Pengertian Hadits Israiliyat dan Hadits Maudhu
Judul kitab: Terjemah Kitab Hadits Israiliyat dan Hadis Palsu dalam Kitab Tafsir
Judul asal: Al-Israiliyat wa Al-Maudhu'at fi Kutub al-Tafsir
Penulis: Dr. Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah (د.محمد بن محمد ابو شهبة)
Penerjemah: alkhoirot.net Al-Khoirot Research and Publication
Bidang studi: Tafsir al-Quran dan Ilmu Tafsir
اسم الكتاب: الاسرائيليات و الموضوعات في كتب التفسير
تأليف:
د.محمد بن محمد ابو شهبة
Daftar Isi
- Download Kitab
- Pengertian dan Definisi
- Hadits Israiliyat
- Hadits Maudhu'
- Hukum Berbohong atas nama Rasulullah
- Apakah Riwayat dari Orang yang Berbohong dalam Hadis Diterima Meskipun Bertaubat?
- Hukum Meriwayatkan Mawdu'at dan Isra'iliyyat yang Batil
- Peringatan bagi yang Meriwayatkan Mawdu' yang Dipalsukan
- Kapan Lahir Pemalsuan dalam Hadis?
- Tinjauan Singkat Gerakan Pemalsuan
- Tafsir
- Kembali ke: Terjemah Kitab Israiliyat, Maudhuat fi Kutub al-Tafsir
معنى إسرائيليات وموضوعات وتفسير الإسرائيليات
Pengertian Isra'iliyyat, Mawdu'at, dan Tafsir Israiliyat
معنى: إسرائيليات، وموضوعات، وتفسير
Pengertian Isra'iliyyat, Mawdhu'at, dan Tafsir
يقتضينا منهج البحث التحليلي أن نبين معنى كلمة: «إسرائيليات» والمراد من «الموضوعات» و«التفسير» والتأويل، حتى يكون القارئ على علم بها نقول:
Metodologi penelitian analitis mengharuskan kita untuk menjelaskan makna kata "Isra'iliyyat", maksud dari "mawdu'at", dan "tafsir" serta ta'wil, agar pembaca mengetahukannya. Kami katakan:
أ- الإسرائيليات:
A. Isra'iliyyat:
جمع إسرائيلية، نسبة إلى بني إسرائيل، والنسبة في مثل هذا تكون لعجُز المركب الإضافي لا لصدره، وإسرئيل هو: يعقوب عليه السلام أي عبد الله وبنو إسرائيل هم: أبناء يعقوب، ومن تناسلوا منهم فيما بعد، إلى عهد موسى ومن جاء بعده من الأنبياء، حتى عهد عيسى عليه السلام وحتى عهد نبينا محمد ﷺ
Isra'iliyyat adalah bentuk jamak dari Isra'iliyyah, yang dinisbatkan kepada Bani Isra'il. Penisbatan dalam konteks seperti ini ditujukan kepada unsur akhir dari konstruksi idhafah (kata sandang), bukan unsur depannya. Isra'il adalah Ya'qub 'alaihissalam, yaitu hamba Allah, dan Bani Isra'il adalah anak-anak Ya'qub serta keturunan mereka setelahnya hingga masa Musa dan para nabi yang datang sesudahnya, hingga masa 'Isa 'alaihissalam dan hingga masa Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
وقد عرفوا «باليهود» أو بـ «يهود» من قديم الزمان، أما من آمنوا بعيسى: فقد
أصبحوا يطلق عليهم اسم «النصاري» وأما من آمن بخاتم الأنبياء: فقد أصبح في عداد
المسلمين، ويعرفون بمسلمي أهل الكتاب"١
Mereka dikenal sebagai "Yahudi" atau "Yahud" sejak zaman dahulu. Adapun yang beriman kepada 'Isa, maka mereka disebut "Nasrani". Adapun yang beriman kepada penutup para nabi, maka mereka menjadi bagian dari umat Muslim dan dikenal sebagai Muslim Ahl al-Kitab.1
وقد أكثر الله من خطابهم ببني إسرائيل في القرآن الكريم تذكيرا لهم بأبوة هذا النبي الصالح، حتى يتأسوا به، ويتخلقوا بأخلاقه، ويتركوا ما كانوا عليه من نكران نعم الله عليهم وعلى آبائهم وما كانوا يتصفون به من الجحود، والغدر، واللؤم، والخيانة وكذلك ذكرهم الله سبحانه باسم اليهود في غير ما آية، وأشهر كتب اليهود هي: التوراة، وقد ذكرها الله في قوله تعالى: ﴿الم، اللَّهُ لا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ، نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَأَنْزَلَ التَّوْرَاةَ وَالْأِنْجِيلَ، مِنْ قَبْلُ هُدىً لِلنَّاسِ وَأَنْزَلَ الْفُرْقَان﴾ ١. وقال: ﴿إِنَّا أَنْزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدىً وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَكَانُوا﴾ ٢ والمراد بها التوراة التي نزلت من عند الله قبل التحريف والتبديل، أما التوراة المحرفة المبدلة، فهي بمعزل عن كونها كلها هداية، وكونها نورا، ولا سيما بعد نزول القرآن الكريم، الذي هو الشاهد والمهيمن على الكتب السماوية السابقة، فما وافقه فهو حق، وما خالفه فهو باطل.
Allah banyak sekali berbicara kepada mereka sebagai Bani Isra'il dalam Al-Qur'an al-Karim sebagai pengingat atas ayah mereka yang saleh ini, agar mereka meneladaninya, berakhlak dengannya, dan meninggalkan sikap ingkar terhadap nikmat Allah atas mereka dan para leluhur mereka, serta sifat jahud, pengkhianatan, kebusukan, dan tipu daya yang melekat pada mereka. Demikian pula, Allah menyebut mereka dengan nama Yahudi dalam banyak ayat. Kitab paling terkenal dari Yahudi adalah Taurat, yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya: ﴿Alif Lam Mim. Allah, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup lagi Maha Mengurus (segala sesuatu). Dia menurunkan kepadamu Al-Kitab dengan membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan Dia menurunkan Taurat dan Injil, (yaitu Taurat dan Injil) dahulu sebagai petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan Al-Furqan (Al-Qur'an)﴾.1 Dan Dia berfirman: ﴿Sesungguhnya Kami telah menurunkan Taurat, di dalamnya (terdapat) petunjuk dan cahaya; para nabi yang berserah diri (kepada Allah) menghukumkan (kitab Taurat) bagi orang-orang Yahudi, dan demikian pula kitab-kitab (yang di dalamnya ada) para rabi dan ulama; (mereka itu menghukumkan) sebagaimana yang disimpan dalam kitab Allah, dan mereka itu menjadi saksi. Janganlah kamu takut kepada (manusia), tapi takutlah kepada-Ku, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Dan barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir﴾.2 Yang dimaksud di sini adalah Taurat yang diturunkan dari sisi Allah sebelum diubah dan diganti. Adapun Taurat yang telah diubah dan diganti, maka ia terpisah dari sifat sebagai petunjuk penuh dan cahaya, terutama setelah turunnya Al-Qur'an al-Karim, yang menjadi saksi dan pengawas atas kitab-kitab samawi sebelumnya. Apa yang sesuai dengannya adalah benar, dan apa yang bertentangan dengannya adalah batil.
ومن كتبهم أيضا: الزبور وهو كتاب داود عليه السلام، وأسفار الأنبياء، الذين جاءوا بعد موسى عليه وعليهم السلام، وتسمى التوراة وما اشتملت عليه من الأسفار الموسوية وغيرها «بالعهد القديم».
Dari kitab-kitab mereka juga ada Zabur, yaitu kitab Dawud 'alaihissalam, dan Kitab-kitab Para Nabi yang datang setelah Musa 'alaihima assalam. Taurat beserta apa yang terkandung di dalamnya dari Kitab-kitab Musawi dan lainnya disebut "Perjanjian Lama".
وكان لليهود بجانب التوراة المكتوبة التلمود، وهي التوراة الشفهية، وهو مجموعة قواعد ووصايا وشرائع دينية وأدبية، ومدنية وشروح، وتفاسير، وتعاليم، وروايات كانت تتناقل وتدرس شفهيا من حين إلى آخر ... وقد اتسع نطاق الدرس والتعليم فيه إلى درجة عظيمة جدا، حتى صار من الصعب حفظه في الذاكرة، ولأجل دوام المطالعة، والمداولة، وحفظا للأقوال والنصوص، والآراء الأصلية المتعددة والترتيبات، والعادات الحديثة، وخوفا من نسيانها وفقدانها مع مرور الزمن، وخصوصا وقت الاضطهادات، والاضطرابات، قد دونها الحاخامون بالكتابة سياجا للتوراة، وقُبِلَت كسنة من سيدنا موسى عليه السلام٣.
Yahudi memiliki, selain Taurat yang tertulis, Talmud, yaitu Taurat lisan, yang merupakan kumpulan aturan, perintah, syariat agama, adab, sipil, penjelasan, tafsir, pengajaran, dan riwayat yang diturunkan dan diajarkan secara lisan dari satu waktu ke waktu lainnya... Pengajaran dan pendidikan di dalamnya meluas hingga tingkat yang sangat besar, sehingga sulit dihafal dalam ingatan. Demi kelangsungan pembacaan, diskusi, dan pelestarian perkataan, teks, pendapat orisinal yang beragam, susunan, kebiasaan baru, dan khawatir akan lupa dan hilang seiring waktu, terutama saat masa penganiayaan dan kerusuhan, para rabi mencatatnya secara tertulis sebagai pagar bagi Taurat, dan diterima sebagai sunnah dari tuan kita Musa 'alaihissalam.3.
ومن التوراة وشروحها، والأسفار وما اشتملت عليه، والتلمود وشروحة، والأساطير والخرافات، والأباطيل التي افتروها، أو تناقلوها عن غيرهم: كانت معارف اليهود وثقافتهم، وهذه كلها كانت المنابع الأصلية للإسرائيليات التي زخرت بها بعض كتب التفسير، والتاريخ والقصص والمواعظ، وهذه المنابع إن كان فيها حق، ففيها باطل كثير، وإن كان فيها صدق، ففيها كذب صراح، وإن كان فيها سمين، ففيها غث كثير، فمن ثم انجر ذلك إلى الإسرائيليات، وقد يتوسع بعض الباحثين في الإسرائيليات، فيجعلها شاملة لماكان من معارف اليهود، وما كان من معارف النصارى التي تدور حول الأناجيل وشروحها، والرسل وسيرهم ونحو ذلك؛ وإنما سميت إسرائيليات لأن الغالب والكثير منها إنما هو من ثقافة بني إسرائيل، أو من كتبهم ومعارفهم، أو من أساطيرهم وأباطيلهم١.
Dari Taurat dan penjelasannya, Kitab-kitab dan isinya, Talmud dan penjelasannya, mitos dan dongeng, serta kebohongan yang mereka tuduhkan atau warisi dari orang lain: itulah pengetahuan dan budaya Yahudi. Semua ini menjadi sumber utama Isra'iliyyat yang memenuhi sebagian kitab tafsir, sejarah, kisah, dan nasihat. Sumber-sumber ini, jika ada yang benar, maka banyak yang batil; jika ada yang benar, maka ada kebohongan nyata; jika ada yang bergizi, maka banyak yang sampah. Oleh karena itu, hal itu mengarah pada Isra'iliyyat. Beberapa peneliti memperluas pengertian Isra'iliyyat hingga mencakup pengetahuan Yahudi dan pengetahuan Nasrani yang berputar di sekitar Injil dan penjelasannya, para rasul dan sirah mereka, dan sejenisnya. Ia disebut Isra'iliyyat karena yang dominan dan banyak adalah dari budaya Bani Isra'il, atau dari kitab-kitab dan pengetahuan mereka, atau dari mitos dan kebohongan mereka.1.
١ آل عمران: ١- ٤.
٢ المائدة: ٤٤.
٣ من التلمود: ص٧، ٨.
1 Surah Ali Imran: 1-4.
2 Surah Al-Maidah: 44.
3
Dari Talmud: hlm. 7, 8.
والحق: أن ما في كتب التفسير من المسيحيات أو من النصرانيات هو شيء قليل
بالنسبة إلى ما فيها من الإسرائيليات، ولا يكاد يذكر بجانبها، وليس لها من الآثار
السيئة ما للإسرائيليات؛ إذ معظمها في الأخلاق، والمواعظ، وتهذيب النفوس، وترقيق
القلوب، وأما:
Yang benar: Apa yang ada di kitab-kitab tafsir dari Masihiyyat atau
Nasraniyyat adalah sedikit dibandingkan dengan Isra'iliyyat di dalamnya,
hampir tidak disebutkan di sampingnya, dan tidak memiliki dampak buruk seperti
Isra'iliyyat; karena sebagian besarnya tentang akhlak, nasihat, penyempurnaan
jiwa, dan lembut hati. Adapun:
١ أهل الكتاب يطلَقون على اليهود والنصارى، ولكنهم في مثل هذا يراد بهم اليهود
غالبا؛ لأنهم الذين كانوا يسكنون بالمدينة وما جاورها.
ولأن الكثرة الكاثرة
من الإسرائيليات دخلت عن طريق اليهود.
1 Ahl al-Kitab disebut untuk Yahudi dan Nasrani, tapi dalam konteks seperti ini, yang dimaksud adalah Yahudi secara umum; karena mereka yang tinggal di Madinah dan sekitarnya. Dan karena sebagian besar Isra'iliyyat masuk melalui Yahudi.
١ التفسير والمفسرون ج ١ ص ١٦٥.
1 Tafsir wa al-Mufassirun, jilid 1, hlm. 165.
ب- الموضوعات:
B. Mawdu'at (Hadits Maudhu' / Maudhuk):
فهي جمع موضوع، اسم مفعول، وهو في اللغة مأخوذ من وضع الشيء يضعه وضعا، إذا حطه وأسقطه. أو من وضعت المرأة ولدها إذا ولدته١، وأما في اصطلاح أئمة الحديث فالموضوع: هو الحديث المختلق٢ المصنوع، المكذوب على رسول الله ﷺ أو على من بعده من الصحابة والتابعين، ولكنه إذا أطلق ينصرف إلى الموضوع على النبي ﷺ؛ أما الموضوع على غيره فيقيد، فيقال مثلا: موضوع على ابن عباس، أو على مجاهد مثلا، والمناسبة بين المعنى اللغوي والاصطلاحي ظاهرة، أما على المعنى اللغوي الأول: فلأنه منحط ساقط عن الاعتبار، وأما على الثاني: فلما فيه من معنى التوليد، والتسبب في الوجود؛ والموضوع من حيث مادته ونصه نوعان:
Maudu'at adalah bentuk jamak dari maudhu', yang merupakan isim maf'ul. Dalam bahasa, diambil dari "wada'a al-sya'a wadh'an" jika menjatuhkannya dan membuangnya. Atau dari "wada'at al-mar'atu waladaha" jika melahirkannya.1 Adapun dalam istilah para imam hadis, mawdu' adalah hadis yang dipalsukan,2 yang dibuat-buat, yang dikaitkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam atau kepada sahabat dan tabi'in setelahnya. Namun jika digunakan secara mutlak, maka mengarah kepada yang dipalsukan atas Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam; sedangkan yang dipalsukan atas orang lain dibatasi, misalnya: mawdu' atas Ibnu Abbas, atau atas Mujahid misalnya. Kecocokan antara makna bahasa dan istilahnya jelas. Berdasarkan makna bahasa pertama: karena ia rendah dan dibuang dari pertimbangan. Berdasarkan yang kedua: karena mengandung makna kelahiran dan penyebab keberadaan. Mawdu' dari segi materinya dan teksnya ada dua jenis:
١- أن يضع الواضع كلاما من عند نفسه، ثم ينسبه إلى النبي ﷺ أو إلى الصحابي، أو التابعي.
1. Bahwa pemalsu meletakkan kata-kata dari dirinya sendiri, kemudian menisbatkannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam atau kepada sahabat atau tabi'in.
٢- أن يأخذ الواضع كلاما لبعض الصحابة أو التابعين، أو الحكماء، والصوفية، أو ما يروى في الإسرائيليات، فينسبه إلى رسول الله؛ ليروج وينال القبول، مثال ما هو من قول الصحابة: ما يروى من حديث: «أحبب حبيبك هونا ما، عسى أن يكون بغيضك يوما، وأبغض بغيضك هونا ما عسى أن يكون حبيبك يوما»، فالصحيح أنه من قول سيدنا علي كرم الله وجهه، ومثال ما هو من قول التابعين: حديث: «كأنك بالدنيا لم تكن، وبالآخرة لم تزل....» فهو من كلام عمر بن عبد العزيز رضي الله عنه، ومثال ما هو من كلام الحكماء «المعدة بيت الداء، والحمية رأس كل دواء»، فمن قول الحارث بن كلدة طبيب العرب.
2. Bahwa pemalsu mengambil kata-kata dari sebagian sahabat atau tabi'in, atau dari orang bijak, sufi, atau apa yang diriwayatkan dalam Isra'iliyyat, lalu menisbatkannya kepada Rasulullah; agar menyebar dan diterima. Contoh dari perkataan sahabat: Apa yang diriwayatkan dari hadis: "Cintailah kekasihmu secara sederhana, barangkali suatu hari ia menjadi musuhmu, dan bencilah musuhmu secara sederhana, barangkali suatu hari ia menjadi kekasihmu." Yang shahih adalah itu perkataan tuan kita Ali radhiyallahu 'anhu. Contoh dari perkataan tabi'in: Hadis "Seolah-olah engkau tidak pernah melihat dunia, dan seolah-olah akhirat tidak pernah berakhir..." maka itu dari perkataan Umar bin Abdul Aziz radhiyallahu 'anhu. Contoh dari perkataan orang bijak: "Perut adalah rumah penyakit, dan diet adalah kepala segala obat," maka itu dari perkataan Al-Harits bin Kaldah, tabib Arab.
١ انظر القاموس والمصباح المنير مادة»وضع".
٢ الاختلاق أعم من أن يكون ابتدع
كلاما لم يسبق إليه. أو أخذ كلام الغير، ثم نسبه إلى النبي، فيكون الاختلاق في
نسبته إليه.
1 Lihat Al-Qamus dan Al-Mishbah Al-Munir, materi "wada'a".
2
Pemalsuan lebih umum daripada menciptakan kata-kata yang belum pernah ada
sebelumnya, atau mengambil kata orang lain lalu menisbatkannya kepada Nabi,
sehingga pemalsuan ada dalam penisbatannya kepadanya.
[ومثال ما هو من كلام المتصوفة ما يروى: «كنت كنزا مخفيا، فأحببت أن أعرف، فخلقت الخلق، فعرفتهم بي، فعرفوني»]
Dan contoh dari perkataan sufi: Apa yang diriwayatkan: "Aku adalah permata tersembunyi, maka Aku ingin dikenali, maka Aku ciptakan makhluk, maka Aku kenalkan mereka kepada-Ku, maka mereka mengenal-Ku."
ومثال ما هو من الإسرائيليات: «ما وسعني سمائي ولا أرضى ولكن وسعني قلب عبدي المؤمن». قال الإمام ابن تيمية: هو من الإسرائيليات، وليس له أصل معروف عن النبي ﷺ.
Dan contoh dari Isra'iliyyat: "Langit-Ku dan bumiku tidak meliputi-Ku, tapi hati hamba-Ku yang beriman meliputi-Ku." Imam Ibnu Taimiyyah berkata: Itu dari Isra'iliyyat, dan tidak ada asalnya yang diketahui dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
[ومثل ذلك ما روي عن ابن عباس من أن: «عمر الدنيا سبع آلاف سنة» فهو من الإسرائيليات.
Dan seperti itu apa yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa: "Umur dunia tujuh ribu tahun," maka itu dari Isra'iliyyat.
وقد نسب إلى النبي وإلى الصحابة والتابعين كثير من الإسرائيليات في بدء الخلق والمعاد وأخبار الأمم الماضية، والكونيات، وقصص الأنبياء، وسأذكر الكثير من ذلك فيما بعد، وبعضها من الخطورة على الدين بمكان.
Banyak Isra'iliyyat yang dinisbatkan kepada Nabi, sahabat, dan tabi'in tentang permulaan penciptaan, hari kiamat, berita umat-umat terdahulu, hal-hal kosmik, dan kisah para nabi. Saya akan sebutkan banyak di antaranya nanti, dan sebagiannya berbahaya bagi agama.
حكم الكذب على رسول الله:
Hukum Berbohong atas Rasulullah:
جمهور العلماء سلفا وخلفا على أن الكذب على رسول الله ﷺ من الكبائر، ولا يكفر من فعل ذلك إلا إذا كان مستحلا الكذب عليه وبالغ الإمام أبو محمد الجويني١ والد إمام الحرمين من أئمة الشافعية فقال: «يكفر من تعمد الكذب على رسول الله ﷺ» نقل ذلك عنه ابنه إمام الحرمين وقال: إنه لم يره لأحد من الأصحاب، وأنه هفوة من والده.
Mayoritas ulama, salaf dan khalaf, sepakat bahwa berbohong atas Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dosa besar, dan tidak membuat pelakunya kafir kecuali jika ia membolehkan berbohong kepadanya. Imam Abu Muhammad Al-Juwaini,1 ayah dari Imam Al-Haramain, dari imam-imam Syafi'iyyah, berkata: "Maka kafirlah siapa yang sengaja berbohong atas Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." Anaknya, Imam Al-Haramain, meriwayatkannya dan berkata: Ia tidak melihatnya bagi siapa pun dari sahabat, dan itu adalah kesalahan dari ayahnya.
ووافق الجويني على هذه المقالة: الإمام ناصر الدين أحمد بن محمد بن المنير. المالكي١ وغيره من الحنابلة، ووافقهم الإمام الذهبي في تعمد الكذب في الحلال والحرام، ولعل مما يشهد لهم قوله تعالى: ﴿إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِآياتِ اللَّه﴾ ٢ فقد نفت الآية الإيمان عمن يفتري الكذب على الله، والكذب على الرسول كذب على الله، قال تعالى: ﴿وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى، إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى﴾ ٣.
