Hukum Jabat Tangan atau Salaman Pria Wanita Bukan Muhrim Mahram
Hukum Jabat Tangan atau Salaman antara pria wanita Bukan Muhrim Perempuan dalam konteks hubungannya dengan laki-laki ada dua macam yaitu wanita mahram (secara salah kaprah disebut muhrim)
Hukum Jabat Tangan atau Salaman antara pria wanita Bukan Muhrim
Perempuan dalam konteks hubungannya dengan laki-laki ada dua macam yaitu wanita mahram (secara salah kaprah disebut muhrim) yang memiliki hubungan sangat dekat atau perempuan non-mahram (Arab, ajnabiyah). Wanita bukan mahram ada tiga macam: dewasa, anak kecil dan usia lanjut. Dalam syariah Islam, berjabatan tangan (bahasa Arab, musafahah; Jawa, salaman) antara lelaki dan perempuan yang bukan mahram hukumnya haram (dilarang). Kecuali apabila wanita non-mahram tersebut sudah tua atau masih anak-anak. Sedangkan bersalaman atau bersentuhan dengan wanita yang mahram hukumnya boleh.
Keterangan gambar: Raja Salman bersalaman dengan Puan Maharani di Istana Merdeka 2 Maret 2017
TOPIK SYARIAH ISLAM
I. HUKUM JABAT TANGAN DENGAN PEREMPUAN MAHRAM
Berjabatan tangan/bersalaman, bersentuhan dengan perempuan yang mahram hukumnya boleh. Berdasarkan sebuah hadits riwayat Abu Daud dan Tirmidzi, bahwa Nabi Muhammad pernah mencium putrinya Fatimah dan Fatimah juga pernah mencium Nabi apabila Nabi datang ke rumahnya.[1] Hadits ini menjadi dalil ulama untuk menetapkan bolehnya berjabatan tangan antara pria dengan wanita mahram. Karena, kalau bersentuhan boleh, maka bersalaman juga boleh karena jatabtangan menjadi bagian dari bersentuhan.
Hal lain yang boleh dilakukan antara pria dan perempuan yang mahram adalah memandang anggota tubuh wanita selain antara pusar dan lutut, bepergian bersama, dan khalwat (berduaan dalam kamar tertutup).
II. HUKUM JABAT TANGAN DENGAN WANITA BUKAN MAHRAM
Wanita yang bukan mahram ada dua macam. Perempuan tua dan perempuan muda. Kedunya memiliki konsekuensi hukum yang berbeda dalam berjabatan tangan.
II.A. HUKUM JABAT TANGAN DENGAN WANITA TUA BUKAN MAHRAM
Bersalaman dengan wanita tua renta hukumnya boleh dengan syarat (a) perempuan itu sudah tidak menarik dan tidak tertarik lawan jenis; (b) kedua belah pihak terbebas syahwat (nafsu). Berjabat tangan dengan anak (gadis) kecil hukumnya sama dengan perempuan tua. Abu Bakar--khalifah pertama--biasa bersalaman dengan perempuan tua.
Namun, menurut madzhab Syafi'i, hukumnya tetap haram. ٍ
II.B. HUKUM JABAT TANGAN DENGAN WANITA MUDA BUKAN MAHRAM
Bersalaman dengan perempuan non-mahram yang masih muda haram secara mutlak dan disepakati oleh madzhab yang empat (Syafi'i, Maliki, Hanafi, Hanbali).
Menurut madzhab Hanbali:
Haram berjabatan tangan dengan wanita bukan mahram yang masih muda, walaupun memakai kain penghalang (ha'il). Berdasarkan sebuh hadits sahih riwayat Tabrani dan Baihaqi Nabi bersabda: "Memasukkan tangan ke besi yang panas itu lebih baik daripada menyentuh perempuan yang tidak halal (bukan mahram atau istri)"[2] Bersalaman merupakan bagian dari bersentuhan.
Sebuah hadits dari Aisyah menyatakan bahwa telapak tangan Nabi tidak pernah menyentuh tangan perempuan lain sama sekali. Nabi berkata pada para perempuan apabila hendak membaiat mereka, "Aku akan membaiat kalian dengan kata-kata."[3]
Menurut Madzhab Syafi'i:
Imam Nawawi berkata: perempuan yang haram dilihat, maka haram disentuh. Boleh memandang perempuan hanya apabila hendak melamarnya. Tapi tetap tidak boleh menyentuhnya.[4]
Nabi tidak pernah menyentuh tangan wanita saat membaiat
Ada hadits riwayat Ummu Athiyah yang terkesan seakan-akan Nabi pernah memegang tangan perempuan saat membaiat mereka. Anggapan itu tidak betul. Hadits riwayat Ummu Athiyah tersebut menceritakan bahwa Nabi mengutus Umar bin Khatab membaiat sekelompok perempuan Anshar. Umar kemudian membaiat mereka dari luar pintu atau luar rumah sedang perempuan itu berada dalam rumah.[5] Di situ tidak disebut secara jelas apakah tangan Umar menyentuh atau tidak. Di samping itu, Ibnu Hajar pensyarah Sahih Bukhari menyatakan bahwa kesaksian Ummu Athiyah tersebut tertolak dengan hadits Aisyah.[6]
Sebagian ulama menafsiri hadits Ummu Athiyah itu dengan sahnya baiat dengan bersalaman yang memakai penghalang.
