Hukum Cerai Lewat Email
Talak cerai yang dilakukan oleh suami kepada istri melalui email itu sama dengan via SMS termasuk dalam kategori talak kinayah. Yaitu, talak itu baru sah dan terjadi apabila disertai dengan niat dari suami. Selain itu, harus dipastikan pula bahwa yang mengirim email adalah betul-betul suami. Karena bisa saja pengirimnya seorang teman suami yang kebetulan memiliki password account email suami.
HUKUM TALAK MELALUI EMAIL
assalam tuan,
saya mahu bertanya berkaitan email yg di kirim suami kepada saya yang bertulis seperti berikut: "bb nak ceraikan sayang" "bb dah fikir...bb nak ceraikan sayang"
Soalan saya, adakah jatuh talak bila suami menulis dalam email nya seperti itu? Saya tidak tahu pada siapa mahu bertanya kerana saya tinggal di luar negara.
Sekian,
Puan .. (Malaysia)
TOPIK KONSULTASI
- Hukum Talak Melalui Email
- Hukum Orang Punya Hutang Shalat Jadi Imam
- Masalah Bid'ah Tarawih Dan Adzan Jumat 2 Kali
- Kewajiban Ayah Menafkahi Anak
JAWABAN HUKUM TALAK MELALUI EMAIL
Pertama, pastikan lebih dahulu bahwa isi email yang mentalak anda itu betul-betul ditulis oleh suami. Bisa saja tulisan itu ditulis oleh temamnya.
Kedua, talak yang dilakukan oleh suami kepada istri melalui email itu termasuk dalam kategori talak kinayah. Yaitu, talak itu baru sah dan terjadi apabila disertai dengan niat dari suami. Selain itu, harus dipastikan pula bahwa yang mengirim email adalah betul-betul suami. Karena bisa saja pengirimnya seorang teman suami yang kebetulan memiliki password account email suami. Untuk itu, tanyakan langsung melalui telpon pada suami apakah betul dia mengirim email pernyataan talak tersebut. Lalu, tanyakan apakah dia menyertainya dengan niat saat mengucapkan itu. Kalau iya, maka hukum talak adalah sah. Dan jatuh talak satu.
Lebih detail tentang talak:
- http://www.alkhoirot.net/2013/02/hukum-cerai-talak-melalui-sms.html
- http://www.alkhoirot.net/2012/04/talak-via-sms.html
- http://www.alkhoirot.net/2012/10/perceraian-dan-talak.html
______________________
HUKUM ORANG PUNYA HUTANG SHALAT JADI IMAM
Assalaamu'alaikum Ustadz yang saya cintai.
Perkenalkan saya salah satu "Hamba Allooh", umur 33 tahun, Laki-laki, di Jawa.
Mohon dimaafkan jika pertanyaan saya cukup panjang / banyak. Saya persilahkan Ustadz menjawab kapan saja ada waktu senggang, tidak harus segera, karena saya yakin Ustadz sangat dibutuhkan oleh umat secara luas dan sibuk berdakwah.
Begini pertanyaan saya Ustadz :
Saya ini pernah mesantren sebentar. Ditambah lagi saya adalah lulusan Perguruan Tinggi Islam dan berkerja sebagai guru. Sehingga, walaupun kemampuan saya belum mumpuni / belum cukup, tapi masyarakat mengira saya sudah mumpuni sehingga saya sering disuruh jadi imam sholat / khotib / mengimami sholat fardlu / tarawih / jum'at / sunnah (berkhutbah Jum'at / Idul Fitri / Adha, dsb) selama beberapa tahun (cukup lama).
Ustadz , seingat saya, saat remaja dulu (kayaknya saya sudah baligh) saya ini pernah malas sholat selama beberapa tahun (jadi saya punya banyak hutang sholat). Di saat sudah jadi pemuda dalam keadaan punya hutang qodlo sholat seperti itu saya sering disuruh mengimami sholat Fardlu / Ju'mat / Idul Fitri / Adha / tarawih / sholat sunnah / berkhutbah Jum'at / Id Fitri / Adha dll.