Al-Juwaini disepakati oleh Imam Nasiruddin Ahmad bin Muhammad bin Al-Munir Al-Maliki1 dan lainnya dari Hanabilah, dan disepakati oleh Imam Adz-Dzahabi dalam berbohong sengaja tentang halal dan haram. Mungkin yang menjadi saksi bagi mereka adalah firman Allah: ﴿Sesungguhnya yang berbohong itu hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah﴾.2 Ayat ini menafikan iman bagi siapa yang memalsukan kebohongan atas Allah, dan berbohong atas rasul adalah berbohong atas Allah. Allah berfirman: ﴿Dan ia (Muhammad) tidak berkata menurut hawa nafsu. Itu bukanlah kecuali wahyu yang diwahyukan﴾.3
١ هو أبو محمد عبد الله بن يوسف بن محمد بن حيويه الفقيه الشافعي والد إمام
الحرمين المتوفى في ذي القعدة سنة ثمانٍ وثلاثين، وقيل: أربع وثلاثين، وأربعمائة
بنيسابور، والجويني نسبة إلى جوين -بضم الجيم، وفتح الواو، وسكون الياء- ناحية من
نواحي نيسابور تشتمل على قرى مجتمعة.
1 Ia adalah Abu Muhammad Abdullah bin Yusuf bin Muhammad bin Haiwaih, fuqaha Syafi'i, ayah Imam Al-Haramain, wafat di Dhu al-Qa'dah tahun 38 atau 34 dan 400 H di Nishapur. Al-Juwaini dinisbatkan ke Juwain (dhammah jim, fathah waw, sakon ya') daerah di Nishapur yang mencakup desa-desa berkumpul.
وقال رسول الله ﷺ: «إن كذبا علي ليس ككذبٍ على أحد، فمن كذب عليَّ متعمدا فليتبوأ مقعده من النار» رواه البخاري ومسلم وغيرهما، وقد روى من طريق متكاثرة، حتى قال العلماء: إنه متواتر، ففي قوله: «إن كذبا علي ليس ككذب على أحد» ما يشعر بأن حكم الكذب عليه ليس كحكم الكذب على غيره، والكذب على غيره كبيرة، فيكون الكذب عليه أكثر من كبيرة، أو أكبر الكبائر.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya berbohong kepadaku bukan seperti berbohong kepada orang lain. Siapa yang sengaja berbohong kepadaku, maka hendaklah ia menyediakan tempatnya di neraka." Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan lainnya, dan diriwayatkan melalui jalur yang banyak hingga ulama berkata: Ia mutawatir. Dalam sabdanya: "Sesungguhnya berbohong kepadaku bukan seperti berbohong kepada orang lain" ada indikasi bahwa hukum berbohong kepadanya bukan seperti hukum berbohong kepada orang lain, dan berbohong kepada orang lain adalah dosa besar, maka berbohong kepadanya lebih dari dosa besar, atau dosa besar terbesar.
وفي معنى الكذب على النبي ﷺ الكذب على الصحابة والتابعين، ولا سيما فيما لا مجال للرأي فيه مما لا يعرف إلا من المشرع؛ لأن له حكم المرفوع إلى النبي كما نبه على ذلك أئمة الحديث٤؛ وأيضا فبعض الفقهاء يعتبر قولهم حجة في التشريع، إلا أني لم أقف على من قال: إن الكذب عليهم كفر، وإنما الذي قال الجويني: إنما هو في الكذب على النبي ﷺ:
Dalam makna berbohong atas Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam termasuk berbohong atas sahabat dan tabi'in, terutama dalam hal yang tidak ada ruang untuk pendapat, yang hanya diketahui dari syariat; karena memiliki hukum yang diangkat kepada Nabi sebagaimana diingatkan oleh imam-imam hadis;4 dan juga sebagian fuqaha menganggap perkataan mereka sebagai hujjah dalam tasyri'. Namun saya tidak menemukan siapa yang mengatakan bahwa berbohong atas mereka adalah kekafiran, dan yang dikatakan Al-Juwaini adalah hanya dalam berbohong atas Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
ولا يدخل في الكذب الرواية بالمعنى؛ لأنها إنما أجازها العلماء لعارف بالألفاظ ومدلولاتها معرفة دقيقة عالم بالشريعة ومقاصدها خبير بما يغير المعاني ويفسرها، فهي لم تخرج عند التحقيق عن مدلول اللفظ الأصلي.
Dan riwayat dengan makna tidak termasuk berbohong; karena para ulama membolehkannya bagi yang mengetahui lafaz dan maknanya secara mendalam, yang mengetahui syariat dan tujuannya, yang ahli dalam apa yang mengubah makna dan menafsirkannya, sehingga secara teliti tidak keluar dari makna lafaz asli.
هل تقبل رواية من كذب في الحديث وإن تاب؟:
Apakah Riwayat dari Orang yang Berbohong dalam Hadis Diterima Meskipun Bertaubat?
ولما للكذب على رسول الله ﷺ من إفساد في الشريعة وإبطال في الدين: ذهب جمهور المحدثين إلى أن من كذب في حديث واحد فسق، وردت روايته، وبطل الاحتجاج بها، وإن تاب وحسنت توبته، ومن هؤلاء الأئمة: أحمد بن حنبل، وأبو بكر الحميدي والصيرفي، والسمعاني١.
Karena kerusakan yang ditimbulkan oleh berbohong atas Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam syariat dan pembatalan dalam agama: Mayoritas muhadditsin berpendapat bahwa siapa yang berbohong dalam satu hadis saja adalah fasiq, riwayatnya ditolak, dan tidak dijadikan hujjah, meskipun bertaubat dan taubatnya baik. Di antaranya imam-imam: Ahmad bin Hanbal, Abu Bakar Al-Humaidi, Ash-Shairafi, dan As-Syamanii.1.
قال أبو بكر الصيرفي: «كل من أسقطنا خبره من أهل النقل بكذب وجدناه عليه لم نعد لقبوله لتوبة تظهر» وقال أبو المظفر السمعاني: «من كذب في خبر واحد وجب إسقاط ما تقدم من حديثه».
Abu Bakar Ash-Shairafi berkata: "Setiap orang yang kami jatuhkan beritanya dari ahli riwayat karena kebohongan yang kami temukan padanya, kami tidak lagi menerima taubat yang muncul darinya." Abu Al-Mazfar As-Syamanii berkata: "Siapa yang berbohong dalam satu berita saja, wajib menjatuhkan apa yang telah lalu dari hadisnya."
وخالف في ذلك الإمام النووي، فقال: والمختار القطع بصحة توبته في هذا، وقبول رواياته بعدها، إذا صحت توبته بشروطها٢. والحق أن ما ذهب إليه النووي قوى من جهة الاستدلال، ولكن مذهب الجمهور أحوط للأحاديث، وأبعد من الريبة في الرواية، ومن ثم نرى: أن أئمة الحديث احتاطوا له غاية الاحتياط، فجزاهم الله عن الإسلام والمسلمين خيرا.
Imam An-Nawawi berbeda pendapat, ia berkata: Dan yang dipilih adalah memutuskan keabsahan taubatnya dalam hal ini, dan menerima riwayatnya setelahnya, jika taubatnya sah dengan syarat-syaratnya.2. Yang benar adalah pendapat An-Nawawi lebih kuat dari segi dalil, tapi mazhab mayoritas lebih hati-hati bagi hadis, dan lebih jauh dari keraguan dalam riwayat. Oleh karena itu, kami melihat bahwa imam-imam hadis sangat berhati-hati, maka semoga Allah memberi pahala terbaik atas Islam dan umat Muslim.
١ هو الإمام أحمد بن محمد بن المنير الإسكندري المالكي قاضي الإسكندرية وعالمها
المشهور المتوفى سنة ٦٨٣هـ وصاحب كتاب «الانتصاف على تفسير الكشاف».
٢
النحل: ١٠٥.
٣ النجم: ٣، ٤.
٤ هذا بالنسبة إلى ما يروى عن الصحابي، أما
ما روي عن التابعين فهو مرفوع مرسل، وهناك شرط آخر؛ وهو ألا يكون الصحابي أو
التابعي معروفا بالأخذ عن أهل الكتاب الذين أسلموا وإلا احتمل أن يكون من
الإسرائيليات «نزهة النظر في شرح نخبة الفكر» للحافظ ابن حجر، التدريب للسيوطي ص
٦٣، ٦٤".
1 Ia adalah Imam Ahmad bin Muhammad bin Al-Munir Al-Iskandari Al-Maliki, qadhi
Iskandariyah dan ulamanya yang terkenal, wafat tahun 683 H, penulis
"Al-Intishaf 'ala Tafsir Al-Kasyaf".
2 Surah An-Nahl:
105.
3 Surah An-Najm: 3-4.
4 Ini berkaitan
dengan apa yang diriwayatkan dari sahabat, adapun dari tabi'in adalah marfu'
mursal, dan ada syarat lain: bahwa sahabat atau tabi'in tidak dikenal
mengambil dari Ahl al-Kitab yang masuk Islam, kalau tidak, mungkin dari
Isra'iliyyat. "Nazhah An-Nazhar fi Syarh Nukhbat Al-Fikr" karya Al-Hafizh Ibnu
Hajar, At-Tadrib karya As-Suyuthi hlm. 63-64.
حكم رواية الموضوعات والإسرائيليات الباطلة:
Hukum Meriwayatkan Mawdu'at dan Isra'iliyyat yang Batil:
قال العلماء سلفا وخلفا: لا يحل رواية الحديث الموضوع في أي باب من الأبواب، إلا مقترنا ببيان أنه موضوع مكذوب، سواء في ذلك ما يتعلق بالحلال والحرام، أو الفضائل، أو الترغيب والترهيب أو القصص والتواريخ٣، ومن رواه من غير بيان وضعه فقد باء بالإثم العظيم، وحشر نفسه في عداد الكذابين، والأصل في ذلك: ما رواه الإمام مسلم في صحيحه، بسنده أن رسول الله ﷺ قال: «من حدث عني بحديث يرى أنه كذب، فهو أحد الكاذبين» ٤ وفي حكم الموضوعات الإسرائيليات التي ألصقت بالنبي زورا، وكذبا عليه.
Para ulama salaf dan khalaf berkata: Tidak boleh meriwayatkan hadis mawdu' dalam bab apa pun, kecuali disertai penjelasan bahwa ia mawdu' dan dipalsukan, baik yang berkaitan dengan halal dan haram, atau fadhail, atau targhib dan tarhib, atau kisah dan sejarah,3 dan siapa yang meriwayatkannya tanpa menjelaskan pemalsuannya, maka ia berdosa besar, dan memasukkan dirinya ke dalam golongan pembohong. Dasar itu: Apa yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya, dengan sanadnya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Siapa yang menceritakan tentangku hadis yang ia anggap bohong, maka ia adalah salah seorang pembohong."4 Dan Isra'iliyyat yang dipasang secara palsu atas Nabi memiliki hukum yang sama dengan mawdu'at.
١ علوم الحديث لابن الصلاح ص ١٢٨.
٢ صحيح مسلم بشرح النووي ج ١ ص ٧٠.
٣
علوم الحديث لابن الصلاح ص ١٠٩ والتدريب للسيوطي ص ٩٨.
٤ روي «يرى» بضم
الياء بمعنى يظن، وبفتح الياء بمعنى يعلم فيشمل الوعيد من علم أو ظن وروي
«الكاذِبَيْن» بصيغة المثنى بفتح الباء وكسر النون أي من وضعه ومن رواه؛ لأنه
أذاعه وبصيغة الجمع بكسر الباء وفتح النون أي صار في عدادهم وواحدا منهم؛ لإشاعته
الكذب على رسول الله ﷺ.
1 Ilmu Hadis karya Ibnu Shalah hlm. 128.
2 Shahih Muslim
syarah An-Nawawi jilid 1 hlm. 70.
3 Ilmu Hadis karya Ibnu
Shalah hlm. 109 dan At-Tadrib karya As-Suyuthi hlm. 98.
4
Diriwayatkan "yarā" dengan dhammah ya' berarti mengira, dan dengan fathah ya'
berarti mengetahui sehingga mencakup ancaman bagi yang mengetahui atau
mengira. Diriwayatkan "al-kādhibain" dengan bentuk itsnain (tunggal ganda)
dengan fathah ba' dan kasrah nun, yaitu pemalsu dan perawi; karena ia
menyebarkannya. Dan dengan bentuk jamak dengan kasrah ba' dan fathah nun,
yaitu menjadi bagian dari mereka dan salah satunya; karena menyebarkan
kebohongan atas Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
تحذير من يروي الموضوع المكذوب:
Peringatan bagi yang Meriwayatkan Mawdu' yang Dipalsukan:
وقد حكم كثير من علماء الحديث وأئمته على من روى حديثا موضوعا من غير تنبيه إلى وضعه وتحذير الناس منه بالتعزير والتأديب، قال أبو العباس السراج: شهدت محمد بن إسماعيل البخاري، ودفع إليه كتاب من ابن كرام يسأله عن أحاديث، منها حديث الزهري عن سالم عن أبيه١ مرفوعا: «الإيمان لا يزيد ولا ينقص» فكتب محمد بن إسماعيل على ظهر كتابه: «من حدث بهذا استوجب الضرب الشديد، والحبس الطويل».
Banyak ulama hadis dan imam-imamnya menghukum siapa yang meriwayatkan hadis mawdu' tanpa peringatan atas pemalsuannya dan memperingatkan orang dari itu dengan ta'zir dan pendidikan. Abu Abbas Ash-Sharaj berkata: Saya menyaksikan Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, dan diserahkan kepadanya buku dari Ibnu Karram yang bertanya tentang hadis-hadis, di antaranya hadis Az-Zuhri dari Salim dari bapaknya1 marfu': "Iman tidak bertambah dan tidak berkurang." Maka Muhammad bin Ismail menulis di belakang bukunya: "Siapa yang menceritakan ini wajib dipukul keras dan dipenjara lama."
بل بالغ بعضهم، فأحل دمه، قال يحيى بن معين -وهو من كبار أئمة الجرح والتعديل-
لما ذكر له حديث سويد الأنباري: "من عشق، وعف، وكتم، ثم مات مات شهيدا.
قال:
هو حلال الدم٢!!
وقد سئل الإمام ابن حجر الهيثمي عن خطيب يرقى المنبر كل
جمعة، ويروي أحاديث، ولم يبين مخرجيها ودرجتها فقال: ما ذكره من الأحاديث في خطبه
من غير أن يبين رواتها، أو من ذكرها فجائز، بشرط أن يكون من أهل المعرفة بالحديث،
أو ينقلها من مؤلفٍ صاحبُه كذلك.
وأما الاعتماد في رواية الأحاديث على مجرد رؤيتها في كتاب ليس مؤلفه من أهل الحديث، أو في خطب ليس مؤلفها كذلك، فلا يحل؛ ومن فعل عزر عليه التعزير الشديد، وهذا حال أكثر الخطباء؛ فإنهم بمجرد رؤيتهم خطبة فيها أحاديث حفظوها، وخطبوا بها من غير أن يعرفوا أن لتلك الأحاديث أصلا أم لا، فيجب على حكام كل بلد أن يزجروا خطباءها عن ذلك.
Bahkan sebagian mereka membolehkan darahnya. Yahya bin Ma'in -ia adalah salah
satu imam besar jarh dan ta'dil- ketika disebutkan kepadanya hadis Suwaid
Al-Anbari: "Siapa yang mencinta, menahan diri, merahasiakan, lalu mati, maka
mati syahid." Ia berkata: Darahnya halal!!2
Imam Ibnu Hajar
Al-Haitami ditanya tentang khatib yang naik mimbar setiap Jumat dan
meriwayatkan hadis tanpa menjelaskan sumber dan derajatnya, maka ia berkata:
Apa yang disebutkannya dari hadis dalam khutbahnya tanpa menjelaskan
perawinya, atau yang disebutkan maka boleh, dengan syarat bahwa ia dari ahli
pengetahuan hadis, atau mengambilnya dari penulis yang demikian.
Adapun
mengandalkan riwayat hadis hanya dengan melihatnya di buku yang penulisnya
bukan dari ahli hadis, atau di khutbah yang penulisnya bukan demikian, maka
tidak boleh; dan siapa yang melakukannya wajib ditazir dengan ta'zir keras.
Ini keadaan sebagian besar khatib; karena mereka hanya melihat khutbah yang
mengandung hadis, menghafalnya, dan berkhutbah dengannya tanpa mengetahui
apakah hadis itu memiliki asal atau tidak. Maka wajib bagi penguasa setiap
negeri untuk melarang khatib mereka dari itu.
١ هو عبد الله بن عمر بن الخطاب رضي الله عنهما.
٢ من المؤسف المحزن أن بعض
أهل الهوى والغرام، وبعض الكتاب الهدامين للأخلاق لا يزالون يرددون هذا الحديث
المكذوب، فمن لهم بمثل يحيى بن معين يحل دماءهم؟!
1 Ia adalah Abdullah bin Umar bin Al-Khattab radhiyallahu
'anhuma.
2 Sayang sekali bahwa sebagian orang yang tergoda
nafsu dan asmara, dan sebagian penulis yang merusak akhlak masih mengulang
hadis dipalsukan ini, maka siapa yang seperti Yahya bin Ma'in untuk
menghalalkan darah mereka?!
ما أشبه الليلة بالبارحة:
Seperti Malam Ini Seperti Malam Kemarin:
أقول: لا يزال بعض الخطباء، ومقيمي الشعائر الدينية الذين ليس له علم بالحديث رواية ودراية، ولا سيما من لم يتأهلوا التأهل اللازم لمن يتولى الإمامة والخطابة، والذين لا يزالون يخطبون من الدواوين، أو يعتمدون في خطبهم على الكتب التي لا يُعتمد عليها في معرفة الأحاديث والتمييز بين صحيحها، وضعيفها، وموضوعها، والذين جعلوا غايتهم استرضاء الجماهير، فيذكرون لهم أحاديث في الترغيب والترهيب، وحكايات وقصصا مثيرة عجيبة، أغلب الظن أنها من وضع القصاص، وجهلة الزهاد الذين استجابوا ذلك، وكان جل هممهم تملق الجماهير، واستمالتهم بذكر المبالغات، والتهاويل والعجائب، والغرائب وما أجدر هذه الفئة بأن يحال بينها وبين الخطابة، والوعظ، والتذكير، حتى لا يسمموا أفكار الناس ويفسخوا القيم الدينية والخلقية الصحيحة، وتكون حجة على الإسلام لا حجة له، وأحب أن أقول لهؤلاء وأمثالهم: إن في الأحاديث الصحاح والحسان، والقصص الثابت الصحيح غنية عن الأحاديث الموضوعة أو الضعيفة والقصص، وجهلة الزهاد الذين استباحوا ذلك، وكان جل همهم تملق الجماهير، واستمالتهم بذكر المبالغات، والتهاويل والعجائب، والغرائب وما أجدر هذه الفئة بأن يحال بيها وبين الخطابة، والوعظ، والتذكير، حتى لا يسموا أفكار الناس ويفسخوا القيم الدينية والخلقية الصحيحة، وتكون حجة على الإسلام لا حجة له، وأحب أن أقول لهؤلاء وأمثالهم: إن في الأحاديث الصحاح والحسان، والقصص الثابت الصحيح غنية عن الأحاديث الموضوعة أو الضعيفة والقصص المكذوب لمن يريد أن يرقق القلوب ويستولي على النفوس، فليتق الله هؤلاء في الناس، وفي أنفسهم.
Saya katakan: Masih ada sebagian khatib dan pelaksana ibadah keagamaan yang tidak memiliki ilmu hadis riwayat dan pemahaman, terutama yang tidak memenuhi kualifikasi yang diperlukan bagi yang mengimami dan berkhutbah, dan yang masih berkhutbah dari buku-buku, atau mengandalkan khutbah mereka pada buku-buku yang tidak bisa diandalkan dalam mengetahui hadis dan membedakan shahih, dhaif, dan mawdu'-nya, dan yang tujuannya menyenangkan massa, sehingga menyebutkan hadis-hadis targhib dan tarhib, cerita dan kisah yang menarik aneh, kemungkinan besar dari pemalsuan para qishash dan zahi yang bodoh yang meresponsnya, dan tujuan utama mereka adalah menjilat massa dan menarik mereka dengan menyebutkan berlebihan, hal-hal menakutkan, keajaiban, dan keanehan. Betapa pantas golongan ini dilarang dari berkhutbah, menasihati, dan mengingatkan, agar tidak meracuni pemikiran orang dan merusak nilai-nilai agama dan akhlak yang benar, dan menjadi hujjah atas Islam bukan untuknya. Saya ingin katakan kepada mereka dan semisalnya: Dalam hadis-hadis shahih dan hasan, dan kisah-kisah yang terbukti benar, sudah cukup tanpa hadis mawdu' atau dhaif dan kisah-kisah dipalsukan bagi yang ingin melunakkan hati dan menguasai jiwa. Maka bertakwalah kepada Allah ini bagi orang-orang, dan bagi diri mereka sendiri.
ومن الحق في هذا المقام أن أقول أيضا: إن الكثيرين من المدرسين الأزهريين والوعاظ، والمرشدين، والدعاة إلى الله، والأئمة والخطباء المؤهلين تأهيلا علميا سليما، في الأزهر، وجامعته والجامعات الإسلامية الأخرى لهم من علمهم، ووعيهم الديني والثقافي وسعة اطِّلاعهم ما يعصمهم من الوقوع في رواية الموضوعات والقصص الباطلة، والإسرائيليات الزائفة، وتحري الصدق والحق في رواية الأحاديث، وذكر الأقاصيص، وأخذهم أنفسهم بالرجوع في ذلك إلى كتب العلماء الثقات الحفاظ للحديث، أو الذين لهم علم به ودراية، وهو أثر من آثار النهضة العلمية الحديثة من يوم أن أنشئت الدراسات العليا التخصصية في كليات الجامع الأزهر الشريف، عمره الله بالعلم والعلماء.
