Ibnu Hajar Al-Haitami (w. 974 H) Mengisbat Nasab Ba'alawi, Betulkah?
Poin Penting
- Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Tsabat hanya mengutip, tidak menetapkan nasab (itsbat) Ba'alawi.
- Ibnu Hajar tidak pernah bertemu dengan Abu Bakar bin Abdullah Al Idrus yang sanadnya dikutipnya dan diklaim kalangan Ba'alwi sebagai itsbat.
Ibnu Hajar Al-Haitami (wafat, 974 H / 1566 M) Mengisbat Nasab Ba'alawi, Betulkah?
Hanif dkk., dalam buku Keabsahan Nasab Baalwi, mengatakan:
"Yang menyahihkan nasab Ba'alawi hanya menukil dari orang sebelumnya, seperti yang dilakukan al-Imam Ibnu Hajar al Haitarni . Lagi-lagi, fakta dijawab dengan asumsi yang dipaksakan. Entah karena tidak tahu atau berpura-pura tidak tahu bahwa ilmu nasab memang dibangun di atas periwayatan 'amud al-nasab, sebagaimana yang telah kami jelaskan, sehingga penukilan dalam meriwayatkan nasab adalah sebuah keniscayaan . Selain itu, dalam dunia penulisan, ada sebuah kaidah yang maklum dan populer, yaitu kutipan seorang muallif (pengarang/penulis) atas suatu sumber tanpa memberikan bantahan atau koreksi adalah bentuk persetujuannya terhadap substansi catatan tersebut. Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama:
و من قواعدهم إذا نقلوا عن الغير و لم يتعقبوه فهو تقرير : وعلامة على اعتماد
Jadi, ulama yang mengutip dari orang lain dan memuat di bukunya tentang keabsahan nasab Sadah Ba'alawi merupakan bentuk pengakuan dari ulama tersebut. Jika mereka menganggap nasab tersebut tidak sah, mereka wajib memberikan catatan seperti yang dilakukan beberapa ulama terhadap beberapa nasab-nasab bermasalah, sebagaimana telah kami contohkan saat menjelaskan penyimpangan pertama di bab ini."152
Tanggapan KH Imaduddin:
Kenyataannya memang Ibnu Hajar al-Haitami hanya mengutip dari kitab Al-Juz' al-latif karya Abubakar al-Idrus. Silahkan baca dan perhatikan isi kitab Al-Tsabat Ibnu Hajar dari mulai halaman 195 sampai halaman 213 lalu bandingkan dengan kitab Al-juz ' al-lathif dari mulai halaman 49 31 53 dst. Lihat isi keduanya sangatlah mirip hanya sedikit kalimat yang dirubah.
Dalam kitab Tsabat-nya Ibnu Hajar Al Haitami menyebut sanad khirqoh sufiyah Syekh Abu Bakar bin Abdullah bin Abu Bakar Al Idrus (w. 914). Benarkah dengan ia menyebut sanad itu, Ibnu Hajar mengitsbat nasab Ba Alawi?
Dalam kitab Tsabat itu, Ibnu Hajar menyebutkan sanad Abu Bakar bin Abdullah Al idrus. Tetapi Ibnu Hajar mengakui bahwa ia tidak pernah bertemu dengan Syekh Abu Bakar tersebut. Ia mengatakan:
وهو وإن لم أَلقَهُ أيضاً لكني لقيتُ كثيراً من تلامذته (۳) ووقع بيني وبينهم ما يجوز لي الرواية عنه
"Dan ia (Abu Bakar al Idrus), walau aku tidak bertemu dengannya lagi, tetapi aku bertemu banyak dari murid muridnya . Dan antara aku dan murid-muridnya itu terjadi sesuatu (kesepakatan) yang akhirnya memperbolehkan aku untuk meriwayatkannya ."154 (tsabat Ibnu Hajar al Haitami h.
195).