III. PENDAPAT YUSUF QARDHAWI SEPUTAR JABAT TANGAN DENGAN WANITA BUKAN MAHRAM
Dr. Yusuf Qaradawi mempunyai pandangan yang agak berbeda dalam soal jabat tangan dengan perempuan bukan mahram. Menurut Qardhawi, hukum bersalaman dengan perempuan non-mahram adalah makruh alias tidak haram dengan syarat:
(a) tidak ada syahwat;
(b) aman dari atau tidak ada fitnah. Apabila dikuatirkan terjadi fitnah dari salah satu pihak atau bangkitnya syahwat, maka hukumnya haram. Bahkan, bersalaman dengan perelpuan mahram pun, kalau membangkitkan syahwat, hukumnya haram. Seperti bersalaman dengan ibu mertua, bibi, istri ayah, dan lain-lain yang termasuk dari perempuan mahram.
(c) Hendaknya bersalaman dengan singkat.[7]
Yusuf Qardhawi membahas aspek hukum secara mendalam sebelum sampai pada kesimpulan di atas. Termasuk dalam menganalisa dasar-dasar dari Quran dan hadits yang sebagian dikutip di catatan kaki di bawah.[8]
IV. HUKUM JABAT TANGAN DENGAN WANITA BUKAN MAHRAM MENURUT MADZHAB 4 (EMPAT)
Berikut pendapat para ulama 4 (empat) madzhab atau madzahib al-arba'ah seputar hukum berjabatan tangan atau salaman antara laki-laki dan wanita bukan mahram (muhrim)
1. Madzhab Hanafi berdasarkan pendapat Ibnu Najim yang mengatakan bahwa tidak boleh menyentuh wajah dan telapak tangan perempuan walaupun aman dari syahwat karena adanya keharaman dan tidak adanya darurat (keperluan mendesak) (Al Bahr Ar-Raiq VIII/219).
ูุงู ุงุจู ูุฌูู :
ููุง ูุฌูุฒ ูู ุฃู ูู ุณ ูุฌููุง ููุง ูููุง ูุฅู ุฃู ู ุงูุดููุฉ ููุฌูุฏ ุงูู ุญุฑู ููุงูุนุฏุงู ุงูุถุฑูุฑุฉ .
" ุงูุจุญุฑ ุงูุฑุงุฆู " ( 8 / 219 )
Artinya: Laki-laki tidak boleh menyentuh wajah dan telapak tangan wanita walaupun aman dari syahwat karena itu diharamkan dan tidak adanya hal yang mendesak (darurat)
2. Madzhab Maliki. Muhammad bin Ahmad berkata tidak boleh menyentuh wajah dan telapak tangan perempuan bukan mahram tanpa (kain) penghalang (Minah al-Jalil ala Syarh Mukhtasar Khalil I/223).
ูุงู ู ุญู ุฏ ุจู ุฃุญู ุฏ ( ุนููุด ) :
ููุง ูุฌูุฒ ููุฃุฌูุจู ูู ุณ ูุฌู ุงูุฃุฌูุจูุฉ ููุง ููููุง ، ููุง ูุฌูุฒ ููู ุง ูุถุน ููู ุนูู ูููุง ุจูุง ุญุงุฆู ، ูุงูุช ุนุงุฆุดุฉ ุฑุถู ุงููู ุชุนุงูู ุนููุง " ู ุง ุจุงูุน ุงููุจู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู ุงู ุฑุฃุฉ ุจุตูุญุฉ ุงููุฏ ูุท ุฅูู ุง ูุงูุช ู ุจุงูุนุชู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู ุงููุณุงุก ุจุงูููุงู " ، ููู ุฑูุงูุฉ " ู ุง ู ุณุช ูุฏู ูุฏ ุงู ุฑุฃุฉ ูุฅูู ุง ูุงู ูุจุงูุนูู ุจุงูููุงู " .
3. Madzhab Syafi'i. Menurut Imam Nawawi hukumnya haram berjabat tangan dengan wanita bukan mahram (Al-Majmuk IV/515). Imam Waliuddin Al-Iraqi mengatakan bahwa Nabi tidak pernah menyentuh perempuan yang selain istri-istrinya baik saat membaiat atau situasi lain. Apabila Nabi yang sudah terpelihara dari berbagai macam keraguan tidak melakukannya, maka yang lain semestinya lebih dari itu (tidak melakukan jabat tangan) (Tarhut Tatsrib VII/45-46).