Dan dari kebenaran di posisi ini saya katakan juga: Bahwa banyak guru Azhar, pendakwah, pembimbing, da'i kepada Allah, imam dan khatib yang memenuhi kualifikasi ilmu yang benar di Azhar, universitasnya, dan universitas Islam lainnya, memiliki ilmu, kesadaran agama dan budaya, dan luas wawasannya yang melindungi mereka dari meriwayatkan mawdu'at dan kisah batil, serta Isra'iliyyat palsu, dan mengejar kebenaran dan hak dalam meriwayatkan hadis, menyebutkan kisah, dan mereka menahan diri dengan merujuk kepada kitab-kitab ulama terpercaya, para huffaz hadis, atau yang memiliki ilmu dan pemahaman darinya. Ini adalah pengaruh dari kebangkitan ilmu modern sejak dibentuk studi pascasarjana khusus di fakultas-fakultas Universitas Al-Azhar Al-Sharif, semoga Allah panjang umurnya dengan ilmu dan ulama.
فقد كان من شعب هذه الدراسات: «شعبة التفسير والحديث» منذ ما يقرب من نصف قرن، وقد أتى على هذه الشعب حين من الدهر كان الطلاب فيها يستوعبون كل ما كتب وأُلِّفَ في العلم الذي تخصصوا فيه، وكذلك كان هناك تخصص في "الدعوة والإرشاد»، ويا ليت هذه التخصصات تعود كما كانت؛ مناهج، ودراسة.
Salah satu cabang studi ini adalah "Cabang Tafsir dan Hadis" sejak hampir setengah abad lalu, dan waktu telah berlalu atas cabang ini di mana mahasiswa di dalamnya menyerap semua yang ditulis dan disusun dalam ilmu yang mereka spesialisasikan, dan demikian juga ada spesialisasi di "Dakwah dan Bimbingan", andai saja spesialisasi ini kembali seperti dulu; kurikulum dan studi.
وكذلك كان من أسباب هذه النهضة الحديثة: إنشاء دور «للحديث في مصر، وفي الحجاز وغيرهما من الأقطار الإسلامية شرقا وغربا، وظهور علماء في كل قطر إسلامي أحبوا دراسة الحديث وعلومه» وإنا لنرجو أن يعود للحديث وعلومه سيرته الأولى، ومجده الغابر فاللهُمَّ حقق.
Demikian juga salah satu penyebab kebangkitan modern ini: Pendirian kursus "Hadis di Mesir, di Hijaz dan negeri-negeri Islam lainnya timur dan barat, dan munculnya ulama di setiap negeri Islam yang mencintai studi hadis dan ilmunya." Dan kami berharap hadis dan ilmunya kembali ke jalur awalnya dan kejayaannya yang hilang. Ya Allah, wujudkanlah.
متى نشأ الوضع في الحديث؟:
Kapan Lahir Pemalsuan dalam Hadis?
كان من أثر اتساع رقعة الإسلام: دخول كثير من أبناء الأمم المغلوبة فيه ومنهم
الفارسي، ومنهم الرومي، ومنهم المصري، ومنهم المخلص للإسلام، ومنهم المنافق الذي
يكن في نفسه الحقد على الإسلام ويتظاهر بحبه، ومنهم الزنديق الذي يسعى بشتى
الوسائل لإفساده وتشكيك الناس فيه، ومنهم اليهودي الذي لا يزال مشدودا إلى
يهوديته، ومنهم النصراني الذي لا يزال يحن إلى نصرانيته.
Salah satu dampak dari luasnya wilayah Islam: Masuknya banyak anak bangsa yang dikalahkan di dalamnya, di antaranya Persia, Rum, Mesir, di antaranya yang ikhlas kepada Islam, dan di antaranya munafik yang menyimpan dendam dalam dirinya terhadap Islam dan berpura-pura mencintainya, di antaranya zindik yang berusaha dengan segala cara untuk merusaknya dan menimbulkan keraguan pada orang terhadapnya, di antaranya Yahudi yang masih terikat dengan Yahudinya, dan di antaranya Nasrani yang masih merindukan Nasraninya.
وقد انتهز أعداء الإسلام من المنافقين، والزنادقة، واليهود سماحة السيد الحيي: عثمان بن عفان رضي الله عنه ودماثة خلقه، فبذروا البذور الأولى للفتنة، فكان ابن سبأ اليهودي الخبيث يطوف في الأقاليم، ويولب عليه الناس، وقد أخفى هذه السموم التي كان ينفثها تحت ستار التشيع، وحب سيدنا علي، وآل البيت الكرام، فصار يزعم أن عليا رضي الله عنه هو وصي النبي، والأحق بالخلافة حتى من أبي بكر، وعمر رضي الله عنهما ووضع على النبي ﷺ حديثا: «لكل نبي وصي، ووصيِّي عليٌّ». لم يقف الأمر عند حد هذه الدعوة، بل ادعى ألوهيته، وقد طارده سيدنا عثمان، فهرب، فلما كان عهد سيدنا علي طارده وأحل دمه، فما كان ليرضى بهذه الدعوات الخبيثة التي يشنها هذا المغيظ المحنق على الإسلام والمسلمين.
Musuh-musuh Islam dari munafik, zindik, dan Yahudi memanfaatkan keluasan Sayyidul Khayir: Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu dan kelembutan akhlaknya, sehingga mereka menabur benih pertama fitnah. Maka Ibnu Shabā', Yahudi licik, berkeliling di wilayah-wilayah, dan memprovokasi orang terhadapnya. Ia menyembunyikan racun-racun yang ia hembuskan di balik selubung syiah, cinta kepada Sayyiduna Ali, dan Ahlul Bait yang mulia, sehingga ia mengklaim bahwa Ali radhiyallahu 'anhu adalah wali Nabi, dan paling berhak atas khilafah bahkan daripada Abu Bakar dan Umar radhiyallahu 'anhuma, dan memalsukan atas Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hadis: "Setiap nabi memiliki wali, dan wali-ku adalah Ali." Urusan tidak berhenti di klaim ini, tapi ia mengklaim ketuhanan, dan Sayyiduna Utsman mengusirnya, ia lari. Ketika masa Sayyiduna Ali, ia mengusirnya dan menghalalkan darahnya, sehingga ia tidak ridha dengan dakwah-dakwah licik yang dilancarkan oleh orang iri dan dendam ini terhadap Islam dan umat Muslim.
ومما يؤسف له أن دعوته وجدت آذانا صاغية من بعض الأمة وبخاصة أهل مصر، وقد نجح هذا اليهودي الماكر في إثارة الفتة التي أطاحت برأس الخليفة الثالث: عثمان رضي الله عنه، وما إن تولى الخلافة سيدنا علي حتى وجد التركة مثقلة بالخلافات، فقد ناصبه أنصار عثمان العداوة من أول يوم، واستفحلت الفتنة، ووقعت حروب طاحنة، فني فيها كثيرون من خيرة المسلمين،
Sayang sekali bahwa dakwahnya menemukan telinga yang mendengar dari sebagian umat, terutama orang Mesir, dan Yahudi licik ini berhasil memicu fitnah yang menjatuhkan kepala khalifah ketiga: Utsman radhiyallahu 'anhu. Begitu Sayyiduna Ali mengambil alih khilafah, ia menemukan warisan yang berat dengan perselisihan. Pengikut Utsman memusuhi dia sejak hari pertama, fitnah memburuk, dan terjadi perang dahsyat, sehingga banyak yang binasa dari kebaikan umat Muslim,
وظهرت طائفة أخرى وهم الخوارج الذين لم يرتضوا التحكيم بين على، ومعاوية، وكانت النهاية؛ أن أطاحت الفتنة ركنا آخر من أركان الإسلام، وهو الخليفة الرابع، وأضحت الأمة الإسلامية في فرقة واختلاف، ودب إليها داء الأمم قبلها، وتمخضت الفتنة عن شيعة١ ينتصرون لسيدنا علي، وعثمانية ينتصرون لسيدنا عثمان، وخوارج٢ يعادون الشيعة وغيرهم، ومروانية ينتصرون لمعاوية وبني أمية، وقد استباح بعض هؤلاء لأنفسهم أن يؤيدوا أهواءهم ومذاهبهم بما يقويها، وليس ذلك إلا في الحديث بأنواعه من أحكام، وتفسير، وسير، وغيرها.
dan muncul kelompok lain yaitu Khawarij yang tidak merestui tahkim antara Ali dan Muawiyah. Akhirnya, fitnah itu menjatuhkan pilar lain dari pilar Islam, yaitu khalifah keempat, dan umat Islam terpecah dan berbeda, dan penyakit umat-umat sebelumnya merasuk ke dalamnya. Fitnah itu melahirkan Syiah1 yang membela Sayyiduna Ali, Utsmaniyyah yang membela Sayyiduna Utsman, Khawarij2 yang memusuhi Syiah dan lainnya, Marwaniyyah yang membela Muawiyah dan Bani Umayyah. Sebagian dari mereka membolehkan diri untuk mendukung hawa nafsu dan mazhab mereka dengan apa yang memperkuatnya, dan itu tidak lain adalah hadis dalam jenis-jenisnya dari hukum, tafsir, sirah, dan lainnya.
وكان ذلك حوالي سنة أربعين للهجرة، وما زالت حركة الوضع تسير، وتتضخم حتى دخل بسببها على الحديث بلاء غير قليل، وهذا العصر هو ما يعرف بعصر صغار الصحابة وكبار التابعين.
Itu sekitar tahun 40 H, dan gerakan pemalsuan terus berlanjut dan membesar hingga masuk ke hadis bencana yang tidak sedikit, dan era ini dikenal sebagai era pemuda sahabat dan kakek tabi'in.
روى الإمام مسلم في مقدمة صحيحه بسنده عن طاوس، قال: «جاء هذا إلى ابن عباس -يعني بشير بن كعب- فجعل يحدثه، فقال له ابن عباس: عد لحديث كذا، وكذا. فعاد له، ثم حدثه فقال له: عد لحديث كذا وكذا، فعاد له، فقال له: لا أدري أعرفت حديثي كله وأنكرت هذا، أم أنكرت حديثي كله، وعرفت هذا، فقال له ابن عباس: إن كنا نحدث عن رسول الله ﷺ إذا لم يكن يكذب عليه، فلما ركب الناس الصعب والذلول تركنا الحديث عنه».
Imam Muslim meriwayatkan dalam muqaddimah Shahihnya dengan sanadnya dari Thawus, ia berkata: "Ini datang kepada Ibnu Abbas -yaitu Bishr bin Ka'b- maka ia mulai menceritakan kepadanya, maka Ibnu Abbas berkata: Ulangi hadis begini dan begini. Maka ia ulangi, lalu menceritakan kepadanya maka ia berkata: Ulangi hadis begini dan begini, maka ia ulangi, maka ia berkata: Saya tidak tahu apakah engkau mengenal seluruh hadisku dan menyangkal ini, atau menyangkal seluruh hadisku dan mengenal ini. Maka Ibnu Abbas berkata: Jika kami menceritakan tentang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maka tidak berbohong kepadanya, maka ketika orang naik tunggangan kasar dan jinak, kami tinggalkan menceritakan tentangnya."
وابن عباس توفي سنة ثمان وستين للهجرة.
Ibnu Abbas wafat tahun 68 H.
وروى بسنده عن مجاهد، قال: "جاء بشير العدوي إلى ابن عباس، فجعل يحدِّث،
ويقول: قال رسول الله ﷺ، فجعل ابن عباس لا يأذن٣ لحديثه، ولا ينظر إليه، فقال:
يابن عباس: ما لي أراك تسمع لحديثي أحدثك عن رسول الله ﷺ- ولا تسمع،
Dan diriwayatkan dengan sanadnya dari Mujahid, ia berkata: "Bishr Al-Adawi datang kepada Ibnu Abbas, maka mulai menceritakan dan berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, maka Ibnu Abbas tidak mengizinkan3 hadisnya, dan tidak memandangnya, maka ia berkata: Wahai Ibnu Abbas, mengapa saya melihatmu tidak mendengar hadisku yang saya ceritakan tentang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan tidak mendengar?
١ هم أنصار سيدنا علي، وهم طوائف وفرق كثيرة وأخبث هذه الطوائف وأبعدهم عن الإسلام الرافضة الذين رفضوا إمامة الشيخين: أبي بكر، وعمر، بل وكفروهما وأعدل طوائف الشيعة وأقربهم إلى الإسلام الزيدية وهم يفضلون عليا على غيره، ولكنهم يجوزون إمامة المفضول مع وجود الأفضل.
٢ هم الذين خرجوا على علي رضي الله عنه بعد قبوله التحكيم بينه وبين معاوية وقالوا: لا حُكْم إلا لله، وقالوا بصحة خلافة أبي بكر، وعمر، وعثمان في سنيه الأولى قبل أن يغير ويبدل، وصحة خلافة علي قبل الرضا بالتحكيم، وهم من أصلب الطوائف في عقيدتهم وأكثرهم عبادة.
٣ أي لا يسمع.
1 Mereka adalah pendukung Sayyiduna Ali, dan mereka adalah kelompok dan fraksi banyak, dan yang paling jahat dan paling jauh dari Islam adalah Rafidhah yang menolak imamah dua syaikh: Abu Bakar dan Umar, bahkan mengkafirkan mereka. Dan kelompok Syiah yang paling adil dan terdekat dengan Islam adalah Zaidiyyah, yang memuliakan Ali atas yang lain, tapi membolehkan imamah yang lebih utama meskipun yang lebih afdhal ada.
2 Mereka adalah yang keluar atas Ali radhiyallahu 'anhu setelah menerima tahkim antara dia dan Muawiyah, dan berkata: Tidak ada hukum kecuali untuk Allah. Mereka mengakui khilafah Abu Bakar, Umar, Utsman di tahun-tahun awalnya sebelum diubah dan diganti, dan khilafah Ali sebelum ridha dengan tahkim. Mereka adalah kelompok yang paling teguh dalam aqidah dan paling banyak ibadah.
3 Yaitu tidak mendengar.
فقال ابن عباس: إنا كنا مرة إذا سمعنا رجلا يقول: قال رسول الله ﷺ ابتدرته أبصارنا، وأصغينا إليه بآذاننا، فلما ركب الناس الصعب والذلول لم نأخذ من الناس إلا ما نعرف».
Maka Ibnu Abbas berkata: Kami dulu ketika mendengar seseorang berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, mata kami langsung menatapnya, dan telinga kami mendengarkan. Maka ketika orang naik tunggangan kasar dan jinak, kami tidak ambil dari orang kecuali apa yang kami ketahui."
وروى بسنده عن طاوس، قال: «أتي ابن عباس بكتاب فيه قضاء علي رضي الله عنه، فمحاه إلا قدر»١ وأشار سفيان بن عيينة بذراعه، وروى بسنده عن أبي إسحاق قال: «لما أحدثوا تلك الأشياء بعد علي رضي الله عنه قال رجل من أصحاب علي: قاتلهم الله، أي علم أفسدوا» قال الإمام النووي: أشار بذلك إلى ما أدخلته الروافض، والشيعة في علم علي -رضي الله عنه- وحديثه، وتقولوه عليه من الأباطيل وأضافوه إليه من الروايات، والأقاويل المفتعلة، والمختلقة٢.
Dan diriwayatkan dengan sanadnya dari Thawus, ia berkata: "Dibawa kepada Ibnu Abbas surat yang mengandung qadhā' atas Ali radhiyallahu 'anhu, maka ia hapus kecuali sepanjang1." Dan Sufyan bin Uyainah menunjuk dengan lengannya, dan diriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Ishaq ia berkata: "Ketika mereka memalsukan hal-hal itu setelah Ali radhiyallahu 'anhu, seorang dari sahabat Ali berkata: Semoga Allah memerangi mereka, ilmu apa yang mereka rusak." Imam An-Nawawi berkata: Ia menunjuk kepada apa yang dimasukkan oleh Rafidhah dan Syiah dalam ilmu Ali -radhiyallahu 'anhu- dan hadisnya, dan apa yang mereka katakan atasnya dari kebohongan dan ditambahkan kepadanya dari riwayat, perkataan yang dibuat-buat dan dipalsukan.2.
وذكر الإمام الذهبي في «التذكرة»: عن خزيمة بن نصر، قال: «سمعت عليا بصفين يقول:
قاتلهم الله، أي عصابة بيضاء سودوا وأي حديث من حديث رسول الله -ﷺ- أفسدوا»٣
Imam Adz-Dzahabi menyebutkan dalam "At-Tazkirah": Dari Khuzaymah bin Nashr, ia
berkata: "Saya mendengar Ali di Shiffin berkata: Semoga Allah memerangi
mereka, kelompok putih apa yang menghitamkan, dan hadis apa dari hadis
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang mereka rusak."3
وروى الإمام مسلم بسنده، عن سفيان بن عيينة، قال: سمعت رجلا سأل جابرا٤ عن قوله عز وجل: ﴿فَلَنْ أَبْرَحَ الْأَرْضَ حَتَّى يَأْذَنَ لِي أَبِي أَوْ يَحْكُمَ اللَّهُ لِي وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ﴾ فقال جابر: لم يجئ تأويل هذه!! قال سفيان: وكذب، فقلنا لسفيان: وما أراد بهذا؟ فقال: إن الرافضة تقول: إن عليًّا في السحاب، فلا نخرج مع من خرج من ولده، حتى ينادي منادٍ من السماء -يريد عليا أنه ينادي: اخرجوا مع فلان.
Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya, dari Sufyan bin Uyainah, ia berkata: Saya mendengar seseorang bertanya kepada Jabir4 tentang firman Allah: ﴿Maka sungguh, aku tidak akan pergi dari bumi ini hingga ayahku mengizinkanku atau Allah memutuskan untukku, dan Dia adalah sebaik-baik Yang memutuskan﴾. Maka Jabir berkata: Tidak ada ta'wil untuk ini!! Sufyan berkata: Dan itu bohong, maka kami katakan kepada Sufyan: Apa yang dimaksud dengannya? Ia berkata: Bahwa Rafidhah berkata: Bahwa Ali berada di awan, maka kami tidak keluar dengan siapa yang keluar dari keturunannya, hingga ada penebang dari langit -ia maksud Ali bahwa ia memanggil: Keluarlah dengan fulan.
يقول جابر: فهذا تأويل هذه الآية، وكذب، كانت في إخوة يوسف صلى الله عليه وسلم٥ وهذا لون من ألوان الدس، والوضع في التفسير، وسيأتي من ذلك أمثلة لا تحصى.
Jabir berkata: Maka ini ta'wil ayat ini, dan bohong. Itu tentang saudara-saudara Yusuf 'alaihissalam.5 Ini adalah salah satu bentuk tipu daya dan pemalsuan dalam tafsir, dan akan datang contoh yang tak terhitung darinya.
١ أي قدر أي ذراع بدليل تفسير سفيان، والظاهر أنه كان درجا مستطيلا.
٢ صحيح
مسلم بشرحه ج١ من ص ٨٠-٨٣.
٣ تذكرة الحفاظ ج ١ ص ١١ ترجمة سيدنا علي [ولعل
مراده ما وضعه محبوه في مدحه، وما وضعه مبغضوه في ذمه] .
٤ أي ابن يزيد
الجحفي الشيعي الغالي قال فيه الإمام أبو حنيفة: «ما رأيت أكذب من جابر الجحفي»
والشيعة يعتبرونه من شيوخهم.
٥ صحيح مسلم بشرح النووي ص ١٠٢.
1 Yaitu sepanjang lengan sebagai bukti tafsir Sufyan, dan yang zhahir adalah
itu gulungan persegi panjang.
2 Shahih Muslim syarahnya jilid
1 hlm. 80-83.
3 Tazkirah Al-Huffaz jilid 1 hlm. 11, biografi
Sayyiduna Ali dan mungkin maksudnya apa yang dipalsukan oleh pencinta dalam
pujiannya, dan apa yang dipalsukan oleh pembenci dalam
celaannya.
4 Yaitu Ibnu Yazid Al-Juhfi Asy-Syiah Al-Ghali.
Imam Abu Hanifah berkata tentangnya: "Saya tidak melihat yang lebih bohong
dari Jabir Al-Juhfi." Dan Syiah menganggapnya sebagai syaikh
mereka.
5 Shahih Muslim syarah An-Nawawi hlm.
102.
وروى بسنده عن ابن سيرين١ قال: «لم يكونوا يسألون عن الإسناد، فلما
وقعت الفتنة قالوا: سموا لنا رجالكم، فينظر إلى أهل السنة، فيؤخذ حديثهم، وينظر
إلى أهل البدع فلا يؤخذ حديثهم» وروى بسنده عن ابن المبارك قال: «بيننا وبين
القوم القوائم»، يعني الإسناد٢.
Dan diriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Sirin1 ia berkata: "Mereka dulu tidak bertanya tentang sanad, maka ketika fitnah terjadi, mereka berkata: Sebutkan orang-orangmu kepada kami, maka dilihat kepada Ahlus Sunnah, maka hadis mereka diambil, dan dilihat kepada Ahlul Bid'ah maka hadis mereka tidak diambil." Dan diriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Al-Mubarak ia berkata: "Antara kami dan golongan itu adalah para penyangga," maksudnya sanad.2.
قال الإمام النووي: ومعنى هذا الكلام: إن جاء بإسناد صحيح قبلنا حديثه، وإلا تركناه، فجعل الحديث كالحيوان؛ لا يقوم بغير إسناد، كما لا يقوم الحيوان بغير قوائم. إلى غير ذلك من الروايات التي تدل على ظهور الوضع بعد عصر الفتنة، وأن كبار أئمة الحديث والجرح والتعديل كانوا للحركة بالمرصاد.
Imam An-Nawawi berkata: Makna ucapan ini: Jika datang dengan sanad shahih, kami terima hadisnya, kalau tidak kami tinggalkan, sehingga hadis seperti hewan; tidak berdiri tanpa sanad, seperti hewan tidak berdiri tanpa kaki. Hingga riwayat-riwayat lain yang menunjukkan munculnya pemalsuan setelah era fitnah, dan bahwa imam-imam besar hadis dan jarh ta'dil berada di pengawasan gerakan itu.
عرض سريع لحركة الوضع:
Tinjauan Singkat Gerakan Pemalsuan:
في عصر التابعين ومن جاء بعدهم ضعفت الخاصية التي كانت في العصر الأول وهي: التثبت والتحري في الحديث، فكثرت الرواية وانتشر الحديث، وفشا الكذب على رسول الله ﷺ وبعض صحابته، وبعد أن كان الخلفاء الراشدون المهديون يدعون إلى التحوط، والتثبت في المرويات، أضحى الأمراء والخلفاء في شغل عن ذلك بالملك والسياسة.