Perhatikan kalimat Ibnu Hajar al Haitami ketika ia menyebutkan sanad itu. ia hanya mengutip kalimat Abu Bakar al Idrus dengan kalimat: Qola al qutub Abu Bakar al Idrus (telah berkata Abu Bakar al Idrus). Jadi yang terdapat dalam kitab Ibnu Hajar itu bukan kata-kata Ibnu Hajar al Haitami, tetapi kata-kata Abu Bakar al Idrus. Ibnu Hajar hanya mengutipnya saja. Kutipan Ibnu Hajar sebagai mana di bawah ini:
ولنختم بطريقة جليلة عالية المقدار ؛ لأن مشايخها من أولهم إلى منتهاهم من آل البيت، كل عن أبيه، قال القطب أبو بكرالعيدروس لَبِسْتُها من القطب عبد الله العيدروس، من أبيه أبي بكر: وهو أبيه عبد الرحمن السقاف وهو من أبيه محمد، من أبيه علي من أبيه علوي من أبيه الفقيه محمد الذي يتشعب منه أنساب بني علوي ، من أبيه على ، من أبيه محمد ، من أبيه علي: من أبيه علوي من أبيه محمد من أبيه علوي من أبيه عبد الله من أبيه أحمد من أبيه عيسى ، من أبيه محمد من أبيه علي من أبيه جعفر الصادق من أبيه الباقر، من أبيه علي زين العابدين من أبيه سيد الشهداء الحسين من أبيه علي، من رسول الله صلى الله عليه وسلم عدد معلوماته أبدا
Artinya:
"Dan marilah kita tutup dengan sebuah thariqah yang agung lagi mulia kedudukannya; karena para masyayikhnya dari awal hingga akhir adalah dari keturunan Ahlul Bait, semuanya secara berturut-turut dari ayah ke anak.
Berkata Al-Quthb Abu Bakar Al-‘Aydarus:
“Aku menerima (mengenakan) thariqah ini dari Al-Quthb Abdullah Al-‘Aydarus,
dari ayahnya yaitu Abu Bakar,
dari ayahnya yaitu Abdurrahman As-Saqqaf,
dari ayahnya yaitu Muhammad,
dari ayahnya yaitu Ali,
dari ayahnya yaitu Alawi,
dari ayahnya yaitu Al-Faqih Muhammad (yang darinya bercabang nasab-nasab Bani Alawi),
dari ayahnya yaitu Ali,
dari ayahnya yaitu Muhammad,
dari ayahnya yaitu Ali,
dari ayahnya yaitu Alawi,
dari ayahnya yaitu Muhammad,
dari ayahnya yaitu Alawi,
dari ayahnya yaitu Abdullah,
dari ayahnya yaitu Ahmad,
dari ayahnya yaitu Isa,
dari ayahnya yaitu Muhammad,
dari ayahnya yaitu Ali,
dari ayahnya yaitu Ja‘far Ash-Shadiq,
dari ayahnya yaitu Muhammad Al-Baqir,
dari ayahnya yaitu Ali Zainal Abidin,
dari ayahnya yaitu Sayyidina Husain (Sayyid asy-Syuhada`),
dari ayahnya yaitu Ali bin Abi Thalib,
dari Rasulullah ﷺ,
dengan bilangan yang telah dimaklumi selamanya.”
Lalu jika kalimat tentang susunan sanad itu bukan ucapan Ibnu Hajar, tetapi ucapanan Abu Bakar al Idrus, dari mana Ibnu Hajar mendapatkannya? Ternyata Syekh Abu Bakar Al-Idrus, menulis
sebuah kitab yang berjudul "Al-Juz'ullatif fi Tahkimisyarif " . kalimat itu terdapat dalam kitab tersebut.
Silahkan baca cetakan kitab Al-juz'ullatif tersebut (halaman 493) yang dicetak dalam satu jilid bersama kitab Syekh Abu Bakar Al-Idrus lainnya, "Diwanul Adni ". Dua Kitab itu di cetak oleh Ahmad Muhammad Barokat melalui maktabah Darussanabil Damaskus dan Al-hawi Beirut cetakan pertama tahun 1432 H/2011.