ููุงู ููู ุงูุฏูู ุงูุนุฑุงูู :
ูููู : ุฃูู ุนููู ุงูุตูุงุฉ ูุงูุณูุงู ูู ุชู ุณ ูุฏู ูุท ูุฏ ุงู ุฑุฃุฉ ุบูุฑ ุฒูุฌุงุชู ูู ุง ู ููุช ูู ููู ، ูุง ูู ู ุจุงูุนุฉ ، ููุง ูู ุบูุฑูุง ، ูุฅุฐุง ูู ููุนู ูู ุฐูู ู ุน ุนุตู ุชู ูุงูุชูุงุก ุงูุฑูุจุฉ ูู ุญูู : ูุบูุฑู ุฃููู ุจุฐูู ، ูุงูุธุงูุฑ ุฃูู ูุงู ูู ุชูุน ู ู ุฐูู ูุชุญุฑูู ู ุนููู ؛ ูุฅูู ูู ُูุนุฏَّ ุฌูุงุฒู ู ู ุฎุตุงุฆุตู ، ููุฏ ูุงู ุงููููุงุก ู ู ุฃุตุญุงุจูุง ูุบูุฑูู : ุฅูู ูุญุฑู ู ุณ ุงูุฃุฌูุจูุฉ ููู ูู ุบูุฑ ุนูุฑุชูุง ูุงููุฌู ، ูุฅู ุงุฎุชูููุง ูู ุฌูุงุฒ ุงููุธุฑ ุญูุซ ูุง ุดููุฉ ููุง ุฎูู ูุชูุฉ، ูุชุญุฑูู ุงูู ุณ ุขูุฏ ู ู ุชุญุฑูู ุงููุธุฑ ، ูู ุญู ุงูุชุญุฑูู ู ุง ุฅุฐุง ูู ุชุฏุน ูุฐูู ุถุฑูุฑุฉ ูุฅู ูุงู ุถุฑูุฑุฉ ูุชุทุจูุจ ููุตุฏ ูุญุฌุงู ุฉ ูููุน ุถุฑุณ ููุญู ุนูู ููุญููุง ู ู ุง ูุง ููุฌุฏ ุงู ุฑุฃุฉ ุชูุนูู ุฌุงุฒ ููุฑุฌู ุงูุฃุฌูุจู ูุนูู ููุถุฑูุฑุฉ .
4. Mdzhab Hanbali. Hukumnya haram berjabat tangan (Al-Adab Asy-Syar'iyyah II/257).
ููุงู ุงุจู ู ููุญ :
ูุณุฆู ุฃุจู ุนุจุฏ ุงููู – ุฃู ุงูุฅู ุงู ุฃุญู ุฏ – ุนู ุงูุฑุฌู ูุตุงูุญ ุงูู ุฑุฃุฉ ูุงู : ูุง ูุดุฏุฏ ููู ุฌุฏุงً ، ููุช : ููุตุงูุญูุง ุจุซูุจู ؟ ูุงู : ูุง ...
ูุงูุชุญุฑูู ุงุฎุชูุงุฑ ุงูุดูุฎ ุชูู ุงูุฏูู ، ูุนูู ุจุฃู ุงูู ูุงู ุณุฉ ุฃุจูุบ ู ู ุงููุธุฑ )
Pandangan Madzhab Empat soal ini dapat juga dilihat di sini.
CATATAN DAN RUJUKAN
[1] ุฃู ุงููุจู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู ูุงู ููุจู ูุงุทู ุฉ ุฑุถู ุงููู ุนููุง ูุชูุจูู ุฅุฐุง ุฏุฎู ุนูููุง
[2] ูุฃู ูุทุนู ูู ุฑุฃุณ ุฃุญุฏูู ุจู ุฎูุท ู ู ุญุฏูุฏ ุฎูุฑ ูู ู ู ุฃู ูู ุณ ุงู ุฑุฃุฉ ูุง ุชุญู ูู
[3] ูุงููู ู ุง ุฃุฎุฐ ุฑุณูู ุงููู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู ุงููุณุงุก ูุท ุฅูุง ุจู ุง ุฃู ุฑู ุงููู ุชุนุงูู، ูู ุง ู ุณุช ูู ุฑุณูู ุงููู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู ูู ุงู ุฑุฃุฉ ูุท، ููุงู ูููู ููู ุฅุฐุง ุฃุฎุฐ ุนูููู ุงูุจูุนุฉ: ูุฏ ุจุงูุนุชูู ููุงู ุง
Dalam hadits serupa di Sahih Muslim hadits no. 3470 Aisyah berkata: ุฃََُّูู ُูุจَุงِูุนَُُّูู ุจِุงَْูููุงู ِ .. َูู َุง ู َุณَّุชْ َُّูู ุฑَุณُِูู ุงَِّููู ุตََّูู ุงَُّููู ุนََِْููู َูุณََّูู َ ََّูู ุงู ْุฑَุฃَุฉٍ َูุทُّ