Di era tabi'in dan yang setelahnya, melemah sifat yang ada di era pertama yaitu kehati-hatian dan penelusuran dalam hadis, sehingga banyak riwayat dan menyebar hadis, dan merajalela bohong atas Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan sebagian sahabatnya. Setelah khalifah rasyidin al-mahdiin memanggil kehati-hatian dan penelusuran dalam riwayat, para penguasa dan khalifah sibuk dengan kerajaan dan politik.
وقد اشتدت الخصومة بين الأحزاب السياسية، وجاءت الدولة العباسية فتقرب إليها ضعفاء الإيمان بالاختلاق في فضائلها، والحط من شأن أعدائها، بل بلغ من بعضهم أنه كان يضع الأحاديث، أو يتزيد فيها، إرضاء لما يهوى بعض الخلفاء، وذلك كما حدث من أبي البختري الكذاب: فقد دخل وهو قاضٍ على الرشيد، وهو يطير الحمام، فقال له: هل تحفظ في هذا شيئا، فروى حديثا: «أن النبي كان يطير الحمام»، وقد أدرك الرشيد كذبه، وزجره، وقال: لولا أنك من قريش لعزلتك٣!! وكما حدث من غياث ابن إبراهيم أنه دخل على المهدي وهو يلعب بالحمام، فروى له حديث: «لا سبق إلا في نصل أو حافر، أو جناح»، فزاد «أو جناح» إرضاء للمهدي، وقد روي أن المهدي قال له وهو خارج: أشهد أن قفاك قفا كذاب، وأمر بذبح الحمام، والكذب هو اللفظ الأخير فحسب، أما أصل الحديث فثابت، رواه أحمد وأصحاب السنن الأربعة.
Permusuhan antara partai-partai politik semakin sengit, dan datanglah Dinasti Abbasiyah sehingga orang-orang lemah iman mendekat kepadanya dengan memalsukan fadhailnya, dan merendahkan musuh-musuhnya. Bahkan sebagian mencapai bahwa ia memalsukan hadis atau menambahnya untuk meredakan hawa nafsu sebagian khalifah, seperti yang terjadi dari Abu Al-Bukhtari al-Kadzab: Ia masuk ketika ia qadhi atas Ar-Rasyid, dan ia sedang terbangkan merpati, maka ia bertanya: Apakah engkau hafal sesuatu tentang ini? Maka ia riwayatkan hadis: "Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terbangkan merpati." Ar-Rasyid menyadari kebohongannya, menegurnya, dan berkata: Sekiranya engkau bukan dari Quraisy, sungguh aku pecatmu!!3 Dan seperti yang terjadi dari Ghiyath bin Ibrahim bahwa ia masuk kepada Al-Mahdi ketika ia bermain merpati, maka ia riwayatkan hadis: "Tidak ada sabak kecuali di paruh atau tapak kaki atau sayap," maka tambah "atau sayap" untuk meredakan Al-Mahdi. Diriwayatkan bahwa Al-Mahdi berkata kepadanya ketika keluar: Saya bersaksi bahwa punggungmu punggung pembohong, dan memerintahkan penyembelihan merpati. Kebohongan adalah kata terakhir saja, adapun asal hadisnya shahih, diriwayatkan oleh Ahmad dan pemilik empat sunan.
١ ابن سيرين ولد لسنتين من خلافة عثمان وتوفي سنة ١١٠، وهو من خيار التابعين.
٢
صحيح مسلم بشرح النووي ج١ ص ٨٤، ٨٨.
٣ ويا ليته عزله لينزجر، ويرعوي
غيره.
1 Ibnu Sirin lahir dua tahun dari khilafah Utsman dan wafat tahun 110 H,
ia dari khair tabi'in.
2 Shahih Muslim syarah An-Nawawi jilid
1 hlm. 84, 88.
3 Andai saja ia memecatnya agar yang lain jera
dan sadar.
وكذلك كان لنشأة الفرق الكلامية وغيرها من أهل السنة ومعتزلة، ومرجئة، وجبرية، وجهمية وكرامية و..... أثر كبير في إذكاء حركة الوضع، فقد حاول ضعفاء الإيمان، وأرقاء الدين منهم أن يؤيدوا بعض مذاهبهم وآرائهم بالأحاديث، وقد وضعت أحاديث في نصرة بعض هذه المذاهب، أو في الرد على بعضها الآخر، بحيث لا يشك الناظر فيها أنها مختلقة موضوعة، وذلك مثل: ما روي: «الإيمان قول وعمل، ويزيد وينقص»، ومثل: «الإيمان قول، والعمل شرائعه لا يزيد ولا ينقص» ومثل: ما روي أن رسول الله ﷺ قال -وقد سئل عن الإيمان: هل يزيد وينقص، فقال: «لا، زيادته كفر، ونقصانه شرك» وإن أصبع الإرجاء لتظهر واضحة في مثل ما روي: «كما لا ينفع مع الشرك شيء، كذلك لا يضر مع الإيمان شيء»، إلى غير ذلك من الأحاديث التي يظهر عليها أثر الصنعة والاختلاق١، وكذلك كان للخلافات الفقهية أثر في إذكاء حركة الوضع، فوضعت أحاديث في فضائل بعض الأئمة، كما وضعت أحاديث أخرى في ذم بعضهم، وكذلك وضعت أحاديث في الاستشهاد لبعض الفروع الفقهية ليس عيها شيء من نور النبوة، وإنما أقرب إلى قواعد الأصوليين والفقهاء، وكتب التخاريج لبعض كتب الفقه فيها من ذلك شيء غير قليل.
Demikian juga lahirnya fraksi-fraksi kalam dan lainnya dari Ahlus Sunnah, Mu'tazilah, Murji'ah, Jabbariyyah, Jahmiyyah, Karramiyyah, dan... memiliki dampak besar dalam membangkitkan gerakan pemalsuan. Orang-orang lemah iman dan rendah agama dari mereka berusaha mendukung sebagian mazhab dan pendapat mereka dengan hadis. Dipalsukan hadis untuk mendukung sebagian mazhab ini, atau membantah sebagian lainnya, sehingga pemirsa tidak ragu bahwa itu dipalsukan dan dibuat-buat, seperti: Apa yang diriwayatkan: "Iman adalah perkataan dan perbuatan, dan bertambah dan berkurang," dan seperti: "Iman adalah perkataan, dan amal adalah syariatnya tidak bertambah dan tidak berkurang," dan seperti: Apa yang diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda -ketika ditanya tentang iman: Apakah bertambah dan berkurang? Maka bersabda: "Tidak, kenaikannya adalah kekafiran, dan penurunannya adalah syirik." Dan jari Murji'ah jelas muncul dalam seperti apa yang diriwayatkan: "Seperti tidak ada yang bermanfaat dengan syirik, demikian tidak ada yang merugikan dengan iman," hingga hadis-hadis lain yang menunjukkan bekas pembuatan dan pemalsuan,1 dan demikian juga perselisihan fiqh memiliki dampak dalam membangkitkan gerakan pemalsuan, sehingga dipalsukan hadis dalam fadhail sebagian imam, seperti dipalsukan hadis lain dalam celaan sebagian mereka, dan demikian dipalsukan hadis dalam istihsān untuk sebagian cabang fiqh yang tidak ada cahaya kenabian darinya, dan lebih dekat ke qawa'id ushuliyyin dan fuqaha, dan kitab-kitab mukharrij untuk sebagian kitab fiqh ada yang tidak sedikit darinya.
وكذلك وجد القصاص وأمثالهم من جهلة المتصوفة الذين استجازوا وضع الأحاديث حسبة لله تعالى، «وسنرد عليهم فيما يأتي إن شاء الله تعالى»، وقد كان القصاص في كل عصر سبب شر كثير.
Demikian juga qishash dan semisalnya dari sufi bodoh yang membolehkan pemalsuan hadis demi Allah ta'ala, "dan akan kami balas kepada mereka nanti insya Allah ta'ala." Qishash di setiap era adalah penyebab keburukan besar.
وكذلك جدت أحداث استغلت للوضع كفتنة خلق القرآن وكحركة الشعوبية٢، والتعصب للجنس، أو اللون، أو اللغة، أو المكان، فوضعت أحاديث في تكفير من قال بخلق القرآن، وتفضيل العجم على العرب، وفي فضائل بعض الشعوب، وفي فضائل بعض الأقاليم والبلدان.
١ اللآلئ المصنوعة في الأحاديث الموضوعة للإمام السيوطي ج١ ص ٢٢ وما بعدها.
٢
الشعوبية: هم الذين يفضلون العجم على العرب، وقد نشأت في آخر العهد الأموي، وقويت
في عهد الدولة العباسية.
Demikian juga muncul peristiwa yang dimanfaatkan untuk pemalsuan seperti fitnah khalq al-Qur'an dan gerakan syu'ubiyyah,2 fanatisme ras, warna, bahasa, atau tempat, sehingga dipalsukan hadis dalam takfir bagi yang mengatakan khalq al-Qur'an, dan superioritas Ajam atas Arab, dan fadhail sebagian bangsa, dan fadhail sebagian wilayah dan negeri.
وقد استمرت حركة الوضع إلى عصور متأخرة، فابن الجوزي يذكر في كتبه ما كان من قصاص زمانه، وهذا هو: «الرتن الهندي» يدعي الصحبة في المائة السادسة للهجرة١، ويضع الأحاديث المكذوبة والسيوطي المتوفى سنة ٩١١هـ. يذكر ما ناله من بعض قصاص زمانه لما أنكر عليه رواية أحاديث موضوعة يدعي أنه سمعها، والشيخ اللكنوي الهندي يذكر: أنه اطلع على رسالته في: «تحريم التنباك»؛ وقد استدل فيها مؤلفها ببعض الأحاديث التي وضعها، مثل: «كل دخان حرام».
Gerakan pemalsuan berlanjut hingga era akhir, Ibnu Al-Jauzi menyebutkan dalam kitab-kitabnya apa yang terjadi dari qishash zamannya, dan ini: "Ar-Ratn Al-Hindi" mengklaim sahabat di abad keenam Hijriah,1 dan As-Suyuthi wafat tahun 911 H menyebutkan apa yang dialaminya dari sebagian qishash zamannya karena menyangkal riwayat hadis mawdu' yang diklaim didengarnya. Syaikh Al-Laknawi Al-Hindi menyebutkan: Bahwa ia melihat risalahnya dalam "Thahrim At-Tanbāk"; dan penulisnya berdalil dengan sebagian hadis yang dipalsukan, seperti: "Setiap asap haram."
ومهما يكن من استمرار سوق الوضع قرونا، فقد ناهضها العلماء ولا سيما أئمة الحديث وجهابذته، الذين ألفوا الكتب، ودونوا الدواوين: وميزوا فيها بين الصحيح، والحسن، والضعيف، والموضوع وكذلك وضعوا في التنصيص على الأحاديث الموضوعة كتبا لا يحصيها العد، وكشفوا عن عوارها، وحذروا الناس من الاغترار بها، فجازاهم الله أعظم ما جازى علماء أمة.
١ اقرأ ما كتب عنه في كتب الرجال لترى العجب العجاب. انظر «ميزان الاعتدال» و«لسان الميزان» للحافظ ابن حجر.
Bagaimanapun kelanjutan pasar pemalsuan berabad-abad, para ulama menentangnya
terutama imam-imam hadis dan para jahabidzahnya, yang menyusun kitab-kitab dan
mencatat diwan-diwan: Dan membedakan di dalamnya antara shahih, hasan, dhaif,
dan mawdu'. Demikian juga mereka susun kitab-kitab khusus tentang hadis
mawdu', jumlahnya tak terhitung, dan membuka aibnya, dan memperingatkan orang
dari tertipu dengannya, maka Allah memberi pahala terbesar atas umat.
1
Al-La'ali Al-Mashnu'ah fi Al-Ahadith Al-Mawdu'ah karya Imam As-Suyuthi jilid 1
hlm. 22 dan seterusnya.
2 Syu'ubiyyah: Mereka yang memuliakan
Ajam atas Arab, lahir di akhir masa Umayyah, dan kuat di masa
Abbasiyah.
1 Baca apa yang ditulis tentangnya di kitab-kitab
rijal untuk melihat keajaiban. Lihat "Mizan Al-I'tidal" dan "Lisan Al-Mizan"
karya Al-Hafizh Ibnu Hajar.
3 Andai saja ia memecatnya agar
yang lain jera dan sadar.
جـ التفسير:
C. Tafsir:
التفسير لغة: مصدر فسره بتشديد السين مأخوذة من الفسر بمعنى البيان يقال: فَسَرت الكتاب «بتخفيف السين» أفسره فسرا وفسَّرته بالتشديد أفسره تفسيرا، وقيل: هو مقلوب من السفر بتقديم الفاء على السين مثل الجذب، والجبذ والمعنى واحد يقال: أسفر الصبح إذا أضاء ففيه معنى الكشف والتوضيح، وقيل: مأخوذ من التفسرة وهي: اسم لما يعرف به الطبيب المرض.
Tafsir secara bahasa: Masdar dari "fassara" dengan tasydid sin, diambil dari "al-fasr" berarti penjelasan. Dikatakan: Fassartu al-kitab (dengan takhfif sin) afsiruhu fasran, dan fassarathuhu (dengan tasydid) afsiruhu tafsiran. Dikatakan: Ia terbalik dari "as-safar" dengan memajukan fa' atas sin seperti al-jadzb dan al-jabd, dan maknanya satu. Dikatakan: Asfara ash-shubh jika terang, maka ada makna pengungkapan dan penjelasan. Dikatakan: Diambil dari at-tafsirah yaitu nama untuk apa yang dikenali oleh tabib penyakit.
وأما في الاصطلاح: فقد اختلفت أساليب العلماء في تعريفه.
Adapun dalam istilah: Para ulama berbeda dalam mendefinisikannya.
فمنهم من أطال في تعريفه فقال: هو علم نزول الآيات، وشئونها وأقاصيصها، والأسباب النازلة فيها، ثم ترتيب مكيها، ومدنيها وبيان محكمها، ومتشابهها، وناسخها، ومنسوخها، وخاصها، وعامها، ومطلقها، ومقيدها، ومجملهان ومفسرها، وحلالها وحرامها ووعدها، ووعيدها، وأمرها، ونهيها، وعِبَرها، وأمثالها ونحو ذلك١.
Di antara mereka yang memanjangkan definisinya berkata: Ia ilmu tentang turunnya ayat-ayat, urusan dan kisahnya, sebab-sebab turunnya, kemudian susunan Makkiyyah dan Madaniyyahnya, penjelasan Muhkamnya dan Mutasyabihnya, Nasikhnya dan Mansukhnya, khashnya dan umumnya, mutlaqnya dan muqayyadnya, mujmalnya dan mufassirnya, halalnya dan haramnya, janjinya dan ancamannya, perintahnya dan larangannya, pelajarannya, perumpamaannya, dan sejenisnya.1.
ومنهم من توسط كأبي حيان في البحر المحيط فقال في تعريفه: علم يبحث فيه عن كيفية النطق بألفاظ القرآن، ومدلولاتها، وأحكامها الإفرادية، والتركيبية، ومعانيها التي تحمل عليها حالة التركيب وتتمات لذلك، ثم أخذ في شرح تعريفه٢.
Di antara mereka yang moderat seperti Abu Haiyan dalam Al-Bahr Al-Muhith, ia berkata dalam definisinya: Ilmu yang membahas tentang bagaimana pengucapan lafaz Al-Qur'an, maknanya, hukum-hukum individual dan komposisinya, makna-maknanya yang dibawa oleh keadaan komposisi dan penyempurnaannya untuk itu, kemudian menjelaskan definisinya.2.
وهذا التعريف غير جَلِيٍّ ولا واضح، وكذلك لم يصرح بالغرضين الأهمين اللذين نزل لهما القرآن: وهما: كونه كتاب الهداية البينة التي هي أوضح الهدايات، وأقومها، والتي لو اتبعها البشر لحققت لهم السعادتين: الدنيوية والأخروية.
والكتاب السماوي المعجز، فهو المعجزة العظمى والآية الكبرى الباقية على وجه الدهر لنبينا محمد صلوات الله وسلامه عليه.
Definisi ini tidak jelas dan tidak nyata, dan demikian juga tidak menyatakan
dua tujuan terpenting yang diturunkan untuknya Al-Qur'an: Yaitu sebagai kitab
petunjuk yang jelas, yang paling jelas dan paling lurus petunjuknya, yang jika
diikuti manusia akan mewujudkan kebahagiaan duniawi dan ukhrawi.
Dan
kitab samawi yang mukjizat, maka ia mukjizat terbesar dan ayat terbesar yang
abadi di muka bumi untuk nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
وقال الزركشي في البرهان: التفسير: علم يفهم به كتاب الله المنزل على نبيه محمد ﷺ وبيان معانيه واستخراج أحكامه، وحِكَمِه، واستمداد ذلك من علم اللغة، والنحو، والتصريف وعلم البيان وأصول الفقه والقراءات ويحتاج لمعرفة أسباب النزول والناسخ والمنسوخ٣.
Az-Zarkasyi berkata dalam Al-Burhan: Tafsir adalah ilmu yang dengannya dipahami Kitab Allah yang diturunkan kepada nabi-Nya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan penjelasan maknanya, pengeluaran hukum-hukumnya, hikmah-hikmahnya, dan mengambil itu dari ilmu bahasa, nahwu, sharaf, ilmu bayan, ushul fiqh, qira'at, dan membutuhkan pengetahuan sebab turun, nasikh dan mansukh.3.
وهذا التعريف أوضح، وأيسر من التعريفين السابقين، وأدل على الغرضين الأهمين، اللذين ذكرناهما آنفا.
Definisi ini lebih jelas dan lebih mudah dari dua definisi sebelumnya, dan lebih menunjukkan dua tujuan terpenting yang kami sebutkan tadi.
ومن العلماء من أوجز في التعريف، فقال: هو علم يبحث فيه عن أحوال القرآن الكريم؛ من حيث دلالته على مراد الله تعالى بقدر الطاقة البشرية٤.
Di antara ulama yang merangkum dalam definisi, ia berkata: Ia ilmu yang
membahas tentang keadaan Al-Qur'an al-Karim; dari segi dalalatnya atas maksud
Allah ta'ala sejauh kemampuan manusia.4.
[وأزيد في التعريف فأقول: ومن حيث كونه المعجزة العظمى لنبينا محمد ﷺ] . والمراد بأحوال القرآن الكريم من حيث كونه كتاب الهداية الأقوم، وكتاب العربية الأكبر، والمعجزة الخالدة لنبينا محمد ﷺ.
Saya tambahkan dalam definisi maka saya katakan: Dan dari segi sebagai mukjizat terbesar bagi nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Yang dimaksud dengan keadaan Al-Qur'an al-Karim dari segi sebagai kitab petunjuk paling lurus, kitab Arabiyah terbesar, dan mukjizat abadi bagi nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
[ويدخل في ذلك كل ما يتوقف عليه معرفة ذلك من العلم بأسباب النزول، ومناسبات الآيات، والمكي والمدني، والمحكم والمتشابه، والناسخ والمنسوخ وغيرها] . كل ما يحتاج إليه المفسر من العلوم فهي وسائل لتحقيق هذين الغرضين الأكبرين، ثم إن المفسر حينما يفسر القرآن الكريم سواء أكان بالتفسير بالمأثور، أم بالاجتهاد والرأي المقبول لا يمكنه الجزم والقطع بأن هذا مراد الله تبارك وتعالى، فمن ثَمَّ كان الجزء الأخير في التعريف: «بقدر الطاقة البشرية» احتراسا لا بد منه، ولا يتأتى هذا القطع إلا لنبي مرسل يوحى إليه من ربه، وأما غيره فلا.
١ الإتقان في علوم القرآن ج ٢ ص ١٧٤.
٢ البحر المحيط ج١ المقدمة.
٣
البرهان ج١ بحث التفسير.
٤ منهج الفرقان في علوم القرآن ج ٢ ص ٦. مناهل
العرفان في علوم القرآن ج ١ ص ٤٠٦ ط الأولى.
1 Al-Itqan fi Ulum Al-Qur'an jilid 2 hlm. 174.
2 Al-Bahr
Al-Muhith jilid 1 muqaddimah.
3 Al-Burhan jilid 1 bab
tafsir.
4 Manahij Al-Furqan fi Ulum Al-Qur'an jilid 2 hlm. 6.
Manahil Al-Irfan fi Ulum Al-Qur'an jilid 1 hlm. 406 edisi pertama.
والمناسبة بين هذه التعاريف الاصطلاحية، والمعاني اللغوية للكلمة ظاهرة، ولا سيما على المعنيين اللغويين الأولين؛ فإن التعاريف تدور على معنى التبيين، والتوضيح والظهور بعد الخفاء.
وأما على المعنى الثالث: فلأن المفسر كأنه يسبر المعاني بمسبار١ الطبيب الماهر،
ويختبرها بمخابره العلمي، حتى يتضح له المراد.
Dan termasuk di dalamnya semua yang diperlukan untuk pengetahuan itu dari ilmu
sebab turun, kesesuaian ayat-ayat, Makki dan Madani, Muhkam dan Mutasyabih,
Nasikh dan Mansukh, dan lainnya. Semua yang dibutuhkan mufassir dari ilmu-ilmu
adalah sarana untuk mewujudkan dua tujuan besar ini. Kemudian mufassir ketika
menafsirkan Al-Qur'an al-Karim, baik dengan tafsir ma'tsur atau dengan ijtihad
dan pendapat yang diterima, tidak bisa memastikan bahwa ini maksud Allah
tabaraka wa ta'ala, maka bagian akhir dalam definisi: "sejauh kemampuan
manusia" adalah kehati-hatian yang wajib, dan pemastian ini hanya untuk nabi
yang diutus yang diwahyukan kepadanya dari Tuhannya, adapun yang lain
tidak.
Kecocokan antara definisi istilah ini dan makna bahasa kata
itu jelas, terutama pada dua makna bahasa pertama; karena definisi berputar
pada makna penjelasan, penjelasan, dan kemunculan setelah ketidakjelasan.
Adapun
pada makna ketiga: Karena mufassir seperti menyobek makna dengan alat sondir1
tabib yang mahir, dan mengujinya dengan laboratorium ilmunya, hingga terang
baginya maksudnya.
