimbulkan fitnah.

1. Al-Baghawi dalam Syarh as-Sunnah IX/23 mengatakan:
فإن كانت أجنبية حرة، فجميع بدنها عورة في حق الرجل. لا يجوز له أن ينظر إلى شيء منها، إلا الوجه واليدين إلى الكوعين. وعليه غض البصر عن النظر إلى وجهها ويديها أيضاً عند خوف الفتنة

Artinya: Aurat seorang perempuan adalah seluruh tubuhnya bagi laki-laki. Tidak boleh bagi pria melihatnya kecuali wajah dan telapak tangan sampai pergelangan. Dan seorang laki-laki harus menutup matanya saat melihat wajah dan tubuh perempuan apabila kuatir terjadi fitnah.

2. Imam Nawawi (wafat 676 hijriah) dalam Minhajul Thalibin menyatakan
ويحرم نظر فحل بالغ إلى عورة حرة كبيرة أجنبية وكذا وجهها وكفها عند خوف الفتنة

Artinya: Haram melihat aurat wanita bukan mahram .. begitu juga haram melihat wajah wanita dan telapak tangannya apabila takut terjadi fitnah.

3. Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj hlm. 7/193 menyatakan:
مَنْ تَحَقَّقَتْ نَظَرَ أَجْنَبِيٍّ لَهَا يَلْزَمُهَا سَتْرُ وَجْهِهَا عَنْهُ وَإِلَّا كَانَتْ مُعِينَةً لَهُ عَلَى حَرَامٍ فَتَأْثَمُ

Artinya: Perempuan yang menjadi obyek pandangan lawan jenis maka hendaknya dia menutup wajahnya, kalau tidak maka ia telah membantu lelaki melakukan perkara haram maka perempuan itu ikut berdosa.

4. Zakariya Al-Anshari (w. 926 H.) dalam kitabnya Asna Al-Mathalib Fi Syarhi Raudh Al-Thalib, hlm. 1/76, menyatakan:

(وَعَوْرَةُ الْحُرَّةِ فِي الصَّلَاةِ وَعِنْدَ الْأَجْنَبِيِّ) وَلَوْ خَارِجَهَا (جَمِيعُ بَدَنِهَا إلَّا الْوَجْهَ وَالْكَفَّيْنِ) ظَهْرًا وَبَطْنًا إلَى الْكُوعَيْنِ لِقَوْلِهِ تَعَالَى {وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا} [النور: 31] قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَغَيْرُهُ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَجْهُهَا وَكَفَّاهَا وَإِنَّمَا لَمْ يَكُونَا عَوْرَةً؛ لِأَنَّ الْحَاجَةَ تَدْعُو إلَى إبْرَازِهِمَا وَإِنَّمَا حُرِّمَ النَّظَرُ إلَيْهِمَا؛ لِأَنَّهُمَا مَظِنَّةُ الْفِتْنَةِ

Artinya: Aurat perempuan merdeka di dalam shalat dan ketika di depan lelaki non mahram, walaupun di luar shalat adalah seluruh badannya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya; bagian punggung maupun dalamnya sampai pergelangan tangan. Hal ini berdasarkan firman Allah, Hendaknya mereka (perempuan) tidak menampakkan perhiasannya kecuali anggota tubuh yang biasa tampak (Qs. Al-Nur: 31). Ibnu Abbas dan lainnya berkata, maksud anggota tubuh yang biasa tampak adalah wajah dan kedua tangan perempuan. Alasan kenapa keduanya bukan termasuk aurat adalah karena hajat menuntut untuk menampakkan keduanya. Keharaman memandang keduanya (oleh lelaki non mahram) adalah karena keduanya menjadi objek yang diduga kuat dapat membangkitkan syahwat.

Zakariya Al-Anshari dalam Asna Al-Mathalib Fi Syarh Raudh Al-Thalib, jilid 1/176, kembali menegaskan:

)فَصْلٌ نَظَرُ الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ عِنْدَ أَمْنِ الْفِتْنَةِ) فِيمَا يَظْهَرُ لِلنَّاظِرِ مِنْ نَفْسِهِ (مِنْ الْمَرْأَةِ إلَى الرَّجُلِ وَعَكْسِهِ جَائِزٌ) وَإِنْ كَانَ مَكْرُوهًا لِقَوْلِهِ تَعَالَى فِي الثَّانِيَةِ {وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا} [النور: 31] وَهُوَ مُفَسَّرٌ بِالْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ كَمَا مَرَّ وَقِيسَ بِهَا الْأُولَى وَهَذَا مَا فِي الْأَصْلِ عَنْ أَكْثَرِ الْأَصْحَابِ وَاَلَّذِي صَحَّحَهُ فِي الْمِنْهَاجِ كَأَصْلِهِ التَّحْرِيمُ وَوَجَّهَهُ الْإِمَامُ بِاتِّفَاقِ الْمُسْلِمِينَ عَلَى مَنْعِ النِّسَاءِ مِنْ الْخُرُوجِ سَافِرَاتِ الْوُجُوهِ