قلت : ألبسني شيخي ووالدي ، الشيخ الولي الكامل الفاضل ، قوت الكائنات ، عفيف الدين ، محيي النفوس والدروس ، عبد الله المكنى بالعيدروس بن أبي بكر ، كما ألبسه والده الشيخ الكبير أبو بكر السكران ، كما البسه والده الشيخ ، إمام الحقيقة والطريقة ، عبد الرحمن السقاف ، كما ألبسه والده الشيخ الهمام محمد مولى الدويلة ، كما أثبته والده الصالح الولي علي ، كما ألبسه والده الولي العارف ، ذو العلوم والمعارف ، الخبر العلامة علوي محمد بن ، كما أليسه والده قطب الأقطاب ، الفرد الغوث ، الجامع بين علمي الشريعة والطريقة ، المتحلي بثمرات الحقيقة ، القدوة الرحلة في زمنه ، المشهور بالفقيه محمد بن علي ، مقدم التربة بتريم حرسها الله تعالى وسائر بلاد الإسلام ، وهو جد آل باعلوي ،
ومنه يتشعب نسبهم الشريف ، كما ألبسه والده علي بن محمد ، كما ألبسه والده صاحب مرباط محمد بن علي ، كما البسه والده خالع قسم علي بن علوي – وعلي بن علوي هذا الذي ذكره الجندي والخزرجي واليافعي وحسين الأهدل وجماعة من المؤرخين أنه كان إذا صلى ... يكرر السلام على النبي صلى الله عليه وسلم حتى يسمع رد سلام جده عليه أو كما قالوا انتهى، كما ألبسه والده علوي بن مُحمد
كما ألبسه والده مُحمد بن علي ، كما ألبسه والده الإمام أمير المؤمنين علي بن أبي طالب ، كما ألبسه علوي ، كما ألبسه والده علوي بن عبيد الله ،كما ألبسه والده عبيد الله بن أحمد ، كما ألبسه والده أحمد بن عیسی كما ألبسه والده عيسى بن محمد ، كما ألبسه والده محمد بن علي العريضي ...
Artinya:
Aku berkata:
“Telah mengenakanku (memberikan baiat/mengangkatku dalam thariqah) guru sekaligus ayahku,
Asy-Syaikh Al-Wali Al-Kamil Al-Fadhil,
Qutbul Ka’inat (tiang penopang segala makhluk),
‘Afifuddin,
Muhyi an-Nufus wa ad-Durus (penghidup jiwa-jiwa dan pelajaran-pelajaran),
Abdullah yang dikenal dengan Al-‘Aydarus bin Abi Bakar,
sebagaimana ayahnya sendiri (Abu Bakar) juga telah mengenakannya dari ayahnya,
Asy-Syaikh Al-Kabir Abu Bakar As-Sakran,
sebagaimana ayahnya mengenakannya dari ayahnya,
Asy-Syaikh Imam Al-Haqiqah wa at-Thariqah, Abdurrahman As-Saqqaf,
sebagaimana ayahnya mengenakannya dari ayahnya,
Asy-Syaikh Al-Hamam Muhammad Maula ad-Duwailah,
sebagaimana ayahnya menetapkannya dari ayahnya yang saleh lagi wali, Ali,
sebagaimana ayahnya mengenakannya dari ayahnya yang wali lagi arif billah,
pemilik ilmu-ilmu dan makrifat, Al-‘Allamah Alwi (Muhammad bin Alwi),
sebagaimana ayahnya mengenakannya dari ayahnya,
Quthb al-Aqthab, Al-Fard al-Ghawts,
yang menggabungkan antara ilmu syariat dan thariqah,
yang menghiasi diri dengan buah-buah haqiqah,
teladan yang melakukan rihlah (perjalanan ilmu) di zamannya,
yang terkenal dengan sebutan Al-Faqih Muhammad bin Ali,
pemuka (penghulu) Tarim – semoga Allah menjaga Tarim dan seluruh negeri Islam –
dan dialah moyang keluarga Ba ‘Alawi,
dari dialah bercabang nasab mereka yang mulia.