Dalam Sahih Bukhari hadits no. 6674 Aisyah berkata bahwa Nabi tidak pernah menyentuh tangan perempuan selain istrinya: ู َุง ู َุณَّุชْ َูุฏُ ุฑَุณُِูู ุงَِّููู ุตََّูู ุงَُّููู ุนََِْููู َูุณََّูู َ َูุฏَ ุงู ْุฑَุฃَุฉٍ ุฅِูุง ุงู ْุฑَุฃَุฉً َูู َُِْูููุง
[4] ูุงู ุงููููู ุฑุญู ู ุงููู : ููุฏ ูุงู ุฃุตุญุงุจูุง: ูู ู ู ุญุฑู ุงููุธุฑ ุฅููู ุญุฑู ู ุณู، ุจู ุงูู ุณ ุฃุดุฏ، ูุฅูู ูุญู ุงููุธุฑ ุฅูู ุงูุฃุฌูุจูุฉ ุฅุฐุง ุฃุฑุงุฏ ุฃู ูุชุฒูุฌูุง، ููุง ูุฌูุฒ ู ุณูุง
[5] Teks hadits sebagai berikut: ุนู ุฃู ุนุทูุฉ ูุงูุช: ูู ุง ูุฏู ุฑุณูู ุงููู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู ุฌู ุน ูุณุงุก ุงูุฃูุตุงุฑ ูู ุจูุช، ุซู ุฃุฑุณู
ุฅูููุง ุนู ุฑ ุจู ุงูุฎุทุงุจ ู ุฑุถู ุงููู ุนูู ู ููุงู ุนูู ุงูุจุงุจ ูุณّูู ุนูููุง ูุฑุฏุฏู ุฃู ูุฑุฏุฏูุง ุนููู ุงูุณูุงู ، ุซู ูุงู: ุฃูุง ุฑุณُูู ุฑุณِูู ุงููู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู ุฅูููู، ูุงูุช: ููููุง: ู ุฑุญุจุงً ุจุฑุณูู ุงููู، ูุจุฑุณِูู ุฑุณِูู ุงููู، ููุงู: ุชุจุงูุนู ุนูู ุฃู ูุง ุชุดุฑูู ุจุงููู ุดูุฆุงً ููุง ุชุณุฑูู ููุง ุชุฒููู، ูุงูุช: ููููุง: ูุนู ، ูุงูุช: (ูู ุฏّ ูุฏู ู ู ุฎุงุฑุฌ ุงูุจุงุจ ุฃู ุงูุจูุช، ูู ุฏุฏูุง ุฃูุฏููุง ู ู ุฏุงุฎู ุงูุจูุช، ุซู ูุงู: ุงูููู ุงุดูุฏ
[6] Fathul Bari VIII/4888.
[7] Yusuf Al Qaradawi, Fatawa Mu'ashirah, hlm. 291-302.
[8] Yang terpenting antara lain sebagai berikut:
ูุงูุฐู ูุทู ุฆู ุฅููู ุงูููุจ ู ู ูุฐู ุงูุฑูุงูุงุช ุฃู ู ุฌุฑุฏ ุงูู ูุงู ุณุฉ ููุณ ุญุฑุงู ًุง..ูุฅุฐุง ูุฌุฏุช ุฃุณุจุงุจ ุงูุฎูุทุฉ ูู ุง ูุงู ุจูู ุงููุจู ((ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู )) ูุฃู ุญุฑุงู ูุฃู ุณููู ، ูุฃู ูุช ุงููุชูุฉ ู ู ุงูุฌุงูุจูู، ููุง ุจุฃุณ ุจุงูู ุตุงูุญุฉ ุนูุฏ ุงูุญุงุฌุฉ ูู ุซู ุงููุงุฏู ู ู ุณูุฑ، ูุงููุฑูุจ ุฅุฐุง ุฒุงุฑ ูุฑูุจุฉ ูู ุฃู ุฒุงุฑุชู، ู ู ุบูุฑ ู ุญุงุฑู ู، ูุงุจูุฉ ุงูุฎุงู، ุฃู ุงุจูุฉ ุงูุฎุงูุฉ، ุฃู ุงุจูุฉ ุงูุนู ، ุฃู ุงุจูุฉ ุงูุนู ุฉ، ุฃู ุงู ุฑุฃุฉ ุงูุนู ، ุฃู ุงู ุฑุฃุฉ ุงูุฎุงู ุฃู ูุญู ุฐูู، ูุฎุตูุตًุง ุฅุฐุง ูุงู ุงูููุงุก ุจุนุฏ ุทูู ุบูุงุจ.