Setelah beberapa tahun berselang saya menjumpai aturan fiqih bahwa: Jadi Imam nya seseorang yang masih punya hutang sholat maka tidak sah.
Ustadz , sekarang semua itu sudah saya tinggalkan, saya selalu jadi makmum / sholat sendiri sekarang, tidak pernah mau jadi Imam / Khotib.
NAMUN saya masih bingung Ustadz tentang Sholat saya dan sholat para makmum saya yg telah berlalu. Saya ingin bertanya:
1. Apa benar Imamah saya selama beberapa tahun kemarin tidak shah?
2. Apakah para makmum saya juga tidak shah semua sholatnya & jum'at-an nya?
3. Apa yang harus saya lakukan?
4. Apa yang harus mereka lakukan?
5. Apakah saya menanggung ketidak shah-an sholat para makmum saya yang banyak (tidak bisa saya hitung) jumlahnya itu? Karena saya berpindah tempat tinggal mungkin ada 10 kali (kost / ngontrak / pesantren di Jawa & Sumatera). Dalam sekali sholat bisa ratusan jamaah di belakang saya yg bodoh ini.
6. Seandainya ada tanggungan, Bagaimana cara saya menghapus semua tanggungan / dosa saya itu?
7. Apakah betul ada keterangan di Syarah Safinatin Najah (An Nawawi) mengharuskan agar bakda sholat para makmum meneliti imamnya "Dia berhaq jadi Imam atau tidak" ?
8. Jika di Syarah Safinah betul ada, apakah salah makmum sendiri jika tetap memaksa saya untuk jadi imam padahal saya tidak mau dan tidak meneliti tentang saya setelah sholat? Terus jika sholat makmum jadi tidak shah dan tidak meneliti pribadi saya, yang salah makmum sendiri atau tetap salah saya yg dipaksa jd imam tapi tidak mengatakan alasan saya?
9. Terus sekarang, apakah imam wajib membuka aib dirinya yg masih punya hutang sholat saat menolak dijadikan imam atau cukup menolak saja?
Mohon kalau memungkinkan jawaban disertai sumber rujukan kitabnya, juga khilafiyahnya. Namun jika jawaban tanpa rujukan kitab / khilafiyah pun saya juga tetap berterima kasih sekali, karena isi jawaban lebih saya pentingkan daripada mengetahui asal jawaban, "Apalagi yang nomer 3 + 6 itu sangat penting bagi saya".
Demikian pertanyaan saya Ustadz. Semoga Ustadz berkenan menjawab. Dan semoga Ustadz panjang umur berberkah, dicintai Allooh SWT dan semoga makin bermanfaat bagi umat. Aaamiin.
Terimakasih. Saya persilahkan Ustadz menjawab kapan saja ada waktu senggang, tidak harus segera, karena saya yakin Ustadz sangat dibutuhkan oleh umat secara luas dan sibuk berdakwah Mohon jawaban kirim juga ke email saya ini. Terimakasih.
Wassalamualaikum….
.
JAWABAN
1. Tidak benar. Tidak ada satupun keterangan ulama fiqih yang menyatakan demikian. Sayang anda tidak menuliskan sumber referensi yang menyatakan bahwa imam yang punya hutang shalat tidak sah imamahnya. Yang paling mungkin adalah tentang imam yang fasiq (pelaku dosa besar). Dalam hal ini, maka ulama berbeda pendapat. Ada yang menyatakan makruh tapi tetap sah shalatnya. Ada yang menyatakan saalatnya tidak sah. Pendapat yang menyatakan makruh adalah yang kuat karena berdasarkan hadits riwayat Bukhari bahwa Abdullah bin Umar pernah bermakmum pada Hajjaj. Muslim juga meriwayatkan bahwa Abu Said Al-Khudri pernah bermakmum pada Marwan bin Hakam untuk shalat Hari Raya, Ibnu Mas'ud pernah shalat di belakang Al-Walid padahal dia peminum khamr.
Juga, istilah fasiq adalah pelaku dosa besar yang belum taubat. Adapun yang sudah taubat nasuha, maka ia tidak disebut dengan fasiq tapi mantan fasiq. Tidak ada kehilafan ulama tentang sahnya imamah-nya mantan fasiq yang penting berakal sehat dan bacaan Quran-nya baik.
