Anggaran Rumah Tangga (ART) Nahdlatul Ulama (NU)

Anggaran Rumah Tangga (ART) Nahdlatul Ulama (NU) Bab I Keanggotaan Bab II Tatacara Penerimaan dan Pemberhentian Keanggotaan Bab III Kewajiban dan

Anggaran Rumah Tangga (ART) Nahdlatul Ulama (NU)

 Judul buku: Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama Keputusan Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama  Bandar Lampung, Lampung 22-24 De sember 2021 M 17-19 Jumadil Ula 1443 H

Penyusun dan Penerbit: Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Masa Khidmat 2022-2027

Alamat: Sekretariat Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Jl. Kramat Raya 164, Jakarta Pusat Telp. (021) 3916013 Fax. (021) 3914013 Website: www.nu.or.id 

Bidang:  Undang-undang Internal / AD ART Organisasi NU

DAFTAR ISI

  1. Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama  
  2. Bab I   Keanggotaan
  3. Bab II  Tatacara Penerimaan dan Pemberhentian Keanggotaan
  4. Bab III  Kewajiban dan Hak Anggota
  5. Bab IV  Tingkatan Kepengurusan
  6. Bab V  Perangkat Perkumpulan dan Badan Khusus
  7. Bab VI Susunan Pengurus Besar
  8. Bab VII  Susunan Pengurus Wilayah
  9. Bab VIII  Susunan Pengurus Cabang dan Pengurus Cabang Istimewa
  10. Bab IX  Susunan Majelis Wakil Cabang
  11. Bab X  Susunan Pengurus Ranting
  12. Bab XI  Susunan Pengurus Anak Ranting
  13. Bab XII  Susunan Pengurus Badan Otonom
  14. Bab XIII  Syarat Menjadi Pengurus
  15. Bab XIV  Pemilihan dan Penetapan Pengurus
  16. Bab XV  Pengisian Jabatan Antar Waktu
  17.  Bab XVI   Rangkap Jabatan
  18. Bab XVII  Pengesahan dan Pembekuan Pengurus
  19. Bab XVIII  Wewenang dan Tugas Pengurus
  20. Bab XIX  Kewajiban dan Hak Pengurus
  21. Bab XX  Evaluasi Kepengurusan
  22. Bab XXI  Permusyawaratan Tingkat Nasional
  23. Bab XXII  Permusyawaratan Tingkat Daerah
  24. Bab XXIII  Permusyawaratan Badan Otonom
  25.  Bab XXIV  Rapat-Rapat
  26. Bab XXV  Keuangan dan Kekayaan
  27. Bab XXVI  Laporan Pertanggungjawaban
  28. Bab XXVII  Tata Urutan Peraturan
  29. Bab XXVIII  Ketentuan Peralihan
  30. Bab XXIX  Ketentuan Penutup 
  31. Kembali ke: Buku AD/ART NU Muktamar 2022 

ANGGARAN RUMAH TANGGA
NAHDLATUL ULAMA
 

 
BAB I KEANGGOTAAN

Pasal 1
Keanggotaan Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a.    anggota biasa adalah setiap warga ne- gara Indonesia yang beragama Islam, baligh, dan menyatakan diri setia ter- hadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga perkumpulan;
b.    anggota luar biasa adalah setiap orang yang beragama Islam, baligh, menyetu- jui akidah, asas dan tujuan Nahdlatul Ulama namun yang bersangkutan bu- kan warga negara Indonesia; dan
c.    anggota kehormatan adalah setiap orang yang bukan anggota biasa atau anggota luar biasa yang dinyatakan telah berjasa kepada Nahdlatul Ulama
 
dan ditetapkan dalam keputusan Peng- urus Besar Nahdlatul Ulama.