Pasal: melihat wajah dan kedua tangan ketika dijamin aman dari fitnah dalam perspektif orang yang melihat terhadap dirinya sendiri, dari pihak perempuan kepada pihak lelaki dan sebaliknya adalah boleh. Walaupun makruh. Karena firman Allah dalam masalah kedua, hendaknya para perempuan tidak menampakkan perhiasannya kecuali apa yang biasa tampak (Qs. Al-Nur: 31). Apa yang biasa tampak ditafsirkan dengan wajah dan kedua tangan sebagaimana keterangan yang lalu. Masalah pertama diqiyaskan dengan masalah kedua. Hal ini adalah keterangan dalam kitab Asal yang menukil dari kebanyakan ulama Syafi’iyyah. Pendapat yang dishahihkan dalam kitab Al-Minhaj, sebagaimana kitab Asal-nya, adalah haram (melihat). Al-Imam menguatkan pendapat yang mengharamkan ini dengan kesekapatakan penguasa Muslim yang melarang para perempuan keluar rumah dengan wajah terbuka

ULAMA SYAFI'IYAH YANG MENYATAKAN HARAM MEMANDANG WAJAH PEREMPUAN KECUALI DARURAT

Imam Juwaini (wafat 478 h.) dalam Nihayatul Matlab fi Dirayatil Mazhab hlm. 12/31 menyatakan:
مع اتفاق المسلمين على منع النساء من التبرج والسفور وترك التنقب

Artinya: Ulama sepakat terlarangnya perempuan menampakkan perhiasan, membuka wajah dan meninggalkan niqab (hijab).

Al-Baidowi dalam Tafsir Anwar At-Tanzil wa Asrar at-Takwil hlm. 4/104 menyatakan:
"كل بدن الحرة عورة لا يحل لغير الزوج والمحرم النظر إلى شيء منها إلا لضرورة كالمعالجة وتَحَمُّلِ الشهادة

Artinya: Semua tubuh wanita adalah aurat yang tidak boleh dipandang kecuali karena darurat seperti untuk pengobatan atau kesaksian.

Taqiuddin As-Subki dalam Nihayatul Muhtaj 6/187 menyatakan:
الأقرب إلى صنيع الأصحاب أن وجهها و كفيها عورة في النظر

Artinya: Yang paling dekat pada pendapat Sahabat bahwa wajah dan telapak tangan perempuan adalah aurat dalam pandangan (tidak boleh dilihat).

As-Suyuti dalam Aunul Makbud 11/158 menyatakan dalam menjelaskan ayat يدنين عليهن من جلابيبهن:

هذه آية الحجاب في حق سائر النساء، ففيها وجوب ستر الرأس والوجه عليهن

Artinya: Ini adalah ayat hijab yang berlaku pada seluruh perempuan. Di dalamnya terdapat wajibnya menutup kepala dan wajah.

Qolyubi dalam Hasyiyah Qolyubi 3/209 berkata:

"فَيَحْرُمُ عَلَيْهِنَّ الْخُرُوجُ سَافِرَاتِ الْوُجُوهِ؛ لِأَنَّهُ سَبَبٌ لِلْحَرَامِ

Artinya: Haram bagi perempuan keluar menampakkan wajah karena wajah menjadi sebab pada keharaman.

Dalam menjelaskan kata 'wajah' di atas, Ar-Romli dalam Nihayatul Muhtaj 6/187 menyatakan:

و وجهه الإمام (وهو الجويني) : باتفاق المسلمين على منع النساء أن يخرجن سافرات الوجوه، وبأن النظر مظنة الفتنة، و محرك للشهوة.. وحيث قيل بالتحريم وهو الراجح : حرم النظر إلى المنتقبة التي لا يبين منها غير عينيها و محاجرها كما بحثه الأذرعي، و لاسيما إذا كانت جميلة، فكم في المحاجر من خناجر

Artinya: Imam Juwaini mengukuhkan kesepakatan umat atas tidak bolehnya wanita mengeluarkan (menampakkan) wajah dan bahwa melihat itu tempat praduga fitnah dan menggerakkan syahwat... pendapat yang mengharamkan itu yang rajih (unggul).. terutama apabila dia wanita cantik

LihatTutupKomentar