التأويل:
Ta'wil:
التأويل لغةً: أصله من الأول، وهو الرجوع، فكأن المؤول للآية رجع بها إلى ما
تحتمله من المعاني.
وقيل: مأخوذ من الإيالة وهي السياسة، كأن المؤول للكلام
ساسه، وتناوله بالمحاورة والمداورة حتى وصل إلى المراد منه.
أما معناه في
الاصطلاح: فقد قال أبو عبيد القاسم بن سلام، وطائفة من العلماء: هما بمعنى، وعلى
هذا: فيعرف بما عرف به التفسير.
وقد أنكر ذلك بعض العلماء، بل بالغوا في
الإنكار.
Ta'wil secara bahasa: Asalnya dari "al-awwal", yaitu kembali, seolah-olah
muntawil ayat mengembalikannya kepada apa yang dibawanya dari makna.
Dikatakan:
Diambil dari al-iyalah yaitu pemerintahan, seolah-olah muntawil kalam
memerintahkannya, dan mengelilinginya dengan dialog dan pengelilingan hingga
sampai kepada maksudnya.
Adapun maknanya dalam istilah: Abu Ubaid
Al-Qasim bin Salam dan kelompok ulama berkata: Keduanya satu makna, dan atas
dasar ini: Didefinisikan dengan apa yang didefinisikan tafsir.
Sebagian
ulama menyangkal itu, bahkan berlebihan dalam penyangkalan.
وقال الراغب الأصفهاني في «مفرداته»: التفسير أعم من التأويل وأكثر استعمالاته في
الألفاظ ومفرداتها، وأكثر استعمال التأويل في المعاني والجمل، وأكثر ما يستعمل في
الكتب الإلهية، وأما التفسير فيستعمل فيها وفي غيرها.
[وقال غيره: التفسير
بيان لفظ لا يحتمل إلا وجهًا واحدًا. والتأويل: توجيه لفظ
١ شيء من فتيل، أو
آلة توضع في الجرح؛ ليتعرف غوره، وقد توسع فيها حتى شملت كل ما يتعرف به على
الخفي الغامض: داء أو غيره.
متوجه إلى معانٍ مختلفة إلى واحد
منها، بما ظهر من الأدلة.
Ar-Raghib Al-Ashfahani berkata dalam "Mufradatnya": Tafsir lebih umum dari
ta'wil dan lebih banyak digunakan pada lafaz dan kata-katanya, dan ta'wil
lebih banyak digunakan pada makna dan kalimat-kalimat, dan lebih banyak
digunakan pada kitab-kitab ilahi, adapun tafsir digunakan padanya dan pada
yang lain.
Kata orang lain: Tafsir adalah penjelasan lafaz yang
tidak membawa kecuali satu wajah. Dan ta'wil: Penyimpangan lafaz yang mengarah
kepada makna-makna berbeda kepada salah satunya, dengan apa yang muncul dari
dalil.
وقال الماتريدي: التفسير: القطع على أن المراد من اللفظ هذا، والشهادة على الله أنه عني بهذا اللفظ هذا؛ فإن قام دليل مقطوع به فصحيح، وإلا فهو تفسير بالرأي، وهو المنهي عنه. والتأويل: ترجيح أحد المحتملات بدون القطع والشهادة على الله] . وقال أبو طالب التغلبي: التفسير: بيان وضع اللفظ إما حقيقة أو مجازا، كتفسير الصراط بالطريق، والصيب بالمطر، والتأويل: تفسير باطن اللفظ مأخوذ من الأول، وهو الرجوع لعاقبة الأمر، فالتأويل إخبار عن حقيقة المراد، والتفسير، إخبار عن دليل المراد؛ لأن اللفظ يكشف عن المراد، والكاشف دليل، مثاله قوله تعالى: ﴿إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَاد﴾ تفسيره: أنه من الرصد، يقال: رصدته إذا رقبته، والمرصاد: مفعال منه، وتأويله: التحذير من التهاون بأمر الله، والغفلة عن الأهبة والاستعداد للعرض عليه: [وقواطع الأدلة تقتضي بيان المراد منه على خلاف وضع اللفظ في اللغة] .
Al-Maturidi berkata: Tafsir: Pemastian bahwa maksud dari lafaz ini adalah ini,
dan kesaksian kepada Allah bahwa Ia bermaksud dengan lafaz ini ini; jika
berdiri dalil mutathab yang pasti benar, kalau tidak adalah tafsir dengan
pendapat, dan itu yang dilarang. Dan ta'wil: Meringankan salah satu
kemungkinan tanpa pemastian dan kesaksian kepada Allah.
Abu Thalib
Ath-Thaghlibi berkata: Tafsir: Penjelasan penempatan lafaz baik hakikat atau
majaz, seperti tafsir shirat sebagai jalan, dan shayyb sebagai hujan. Ta'wil:
Tafsir batin lafaz diambil dari al-awwal, yaitu kembali ke akibat urusan, maka
ta'wil adalah pemberitahuan tentang hakikat maksud, dan tafsir adalah
pemberitahuan tentang dalil maksud; karena lafaz mengungkap maksud, dan
pengungkap adalah dalil. Contohnya firman Allah: ﴿Sesungguhnya Tuhanmu pasti
di tempat mengintai﴾. Tafsirnya: Bahwa dari ar-rashad, dikatakan: Rashadthuhu
jika mengawasinya, dan al-mirsad adalah maf'al daripadanya. Ta'wilnya:
Peringatan dari lalai dalam urusan Allah, dan lalai dari persiapan dan
kesiapan untuk dihadapkan kepada-Nya: dan pemotong dalil mengharuskan
penjelasan maksudnya bertentangan dengan penempatan lafaz dalam bahasa.
وقال بعض العلماء: التفسير: يتعلق بالرواية، أي التفسير بالمأثور، والتأويل:
يتعلق بالدراية؛ أي التفسير بالرأي والاجتهاد١.
ومهما يكن من شيء فقد شاع
واشتهر أن التفسير أعم من أن يكون بالمأثور، أو بالرأي والاجتهاد، وأعم من أن
يكون متعلقا باللفظ أو بالمعنى، وقد أصبح في ذلك حقيقة عرفية، وهذا ما سأسير عليه
في هذا الكتاب إن شاء الله تعالى.
Sebagian ulama berkata: Tafsir: Berkaitan dengan riwayat, yaitu tafsir
ma'thur, dan ta'wil: Berkaitan dengan pemahaman; yaitu tafsir dengan pendapat
dan ijtihad.1.
Bagaimanapun, telah umum dan terkenal bahwa tafsir
lebih umum daripada dengan ma'thur atau dengan pendapat dan ijtihad, dan lebih
umum daripada berkaitan dengan lafaz atau makna, dan telah menjadi hakikat
yang dikenali, dan ini yang akan saya ikuti dalam buku ini insya Allah
ta'ala.
الحاجة إلى علم التفسير:
Kebutuhan akan Ilmu Tafsir:
علم تفسير القرآن من العلوم المهمة التي يجب على الأمة تعلمها وقد أوجب الله على الأمة حفظ القرآن، وكذلك أوجب عليهم فهمه وتدبر معانيه، قال تعالى: ﴿أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلافًا كَثِيرًا﴾ ٢، وقال: ﴿كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ﴾ ٣، وقال: ﴿أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا﴾ ٤، فقد دلت الآية الثانية على أنه أنزل للتدبر، وحثت الآيتان الأخريان على تدبره، وتدبر القرآن بدون فهم معانيه غير ممكن، وفهم معانيه إنما يكون بمعرفة تفسيره، فتفسير القرآن فرض على الأمة، ولكنه فرض كفائي بمعنى: إذا قام به أهل العلم المتأهلون له من الأمة الإسلامية سقط عن الباقين.
Ilmu tafsir Al-Qur'an dari ilmu-ilmu penting yang wajib dipelajari umat. Allah mewajibkan umat untuk melestarikan Al-Qur'an, dan demikian juga mewajibkan memahaminya dan merenungkan maknanya. Allah berfirman: ﴿Maka apakah mereka tidak merenungkan Al-Qur'an? Sekiranya itu bukan dari sisi Allah, niscaya mereka menemukan banyak pertentangan di dalamnya﴾,2 dan berfirman: ﴿(Al-Qur'an) adalah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan keberkahan, agar mereka merenungkan ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal ingat﴾,3 dan berfirman: ﴿Maka apakah mereka tidak merenungkan Al-Qur'an? Atau pada hati-hati ada gembok-gemboknya﴾.4 Ayat kedua menunjukkan bahwa diturunkan untuk perenungan, dan dua ayat lain mengharuskan perenungan, dan perenungan Al-Qur'an tanpa memahami maknanya tidak mungkin, dan pemahaman maknanya hanya dengan mengetahui tafsirnya, maka tafsir Al-Qur'an fardhu kifayah atas umat, dengan makna: Jika dilakukan oleh ahli ilmu yang layak dari umat Islam, maka gugur dari yang lain.
١ الاتفاق في علوم القرآن ج ٢ ص ١٧٣.
٢ النساء ٨٢.
٣ سورة ص ٢٩.
٤
محمد: ٢٤.
والله سبحانه وتعالى إنما يخاطب كل قوم بما يفهمونه
ولذلك أرسل كل رسول بلسان قومه، وأنزل كتابه بلغتهم، وقد نزل القرآن بلسان عربي
مبين، في وقت بلغ فيه العرب الغاية في الفصاحة والبلاغة وكانوا يعرفون ظواهره
وأحكامه، وأما دقائق معانيه وحقائق تأويله: فإنما كان يظهر لهم بعد البحث،
والنظر، والتأمل، وما كان يخفى عليهم منه، أو يشكل، كانوا يسألون عنه النبي ﷺ
وذلك كسؤالهم له لما نزل قوله تعالى: ﴿الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا
إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُون﴾ ١ فقالوا:
وأينا لم يظلم؟ وفزعوا إلى النبي ﷺ، فبين لهم أن المراد بالظلم الشرك، واستدل
عليه بقوله تعالى: ﴿إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيم﴾ ٢ وكبيانه للسيدة عائشة رضي
الله عنها أن المراد بالحساب اليسير في قوله تعالى: ﴿فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا
يَسِيرًا﴾ ٣: العرض أي: استعراض الأعمال من غير مناقشة، وكقصة عدي بن حاتم في
الخيط الأبيض، والخيط الأسود، وظنه أن المراد الحقيقة، حتى بين له النبي ﷺ أن
المراد بالخيط الأبيض بياض النهار، وبالخيط الأسود سواد الليل، إلى نحو ذلك مما
خفي عليهم، ونحن محتاجون إلى مثل ما كانوا محتاجين إليه، بل وزيادة عما كانوا
محتاجين إليه؛ لقصورنا عنهم في العلم باللغة، وأساليبها، والبلاغة وأسرارها،
والعلم بأسباب النزول، والفقه في الدين، ومعرفة الحلال والحرام، والناسخ
والمنسوخ، والمحكم والمتشابه.
Allah subhanahu wa ta'ala hanya berbicara kepada setiap kaum dengan apa yang mereka pahami, maka Ia utus setiap rasul dengan bahasa kaumnya, dan turunkan kitabnya dengan bahasa mereka. Al-Qur'an diturunkan dengan bahasa Arab yang jelas, pada waktu Arab mencapai puncak kefasihan dan kebalaghannya, dan mereka mengetahui zhahirnya dan hukumnya. Adapun detail maknanya dan hakikat ta'wilnya: Hanya muncul bagi mereka setelah penelitian, pandangan, dan perenungan. Apa yang tersembunyi dari mereka atau membingungkan, mereka tanyakan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Seperti pertanyaan mereka kepadanya ketika turun firman Allah: ﴿Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman, mereka itulah yang mendapat keamanan, dan mereka adalah orang yang mendapat petunjuk﴾,1 maka mereka katakan: Siapa di antara kami yang tidak zalim? Dan mereka lari kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka ia jelaskan bahwa yang dimaksud zalim adalah syirik, dan berdalil dengan firman Allah: ﴿Sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang besar﴾.2 Dan penjelasannya kepada Sayyidah Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa yang dimaksud hisab yang ringan dalam firman Allah: ﴿Maka nanti akan dihisabnya hisab yang ringan﴾3: Al-'ardh yaitu pengemasan amal tanpa perbincangan. Dan kisah Adi bin Hatim tentang khait al-abyadh dan khait al-aswad, dan ia kira makna hakiki, hingga Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam jelaskan bahwa yang dimaksud khait al-abyadh adalah cahaya siang, dan khait al-aswad adalah gelap malam. Hingga sejenisnya yang tersembunyi dari mereka. Dan kami membutuhkan seperti yang mereka butuhkan, bahkan lebih dari yang mereka butuhkan; karena kekurangan kami daripada mereka dalam ilmu bahasa, gayanya, balaghah dan rahasianya, ilmu sebab turun, fiqh agama, pengetahuan halal haram, nasikh mansukh, muhkam mutasyabih.
وقد بين لهم النبي معاني القرآن، كما بين لهم ألفاظه، قال تعالى: ﴿وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُون﴾ ٤، فمن ثم حفظوا ألفاظه، وفهموا معانيه، وفقهوا أحكامه.
Nabi menjelaskan kepada mereka makna Al-Qur'an seperti menjelaskan lafaznya. Allah berfirman: ﴿Dan Kami turunkan kepadamu Al-Zikr (Al-Qur'an) agar engkau jelaskan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka, agar mereka berpikir﴾.4 Maka mereka hafal lafaznya, pahami maknanya, dan fahami hukumnya.
قال أبو عبد الرحمن السلمي٥: حدثنا الذين كانوا يقرئوننا القرآن كعثمان بن عفان، وعبد الله بن مسعود، وغيرهما أنهم كانوا إذا تعلموا من النبي ﷺ عشر آيات، لم يتجاوزوها حتى يعلموا ما فيها من العلم والعمل، قالوا: فتعلمنا القرآن، والعلم، والعمل جميعا، وهذا النص يبين لنا منهج المسلمين الأولين في موقفهم من القرآن، وأنهم كانوا يجمعون إلى الحفظ: العلم، والعمل.
Abu Abdurrahman As-Sulami5 berkata: Orang-orang yang mengajari kami Al-Qur'an seperti Utsman bin Affan, Abdullah bin Mas'ud, dan lainnya menceritakan kepada kami bahwa ketika mereka belajar dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sepuluh ayat, mereka tidak melewatinya hingga belajar apa yang ada di dalamnya dari ilmu dan amal. Mereka katakan: Maka kami belajar Al-Qur'an, ilmu, dan amal semuanya. Nash ini menjelaskan metodologi Muslim pertama dalam sikap mereka terhadap Al-Qur'an, bahwa mereka menggabungkan hafalan dengan ilmu dan amal.
١ الأنعام ٨٢.
٢ لقمان: ١٣.
٣ الانشقاق: ٨.
٤ النحل: ٤٤
٥
هو عبد الله بن حبيب بن رُبَيِّعَة «بضم الراء وفتح الباء وتشديد الياء المكسورة»
السُلَمي «بضم السين» الكوفي التابعي. الجليل.
1 Surah Al-An'am: 82.
2 Surah
Luqman: 13.
3 Surah Al-Insyiqaq: 8.
4 Surah
An-Nahl: 44.
5 Ia adalah Abdullah bin Habib bin Ruba'iyah
(dhammah ra', fathah ba', tasydid ya' mabni) As-Sulami (dhammah sin) Al-Kufi
tabi'i. Al-Jalil.
ولذلك: كانوا يبقون مدة طويلة في حفظ السورة الواحدة وهذا هو السر في أن ابن عمر رضي الله عنهما أقام على حفظ البقرة ثماني سنين، أخرجه مالك في الموطأ، وروي عن أنس، قال: «كان الرجل منا إذا قرأ البقرة وآل عمران جد١ في أعيننا» رواه أحمد في مسنده٢.
Oleh karena itu: Mereka tinggal lama dalam menghafal satu surah, dan ini rahasia bahwa Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma tinggal menghafal Al-Baqarah delapan tahun, dikeluarkan Malik dalam Al-Muwaththa', dan diriwayatkan dari Anas, ia berkata: "Orang dari kami ketika membaca Al-Baqarah dan Ali Imran dianggap hebat di mata kami."1 Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya.2
وكذلك جاء عن السلف الصالح؛ الصحابة فمن بعدهم، فقد أخرج ابن أبي حاتم وغيره من طريق ابن أبي طلحة، عن ابن عباس في قوله تعالى: ﴿يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا﴾ ٣ قال في تفسير الحكمة: المعرفة بالقرآن: ناسخه، ومنسوخه ومحكمه، ومتشابهه، ومقدمه، ومؤخره، وحلاله، وحرامه، وأمثاله.
Demikian juga datang dari Salaf Shalih; sahabat lalu yang setelahnya. Ibnu Abi Hatim dan lainnya keluarkan dari jalan Ibnu Abi Thalhah, dari Ibnu Abbas dalam firman Allah: ﴿Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, maka sungguh ia telah diberi kebaikan yang banyak﴾,3 ia katakan dalam tafsir hikmah: Pengetahuan tentang Al-Qur'an: Nasikhnya, mansukhnya, muhkamnya, mutasyabihnya, permulaannya, akhirnya, halalnya, haramnya, perumpamaannya.
وأخرج أيضا عن أبي الدرداء في قوله: ﴿يُؤْتِي الْحِكْمَة﴾، قال: قراءة القرآن
والفكرة فيه، وأخرج ابن أبي حاتم عن عمرو بن مرة قال: «ما مررت بآية في كتاب الله
لا أعرفها إلا أحزنتني؛ لأني سمعت الله يقول: ﴿وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا
لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلَّا الْعَالِمُونَ﴾ ٤.
وأخرج أبو عبيد عن
الحسن»
قال: «ما أنزل الله آية إلا وهو يحب أن يعلم فيما أنزلت، وما أراد بها».
Juga dikeluarkan dari Abu Darda' dalam firman-Nya: ﴿Dia memberikan hikmah﴾, ia katakan: Membaca Al-Qur'an dan berpikir di dalamnya. Ibnu Abi Hatim keluarkan dari Amru bin Murrah ia berkata: "Tidaklah aku lewati ayat dalam Kitab Allah yang tidak kukenali kecuali menyedihkan aku; karena aku dengar Allah berkata: ﴿Dan itu perumpamaan-perumpamaan yang Kami buat untuk manusia, dan tidak memahaminya kecuali orang-orang yang mengetahui﴾."4
Abu Ubaid keluarkan dari Al-Hashan ia katakan: "Tidak ada ayat yang diturunkan Allah kecuali ia suka mengetahui untuk apa diturunkan, dan apa yang dimaksud dengannya."
فالواجب على الأمة الإسلامية حفظ القرآن، وفهم معانيه، ومعرفة تفسيره معرفة لا تشوبها الإسرائيليات، ولا الموضوعات والأباطيل، والتزامه سلوكا وعملا من الأفراد والجماعات في كل شأن من شئون الحياة، وبذلك يستعيدون مجدهم الغابر" وعزتهم التي نوه الله بها في القرآن الكريم حيث قال: ﴿وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لا يَعْلَمُونَ﴾ ١، وأرضهم السليبة، وسلطانهم المرهوب في الأرض.
Maka wajib atas umat Islam melestarikan Al-Qur'an, memahami maknanya, mengetahui tafsirnya tanpa dicampur Isra'iliyyat, mawdu'at, dan kebohongan, dan mentaatinya sebagai perilaku dan amal dari individu dan kelompok dalam setiap urusan kehidupan. Dengan itu mereka mengembalikan kejayaan mereka yang hilang dan kemuliaan yang disebutkan Allah di dalamnya dalam Al-Qur'an al-Karim di mana Ia berkata: ﴿Dan milik Allah-lah kemuliaan, dan milik Rasul-Nya, dan bagi orang-orang beriman, tapi orang-orang munafik tidak mengetahui﴾,1 dan tanah mereka yang licin, dan kekuasaan mereka yang ditakuti di bumi.
١ أي عظم وجل.
٢ رسالة في أصول التفسير ص ٦.
٣ البقرة: ٢٦٩.
٤
العنكبوت: ٤٣.
1 Yaitu besar dan agung.
2 Risalah fi Ushul Al-Tafsir hlm.
6.
3 Surah Al-Baqarah: 269.
4 Surah
Al-Ankabut: 43.
التفسير من أشرف العلوم:
Tafsir termasuk di antara Ilmu-ilmu Paling Mulia:
والعلم بالتفسير من أشرف العلوم الشرعية، وأجلها؛ فالشيء إنما يشرف إما بشرف موضوعه وإما من جهة غايته والغرض منه، وإما من جهة الحاجة إليه.
وموضوع علم التفسير هو: كلام الله، أشرف الكلام، وأصدقه، وهو أصل الدين، ومنبع الصراط المستقيم، وينبوع كل حكمة، ومعدن كل فضل.
وغايته هي: الاعتصام بالعروة الوثقى، والوصول إلى السعادتين: الدنيوية
والأخروية.
وأما شدة الحاجة إليه: فلأن كل كمال ديني أو دنيوي، عاجل، أو
آجل، مفتقر إلى العلوم الشرعية، والمعارف الدينية وهي: متوقفة على العلم بكتاب
الله سبحانه وتعالى.
Ilmu tafsir dari ilmu-ilmu syar'i yang paling mulia dan agung; karena sesuatu
dimuliakan baik karena kemuliaan subjeknya atau dari segi tujuannya dan
maksudnya, atau dari segi kebutuhan padanya.
Subjek ilmu tafsir
adalah kalam Allah, kalam paling mulia dan paling benar, akar agama, sumber
jalan lurus, mata air segala hikmah, tambang segala keutamaan.
Tujuannya
adalah: Berpegang pada tali yang kokoh, dan mencapai kebahagiaan duniawi dan
ukhrawi.
Adapun kebutuhan yang sangat padanya: Karena segala
kesempurnaan agama atau duniawi, segera atau lambat, bergantung pada ilmu-ilmu
syar'i dan pengetahuan agama, dan itu bergantung pada ilmu Kitab Allah
subhanahu wa ta'ala.