BAB II
TATA CARA PENERIMAAN DAN PEMBERHENTIAN    KEANGGOTAAN

Pasal 2
(1)    Anggota biasa diterima melalui Peng- urus Anak Ranting Nahdlatul Ulama dan/atau Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama setempat.
(2)    Anggota biasa yang berdomisili di luar negeri diterima melalui Pengurus Ca- bang Istimewa Nahdlatul Ulama.
(3)    Apabila tidak ada Pengurus Anak Ran- ting Nahdlatul Ulama dan/atau Peng- urus Ranting Nahdlatul Ulama di tem-
 
pat domisili maka pendaftaran ang- gota dilakukan pada Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama terdekat.
(4)    Anggota biasa disahkan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama.

Pasal 3
(1)    Anggota luar biasa di dalam negeri diterima dan disahkan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama setempat.
(2)    Anggota luar biasa yang berdomisili di luar negeri diterima dan disahkan oleh Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama setempat.
(3)    Apabila tidak ada Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama di tempat domisili maka penerimaan dan penge- sahan dilakukan di Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama terdekat.
 
Pasal 4
(1)    Anggota kehormatan diusulkan oleh Pengurus Cabang, Pengurus Cabang Is- timewa atau Pengurus Wilayah kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
(2)    Pengurus Besar Nahdlatul Ulama me- nilai dan mempertimbangkan usulan sebagaimana tersebut dalam ayat (1) Pasal ini untuk memberikan persetu- juan atau penolakan.
(3)    Dalam hal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memberikan persetujuan, ma- ka kepada yang bersangkutan diberi- kan surat keputusan sebagai anggota kehormatan.

Pasal 5
(1)    Seseorang dinyatakan berhenti dari ke- anggotaan Nahdlatul Ulama karena:
 
a.    permintaan sendiri; dan/atau
b.    diberhentikan.
(2)    Seseorang berhenti karena permintaan sendiri mengajukan secara tertulis ke- pada Pengurus Anak Ranting dan/atau Pengurus Ranting di mana dia terdaf- tar.
(3)    Seseorang diberhentikan karena de- ngan sengaja tidak memenuhi kewa- jibannya sebagai anggota atau melaku- kan perbuatan yang mencemarkan dan menodai nama baik Nahdlatul Ulama.
(4)    Ketentuan lebih lanjut tentang prose- dur penerimaan dan pemberhentian keanggotaan, akan diatur dalam Per- aturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
 
BAB III
KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA
Pasal 6
(1)    Anggota biasa berkewajiban:
a.    menjaga dan mengamalkan Islam faham Ahlus Sunnah wal Jama’ah An-Nahdliyah;
b.    mengembangkan nilai-nilai ke- bangsaan dan mempertahankan serta menegakkan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c.    memupuk dan memelihara Ukhu- wah Islamiyah, Ukhuwah Watho- niyah dan Ukhuwah Basyariyah;
d.    mempertahankan keutuhan kelu- arga dalam bidang agama, budaya dan tradisi;
e.    setia dan bersungguh-sungguh mendukung dan membantu se-
 
gala langkah perkumpulan serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang diamanahkan ke- padanya; dan
f.    membayar i’anah yang jenis dan jumlahnya ditetapkan oleh Peng- urus Besar Nahdlatul Ulama.
(2)    Anggota luar biasa dan anggota kehor- matan berkewajiban menjaga nama baik perkumpulan, bersungguh-sung- guh mendukung dan membantu segala langkah perkumpulan serta bertang- gung jawab atas segala sesuatu yang diamanahkan kepadanya.

Pasal 7
(1)    Anggota biasa berhak:
a.    mendapatkan pelayanan keaga- maan;
 
b.    mendapatkan pelayanan dasar dalam bidang pendidikan, sosial, ekonomi, kesehatan, informasi yang sehat, perlindungan hukum dan keamanan;
c.    berpartisipasi dalam musyawarah, memilih dan dipilih menjadi peng- urus atau menduduki jabatan lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
d.    menjalankan tradisi dan adat-is- tiadat selama tidak bertentangan dengan ajaran Ahlus Sunnah wal Jama’ah An-Nahdliyah;
e.    mendapatkan perlindungan diri dan keluarga dari pengaruh pa- ham-paham yang bertentangan dengan ajaran Ahlus Sunnah wal Jama’ah An-Nahdliyah; dan
f.    mendapatkan Kartu Tanda Ang-
 