Lihat, Qardhawi, ibid, atau link ini: Fatwa Qardhawi tentang Salaman Bukan Muhrim
Perempuan dalam konteks hubungannya dengan laki-laki ada dua macam yaitu wanita mahram (secara salah kaprah disebut muhrim) yang memiliki hubungan sangat dekat atau perempuan non-mahram (Arab, ajnabiyah). Wanita bukan mahram ada tiga macam: dewasa, anak kecil dan usia lanjut. Dalam syariah Islam, berjabatan tangan (bahasa Arab, musafahah; Jawa, salaman) antara lelaki dan perempuan yang bukan mahram hukumnya haram (dilarang). Kecuali apabila wanita non-mahram tersebut sudah tua atau masih anak-anak. Sedangkan bersalaman atau bersentuhan dengan wanita yang mahram hukumnya boleh.
Keterangan gambar: Raja Salman bersalaman dengan Puan Maharani di Istana Merdeka 2 Maret 2017
TOPIK SYARIAH ISLAM
- Hukum Salaman dengan Perempuan Mahram (Muhrim)
- Hukum Jabat Tangan dengan Wanita Bukan Mahram
- Hukum Jabatan Tangan dengan Wanita Tua Anak Kecil Bukan Mahram
- Hukum Jabatan Tangan dengan Wanita Muda Bukan Mahram
- Pendapat Yusuf Qardhawi seputar Jabat Tangan dengan Wanita
- Hukum Jabat Tangan dengan Wanita Bukan Muhrim Menurut 4 (Empat) Madzhab
- CARA KONSULTASI SYARIAH ISLAM
I. HUKUM JABAT TANGAN DENGAN PEREMPUAN MAHRAM
Berjabatan tangan/bersalaman, bersentuhan dengan perempuan yang mahram hukumnya boleh. Berdasarkan sebuah hadits riwayat Abu Daud dan Tirmidzi, bahwa Nabi Muhammad pernah mencium putrinya Fatimah dan Fatimah juga pernah mencium Nabi apabila Nabi datang ke rumahnya.[1] Hadits ini menjadi dalil ulama untuk menetapkan bolehnya berjabatan tangan antara pria dengan wanita mahram. Karena, kalau bersentuhan boleh, maka bersalaman juga boleh karena jatabtangan menjadi bagian dari bersentuhan.
Hal lain yang boleh dilakukan antara pria dan perempuan yang mahram adalah memandang anggota tubuh wanita selain antara pusar dan lutut, bepergian bersama, dan khalwat (berduaan dalam kamar tertutup).
II. HUKUM JABAT TANGAN DENGAN WANITA BUKAN MAHRAM
Wanita yang bukan mahram ada dua macam. Perempuan tua dan perempuan muda. Kedunya memiliki konsekuensi hukum yang berbeda dalam berjabatan tangan.
II.A. HUKUM JABAT TANGAN DENGAN WANITA TUA BUKAN MAHRAM
Bersalaman dengan wanita tua renta hukumnya boleh dengan syarat (a) perempuan itu sudah tidak menarik dan tidak tertarik lawan jenis; (b) kedua belah pihak terbebas syahwat (nafsu). Berjabat tangan dengan anak (gadis) kecil hukumnya sama dengan perempuan tua. Abu Bakar--khalifah pertama--biasa bersalaman dengan perempuan tua.
Namun, menurut madzhab Syafi'i, hukumnya tetap haram. ٍ
II.B. HUKUM JABAT TANGAN DENGAN WANITA MUDA BUKAN MAHRAM
Bersalaman dengan perempuan non-mahram yang masih muda haram secara mutlak dan disepakati oleh madzhab yang empat (Syafi'i, Maliki, Hanafi, Hanbali).
Menurut madzhab Hanbali:
Haram berjabatan tangan dengan wanita bukan mahram yang masih muda, walaupun memakai kain penghalang (ha'il). Berdasarkan sebuh hadits sahih riwayat Tabrani dan Baihaqi Nabi bersabda: "Memasukkan tangan ke besi yang panas itu lebih baik daripada menyentuh perempuan yang tidak halal (bukan mahram atau istri)"[2] Bersalaman merupakan bagian dari bersentuhan.
Sebuah hadits dari Aisyah menyatakan bahwa telapak tangan Nabi tidak pernah menyentuh tangan perempuan lain sama sekali. Nabi berkata pada para perempuan apabila hendak membaiat mereka, "Aku akan membaiat kalian dengan kata-kata."[3]
Menurut Madzhab Syafi'i:
Imam Nawawi berkata: perempuan yang haram dilihat, maka haram disentuh. Boleh memandang perempuan hanya apabila hendak melamarnya. Tapi tetap tidak boleh menyentuhnya.[4]
Nabi tidak pernah menyentuh tangan wanita saat membaiat
Ada hadits riwayat Ummu Athiyah yang terkesan seakan-akan Nabi pernah memegang tangan perempuan saat membaiat mereka. Anggapan itu tidak betul. Hadits riwayat Ummu Athiyah tersebut menceritakan bahwa Nabi mengutus Umar bin Khatab membaiat sekelompok perempuan Anshar. Umar kemudian membaiat mereka dari luar pintu atau luar rumah sedang perempuan itu berada dalam rumah.[5] Di situ tidak disebut secara jelas apakah tangan Umar menyentuh atau tidak. Di samping itu, Ibnu Hajar pensyarah Sahih Bukhari menyatakan bahwa kesaksian Ummu Athiyah tersebut tertolak dengan hadits Aisyah.[6]
Sebagian ulama menafsiri hadits Ummu Athiyah itu dengan sahnya baiat dengan bersalaman yang memakai penghalang.