Saya mengira, Anda mungkin salah dalam memahami keterangan dalam sebuah kitab dalam soal shalat berjamaah. Dalam kitab Kasyifatus Saja Syarah Safinatun Naja disebutkan tentang syarat shalat berjamaah ada 11 antara lain:
و) ثانيها: (أن لا يعتقد) أي المأموم (وجوب قضائها) أي وجوب إعادة الصلاة (عليه) أي على الإمام:
Artinya: Syarat kedua (dalam shalat berjamaah) adalah makmum tidak boleh meyakini wajibnya qadha shalat atau mengulangi shalat bagi imam. [Link: http://www.fatihsyuhud.org/2013/07/shalat-jamaah-kashifah.html#1 ]
Apabila keterangan di atas yang anda maksud, maka pengertiannya tidaklah seperti yang anda pahami (imam tidak boleh punya hutang shalat). Yang dimaksud dalam kalimat di atas adalah bahwa shalatnya imam pada saat menjadi imam harus sah. Bukan shalat yang harus diqadha atau diulangi. Contoh shalat yang harus diulangi adalah apabila seseorang bertayammum di tempat yang biasanya ada air, maka orang tersebut harus mengulangi shalatnya ketika sudah ada air.
Pemahaman ini dapat juga dilihat pada beberapa kitab syarah Al-Muqaddimah Al-Hadramiyah seperti Al-Minhajul Qawim hlm. 1/151 sbb:
"وأن لا يعتقد" المأموم "وجوب قضائها" على الإمام "كمقيم تيمم" لفقد ماء بمحل يغلب فيه وجوده ومحدث صلى مع حدثه لإكراه أو فقد الطهورين
Artinya: Makmum tidak boleh meyakini wajib qadha shalat (yang sedang dilakukan) pada imam seperti orang yang mukim yang melakukan tayammum karena tidak adanya air di tempat yang biasanya terdapat air dan orang hadats yang shalat dalam keadaan hadas karena terpaksa atau tidak adanya alat bersesuci dua (air dan tayammum).
Atau dalam kitab Busyrol Karim hlm. 294 sbb:
و) الثاني: (أن لا يعتقد) المأموم (وجوب قضائها) على الإمام (كمقيم تيمم)؛ لفقد ماء بمحل يغلب فيه وجوده، ومحدث صلى مع حدثه؛ لفقد الطهورين،
(Maknanya sama dengan di atas).Dalam kitab Ad-Durorus Saniyah juga diterangkan sbb:
[ ولا يجوزُ أن يَقتَدِيَ بمن يَعلَمُ بُطلانَ صلاتِهِ بِحَدَثٍ أو غيرِهِ ] كوجود نجاسة غير معفو عنها على ثوب الإمام. [ أو يَعتَقِدُ فيه البُطلانَ لاجتِهاد ] كمجتهدين اختلفا في القبلة، فلا يصح لأحد منهما أن يقتدي بالآخر. [ أو يَعتَقِدُ وُجُوبَ قضائِها على الإمامِ ]
كأن تيمم الامام لفقد الماء، وصلى في مكان يغلب فيه وجود الماء.
Artinya: Tidak boleh bermakmum pada orang (imam) yang diketahui kebatalan shalatnya karena hadats atau lainnya seperti adanya najis yang tidak dimaafkan pada baju imam. ... atau makmum meyakini bahwa imam wajib mengqadha (atau mengulangi) shalatnya (yang sedang dikerjakan) seperti imam bertayammum karena tidak adanya air sedangkan dia shalat di tempat yang biasa ada air.