gota Nahdlatul Ulama (KARTA- NU).
(2)    Anggota luar biasa mempunyai hak se- bagaimana hak anggota biasa kecuali hak memilih dan dipilih.
(3)    Anggota kehormatan mempunyai hak sebagaimana hak anggota luar biasa kecuali hak mendapatkan Kartu Tanda Anggota Nahdlatul Ulama (KARTA- NU).
(4)    Anggota Biasa dan Anggota Luar Biasa Nahdlatul Ulama tidak diperkenan- kan merangkap menjadi anggota per- kumpulan sosial keagamaan lain yang mempunyai akidah, asas, dan tujuan yang berbeda atau merugikan Nah- dlatul Ulama.
 
BAB IV TINGKATAN KEPENGURUSAN

Pasal 8
Tingkatan kepengurusan dalam Perkum- pulan Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a.    Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk tingkat Nasional dan berkedudukan di Jakarta, Ibu kota Ne- gara;
b.    Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) untuk tingkat Provinsi dan berkedudukan di wilayahnya;
c.    Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) untuk tingkat Kabupaten/ Kota dan berkedudukan di wilayahnya;
d.    Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) untuk Luar Negeri dan berkedudukan di wilayah negara yang
 
bersangkutan;
e.    Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) untuk tingkat Kecamatan dan berkedudukan di wilayahnya;
f.    Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PRNU) untuk tingkat Kelurahan/desa; dan
g.    Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama (PARNU) untuk kelompok dan/ atau suatu komunitas.

Pasal 9
(1)    Pembentukan wilayah Nahdlatul Ula- ma diusulkan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama kepada Pengurus Be- sar Nahdlatul Ulama.
(2)    Pembentukan wilayah Nahdlatul Ula- ma diputuskan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian
 
Syuriyah dan Tanfidziyah.
(3)    Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mem- berikan surat keputusan masa perco- baan kepada Pengurus Wilayah Nah- dlatul Ulama.
(4)    Pengurus Besar Nahdlatul Ulama me- ngeluarkan surat keputusan penuh setelah melalui masa percobaan sela- ma 2 (dua) tahun.
(5)    Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama berfungsi sebagai koordinator cabang Nahdlatul Ulama di daerahnya dan se- bagai pelaksana Pengurus Besar Nah- dlatul Ulama untuk daerah yang ber- sangkutan.

Pasal 10
(1)    Pembentukan cabang Nahdlatul Ula- ma diusulkan oleh Majelis Wakil Ca-
 
bang Nahdlatul Ulama melalui Peng- urus Wilayah Nahdlatul Ulama kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
(2)    Pembentukan cabang Nahdlatul Ula- ma diputuskan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
(3)    Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mem- berikan surat keputusan masa perco- baan kepada Pengurus Cabang Nah- dlatul Ulama.
(4)    Pengurus Besar Nahdlatul Ulama me- ngeluarkan surat keputusan penuh setelah melalui masa percobaan sela- ma 1 (satu) tahun.
(5)    Dalam hal-hal yang menyimpang dari ketentuan ayat (1) di atas disebabkan oleh besarnya jumlah penduduk dan luasnya daerah atau sulitnya komuni- kasi dan/atau faktor kesejarahan, pem-
 
bentukan cabang Nahdlatul Ulama diatur oleh kebijakan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dengan memperha- tikan prinsip kebersamaan dan kesa- tuan.

Pasal 11
(1)    Pembentukan cabang istimewa Nah- dlatul Ulama dilakukan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atas permo- honan sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) orang anggota.
(2)    Pembentukan cabang istimewa Nah- dlatul Ulama diputuskan oleh Peng- urus Besar Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidzi- yah.
(3)    Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memberikan surat keputusan masa
 
percobaan kepada Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama.
(4)    Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menge- luarkan surat keputusan penuh setelah melalui masa percobaan selama 1 (satu) tahun.