III. PENDAPAT YUSUF QARDHAWI SEPUTAR JABAT TANGAN DENGAN WANITA BUKAN MAHRAM
Dr. Yusuf Qaradawi mempunyai pandangan yang agak berbeda dalam soal jabat tangan dengan perempuan bukan mahram. Menurut Qardhawi, hukum bersalaman dengan perempuan non-mahram adalah makruh alias tidak haram dengan syarat:
(a) tidak ada syahwat;
(b) aman dari atau tidak ada fitnah. Apabila dikuatirkan terjadi fitnah dari salah satu pihak atau bangkitnya syahwat, maka hukumnya haram. Bahkan, bersalaman dengan perelpuan mahram pun, kalau membangkitkan syahwat, hukumnya haram. Seperti bersalaman dengan ibu mertua, bibi, istri ayah, dan lain-lain yang termasuk dari perempuan mahram.
(c) Hendaknya bersalaman dengan singkat.[7]
Yusuf Qardhawi membahas aspek hukum secara mendalam sebelum sampai pada kesimpulan di atas. Termasuk dalam menganalisa dasar-dasar dari Quran dan hadits yang sebagian dikutip di catatan kaki di bawah.[8]
IV. HUKUM JABAT TANGAN DENGAN WANITA BUKAN MAHRAM MENURUT MADZHAB 4 (EMPAT)
Berikut pendapat para ulama 4 (empat) madzhab atau madzahib al-arba'ah seputar hukum berjabatan tangan atau salaman antara laki-laki dan wanita bukan mahram (muhrim)
1. Madzhab Hanafi berdasarkan pendapat Ibnu Najim yang mengatakan bahwa tidak boleh menyentuh wajah dan telapak tangan perempuan walaupun aman dari syahwat karena adanya keharaman dan tidak adanya darurat (keperluan mendesak) (Al Bahr Ar-Raiq VIII/219).
ูุงู ุงุจู ูุฌูู :
ููุง ูุฌูุฒ ูู ุฃู ูู ุณ ูุฌููุง ููุง ูููุง ูุฅู ุฃู ู ุงูุดููุฉ ููุฌูุฏ ุงูู ุญุฑู ููุงูุนุฏุงู ุงูุถุฑูุฑุฉ .
" ุงูุจุญุฑ ุงูุฑุงุฆู " ( 8 / 219 )
Artinya: Laki-laki tidak boleh menyentuh wajah dan telapak tangan wanita walaupun aman dari syahwat karena itu diharamkan dan tidak adanya hal yang mendesak (darurat)
2. Madzhab Maliki. Muhammad bin Ahmad berkata tidak boleh menyentuh wajah dan telapak tangan perempuan bukan mahram tanpa (kain) penghalang (Minah al-Jalil ala Syarh Mukhtasar Khalil I/223).
ูุงู ู ุญู ุฏ ุจู ุฃุญู ุฏ ( ุนููุด ) :
ููุง ูุฌูุฒ ููุฃุฌูุจู ูู ุณ ูุฌู ุงูุฃุฌูุจูุฉ ููุง ููููุง ، ููุง ูุฌูุฒ ููู ุง ูุถุน ููู ุนูู ูููุง ุจูุง ุญุงุฆู ، ูุงูุช ุนุงุฆุดุฉ ุฑุถู ุงููู ุชุนุงูู ุนููุง " ู ุง ุจุงูุน ุงููุจู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู ุงู ุฑุฃุฉ ุจุตูุญุฉ ุงููุฏ ูุท ุฅูู ุง ูุงูุช ู ุจุงูุนุชู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู ุงููุณุงุก ุจุงูููุงู " ، ููู ุฑูุงูุฉ " ู ุง ู ุณุช ูุฏู ูุฏ ุงู ุฑุฃุฉ ูุฅูู ุง ูุงู ูุจุงูุนูู ุจุงูููุงู " .
3. Madzhab Syafi'i. Menurut Imam Nawawi hukumnya haram berjabat tangan dengan wanita bukan mahram (Al-Majmuk IV/515). Imam Waliuddin Al-Iraqi mengatakan bahwa Nabi tidak pernah menyentuh perempuan yang selain istri-istrinya baik saat membaiat atau situasi lain. Apabila Nabi yang sudah terpelihara dari berbagai macam keraguan tidak melakukannya, maka yang lain semestinya lebih dari itu (tidak melakukan jabat tangan) (Tarhut Tatsrib VII/45-46).