Sebagaimana ayahnya mengenakannya dari ayahnya, Ali bin Muhammad,
sebagaimana ayahnya mengenakannya dari ayahnya, Shahib Mirbath Muhammad bin Ali,
sebagaimana ayahnya mengenakannya dari ayahnya, Khalid Qisim Ali bin Alwi
dan Ali bin Alwi inilah yang disebutkan oleh Al-Jundi, Al-Khazraji, Al-Yafi‘i, Husain Al-Ahdal,
dan sejumlah sejarawan bahwa apabila beliau shalat … beliau mengulang-ulang shalawat kepada Nabi ﷺ
hingga beliau mendengar jawaban salam dari kakeknya (Rasulullah ﷺ) atau sebagaimana yang mereka katakan – selesai.
Sebagaimana ayahnya mengenakannya dari ayahnya, Alwi bin Muhammad,
sebagaimana ayahnya mengenakannya dari ayahnya, Muhammad bin Ali,
sebagaimana ayahnya mengenakannya dari ayahnya,
Al-Imam Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه,
sebagaimana mengenakannya dari Alwi,
sebagaimana ayahnya mengenakannya dari ayahnya, Alwi bin Ubaidillah,
sebagaimana ayahnya mengenakannya dari ayahnya, Ubaidillah bin Ahmad,
sebagaimana ayahnya mengenakannya dari ayahnya, Ahmad bin Isa,
sebagaimana ayahnya mengenakannya dari ayahnya, Isa bin Muhammad,
sebagaimana ayahnya mengenakannya dari ayahnya, Muhammad bin Ali Al-‘Uraidhi …
Perhatikan, susunan yang disebutkan Ibnu Hajar itu nama namanya sama, hanya saja Ibnu Hajar banyak menghapus gelar-gelar yang tidak penting . Ia hanya menyebut nama tanpa gelar. Perhatikan pula lafadz Ibnu Hajar:
من أبيه الفقيه محمد الذي يتشعب منه أنساب بني علوي
(dari bapaknya yaitu alfaqih (al Muqoddam) Muhammad yang bercabang darinya nasab Ba' alwi. kalimat tersebut mirip dengan kalimat Abu Bakar al Idrus dalam Al Juz'ullatif seperti berikut ini:
ومنه يتشعب نسبهم الشريف
(darinya bercabang nasab mereka yang mulia). Mirip bukan? Ini menunjukan kalimat-kalimat yang ditulis Ibnu hajar dalam kitabnya itu hanya menukil dari kitab Abu Bakar al Idrus.
Hanya Kutipan bukan Itsbat (Penetapan Nasab)
Dari sana kita melihat bahwa kesimpulan Ibnu Hajar mengitsbat nasab Ba Alawi itu tidak benar. Namun ia hanya mencantumkan susunan silsilah sanad itu sesuai dengan yang ia dapat dari kitab "Al Juz'ullatif '. Dan kalimat seperti itu tidak bisa mengisbat nasab, sesuai dengan teori ilmu nasab. sebagai contoh mari kita baca apa yang disebutkan seorang pakar nasab Syekh Khalil Ibrahim dalam kitabnya
Muqaddimat fl Ilm al Ansab:
النسب يثبت باربع طرق الاول الرقعة اي المكتوب وشرط المكتوب أن يكون قطعي الدلالة صحيحا. فليس كل ما كتب صحيحا وليس كل ما يكتب يراد منه المقصود. فالنسب يثبت إذا وجد في رقعة أو كتاب بشرط أن يكون هذا المكتوب قطعي الدلالة على المقصود وليس من المؤتلف أي متشابه الأسماء
"Nasab itu bisa ditetapkan dengan empat cara: yang pertama adalah catatan (yang ditulis). Dan syarat catatan itu harus secara sahih "qat'iyyuddilalah" (dilalah yang qot'i/pasti). maka tidak setiap apa yang dicatat itu hukumnya sahih; dan tidak setiap apa yang tercatat itu diinginkan darinya tujuan (itsbat). Maka nasab itu bisa ditetapkan jika terdapat dalam catatan atau kitab dengan syarat catatan itu dilalahnya qot'i untuk tujuan (isbat). Dan catatan itu tidak termasuk ke dalam kategori nama yang mu'talif dan mutasyabih (nama yang mirip)."155
Dari narasi pakar ilmu nasab Syekh Khalil Ibrahim di atas jelas bahwa tulisan Ibnu Hajar yang hanya menyebut sanad Abu Bakar al Idrus, yang terdapat di dalamnya nama Abdullah bin Ahmad bin Isa, secara ilmu nasab tidak bisa disebut mengitsbat. Ibnu hajar hanya mengutip apa adanya seperti yang terdapat dalam kitab milik Abu Bakar al Idrus. Jadi sama sekali tidak dapat dikatakan bahwa Ibnu Hajar itu telah mengitsbat nasab Ba'alwi, ia hanya mengutip tulisan dari seorang Ba'alwi.