Kesimpulannya: imamah anda sah. Shalatnya makmum juga sah. Shalat berjamaah-nya juga sah. Anda cuma salah paham dalam memahami maksud yang tertulis dalam kitab Safinah dan syarahnya. Silahkan dilihat lagi di link ini: http://www.fatihsyuhud.org/2013/07/shalat-jamaah-kashifah.html#1
2. Sah.
3. (a) Tidak ada yang perlu dilakukan kecuali anda harus mengqodho shalat yang dulu ditinggalkan setelah baligh karena itu wajib. Lihat: http://www.alkhoirot.net/2011/12/hukum-qadha-shalat.html
(b) Selain itu, sebagai orang yang terpelajar dan mengerti agama (walaupun tidak mendalam) anda sebaiknya jangan lari dari tanggung jawab keagamaan. Di suatu tempat di mana tidak ada yang pandai agama, maka anda wajib memikul amanah untuk memimpin shalat dan lain-lain.
4. sudah jelas
5. sudah jelas
6. sudah jelas
7. Tidak ada keterangan seperti itu. Yang ada adalah sebelum shalat makmum hendaknya memastikan bahwa imam memenuhi syarat sebagai imam yang terpenting antara lain: bacaannya Quran-nya baik. Lebih detail keterangan dalam Syafah Safinah: http://www.fatihsyuhud.org/2013/07/shalat-jamaah-kashifah.html#1
8. Lihat poin 7.
9. sudah jelas. Lihat poin-poin di atas.
______________________
MASALAH BID'AH TARAWIH DAN ADZAN JUMAT 2 KALI
Assalamualaikum wr wb
Ustadz melanjutkan pertanyaan sebelum nya,
1. pada hal yang bersifat muamalah di bolehkan bid`ah hasanah selama tdk bertentangan dgn syariat. sedangkan pada masalah ibadah harus sesuai contoh Nabi SAW. pertanyaan nya bagaimana dgn sholat tarawih dan adzan 2 kali pada sholat Jum`at ?
2. kelompok wahabi membagi tauhid dgn uluhiyah,rububiyah,asmawasifah pengertian nya apa ya ? kalo kita / aswaja pengertian tentang tauhid itu bagaimana ? mhn penjelasan yg detail, karena saya sangat awam
terimakasih
Wassalamualaikum wr wb
JAWABAN
1. Yang menjadi panutan umat dalam beribadah bukan hanya Quran dan hadits tapi juga perilaku para Sahabat. Ini adalah pandangan Ahlussunnah termasuk kaum Wahabi. Lihat: http://www.alkhoirot.net/2012/06/ahlussunnah-wal-jamaah.html.
2. Pertanyaan anda butuh jawaban panjang. Akan kami tulis di artikel khusus insyaAllah pada waktunya nanti di link berikut, silahkan dibookmark: http://www.alkhoirot.net/2012/06/ahlussunnah-wal-jamaah.html
______________________
KEWAJIBAN AYAH MENAFKAHI ANAK
selama saya baca artikel alkhoirot semua tanggung jawab ayah terhadap anak dari istri yang sudah bercerai selalu mengenai masalah nafkah lahir,jika seorang suami meninggalkan istrinya (bercerai) dengan semua harta (sebagian besar tanah yg sudah dibuat usaha perkebunan) diserahkan untuk istri dan 2 orang anak perempuannya yang dalam pandangan masyrakat didaerah tersebut semua harta yang ditinggalkan sudah cukup membuat hidup yang layak.
pertanyaan saya:
1.apakah seorang ayah tidak perlu lg memberi nafkah secara materi untuk 2 orang anak perempuan tersebut karna harta yang ditinggalkankan sudah mencukupi.
2.selain tanggung jawab materi seperti pertanyaan diatas apakah seorang ayah masih bertanggung jawab secara moril dalam islam untuk membesarkan 2 orang anak perempuan tersebut dan anak yang akan ditinggalkan saat ini masih berumur 8 th dan 3 th.
terima kasih sebelumnya dan mohon penjelasan terutama pada pertanyaan kedua.
salam
JAWABAN
1. Kalau yang diberikan memang sudah mencukupi, maka tidak perlu lagi memberi nafkah.
2. Tentu saja. Adalah kewajiban ayah untuk memberi anaknya pendidikan yang patut dalam bidang agama dan umum. Allah berfirman dalam QS At-Tahrim ayat 6: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."
Untuk cara mendidik anak lihat buku kami "Pendidikan Islam" yang dapat anda baca secara online di sini: http://www.fatihsyuhud.net/pendidikan-islam/