ููุงู ููู ุงูุฏูู ุงูุนุฑุงูู :
ูููู : ุฃูู ุนููู ุงูุตูุงุฉ ูุงูุณูุงู ูู ุชู ุณ ูุฏู ูุท ูุฏ ุงู ุฑุฃุฉ ุบูุฑ ุฒูุฌุงุชู ูู ุง ู ููุช ูู ููู ، ูุง ูู ู ุจุงูุนุฉ ، ููุง ูู ุบูุฑูุง ، ูุฅุฐุง ูู ููุนู ูู ุฐูู ู ุน ุนุตู ุชู ูุงูุชูุงุก ุงูุฑูุจุฉ ูู ุญูู : ูุบูุฑู ุฃููู ุจุฐูู ، ูุงูุธุงูุฑ ุฃูู ูุงู ูู ุชูุน ู ู ุฐูู ูุชุญุฑูู ู ุนููู ؛ ูุฅูู ูู ُูุนุฏَّ ุฌูุงุฒู ู ู ุฎุตุงุฆุตู ، ููุฏ ูุงู ุงููููุงุก ู ู ุฃุตุญุงุจูุง ูุบูุฑูู : ุฅูู ูุญุฑู ู ุณ ุงูุฃุฌูุจูุฉ ููู ูู ุบูุฑ ุนูุฑุชูุง ูุงููุฌู ، ูุฅู ุงุฎุชูููุง ูู ุฌูุงุฒ ุงููุธุฑ ุญูุซ ูุง ุดููุฉ ููุง ุฎูู ูุชูุฉ، ูุชุญุฑูู ุงูู ุณ ุขูุฏ ู ู ุชุญุฑูู ุงููุธุฑ ، ูู ุญู ุงูุชุญุฑูู ู ุง ุฅุฐุง ูู ุชุฏุน ูุฐูู ุถุฑูุฑุฉ ูุฅู ูุงู ุถุฑูุฑุฉ ูุชุทุจูุจ ููุตุฏ ูุญุฌุงู ุฉ ูููุน ุถุฑุณ ููุญู ุนูู ููุญููุง ู ู ุง ูุง ููุฌุฏ ุงู ุฑุฃุฉ ุชูุนูู ุฌุงุฒ ููุฑุฌู ุงูุฃุฌูุจู ูุนูู ููุถุฑูุฑุฉ .
4. Mdzhab Hanbali. Hukumnya haram berjabat tangan (Al-Adab Asy-Syar'iyyah II/257).
ููุงู ุงุจู ู ููุญ :
ูุณุฆู ุฃุจู ุนุจุฏ ุงููู – ุฃู ุงูุฅู ุงู ุฃุญู ุฏ – ุนู ุงูุฑุฌู ูุตุงูุญ ุงูู ุฑุฃุฉ ูุงู : ูุง ูุดุฏุฏ ููู ุฌุฏุงً ، ููุช : ููุตุงูุญูุง ุจุซูุจู ؟ ูุงู : ูุง ...
ูุงูุชุญุฑูู ุงุฎุชูุงุฑ ุงูุดูุฎ ุชูู ุงูุฏูู ، ูุนูู ุจุฃู ุงูู ูุงู ุณุฉ ุฃุจูุบ ู ู ุงููุธุฑ )
CATATAN DAN RUJUKAN
[1] ุฃู ุงููุจู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู ูุงู ููุจู ูุงุทู ุฉ ุฑุถู ุงููู ุนููุง ูุชูุจูู ุฅุฐุง ุฏุฎู ุนูููุง
[2] ูุฃู ูุทุนู ูู ุฑุฃุณ ุฃุญุฏูู ุจู ุฎูุท ู ู ุญุฏูุฏ ุฎูุฑ ูู ู ู ุฃู ูู ุณ ุงู ุฑุฃุฉ ูุง ุชุญู ูู
[3] ูุงููู ู ุง ุฃุฎุฐ ุฑุณูู ุงููู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู ุงููุณุงุก ูุท ุฅูุง ุจู ุง ุฃู ุฑู ุงููู ุชุนุงูู، ูู ุง ู ุณุช ูู ุฑุณูู ุงููู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู ูู ุงู ุฑุฃุฉ ูุท، ููุงู ูููู ููู ุฅุฐุง ุฃุฎุฐ ุนูููู ุงูุจูุนุฉ: ูุฏ ุจุงูุนุชูู ููุงู ุง
Dalam hadits serupa di Sahih Muslim hadits no. 3470 Aisyah berkata: ุฃََُّูู ُูุจَุงِูุนَُُّูู ุจِุงَْูููุงู ِ .. َูู َุง ู َุณَّุชْ َُّูู ุฑَุณُِูู ุงَِّููู ุตََّูู ุงَُّููู ุนََِْููู َูุณََّูู َ ََّูู ุงู ْุฑَุฃَุฉٍ َูุทُّ