العلوم التي لا بد منها للمفسر:
Ilmu-ilmu yang Wajib bagi Mufassir:
وهاك ما قاله الإمام السيوطي في الإتقان: مع زيادة التوضيح، وحسن التصرف: قال بعض العلماء: اختلف الناس في تفسير القرآن: هل يجوز لكل أحد الخوض فيه؟ فقال قوم: لا يجوز لأحد أن يتعاطى تفسير شيء من القرآن، وإن كان عالما، أديبا، متسعا في معرفة الأدلة، والفقه، والنحو، والأخبار، والآثار، وليس له إلا أن ينتهي إلى ما روي عن النبي ﷺ في ذلك.
Inilah apa yang dikatakan Imam As-Suyuthi dalam Al-Itqan: Dengan penambahan penjelasan dan pengaturan yang baik: Beberapa ulama berkata: Orang berbeda tentang tafsir Al-Qur'an: Apakah boleh bagi setiap orang membahasnya? Sebagian berkata: Tidak boleh bagi siapa pun membahas tafsir sesuatu dari Al-Qur'an, meskipun ia ulama, ahli sastra, luas pengetahuan dalil, fiqh, nahwu, akhbar, athar, dan tidak baginya kecuali berhenti pada apa yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang itu.
ومنهم من قال: يجوز تفسيره لمن كان جامعا للعلوم التي يحتاج المفسر إليها، وهي
خمسة عشر علما:
«أحدها»: اللغة؛ لأن بها يعرف شرح مفردات الألفاظ ومدلولاتها
بحسب الوضع، قال مجاهد: "لا يحل لأحد يؤمن بالله واليوم الآخر أن يتكلم في كتاب
الله، إذا لم يكن عارفا بلغات العرب، قال الإمام مالك: لا أوتى برجل غير عالم
بلغة العرب يفسر كتاب الله إلا جعلته نكالا»، أقول: والمراد: العلم باللغة
الواسع، المتعمق، ولا يكتفى باليسير منه، فقد يكون اللفظ مشتركا، وهو يعلم أحد
المعنيين، ويكون المراد الآخر، وكذلك العلم بالفروق اللغوية. والعلم باللغة،
نثرها ونظمها من الأسباب التي مكنت لابن عباس أن يكون حبر القرآن، ورأس المدرسة
المكية التي هي آصَلُ المدارس التفسيرية.
١ المنافقون: ٨.
1 Surah Al-Munafiqun: 8.
«الثاني»: النحو لأن المعنى يتغير ويختلف
باختلاف الإعراب، فلا بد من اعتباره. أخرج أبو عبيد عن الحسن -أي البصري: أنه سئل
عن الرجل يتعلم العربية يلتمس بها حسن المنطق، ويقيم بها قراءته؟ فقال: حسن
فتعلمها؛ فإن الرجل يقرأ الآية فيَعْيَى بوجهها، فيهلك فيها.
أقول: ومن لم
يعرف النحو فربما يقع في أخطاء فاحشة، قد تؤدي إلى الكفر، ومثل ذلك الرجل الذي
قرأ قوله تعالى: «إِنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولِهِ» بجر
«رسوله» فكاد يقع في الكفر وهو لا يعلم، فكان هذا من الأسباب الحاملة على وضع علم
النحو١.
Di antara mereka yang berkata: Boleh ditafsir bagi yang mengumpulkan ilmu-ilmu
yang dibutuhkan mufassir, dan itu lima belas ilmu:
"yang pertama":
Bahasa; karena dengannya dikenal penjelasan kata-kata dan maknatnya menurut
penempatan. Mujahid berkata: "Tidak halal bagi siapa pun yang beriman kepada
Allah dan hari akhir untuk berbicara dalam Kitab Allah, jika tidak mengetahui
bahasa Arab." Imam Malik berkata: "Tidak dibawa kepadaku orang yang tidak
mengetahui bahasa Arab menafsirkan Kitab Allah kecuali kujadikan ia
pelajaran." Saya katakan: Yang dimaksud: Ilmu bahasa yang luas dan mendalam,
dan tidak cukup dengan sedikitnya, karena lafaz bisa musytarak, dan ia tahu
salah satu makna, padahal maksud yang lain, dan demikian ilmu perbedaan
bahasa. Ilmu bahasa, nashr dan nazmnya dari sebab-sebab yang memungkinkan Ibnu
Abbas menjadi hibr Al-Qur'an, dan kepala madrasah Makkah yang asal madrasah
tafsir.
"Kedua": Nahwu karena makna berubah dan berbeda dengan
perbedaan i'rab, maka wajib dipertimbangkan. Abu Ubaid keluarkan dari
Al-Hassan -yaitu Al-Bashri: Bahwa ditanya tentang orang yang belajar Arabiyah
untuk mencari keindahan bicara, dan menegakkan bacanya? Ia katakan: Baik,
belajarlah; karena orang membaca ayat lalu bingung dengan wajahnya, maka
binasa di dalamnya.
Saya katakan: Dan siapa yang tidak tahu nahwu
mungkin jatuh ke kesalahan fatal yang mengarah ke kekafiran, seperti orang
yang membaca firman Allah: ﴿Sesungguhnya Allah bersih dari orang-orang musyrik
dan Rasul-Nya﴾ dengan jar "rasulihi" maka hampir jatuh ke kekafiran tanpa
tahu, maka ini dari sebab-sebab yang mendorong penetapan ilmu nahwu.1
«الثالث» علم التصريف؛ لأن به تعرف أبنية الكلمات والصيغ قال ابن فارس: ومن فاته
علمه فاته المعظم؛ لأن «وجد» مثلا كلمة مبهمة، فإذا صرفناها اتضحت بمصادرها؛
فإنها تستعمل في العثور على الدابة، وفي الحصول على المطلوب، وفي الغضب، وفي
الغنى، وفي الحب، وإنما تتميز بالمصادر، يقال: وجد ضالته وِجدانا بكسر الواو،
ومطلوبه وُجودًا بضمها، وفي الغضب موجدة بكسر الجيم، وفي الغنى وُجْدًا بضم
الواو، وفي الحب وَجْدًا بفتح الواو٢.
وقال الزمخشري في تفسيره: من بدع
التفاسير قول من قال: إن الإمام في قوله تعالى: ﴿يَوْمَ نَدْعُو كُلَّ
أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ﴾ ١ أنه جمع «أُمٍّ» وأن الناس يدعون يوم القيامة بأمهاتهم
دون آبائهم. قال: وهذا جهل أوجبه جهله بالتصريف؛ فإن أُمّ لا تجمع على إمام، وصدق
الزمخشري رحمه الله، فهذا من بدع التفاسير حقا.
«الرابع» علم الاشتقاق؛ لأن الاسم إذا كان اشتقاقه من مادتين اختلف المعنى باختلافهما، كالمسيح٢: أهو من السياحة، أو المسح، فمن الأول يسمى المسيح مسيحا؛ لكثرة سياحته، وأما من الثاني: فلأنه كان لا يمسح على ذي عاهة إلا بَرَأَ بإذن الله تعالى ومثل ذلك أيضا النبي، أهو من النبأ بمعنى الخبر، فهو مخبر بكسر الباء عن الله، أو مخبر بفتح الباء منه أو هو من النبوة بمعنى الرفعة، وليس من شك في أن المعنى يتغير بتغير أصل الاشتقاق.
١ تفسير روح المعاني للألوسي ج ١٠ ص ٤٧.
٢ نقله ابن الصلاح في مقدمته ص ١٦٧
عن المعافى بن زكريا النهرواني، وقد بيَّن العراقي في تعليقاته على المقدمة أن
هذه المصادر ليست موضع اتفاق وهو الحق، كما يعلم ذلك من مراجعة «القاموس» و«لسان
العرب» فلعل مراد هذا القائل أن ذلك هو الغالب والكثير في الاستعمال.
"Ketiga": Ilmu sharaf; karena dengannya dikenal abniyah kata dan
shighah-shighah. Ibnu Farish berkata: Siapa yang melewatkan ilmunya melewatkan
kebanyakan; karena "wajada" misalnya kata yang samar, maka jika disharaflah
menjadi jelas dengan mashdarih; karena digunakan dalam menemukan binatang,
dalam mendapatkan yang dicari, dalam marah, dalam kaya, dalam cinta, dan
dibedakan dengan mashdar. Dikatakan: Wajada dhāllatahu wijdānan dengan kasrah
waw, dan matlūbahu wujūdan dengan dhammahnya, dalam marah mawjūdatan dengan
kasrah jim, dalam kaya wujdan dengan dhammah waw, dalam cinta wajdan dengan
fathah waw.2
Az-Zamakhshari berkata dalam tafsirnya: Dari bid'ah
tafsir adalah ucapan siapa yang katakan: Imam dalam firman Allah: ﴿Pada hari
Kami panggil setiap umat dengan imamnya﴾1 adalah jamak dari "umm", dan orang
dipanggil pada hari kiamat dengan ibu-ibu mereka bukan ayah-ayah mereka. Ia
katakan: Ini kebodohan yang disebabkan kebodohannya dalam sharaf; karena umm
tidak dijama' pada imam. Benar Az-Zamakhshari rahimahullah, ini benar-benar
bid'ah tafsir.
"Keempat": Ilmu isytiqaq; karena nama jika asalnya
dari dua bahan berbeda maknanya dengan perbedaannya, seperti Al-Masih:2 Apakah
dari siyahah atau masaha, dari yang pertama disebut Masih karena banyak
siyahnya, dan dari yang kedua: Karena tidak menyentuh orang sakit kecuali
sembuh dengan izin Allah ta'ala. Dan seperti itu juga An-Nabi, apakah dari
an-naba' berarti berita, maka ia pemberita dengan kasrah ba' dari Allah, atau
pemberita dengan fathah ba' daripadanya, atau dari an-nubuwwah berarti
kemuliaan. Tidak diragukan bahwa makna berubah dengan perubahan asal isytiqaq.
1 Tafsir Ruh Al-Ma'ani karya Al-Alusi jilid 10 hlm. 47.
2
Diriwayatkan Ibnu Shalah dalam muqaddimahnya hlm. 167 dari Al-Ma'afā bin
Zakariya An-Nahrawani, dan Al-Iraqi jelaskan dalam ta'liqatnya pada muqaddimah
bahwa mashdar-mashdar ini bukan kesepakatan dan itu benar, seperti yang
diketahui dari merujuk "Al-Qamus" dan "Lisan Al-Arab." Mungkin maksud
pembicara itu adalah yang umum dan banyak dalam penggunaan.
«الخامس، والسادس، والسابع»: علوم المعاني، والبيان والبديع؛ لأنه يعرف بالأول خواص تراكيب الكلام من جهة إفادتها المعاني، وبالثاني خواصها من حيث اختلافها بحسب وضوح الدلالة وخفائها، وبالثالث وجوه تحسين الكلام، وهذه العلوم الثلاثة هي علوم البلاغة، وهي من أعظم أركان المفسر؛ لأنه لا بد له من أن يعلم ما يقتضيه الإعجاز، وإنما يدرك بهذه العلوم.
وقال السكاكي: أعلم أن شأن الإعجاز عجيب، يدرك ولا يمكن وصفه، كاستقامة الوزن تدرك ولا يمكن وصفها، وكالملاحة، ولا طريق لتحصيله لغير ذوي الفطرة السليمة إلا التمرن على علمى المعاني والبيان.
أقول: وتعلم البلاغة بالطريقة التي وضعها السكاكي وأمثاله ممن قَعَّدوا القواعد، وفلسفوها، لا تكون ملكة، ولا تربي ذوقا، وكثير ممن درس البلاغة على هذا النحو الجاف لا يستطيع أن يكتب صحيفة، أو يحبر مقالا رائقا مشرقًا، يأخذ بمجامع القلوب، ويستولي على النفوس، فضلا عن كتاب.
"Kelima, keenam, ketujuh": Ilmu ma'ani, bayan, dan badi'; karena dengan yang
pertama dikenal khawash konstruksi kalam dari segi pembawaan maknanya, dengan
yang kedua khawashnya dari perbedaan menurut kejelasan dalalah dan
kerahasiaannya, dengan yang ketiga cara-cara memperindah kalam. Ilmu-ilmu
ketiga ini adalah ilmu balaghah, dan dari pilar terbesar mufassir; karena
wajib baginya mengetahui apa yang diwajibkan mukjizat, dan dicapai dengan
ilmu-ilmu ini.
As-Sakaki berkata: Ketahuilah bahwa urusan mukjizat
aneh, dicapai tapi tidak bisa dijelaskan, seperti keseimbangan irama dicapai
tapi tidak bisa dijelaskan, dan seperti kepilotan, dan tidak ada jalan untuk
mendapatkannya bagi yang bukan pemilik fitrah selamat kecuali latihan pada
ilmu ma'ani dan bayan.
Saya katakan: Belajar balaghah dengan cara
yang ditetapkan As-Sakaki dan semisalnya yang menetapkan qawa'id dan
memfilsufkannya, tidak menjadi kemampuan, dan tidak membina selera, dan banyak
yang belajar balaghah dengan cara kering ini tidak mampu menulis halaman atau
artikel yang indah cerah yang menarik hati dan menguasai jiwa, apalagi
buku.
وإنما الذي يجدي في تكوين الملكة، وتربية الذوق البلاغي، وإرهاف الحس الأدبي، هو: مزاولة الجيد من القول، والبليغ من كلام العرب نثرا ونظما، والمقارنة والموازنة بين الأساليب وطرق البيان، وكثرة المدارسة والممارسة لكلام البلغاء والفصحاء، وهي طريقة الإمام عبد القاهر الجرجاني ومدرسته، وذلك كما صنع في كتابيه الجليلين: «دلائل الإعجاز» و«أسرار البلاغة»، حينئذ يتسهل على المفسر لكتاب الله إدراك ما فيه من فصيح الكلام، وبليغ المعاني وأسرار الإعجاز، وما أحسن ما قاله ابن أبي الحديد في هذا، قال: اعلم أن معرفة الفصيح والأفصح، والرشيق والأرشق من الكلام أمر لا يدرك إلا بالذوق، ولا يمكن إقامة الدلالة عليه، وهو بمنزلة جاريتين: إحداهما بيضاء مشربة بحمرة، دقيقة الشفتين، نقية الثغر، كحلاء العين، أسيلة الخد، دقيقة الأنف معتدلة القامة، والأخرى دونها في هذه الصفات والمحاسن، لكنها أحلى في العيون والقلوب منها، ولا يدرى سبب ذلك، ولكنه يعرف بالذوق والمشاهدة، ولا يمكن تعليله، وهكذا الكلام!! نعم يبقى الفرق بين الوصفين، إن حسن الوجوه، وملاحتها، وتفضيل بعضها على بعض يدركه كل من له عين صحيحة، وأما الكلام: فلا يدرك إلا بالذوق، وليس كل من اشتغل بالنحو، واللغة، والفقه، يكون من أهل الذوق، وممن صلح لانتقاد الكلام، وإنما أهل الذوق هم الذين اشتغلوا بعلم البيان، وراضوا أنفسهم بالرسائل، والخطب، والكتابة والشعر، وصارت لهم بذلك دراية، وملكة تامة، فإلى هؤلاء ينبغي أن يرجع في معرفة الكلام وفضل بعضه على بعض.
Yang bermanfaat dalam membentuk kemampuan dan membina selera balaghi, dan mempertajam indera adabi adalah: Mengamalkan yang baik dari ucapan dan kalam Arab yang fasih nashr dan nazm, membandingkan dan menyeimbangkan gaya-gaya dan cara bayan, banyak latihan dan praktik kalam para baligh dan fashih. Ini cara Imam Abd Al-Qahir Al-Jurjani dan madrasahnya, seperti yang ia lakukan dalam dua kitab agungnya: "Dala'il Al-I'jaz" dan "Ashrar Al-Balaghah." Saat itu memudahkan bagi mufassir Kitab Allah mencapai apa yang ada di dalamnya dari kalam fasih, makna baligh, rahasia mukjizat. Betapa baik apa yang dikatakan Ibnu Abi Al-Hadid tentang ini, ia katakan: Ketahuilah bahwa pengetahuan fasih dan paling fasih, ringan dan paling ringan dari kalam adalah hal yang hanya dicapai dengan selera, dan tidak bisa didirikan dalil padanya, dan ia seperti dua gadis: Salah satunya putih bercampur merah, bibir tipis, mulut bersih, mata berbintik, pipi lembut, hidung tipis seimbang badan. Yang lain kurang dari sifat dan keindahan ini, tapi lebih manis di mata dan hati daripadanya, dan tidak diketahui sebabnya, tapi dikenali dengan selera dan penglihatan, dan tidak bisa dijelaskan. Demikian kalam!! Ya, tetap ada perbedaan antara dua deskripsi, bahwa keindahan wajah dan kemanisannya, dan superioritas sebagian atas sebagian dicapai oleh siapa pun yang memiliki mata yang sehat. Adapun kalam: Hanya dicapai dengan selera, dan bukan setiap yang sibuk dengan nahwu, bahasa, fiqh, menjadi ahli selera, dan yang layak mengkritik kalam. Ahli selera adalah yang sibuk dengan ilmu bayan, merasa puas dengan risalah, khutbah, penulisan, dan syi'r, sehingga menjadi pemahaman dan kemampuan sempurna bagi mereka. Kepada mereka yang harus dirujuk dalam pengetahuan kalam dan superioritas sebagian atas sebagian.
١ الإسراء: ٧١.
٢ فهو على الأول فعيل بمعنى فاعل، وعلى الثاني فعيل بمعنى
مفعول.
1 Surah Al-Isra': 71.
2 Pada yang pertama fa'il berarti
fa'il, pada yang kedua fa'il berarti maf'ul.
وقال الزمخشري: من حق مفسر كتاب الله الباهر، وكلامه المعجز أن يتعاهد بقاء النظم على حسنه، والبلاغة على كمالها، وما وقع به التحدى سليما من القادح.
أقول: والزمخشري: من خير إن لم يكن خير من له في إدراك إعجاز القرآن باع طويل، وخير من أفصح عن أسرار إعجاز القرآن الكريم بطريقة العرب الفصحاء البلغاء، لا بطريقة أهل الفلسفة والكلام.
Az-Zamakhshari berkata: Dari hak mufassir Kitab Allah yang menakjubkan, dan
kalam mukjizat bahwa ia memeriksa kekekalan nazm atas keindahannya, balaghah
atas kesempurnaannya, dan apa yang ditantang dengannya bebas dari cela.
Saya
katakan: Az-Zamakhshari dari yang terbaik jika bukan terbaik yang memiliki
pengertian panjang dalam mencapai mukjizat Al-Qur'an, dan paling fasih tentang
rahasia mukjizat Al-Qur'an al-Karim dengan cara Arab fashih baligh, bukan cara
ahli falsafah dan kalam.
«الثامن»: علم القراءات؛ لأنه به يعرف كيفية النطق بألفاظ القرآن الكريم، وبالقراءات يترجح بعض الوجوه المحتملة على بعض.
«التاسع»: علم أصول الدين؛ ليعرف وهو يفسر القرآن ما يجب لله وما يستحيل عليه،
وما يجوز له، وليعرف الفرق بين العقائد والشرائع، وما هو من أصول الدين، وما هو
من فروعه.
«العاشر»: علم أصول الفقه؛ لأن به يعرف وجه الاستدلال
على الأحكام، وطريقة استنباطها من النصوص.
«الحادي عشر»: علم أسباب النزول،
وعلم القصص والأخبار؛ لأن بمعرفة سبب النزول يعرف المعنى المراد من الآية، كما
أنه يزيل الإشكال عن بعضها، ويبين بعض حكم الله في التشريع، وبعلم القصص يعلم ما
هو من الإسرائيليات التي دست في الرواية الإسلامية، وما ليس منها وما هو حق، وما
هو باطل.
"Kedelapan": Ilmu qira'at; karena dengannya dikenal bagaimana pengucapan lafaz
Al-Qur'an al-Karim, dan dengan qira'at beberapa wajah kemungkinan diringankan
atas yang lain.
"Yang kesembilan": Ilmu ushul din; agar ketika
menafsirkan Al-Qur'an ia tahu apa yang wajib bagi Allah, apa yang mustahil
atas-Nya, apa yang mungkin bagi-Nya, dan membedakan antara aqidah dan syariat,
apa yang dari ushul din, apa yang dari furu'.
"Yang kesepuluh":
Ilmu ushul fiqh; karena dengannya dikenal cara istidlal atas hukum, dan cara
istinbathnya dari nash.
"Yang kesebelas": Ilmu sebab turun, ilmu
qishash dan akhbar; karena dengan pengetahuan sebab turun dikenal makna yang
dimaksud dari ayat, seperti itu menghilangkan kesulitan dari sebagiannya, dan
menjelaskan sebagian hukum Allah dalam tasyri'. Dengan ilmu qishash diketahui
apa yang dari Isra'iliyyat yang dicampur dalam riwayat Islam, apa yang bukan
darinya, apa yang benar, apa yang batil.
«الثاني عشر»: علم الناسخ والمنسوخ، وهو مهم للمفسر، وإلا وقع في خطأ كبير.
«الثالث
عشر»: علم الفقه؛ إذ به يعرف مذاهب الفقهاء، ومن احتج منهم بالآية ومن لم يحتج
بها، وطريقة كل منهم في فهم الآية والأخذ بها، أو الإجابة عنها.
«الرابع
عشر»: علم الأحاديث والسنن والآثار المبينة؛ لتفصيل المجمل، وتوضيح المبهم،
وتخصيص العام، وتقييد المطلق، إلى غير ذلك من وجوه بيان السنة للقرآن.
«الخامس
عشر»: علم الموهبة، وهو علم يورثه الله تعالى من عمل بما علم، وإليه الإشارة
بحديث النبي ﷺ: «من عمل بما علم أورثه الله علم ما لم يعلم» ١، قال ابن أبي
الدنيا: وعلوم القرآن، وما يستنبط منه بحر لا ساحل له.
فهذه العلوم التي هي
كالآلة للمفسر لا يكون مفسرًا إلا بتحصيلها فمن فسر القرآن بدونها كان مفسرا
بالرأي المنهى عنه، وإذا فسر مع حصولها لم يكن مفسرا بالرأي المنهي عنه، والصحابة
والتابعون كان عندهم علوم العربية بالطبع لا بالاكتساب، واستفادوا العلوم الأخرى
من النبي ﷺ:
"Yang keduabelas": Ilmu nasikh dan mansukh, dan penting bagi mufassir,
kalau tidak jatuh ke kesalahan besar.