Sebuah narasi dalam kitab bisa dikatakan mengitsbat nasab harus disyaratkan "qat'iyyuddilalah" (petunjuk yang jelas ), seperti jika Ibnu Hajar mengatakan:
وهذه السلسلة صحيحة
(dan silsilah nasab ini sahih), barn itu namanya mengitsbat. Sedangkan dalam kitab tsabatnya itu Ibnu Hajar sama sekali tidak menyebutkan kalimat kalimat yang mengindikasikan ia mengitsbat nasab itu. kitabnya itu adalah kitab sanad keguruan bukan kitab nasab. ia hanya memberitakan bahwa sanad tarikat dari Abu Bakar al Idrus, katanya, susunannya seperti itu, sesuai yang ia tulis dalam kitabnya, Al Juz'ullatif '. Mengenai apakah benar atau tidak susunan itu, Ibnu Hajar tidak berkomentar . Jadi jelas, pendapat yang mengatakan bahwa Ibnu Hajar telah mengitsbat nasab Ba'alwi adalah tidak benar.
Hanif dkk. juga mengatakan:
"Khusus masalah Imam Ibnu Hajar al-Haitami, Imaduddin memang mengutip secara utuh redaksi beliau . Sayangnya, kebencian Imaduddin kepada Ba'alawi yang begitu la tampakkan membuat mata dan hatinya tertutup untuk melihat pernyataan al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami-sebelum mengutip perkataan Sayidina Abu Bakar bin Abdullah Alidrus-bahwa semua nama yang ada dalam sanad tersebut adalah min "ali al bait", keluarga Rasulullah Saw. Ibnu Hajar berkata:
ولنختم بطريقة جليلة عالية المقدار ؛ لأن مشايخها من أولهم إلى منتهاهم من آل البيت، كل عن أبيه، قال القطب أبو بكرالعيدروس
Hal ini berbanding terbalik dengan sikap yang ditunjukkan Imad . Meskipun pendapatnya bertentangan dengan ulama-ulama besar yang menyatakan keabsahan nasab Ba'alawi dan pendapatnya syadz (menyelisihi semua ulama), bahkan munharif (menyimpang), Imaduddin dengan penuh percaya diri menyatakan bahwa pendapatnya tentang pembatalan nasab Ba'alawi merupakan hal yang qath'i (memiliki kebenaran absolut). Bagi Imad, pendapat semua ulama yang menyatakan keabsahan nasab Ba'alawi sudah pasti salah."
Kenapa Ibnu Hajar menyatakan semua nama dalam sanad yang akan ia sebutkan adalah keturunan Alu al Bait? Karena ia mengutip Abubakar al-Idrus yang menyebutkan demikian . Perhatikan ucapan Abubakar al-Idrus: 156
ولنا طريقة اخرى من طريق اهل البيت ... الى ان قال : قلت : ألبسني شيخي ووالدي ، الشيخ الولي الكامل الفاضل ، قوت ، عبد الله عفيف الدين ، محيي النفوس والدروس الكائنات ، عفيف المكنى بالعيدروس بن أبي بكر
Perhatikan! Yang menyebut ahli bait itu adalah Abubakar al Idrus lalu kemudian Ibnu Hajar mengutipnya tanpa mencurigai pengakuan itu sahib atau tidak. Ditambah sebenarnya Ibnu Hajar tidak pernah bertemu dengan Abubakar al-Idrus tersebut sesuai pengakuannya yang telah penulis sebutkan.