Dalam Sahih Bukhari hadits no. 6674 Aisyah berkata bahwa Nabi tidak pernah menyentuh tangan perempuan selain istrinya: ู َุง ู َุณَّุชْ َูุฏُ ุฑَุณُِูู ุงَِّููู ุตََّูู ุงَُّููู ุนََِْููู َูุณََّูู َ َูุฏَ ุงู ْุฑَุฃَุฉٍ ุฅِูุง ุงู ْุฑَุฃَุฉً َูู َُِْูููุง
[4] ูุงู ุงููููู ุฑุญู ู ุงููู : ููุฏ ูุงู ุฃุตุญุงุจูุง: ูู ู ู ุญุฑู ุงููุธุฑ ุฅููู ุญุฑู ู ุณู، ุจู ุงูู ุณ ุฃุดุฏ، ูุฅูู ูุญู ุงููุธุฑ ุฅูู ุงูุฃุฌูุจูุฉ ุฅุฐุง ุฃุฑุงุฏ ุฃู ูุชุฒูุฌูุง، ููุง ูุฌูุฒ ู ุณูุง
[5] Teks hadits sebagai berikut: ุนู ุฃู ุนุทูุฉ ูุงูุช: ูู ุง ูุฏู ุฑุณูู ุงููู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู ุฌู ุน ูุณุงุก ุงูุฃูุตุงุฑ ูู ุจูุช، ุซู ุฃุฑุณู
ุฅูููุง ุนู ุฑ ุจู ุงูุฎุทุงุจ ู ุฑุถู ุงููู ุนูู ู ููุงู ุนูู ุงูุจุงุจ ูุณّูู ุนูููุง ูุฑุฏุฏู ุฃู ูุฑุฏุฏูุง ุนููู ุงูุณูุงู ، ุซู ูุงู: ุฃูุง ุฑุณُูู ุฑุณِูู ุงููู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู ุฅูููู، ูุงูุช: ููููุง: ู ุฑุญุจุงً ุจุฑุณูู ุงููู، ูุจุฑุณِูู ุฑุณِูู ุงููู، ููุงู: ุชุจุงูุนู ุนูู ุฃู ูุง ุชุดุฑูู ุจุงููู ุดูุฆุงً ููุง ุชุณุฑูู ููุง ุชุฒููู، ูุงูุช: ููููุง: ูุนู ، ูุงูุช: (ูู ุฏّ ูุฏู ู ู ุฎุงุฑุฌ ุงูุจุงุจ ุฃู ุงูุจูุช، ูู ุฏุฏูุง ุฃูุฏููุง ู ู ุฏุงุฎู ุงูุจูุช، ุซู ูุงู: ุงูููู ุงุดูุฏ
[6] Fathul Bari VIII/4888.
[7] Yusuf Al Qaradawi, Fatawa Mu'ashirah, hlm. 291-302.
[8] Yang terpenting antara lain sebagai berikut:
ูุงูุฐู ูุทู ุฆู ุฅููู ุงูููุจ ู ู ูุฐู ุงูุฑูุงูุงุช ุฃู ู ุฌุฑุฏ ุงูู ูุงู ุณุฉ ููุณ ุญุฑุงู ًุง..ูุฅุฐุง ูุฌุฏุช ุฃุณุจุงุจ ุงูุฎูุทุฉ ูู ุง ูุงู ุจูู ุงููุจู ((ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู )) ูุฃู ุญุฑุงู ูุฃู ุณููู ، ูุฃู ูุช ุงููุชูุฉ ู ู ุงูุฌุงูุจูู، ููุง ุจุฃุณ ุจุงูู ุตุงูุญุฉ ุนูุฏ ุงูุญุงุฌุฉ ูู ุซู ุงููุงุฏู ู ู ุณูุฑ، ูุงููุฑูุจ ุฅุฐุง ุฒุงุฑ ูุฑูุจุฉ ูู ุฃู ุฒุงุฑุชู، ู ู ุบูุฑ ู ุญุงุฑู ู، ูุงุจูุฉ ุงูุฎุงู، ุฃู ุงุจูุฉ ุงูุฎุงูุฉ، ุฃู ุงุจูุฉ ุงูุนู ، ุฃู ุงุจูุฉ ุงูุนู ุฉ، ุฃู ุงู ุฑุฃุฉ ุงูุนู ، ุฃู ุงู ุฑุฃุฉ ุงูุฎุงู ุฃู ูุญู ุฐูู، ูุฎุตูุตًุง ุฅุฐุง ูุงู ุงูููุงุก ุจุนุฏ ุทูู ุบูุงุจ.
Lihat, Qardhawi, ibid, atau link ini: Fatwa Qardhawi tentang Salaman Bukan Muhrim