"Yang ketigabelas": Ilmu
fiqh; karena dengannya dikenal mazhab fuqaha, siapa yang berdalil dengan ayat
dari mereka dan siapa yang tidak, dan cara masing-masing dalam memahami ayat
dan mengambilnya atau menjawabnya.
"Yang keempatbelas": Ilmu hadis
dan sunan dan athar yang jelas; untuk menjelaskan mujmal, menjelaskan yang
samar, menkhushush umum, mengikat mutlaq, hingga cara-cara lain penjelasan
sunnah untuk Al-Qur'an.
"Yang kelimabelas": Ilmu karamah, dan ia
ilmu yang diwariskan Allah dari amal atas apa yang dipelajari, dan kepada itu
disebut dengan hadis Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: "Siapa yang
mengamalkan apa yang dipelajarinya, Allah wariskan kepadanya ilmu apa yang
belum dipelajarinya."1 Ibnu Abi Ad-Dunya berkata: Ilmu-ilmu Al-Qur'an dan apa
yang diistinbath darinya lautan tanpa pantai.
Ilmu-ilmu ini yang
seperti alat bagi mufassir tidak menjadi mufassir kecuali dengan
mendapatkannya, maka siapa yang menafsirkan Al-Qur'an tanpa itu adalah
mufassir dengan pendapat yang dilarang. Jika menafsirkan dengan mendapatkannya
bukan mufassir dengan pendapat yang dilarang. Sahabat dan tabi'in memiliki
ilmu-ilmu Arabiyah secara fitrah bukan perolehan, dan mendapat ilmu-ilmu lain
dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
قال الإمام السيوطي: ولعلك تستشكل علم الموهبة، وتقول: هذا شيء ليس في قدرة الإنسان، وليس كما ظننت من الإشكال، والطريق إلى تحصيله: ارتكاب الأسباب الموجبة من العمل، والزهد.
قال الزركشي في البرهان: اعلم أنه لا يحصل للناظر فهم معاني الوحي، ولا يظهر له أسراره وفي قلبه بدعة، أو كبر، أو هوى، أو حب الدنيا، أو وهو مُصِرٌّ على ذنب، أوغير متحقق بالإيمان، أو ضعيف التحقيق، أو يعتمد على قول مفسر ليس عنده علم، أو راجع إلى معقوله، وهذه كلها حجب، وموانع بعضها آكد من بعض.
Imam As-Suyuthi berkata: Mungkin engkau kesulitan dengan ilmu karamah,
dan katakan: Ini sesuatu di luar kemampuan manusia. Tidak seperti yang engkau
kira dari kesulitan, dan jalan untuk mendapatkannya: Melakukan sebab-sebab
yang mewajibkan dari amal dan zuhud.
Az-Zarkasyi berkata dalam Al-Burhan: Ketahuilah bahwa tidak didapat bagi pemirsa pemahaman makna wahyu, dan tidak muncul baginya rahasianya jika di hatinya bid'ah, atau kesombongan, atau hawa nafsu, atau cinta dunia, atau ketika ngotot pada dosa, atau tidak yakin dengan iman, atau lemah yakinnya, atau mengandalkan ucapan mufassir yang tidak punya ilmu, atau kembali ke akalnya, dan ini semua penghalang dan pencegah, sebagian lebih kuat dari sebagian.
١ رواه أبو نعيم عن أنس.
1 Diriwayatkan Abu Nu'aim dari Anas.
قال السيوطي: ويدل على هذا المعنى: قوله تعالى: ﴿سَأَصْرِفُ عَنْ آيَاتِيَ الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ﴾ ١ قال سفيان بن عيينة: يقول: «أنزع عنهم فهم القرآن» أخرجه ابن أبي حاتم٢.
أقول: وعلم الموهبة ثمرة من ثمرات التقوى، والتقوى لها معنيان: معنى نفسي وهو: خشية الله ومراقبته في السر والعلن، وهذا هو ما أراده النبي ﷺ حينما قال: «التقوى ههنا» ثلاثا، وأشار إلى صدره، رواه مسلم، ومعنى ظاهري، وهو الاستقامة على الدين، وذلك بامتثال المأمورات، واجتناب المنهيات، وقد تسمو بصاحبها، فتصل به إلى حد فعل النوافل والمستحبات أيضا، واتباع مكارم الأخلاق، وتوقي الشبهات، خشية الوقوع في المآثم والمحرمات، والتقوى بمعنييها لا بد منها لمن يتصدى لشرح كتاب الله، وفي هذا المعنى قوله تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا﴾ ٣ أي معنى في القلب يفرق به بين الحق والباطل.
وليتمثل المفسر لكتاب الله أنه يفسر كلامًا لا ككلام الناس، وأنه قائم بين يدي الله الواحد، الأحد، الجبار، الكبير، المتعال، المنتقم وأن أي تقصير، أو تساهل فيه، يعتبر كذبا على الله، وافتراءًَ عليه.
وسلوا بطانات الملوك، والرؤساء، والأمراء، والوزراء ينبئوكم بأن الواحد منهم محسوب عليه كل كلمة، بل كل حرف ينطق به ومؤاخذ على كل ما يصدر منه مهما قَلَّ، وأن كلمة يقولها، ربما تطيح بعنقه، أو تقصيه عن منصبه، فما بالكم بمن يفسر كلام رب الأرباب وملك الملوك؟!! ويقول: مراد الله كذا، أو عني الله كذا؟!
وهذا هو السر في أن بعض كبار الصحابة، والتابعين، ومن بعدهم كان يتحرج غاية التحرج، من القول في تفسير القرآن الكريم، مع ما كانوا عليه من العلم الغزير، والعقل المستنير، والقلب المستضيء.
As-Suyuthi berkata: Dan menunjukkan makna ini: Firman Allah: ﴿Niscaya Aku akan
menyimpangkan dari ayat-ayat-Ku orang-orang yang berlaku angkuh di bumi tanpa
hak﴾.1 Sufyan bin Uyainah berkata: Artinya: "Aku cabut dari mereka pemahaman
Al-Qur'an." Dikeluarkan Ibnu Abi Hatim.2
Saya katakan: Ilmu karamah
adalah buah dari takwa, dan takwa memiliki dua makna: Makna jiwa yaitu takut
kepada Allah dan mengawasinya secara rahasia dan terang, dan ini yang dimaksud
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika bersabda: "Takwa ini," tiga kali,
dan menunjuk dadanya, diriwayatkan Muslim. Dan makna zhahir, yaitu lurus pada
agama, dengan mentaati yang diwajibkan, menjauhi yang dilarang, dan bisa
meninggikan pemiliknya hingga melakukan nawafil dan mustahab juga, mengikuti
akhlak mulia, menjauhi syubhat takut jatuh ke maksiat dan haram. Takwa dengan
dua maknanya wajib bagi siapa yang memikul penjelasan Kitab Allah, dan dalam
makna ini firman Allah: ﴿Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa
kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan﴾3 yaitu makna di
hati yang membedakan antara hak dan batil.
Dan biarlah mufassir
Kitab Allah meyakini bahwa ia menafsirkan kalam bukan seperti kalam manusia,
dan ia berdiri di hadapan Allah Yang Maha Esa, Yang Ahad, Al-Jabbar, Al-Kabir,
Al-Muta'ali, Al-Muntaqim, dan setiap kekurangan atau kelalaian di dalamnya
dianggap bohong atas Allah dan pemalsuan atas-Nya.
Dan tanyakanlah
kepada penasihat raja, pemimpin, pangeran, menteri, mereka akan beri tahu
bahwa satu dari mereka dihisab setiap kata, bahkan setiap huruf yang
diucapkan, dan dimintai pertanggungjawaban atas setiap yang keluar darinya
sekecil apa pun, dan kata yang dikatakannya mungkin menjatuhkan lehernya atau
mengasingkannya dari jabatannya. Lalu bagaimana dengan siapa yang menafsirkan
kalam Tuhan para tuan dan Raja para raja?!! Dan katakan: Maksud Allah begini,
atau maksud Allah begini?!!
Ini rahasia bahwa sebagian
sahabat besar, tabi'in, dan setelahnya sangat menahan diri dari berkata dalam
tafsir Al-Qur'an al-Karim, meskipun ilmu mereka luas, akal mereka terang, hati
mereka bercahaya.
١ الأعراف: ١٤٦.
٢ الإتقان ج ٢ ص ١٨٠- ١٨٢.
٣ الأنفال: ٢٩ والفرقان:
مصدر كالرجحان والغفران.
1 Surah Al-A'raf: 146.
2 Al-Itqan jilid 2 hlm.
180-182.
3 Surah Al-Anfal: 29. Dan Al-Furqan: Masdar seperti
ar-rajhan dan al-ghaf ran.
علوم أخرى لا بد منها للمفسر:
Ilmu-ilmu Lain yang Wajib bagi Mufassir:
وقد جاء الأستاذ الإمام الشيخ محمد عبده، فزاد هو وتلميذه السيد محمد رشيد رضا بعض العلوم الأخرى كالعلم بتاريخ البشر، وعلم السيرة والعلوم الكونية، وقد زدت والله الحمد والمنة كما زاد غيري بعض العلوم وها أنذا أجمل ذلك فيما يأتي:
Ustadz Imam Syaikh Muhammad Abduh datang, maka ia dan muridnya Sayyid Muhammad Rasyid Ridha menambahkan sebagian ilmu lain seperti ilmu sejarah manusia, sirah, dan ilmu-ilmu kosmik. Saya tambahkan -puji dan nikmat bagi Allah- seperti yang ditambahkan orang lain sebagian ilmu, dan inilah ringkasannya dalam apa yang akan datang:
١- أن يكون عالما بالأحاديث: صحيحها، وحسنها، وضعيفها، ولئن عز ذلك في عصرنا هذا فليكن واقفا على ما قاله العلماء، وجمعه الأئمة فيما يتعلق بتفسير القرآن الكريم، وبيان فضائل آياته وسوره، ولو أن المفسرين جميعهم كانوا من حفاظ الحديث ونقاده المميزين لغثه من سمينه، وأئمته الذين جمعوا بين الرواية والدراية، لما وقع في كتب التفاسير كل هذا الدخيل، من الإسرائيليات والأحاديث الضعيفة والموضوعة، ولما عانى المسلمون ما يعانونه اليوم من الآثار السيئة، التى ترتبت على وجود هذه الإسرائيليات والموضوعات في كتب التفسير.
1. Bahwa ia harus mengetahui hadis: Shahihnya, hasannya, dhaifnya. Meskipun sulit di era kami ini, biarlah ia berdiri atas apa yang dikatakan ulama dan dikumpulkan imam-imam dalam yang berkaitan dengan tafsir Al-Qur'an al-Karim, dan penjelasan fadhail ayat dan surahnya. Sekiranya semua mufassir adalah dari huffaz hadis dan pengkritiknya yang membedakan ghalih dari shalih, dan imam-imam yang menggabungkan riwayat dan pemahaman, tidak akan masuk ke kitab-kitab tafsir semua yang asing ini dari Isra'iliyyat dan hadis dhaif dan mawdu'. Tidak akan menderita Muslim apa yang mereka derita hari ini dari dampak buruk yang timbul dari adanya Isra'iliyyat dan mawdu'at di kitab-kitab tafsir.
٢- أن يكون عالما بالسير، ولا سيما سيرة النبي ﷺ وسير أصحابه النبلاء رضوان الله
عليهم وعالما بالتواريخ، وأحوال الأمم الماضية، ولا سيما تاريخ الأنبياء
السابقين، والملوك الغابرين؛ فإن ذلك يعين المفسر على إصابة وجه الحق والصواب.
[ففي
القرآن كثير من الآيات لا يمكن تفسيرها إلا لعالم بالسير كالآيات المتعلقة ببدر
وأحد والخندق والحديبية والفتح وتبوك، وكثير من الآيات المتعلقة بقصص الماضين
وأولياء الله الصالحين والملوك الغابرين لا يمكن تفسيرها إلا بمعرفة التواريخ،
وذلك كقصة أصحاب الكهف وقصة ذي القرنين وقصة الخضر مع موسى عليه الصلاة والسلام]
.
2. Bahwa ia harus mengetahui sirah, terutama sirah Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam dan sirah sahabatnya yang mulia radhiyallahu 'anhum, dan mengetahui
sejarah, keadaan umat-umat terdahulu, terutama sejarah nabi-nabi sebelumnya
dan raja-raja yang hilang; karena itu membantu mufassir mencapai wajah hak dan
benar.
Karena di Al-Qur'an banyak ayat yang tidak bisa ditafsir
kecuali oleh ahli sirah seperti ayat-ayat tentang Badr, Uhud, Khandaq,
Hudaibiyah, Fath, Tabuk, dan banyak ayat tentang kisah masa lalu dan wali-wali
Allah yang shalih dan raja-raja yang hilang tidak bisa ditafsir kecuali dengan
pengetahuan sejarah, seperti kisah Ashab al-Kahf, Dhul Qarnain, dan kisah
Al-Khidhr dengan Musa 'alaihima assalam.
٣- أن يكون على علم بعلم الاجتماع البشري، وعلم النفس؛ فإن هذين العلمين يعينان المفسر على فهم المراد من بعض الآيات، وتفسيرها تفسيرًا علميا صحيحا، والكشف عما فيها من أسرار اجتماعية، ونفسية، وقارئ التفسير اليوم تستهويه التفاسير المدعمة بالمباحث النفسية والاجتماعية.
وكيف يتأتى المفسر الذي يجهل قواعد هذين العلمين الصحيحة أن يفسر هذه الآيات. وأمثالها، كقوله تعالى: ﴿كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلَّا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ﴾ ١، وقوله تعالى: ﴿وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ، إِلَّا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ﴾ ٢، وقوله تعالى: ﴿إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ﴾ ٣، وقوله تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآياتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ﴾ ٤ وقوله تعالى: ﴿وَلَوْ نَشَاءُ لَأَرَيْنَاكَهُمْ فَلَعَرَفْتَهُمْ بِسِيمَاهُمْ وَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِي لَحْنِ الْقَوْلِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ أَعْمَالَكُمْ﴾ ٥ إلى نحو ذلك من الآيات:
3. Bahwa ia harus memiliki ilmu sosiologi manusia dan psikologi; karena ilmu
keduanya membantu mufassir memahami maksud dari sebagian ayat, dan
menafsirkannya secara ilmiah benar, dan mengungkap rahasia sosial dan
psikologis di dalamnya. Pembaca tafsir hari ini menyukai tafsir yang didukung
penelitian psikologis dan sosial.
Bagaimana mufassir yang
mengabaikan qawa'id kedua ilmu benar ini bisa menafsirkan ayat-ayat dan
semisalnya seperti firman Allah: ﴿Dahulu manusia satu umat (dalam urusan
agama), maka Allah mengutus para nabi sebagai pembawa berita gembira dan
pemberi peringatan, dan Dia menurunkan dengan mereka Kitab yang benar untuk
menjadi penentu perbedaan di antara manusia terhadap apa yang mereka
perselisihkan. Hanya orang-orang yang diberi Kitab itu (yang berbeda) sesudah
datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata karena permusuhan di antara
mereka. Maka Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang beriman kepada
kebenaran yang mereka perselisihkan dengannya dengan izin-Nya. Dan Allah
memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki kepada jalan yang lurus﴾,1
dan firman Allah: ﴿Sekiranya Tuhanmu menghendaki, tentulah Dia menjadikan
manusia satu umat (saja), sedang mereka tidaklah berhenti berpecah belah,
kecuali orang-orang yang dikasihani oleh Tuhanmu. Dan untuk itu (supaya
berpecah belah) Dia ciptakan mereka. Dan sudah sempurna firman Tuhanmu,
(yaitu) bahwa Dia akan memenuhi neraka (dengan) jin dan manusia semuanya﴾,2
dan firman Allah: ﴿Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga
mereka yang mengubah keadaan yang ada pada diri mereka﴾,3 dan firman Allah:
﴿Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan (orang-orang Yahudi
dan Nasrani) sebagai pimpinan-pimpinan (yang kamu ikuti). Mereka tidak akan
menahan diri untuk menyakitimu. Mereka sangat menghendaki kemurahanmu. Telah
nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di dada mereka
lebih besar lagi. Sungguh, Kami telah menjelaskan kepadamu ayat-ayat (Kami),
jika kamu memahami﴾,4 dan firman Allah: ﴿Dan sekiranya Kami menghendaki,
niscaya Kami perlihatkan (mukjizat) kepada mereka sehingga engkau mengenal
mereka dengan tanda di wajahnya; dan engkau akan mengenali mereka dari cara
berbicaranya (yang khas). Dan Allah mengetahui perbuatan-perbuatanmu﴾,5 hingga
sejenisnya dari ayat-ayat:
٤- أن يكون على علم بتاريخ الأديان السماوية السابقة، كاليهودية والنصرانية، وما
دخلهما من تحريف وتبديل، حتى يستطيع أن يفسر قوله تعالى: ﴿يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ
عَنْ مَوَاضِعِه﴾ ٦، والمذاهب الدينية غير السماوية: كالبرهمية، والبوذية،
والمزدكية، والمانوية ونحوها، وبذلك يستطيع المفسر أن يصل إلى الحق والصواب حينما
يعرض للآيات التي جادلت أهل الكتاب، ولا سيما النصارى في عقيدتي التثليث والصلب
والفداء، وكيف تأثروا في هاتين العقيدتين بالديانات والنحل القديمة وإلى ذلك أشار
الله تبارك وتعالى في قوله: ﴿وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ
وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ
بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ
اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ﴾ ٧.
فإذا كان من يتعرض لتفسير كتاب الله على علم
بهذه العلوم كلها ما ذكرها الإمام السيوطي وغيره، وما ذكرناه، فقد استأهل أن يفسر
القرآن الكريم، وإلا فليرح نفسه، وليرحنا معه، ولا يخبط في كتاب الله خبط عشواء٨.
4. Bahwa ia harus memiliki ilmu sejarah agama-agama samawi sebelumnya seperti
Yahudi dan Nasrani, dan apa yang masuk ke dalamnya dari tahrif dan tabdil,
hingga bisa menafsirkan firman Allah: ﴿Mereka memutar-mutar kalimat dari
tempat-tempatnya﴾,6 dan mazhab agama non-samawi: Seperti Brahmana, Buddha,
Mazdak, Manawi, dan sejenisnya. Dengan itu mufassir bisa mencapai hak dan
benar ketika menghadapi ayat-ayat yang berdebat dengan Ahl al-Kitab, terutama
Nasrani dalam aqidah tatslis dan shalib dan fidā', dan bagaimana mereka
terpengaruh dalam dua aqidah ini oleh agama dan aliran kuno. Kepada itu Allah
tabaraka wa ta'ala tunjuk dalam firman-Nya: ﴿Dan orang-orang Yahudi menjadikan
Uzair seorang putra Allah, dan orang-orang Nasrani menjadikan Al-Masih seorang
putra Allah. Itu adalah perkataan mereka dengan mulut mereka; mereka meniru
perkataan orang-orang kafir yang sebelum mereka. Allah melaknat mereka.
Bagaimana mereka dipalingkan?﴾.7
Jika siapa yang membahas tafsir
Kitab Allah dengan pengetahuan ilmu-ilmu ini semua yang disebutkan Imam
As-Suyuthi dan lainnya, dan apa yang kami sebutkan, maka layak menafsirkan
Al-Qur'an al-Karim. Kalau tidak, biarlah ia istirahatkan dirinya, dan
istirahatkan kami dengannya, dan jangan khabath dalam Kitab Allah seperti
khabath buta.8
١ البقرة: ٢١٣
٢ هود: ١١٨، ١١٩.
٣ الرعد: ١١.
٤ آل عمران: ١١٩.
٥
محمد: ٣٠
٦ المائدة: ٤١.
٧ التوبة: ٣٠.
٨ هذا الفصل وما يعقبه من
بحوث من الأهمية بمكان، ولا بد من ذكرها قبل المقصود؛ لأنها تعين على معرفة الحق
من الباطل، والإسرائيليات من غيرها، والموضوع من غيره، والمقبول من المردود.
1 Surah Al-Baqarah: 213.
2 Surah Hud: 118,
119.
3 Surah Ar-Ra'd: 11.
4 Surah Ali Imran:
119.
5 Surah Muhammad: 30.
6 Surah
Al-Maidah: 41.
7 Surah At-Taubah: 30.
8 Bab
ini dan apa yang menyusulnya dari penelitian sangat penting, dan wajib
disebutkan sebelum yang dimaksud; karena membantu mengetahui hak dari batil,
Isra'iliyyat dari yang lain, mawdu' dari yang lain, yang diterima dari yang
ditolak.
ما يجوز الخوض في تفسيره وما لا يجوز:
Apa yang Boleh Dibahas dalam Tafsirnya dan Apa yang Tidak Boleh:
من التفسير ما هو ظاهر واضح، يعلمه العالم باللسان العربي، ومنه ما لا يعذر أحد
بجهالته، ومنه ما لا يجوز التكلم فيه إلا للعلماء الراسخين في العلم، ومنه ما لا
يجوز الاشتغال به؛ لأنه مما استأثر الله بعلمه، فلا يخرج منه الباحث بطائل.
وقد
أُثِرت عن الصحابي الجليل حبر القرآن ابن عباس رضي الله عنهما مقالة في هذا
يستحسن أن نذكرها، فقد أخرج ابن جرير وغيره من طرق، عن ابن عباس، قال: «التفسير
أربعة أوجه: وجه تعرفه العرب من كلامها، وتفسير لا يعذر أحد بجهالته وتفسير تعرفه
العلماء، وتفسير لا يعلمه إلا الله تعالى» ثم رواه مرفوعا١ بسند ضعيف، بلفظ:
"أُنزِلَ القرآن على أربعة أحرف أي أوجه: حلال، وحرام لا يعذر أحد بجهالته،
وتفسير العرب وتفسير تفسيره العلماء، ومتشابه لا يعلمه إلا الله تعالى ومن ادعى
علمه سوى الله تعالى فهو كاذب، وفي إسناده محمد بن السائب الكلبي، وهو متَّهم
بالكذب٢ وقد وضح لنا كلمة ابن عباس، وشرحها الإمام الزركشي في البرهان فقال:
هذا
تقسيم صحيح، فأما الذي تعرفه العرب فهو: الذي يُرجَعُ فيه إلى لسانهم، وكذلك:
اللغة والإعراب فعلى المفسر معرفة معانيها، ومسميات أسمائها، ولا يلزم ذلك
القارئ، ثم إن كان ما يتضمنه ألفاظها يوجب العمل دون العلم، كفى فيه خبر الواحد
والاثنين، والاستشهاد بالبيت والبيتين، وإن كان يوجب العلم لم يُكتفَ بذلك، بل لا
بد أن يستفيض ذلك اللفظ، وتكثر شواهده من الشعر، وأما الإعراب: فما كان اختلافه
محيلا للمعنى: وجب على المفسر والقارئ تعلمه؛ ليتوصل المفسر إلى معرفة الحكم،
ويسلم القارئ من اللحن، وإن لم يكن محيلا للمعنى: وجب تعلمه على القارئ؛ ليسلم من
اللحن، ولا يجب على المفسر لوصوله إلى المقصود بدونه٣.