Banyaknya Referensi Tidak Relevan Apabila Berasal dari Satu Sumber Utama
Hanif dalam buku Keabsahan Nasab Baalwi, Mengatakan:
"Konsekuensinya, mereka yang menyatakan nasab Ba'alawi secara sahib seolah-olah tidak paham ilmu nasab, syariat, dan sejarah. Hanya dia sendiri yang paham.Tidak sampai di situ, dia juga menegaskan bahwa dirinya tidak akan percaya pada kesahihan nasab Ba'alawi meskipun ulama dari seluruh dunia dan semua ahli fatwa telah mengeluarkan fatwa bahwa nasab tersebut sahib, "walau aftal muftun . Jika yang menyatakan dan mengakui keabsahan nasab Sadah Ba'alawi hanya satu atau dua ulama, mungkin saja keduanya salah. Namun, dalam hal ini pengakuan itu datang dari sangat banyak ulama, bahkan tembus angka ratusan . Apakah mereka semua salah berjamaah dan tidak mengerti ilmu nasab dan syariat secara berjamaah? Dan, apakah hanya dia yang benar dan mengerti?"157
Tanggapan KH Imaduddin
Mengenai ucapan penulis: Walaw afta al-muftun (walau para ahli berfatwa telah berfatwa), kalimat itu diambil dari sebuah hadits. Jadi penulis mengikuti Rasulullah SAW bahwa kebenaran dan kebatilan itu ada ciri-cirinya di hati kita. Jika kita telah yakin akan sebuah kebenaran maka kita tidak boleh berubah darinya walau semua orang berfatwa.
عن أبي ثعلبة الخشني الله قال : قَالَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْبِرُّ مَا سَكَنَتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ، وَالْإِثْمُ مَا لَم تَسْكُنْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَلَمَّ يَطْمَئِنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ، وَإِنْ أَفْتَاكَ الْمُفْتُونَ) رواه أحمد
Terjemah:
"Diriwayatkan dari Abi Tsa'labah al-Khasyani RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: kebaikan adalah apa yang dirasa enak dalam jiwa dan tentram dalam hati; dosa itu apa yang tidak enak dalam jiwa dan tidak tentram dalam hati walau para ahli fatwa telah berfatwa." (HR Ahmad)
Dari hadits tersebut kita memahami bahwa tidak boleh nasab seperti Ba'alwi yang menyimpang dari kitab-kitab nasab itu kita terima kesahihannya walau banyak orang yang menyatakannya sahib. Adapun ucapan Hanif tentang banyaknya ulama yang mencatat setelah abad sembilan tentang nasab Ba'alwi itu tidak bisa menjadi hujjah karena semuanya mengambil dari kitab Ba' alwi sendiri di abad ke-9 H. yang bertentangan dengan kitab-kitab ulama nasab abad sebelumnya .
Seorang pakar nasab Khalil bin Ibrahim mengatakan:
لايحتج بكثرة المصادر اذا كانت تنقل من اصل واحد
Terjemah:
"Banyaknya kitab-kitab referensi tidak bisa dijadikan hujjah jika diambil dari sumber yang satu."158
Dikutip dari Buku Ulama Nusantara Menggugat Nasab Palsu karya KH Imaduddin Utsman Al-Bantani
Footnote:
152 Hanif dkk. . .h.221
153 Silahkan baca cetakan kitab Al-juz'ullatif tersebut (halaman 493) yang dicetak dalam satu jilid bersama kitab Syekh Abu Bakar Al-Idrus lainnya, "Diwanul Adni". Dua I<itab itu di cetak oleh Ahmad Muhammad Barakat melalui maktabah Darussanabil Damask-us dan Al-hawi Beirut cetakan pertama tahun 1432 H/ 2011.
154 Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Tsabat, h. 195
155 Khalil bin Ibrahim . . h.58
156 Abubakar Al-Idrus, Al-Juz al-Latif, dalam Diwan al-Adni, h. 493
157 Hanif dkk. . .h.222-223
158 Khalil Ibrahim . . . h.85