Dari tafsir ada yang zhahir jelas, diketahui oleh ahli bahasa Arab, dan ada
yang tidak ada uzur bagi siapa pun atas kejahilannya, dan ada yang tidak boleh
dibicarakan kecuali oleh ulama yang kokoh dalam ilmu, dan ada yang tidak boleh
dikerjakan; karena Allah istimewakan ilmunya, sehingga peneliti tidak keluar
darinya dengan hasil.
Telah disebutkan dari sahabat agung hibr
Al-Qur'an Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma ucapan dalam ini yang pantas
disebutkan. Ibnu Jarir dan lainnya keluarkan dari jalan-jalan, dari Ibnu
Abbas, ia katakan: "Tafsir empat wajah: Wajah yang dikenal Arab dari
bahasanya, dan tafsir yang tidak ada uzur bagi siapa pun atas kejahilannya,
dan tafsir yang dikenal ulama, dan tafsir yang tidak diketahui kecuali Allah
ta'ala." Kemudian diriwayatkan marfu'1 dengan sanad dhaif, dengan lafaz:
"Al-Qur'an diturunkan atas empat huruf yaitu wajah: Halal, haram tidak ada
uzur bagi siapa pun atas kejahilannya, tafsir Arab, dan tafsir tafsirnya
ulama, dan mutasyabih tidak diketahui kecuali Allah ta'ala, dan siapa yang
mengklaim ilmunya selain Allah ta'ala maka ia pembohong." Dan dalam sanadnya
Muhammad bin As-Sa'ib Al-Kalbi, dan ia dituduh bohong.2 Ibnu Abbas jelaskan
kata-katanya, dan Imam Az-Zarkasyi jelaskan dalam Al-Burhan maka katakan:
Ini
pembagian benar, adapun yang dikenal Arab adalah yang dirujuk kepada bahasa
mereka, dan demikian bahasa dan i'rab maka atas mufassir pengetahuan maknanya,
nama-nama namanya, dan tidak wajib bagi pembaca. Kemudian jika yang terkandung
lafaznya mewajibkan amal tanpa ilmu, cukup berita satu dan dua, dan istisyhad
dengan bait dan dua bait. Jika mewajibkan ilmu tidak cukup dengan itu, tapi
wajib luasnya lafaz itu, dan banyak saksi dari syi'r. Adapun i'rab: Jika
perbedaannya mustahil untuk makna wajib atas mufassir dan pembaca
mempelajarinya; agar mufassir sampai pengetahuan hukum, dan pembaca selamat
dari lahn. Jika tidak mustahil untuk makna: Wajib dipelajari atas pembaca;
agar selamat dari lahn, dan tidak wajib atas mufassir untuk sampai tujuannya
tanpa itu.3
١ المرفوع: ما نسب إلى النبي ﷺ من قول، أو فعل، أو تقرير أو وصف خلقي أو
خلقي.
٢ تفسير ابن كثير والبغوي ج١ ص ١٥ ط المنار.
٣ مثال ذلك قول الله
تعالى: ﴿إِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ﴾ فسواء أعرب لفظ السماء مبتدأ أو جعل فاعلا
لفعل محذوف، فالمعنى لا يختلف لكن الرفع لازم للقارئ، ولو قرأ بالنصب يعتبر
لاحنا.
1 Marfu': Yang dinisbatkan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
dari ucapan, perbuatan, taqrir, atau sifat jasmani atau
ma'nawiyah.
2 Tafsir Ibnu Katsir dan Al-Baghawi jilid 1 hlm.
15 edisi Al-Manar.
3 Contoh itu firman Allah: ﴿Apabila langit
terbelah﴾. Baik lafaz "as-sama'" di-i'rab sebagai mubtada' atau dijadikan
fā'il untuk fi'il muhdzuf, makna tidak berbeda tapi raf' wajib bagi pembaca,
jika dibaca dengan nashb dianggap lāhn.
وأما ما لا يعذر أحد بجهله: فهو ما تتبادر النصوص إلى معرفة معناه من النصوص. المتضمنة شرائع الأحكام، ودلائل التوحيد، وكل لفظ أفاد معنى واحدا جليا يعلم أنه مراد الله تعالى: فهذا التقسيم لا يلتبس تأويله؛ إذ كل أحد يدرك معنى التوحيد من قوله تعالى: ﴿فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ﴾ ١، وأنه لا شريك له في الإلهية، وإن لم يعلم أن «لا» موضوعة في اللغة للنفي و«إلا» للإثبات، وأن مقتضى هذه الكلمة الحصر، ويعلم كل أحد بالضرورة أن مقتضى قوله تعالى: ﴿وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ﴾ ونحوه، طلب إيجاب المأمور به، وإن لم يعلم أن صيغة «افعل» للوجوب فما كان من هذا القسم لا يعذر أحد يدعى الجهل بمعاني ألفاظه؛ لأنها معلومة لكل أحد بالضرورة. وأما ما لا يعلمه إلا الله تعالى: فهو ما يجري مجرى الغيوب، نحو الآي المتضمنة لقيام الساعة، وتفسير الروح، والحروف المقطعة في أوائل السور،٢ وكل متشابه في القرآن عند أهل الحق، فلا مساغ للاجتهاد في تفسيره، ولا طريق إلى ذلك إلا بالتوقيف بنص من القرآن أو الحديث، أو إجماع الأمة، على تأويله.
Adapun yang tidak ada uzur atas kejahilannya: Adalah yang nash-nash datang ke pengetahuan maknanya dari nash. Yang mengandung syariat hukum, dalil tauhid, dan setiap lafaz membawa satu makna jelas yang diketahui maksud Allah ta'ala: Maka pembagian ini tidak ada ta'wil yang membingungkan; karena setiap orang paham makna tauhid dari firman Allah: ﴿Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan selain Allah﴾,1 dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam ketuhanan, meskipun tidak tahu bahwa "lā" ditetapkan dalam bahasa untuk penafian dan "illā" untuk pengesahan, dan mukhtash dari kata ini adalah penahanan, dan setiap orang tahu secara pasti bahwa mukhtash dari firman Allah: ﴿Dan dirikanlah shalat, dan berikanlah zakat﴾ dan sejenisnya, permintaan wajib atas yang diamrkan, meskipun tidak tahu bahwa shighah "if'al" untuk wajib. Maka apa dari qism ini tidak ada uzur bagi siapa pun mengklaim kejahilan makna lafaznya; karena diketahui setiap orang secara pasti. Adapun yang tidak diketahui kecuali Allah ta'ala: Adalah yang berjalan pada majra ghayb, seperti ayat-ayat yang mengandung qiyam as-sa'ah, tafsir ar-ruh, huruf muqaththa' di awal surah,2 dan setiap mutasyabih di Al-Qur'an menurut Ahlul Haqq, maka tidak ada ruang untuk ijtihad dalam tafsirnya, dan tidak ada jalan kecuali tawqifi dengan nash dari Al-Qur'an atau hadis, atau ijma' umat atas ta'wilnya.
وأما ما يعلمه العلماء ويرجع إلى اجتهادهم، فهو: الذي يغلب عليه إطلاق التأويل، وذلك استنباط الأحكام، وبيان المجمل، وتخصيص العموم، وكل لفظ احتمل معنيين فصاعدًا فهو الذي لا يجوز لغير العلماء الاجتهاد فيه، وعليهم اعتماد الشواهد والدلائل دون مجرد الرأي؛ فإن كان أحد المعنيين أظهر، وجب الحمل عليه، إلا أن يقوم دليل على أن المراد هو الخفي، وإن استويا والاستعمال فيهما حقيقة لكن في أحدهما حقيقة لغوية أو عرفية، وفي الآخر شرعية: فالحمل على الشرعية أولى٣؛ إلا إن دل دليل على إرادة الحقيقة اللغوية، كما في قوله: ﴿وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ﴾ ٤ ولو كان في أحدهما حقيقة عرفية، وفي الآخر لغوية، فالحمل على العرفية أولى٥، وإن اتفقا في ذلك أيضا: فإن تنافى اجتماعهما، ولم يمكن إرادتهما باللفظ الواحد، كالقرء للحيض، والطهر، اجتهد في المراد منهما بالأمارات الدالة عليه، فما ظنه فهو مراد الله تعالى في حقه، وإن لم يظهر له شيء: فهل يتخير في الحمل على أيهما شاء. ويأخذ بالأغلظ حكما، أو بالأخف؟ أقوال؛ وإن لم يتنافيا وجب الحمل عليهما عند المحققين، ويكون ذلك أبلغ في الإعجاز، والفصاحة، إلا إن دل دليل على إرادة أحدهما١.
Adapun yang diketahui ulama dan dirujuk kepada ijtihad mereka: Adalah yang dominan ta'wil, yaitu istinbath hukum, penjelasan mujmal, khushush umum, dan setiap lafaz membawa dua makna atau lebih maka itu yang tidak boleh bagi non-ulama ijtihad di dalamnya, dan atas mereka mengandalkan saksi dan dalil bukan pendapat semata; jika salah satu makna lebih zhahir, wajib diarahkan kepadanya, kecuali berdiri dalil bahwa maksud adalah yang tersembunyi. Jika sama dan penggunaan keduanya hakikat tapi pada salah satunya hakikat bahasa atau urfi, dan pada yang lain syar'i: Maka arahkan ke syar'i lebih utama;3 kecuali dalil tunjukkan kehendak hakikat bahasa, seperti dalam firman-Nya: ﴿Dan mohonkanlah (ampunan) untuk mereka, sesungguhnya shalatmu itu adalah ketenangan jiwa bagi mereka﴾.4 Jika pada salah satunya hakikat urfi, dan pada yang lain bahasa, maka arahkan ke urfi lebih utama.5 Jika sama juga: Jika bertentangan pertemuan keduanya, dan tidak mungkin dimaksudkan dengan lafaz satu, seperti qar' untuk haid dan thahar, ijtihad dalam maksud dari keduanya dengan tanda-tanda yang tunjukkannya, apa yang ia kira maka itu maksud Allah atasnya, dan jika tidak muncul baginya sesuatu: Apakah memilih arahkan ke mana yang ia mau. Ambil yang lebih berat hukum, atau yang lebih ringan? Pendapat-pendapat; dan jika tidak bertentangan wajib arahkan keduanya menurut para muhaqqiq, dan itu lebih kuat dalam mukjizat dan kefasihan, kecuali dalil tunjukkan kehendak salah satunya.1.
١ محمد: ١٩.
٢ مثل: الم، والمص، وحم، وطس.
٣ وذلك مثل لفظ الصلاة،
والزكاة؛ فإن الصلاة معناها في اللغة الدعاء، والزكاة معناها النماء والطهارة لكن
لهما معنى شرعي، وهو في الصلاة: الأقوال والأفعال المبتدأة بالتكبير المختتمة
بالتسليم، والزكاة: إخراج جزء من المال بشروطه لفقير وغيره من مصارف الزكاة،
فالكلمتان عند الإطلاق تنصرفان إلى المعنى الشرعي.
٤ أي ادع لهم وهم الذين
يأتون بزكاة أموالهم؛ تطييبا لقلوبهم، وشرحًا لصدورهم.
٥ وذلك مثل لفظ
المسجد، فإن معنى لغويا وهو مكان السجود، ومعنى عرفيا وهو المكان المعد للعبادة؛
فلفظ مسجد ينصرف عند الإطلاق إلى الحقيقة العرفية.
1 Surah Muhammad: 19.
2 Seperti: Alif Lam Mim, wa al-magh, ha
mim, tha sin.
3 Dan itu seperti lafaz shalat dan zakat;
karena shalat maknanya dalam bahasa doa, dan zakat maknanya pertumbuhan dan
pembersihan, tapi keduanya memiliki makna syar'i, dan shalat: Ucapan dan
perbuatan dimulai dengan takbir diakhiri salam, zakat: Pengeluaran bagian dari
harta dengan syaratnya untuk fakir dan lainnya dari masarif zakat. Kedua kata
ketika mutlaq mengarah ke makna syar'i.
4 Yaitu mohonkan
untuk mereka dan mereka yang datang dengan zakat harta mereka; untuk
menyejukkan hati mereka dan melapangkan dada mereka.
5 Dan
itu seperti lafaz masjid, karena makna bahasa adalah tempat sujud, dan makna
urfi adalah tempat yang disediakan untuk ibadah; maka lafaz masjid ketika
mutlaq mengarah ke hakikat urfi.
وقال ابن النقيب: اعلم أن علوم القرآن ثلاثة أقسام:
Ibnu An-Naqib berkata: Ketahuilah bahwa ilmu-ilmu Al-Qur'an tiga qism (bagian):
«الأول»: علم لم يُطلِع الله عليه أحدا من خلقه، وهو ما استأثر به من علوم أسرار كتابه من معرفة كنه ذاته، وغيوبه التي لا يعلمها إلا هو، وهذا لا يجوز لأحد الكلام فيه بوجه من الوجوه إجماعا.
"Pertama": Ilmu yang Allah tidak beri tahu kepada siapa pun dari makhluk-Nya, dan ia apa yang Dia istimewakan dari ilmu rahasia kitab-Nya dari pengetahuan hakikat dzat-Nya, dan ghayub-Nya yang tidak diketahui kecuali Dia, dan ini tidak boleh bagi siapa pun bicara di dalamnya dengan cara apa pun secara ijma'.
«الثاني»: ما أطْلَعَ الله عليه نبيه من أسرار الكتاب، واختصه به وهذا لا يجوز الكلام فيه إلا له ﷺ، أو لمن أذن له، وأوائل السور من هذا القسم، وقيل: من القسم الأول.
"Kedua": Apa yang Allah beri tahu nabi-Nya dari rahasia kitab, dan khushushkannya dengannya, dan ini tidak boleh bicara di dalamnya kecuali baginya shallallahu 'alaihi wa sallam, atau bagi yang diizinkan baginya. Awal surah dari qism ini, dikatakan dari qism pertama.
«الثالث»: علوم علمها الله نبيه، مما أودع في كتابه من المعاني الجلية والخفية، وأمر بتعليمها، وهذا ينقسم إلى قسمين:
١ منه ما لا يجوز الكلام فيه إلا بطريق السمع، وهو أسباب النزول، والناسخ والمنسوخ والقراءات واللغات، وقصص الأمم الماضية وأخبار ما هو كائن من الحوادث، وأمور الحشر، والمعاد.
٢ ومنه ما
يؤخذ بطريق النظر، والاستدلال، والاستخراج من الألفاظ وهو قسمان:
"Ketiga": Ilmu yang Allah ajarkan pada nabi-Nya, dari makna jelas dan
tersembunyi yang disimpan dalam kitab-Nya, dan diperintahkan diajarkannya, dan
ini terbagi dua qism:
1. Dari yang tidak boleh bicara di dalamnya
kecuali dengan jalan sama', yaitu sebab turun, nasikh mansukh, qira'at, bahasa,
qishash umat terdahulu dan akhbar apa yang akan terjadi dari kejadian, urusan
hisab dan ma'ad.
2. Dan dari yang diambil dengan jalan nazhar,
istidlal, istikhrāj dari lafaz yaitu dua qism (bagian):
١ قسم اختلفوا في جوازه وهو تأويل الآيات المتشابهة في الصفات٢.
٢- وقسم اتفقوا عليه وهو: استنباط الأحكام الأصلية والفرعية والإعرابية١ لأن مبناها على الأقيسة، وكذلك فنون البلاغة، وضروب المواعظ والحكم والإشارات لا يمتنع٢ استنباطها منه، واستخراجها لمن له أهلية.
1. Satu bagian yang berbeda
tentang kebolehannya yaitu ta'wil ayat-ayat mutasyabih dalam shifat.2
2. Satu bagian yang lain yang disepakati yaitu istinbath hukum ushul dan furu' dan i'rabiyah1
karena dasarnya pada qiyas, dan demikian pula cabang-cabang balaghah, jenis
nasihat dan hikmah dan isyarat tidak dilarang istinbathnya darinya dan
pengeluarannya bagi yang layak.
١ الإتقان ج ٢، ص ١٨٢.
٢ الآيات المتشابهة مثل: «الرحمن على العرش استوى»،
«وجاء ربك»، «ويبقى وجه ربك»، «يد الله فوق أيديهم». والعلماء في هذا على فريقين:
السلف وهؤلاء يؤمنون بالآيات المتشابهة كما وردت من غير تأويل ولا تشبيه، ولا
تكييف مع اعتقاد تنزيه الله عن ظواهرها المعروفة لنا، والخلف: هؤلاء أولوا هذه
الآيات على حسب المعروف من اللغة، وقواعد الشرع، والعقل، والأول هو الذي كان عليه
النبي ﷺ والصحابة، والتابعون والسلف. وقد قالوا: إن مذهب السلف أحكم، ومذهب الخلف
أسلم، فلنكن على ما كان عليه السلف رضوان الله عليهم.
1 Al-Itqan jilid 2 hlm. 182.
2 Ayat-ayat mutasyabih seperti: "Ar-Rahman 'ala al-'arsy istawa", "wa ja'a rabbuka", "wa yabqa wajhu rabbika", "yadullah fawqa aidihim". Ulama dalam ini dua kelompok: Salaf dan ini beriman dengan ayat mutasyabih seperti yang datang tanpa ta'wil dan tidak tasybih, tidak takyif dengan keyakinan tenzih Allah dari zhahirnya yang dikenal kami. Khalaf: Ini menafsirkan ayat-ayat ini menurut yang dikenal dari bahasa, qawa'id syar', akal. Yang pertama adalah yang atas Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan sahabat, tabi'in, salaf. Mereka katakan: Mazhab salaf lebih kuat, mazhab khalaf lebih aman. Maka mari kita atas apa yang atas salaf radhiyallahu 'anhum.
وروي عن الإمام الشافعي رضي الله تعالى عنه أنه قال: لا يحل تفسير المتشابه إلا بسنة عن رسول الله ﷺ أو خبر عن أحد من أصحابه، أو إجماع العلماء، ومن هذه النصوص الجيدة التي تدل على العمق في البحث، والأصالة في الرأي، والدقة في التفكير نعلم أن من القرآن ما لا يجوز الخوض فيه قط، وأن منه ما الأولى عدم الخوض فيه؛ لأنه لا يؤدي إلى أمر تَرْكَن إليه النفس، ويطمئن إليه القلب، وأن هذا وذاك لم يرد فيه عن المعصوم ﷺ روايات صحيحة ثابتة، وإنما الكثرة الكاثرة منها روايات ضعيفة أو واهية أو مكذوبة مختلقة.٣.
Diriwayatkan dari Imam Asy-Syafi'i radhiyallahu ta'ala 'anhu bahwa ia katakan: Tidak halal tafsir mutasyabih kecuali dengan sunnah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam atau berita dari salah seorang sahabatnya, atau ijma' ulama. Dari nash-nash baik ini yang tunjukkan kedalaman penelitian, keaslian pendapat, ketepatan pemikiran kami ketahui bahwa dari Al-Qur'an ada yang tidak boleh dibahas sama sekali, dan ada yang lebih utama tidak dibahas; karena tidak membawa ke sesuatu yang jiwa condong kepadanya dan hati tenang kepadanya. Dan ini dan itu tidak ada riwayat shahih thabit dari Al-Ma'thum shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagian besarnya riwayat dhaif atau lemah atau dipalsukan dibuat-buat.3.
وما ورد فيهما عن الصحابة والتابعين فمعظمه لم يصح عنهم؛ لأنهم ما كانوا يخوضون في مثل هذا والكثير منه من قبيل الإسرائيليات والأخبار الباطلة التي تلقوها عن أهل الكتاب الذين أسلموا، واتخذت في ظاهر الأمر شكل الرواية الإسلامية، وما هي منها في شيء.
Dan apa yang datang darinya dari sahabat dan tabi'in sebagian besar tidak shahih daripadanya; karena mereka tidak membahas seperti ini, dan sebagian besar dari Isra'iliyyat dan akhbar batil yang diambil dari Ahl al-Kitab yang masuk Islam, dan diambil dalam zhahir sebagai riwayat Islam, padahal bukan darinya sedikit pun.
١ أي استنباط وأخذ القواعد النحوية؛ فإن القرآن الكريم هو أوثق المصادر التي
يعتمد عليها في إثبات اللغة، وقواعد النحو.
٢ التعبير بـ «لا يمتنع» غير
دقيق؛ فإن القرآن هو أصل الفصاحة والبلاغة، والبيان المعجز، وهو المصدر الأول
الذي تعرفه منه فنون البلاغة، والفصاحة، والأساليب الفحلة الجزلة: ﴿نزل به الروح
الأمين، على قلبك لتكون من المنذرين، بلسان عربي مبين﴾ .
٣ الإتقان ج ٢، ص
١٨٢، ١٨٣.
1 Yaitu istinbath dan pengambilan qawa'id nahwiyah; karena Al-Qur'an al-Karim adalah sumber paling terpercaya yang diandalkan dalam pembuktian bahasa dan qawa'id nahwu.
2 Ungkapan "tidak dilarang" tidak tepat; karena Al-Qur'an adalah asal kefasihan dan kebalaghahan, bayan mukjizat, sumber pertama yang dikenali darinya cabang-cabang balaghah, kefasihan, gaya-gaya unggul yang teguh: ﴿Turunkan kepadanya Ar-Ruh Al-Amin, atas hatimu agar engkau menjadi dari pemberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas﴾.
3 Al-Itqan jilid 2 hlm. 182, 183.
-- alkhoirot.net --