Pasal 12
(1)    Pembentukan wakil cabang Nahdlatul Ulama diusulkan oleh Pengurus Ran- ting Nahdlatul Ulama kepada Peng- urus Cabang Nahdlatul Ulama.
(2)    Pembentukan wakil cabang Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus Ca- bang Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
(3)    Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama memberikan surat keputusan masa percobaan kepada Majelis Wakil Ca-
 
bang Nahdlatul Ulama.
(4)    Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama mengeluarkan surat keputusan penuh setelah melalui masa percobaan sela- ma 6 (enam) bulan.

Pasal 13
(1)    Pembentukan ranting Nahdlatul Ula- ma diusulkan oleh Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama melalui Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ula- ma kepada Pengurus Cabang Nah- dlatul Ulama.
(2)    Pembentukan ranting Nahdlatul Ula- ma diputuskan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
(3)    Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama memberikan surat keputusan masa
 
percobaan kepada Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama.
(4)    Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama mengeluarkan surat keputusan penuh setelah melalui masa percobaan sela- ma 6 (enam) bulan.

Pasal 14
(1)    Pembentukan anak ranting Nahdlatul Ulama dapat dilakukan jika terdapat sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) anggota.
(2)    Pembentukan anak ranting Nahdlatul Ulama diusulkan oleh anggota melalui Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama ke- pada Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama.
(3)    Pembentukan anak ranting Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Majelis Wakil
 
Cabang Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidzi- yah.
(4)    Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ula- ma memberikan surat keputusan masa percobaan kepada Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama.
(5)    Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama mengeluarkan surat keputusan penuh setelah melalui masa percobaan sela- ma 3 (tiga) bulan.

Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut tentang syarat dan tata cara pembentukan kepengurusan per- kumpulan diatur dalam Peraturan Perkum- pulan Nahdlatul Ulama.
 
BAB V
PERANGKAT PERKUMPULAN DAN BADAN KHUSUS

Pasal 16
(1)    Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a.    Lembaga; dan
b.    Badan Otonom.
(2)    Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dapat membentuk Badan Khusus.

Pasal 17
(1)    Lembaga adalah perangkat departe- mentasi perkumpulan Nahdlatul Ula- ma yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan/atau yang memerlukan penangan-
 
an khusus.
(2)    Ketua Lembaga ditunjuk langsung dan bertanggung jawab kepada pengu- rus Nahdlatul Ulama sesuai dengan tingkatannya.
(3)    Ketua Lembaga dapat diangkat untuk maksimal 2 (dua) kali masa jabatan.
(4)    Pembentukan dan penghapusan Lem- baga ditetapkan melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah masing-ma- sing tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama.
(5)    Pembentukan Lembaga di tingkat wi- layah, cabang dan cabang istimewa Nahdlatul Ulama, disesuaikan dengan kebutuhan penanganan program.
(6)    Lembaga meliputi:
a.    Lembaga Dakwah Nahdlatul Ula- ma disingkat LDNU, bertugas
 
melaksanakan kebijakan Nahdla- tul Ulama di bidang pengemban- gan agama Islam yang menganut faham Ahlus Sunnah wal Jama’ah;
b.    Lembaga Pendidikan Maarif Nah- dlatul Ulama disingkat LP Maarif NU, bertugas melaksanakan kebi- jakan Nahdlatul Ulama di bidang pendidikan dan pengajaran for- mal;
c.    Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nah- dlatul Ulama disingkat RMINU, bertugas melaksanakan kebijak- an Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan pondok pesantren dan pendidikan keagamaan;
d.    Lembaga Perekonomian Nahdla- tul Ulama disingkat LPNU bertu- gas melaksanakan kebijakan Nah- dlatul Ulama di bidang pengem-
 
bangan ekonomi warga Nahdlatul Ulama;
e.    Lembaga Pengembangan Perta- nian Nahdlatul Ulama disingkat LPPNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bi- dang pengembangan dan penge- lolaan pertanian, kehutanan dan lingkungan hidup;
f.    Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama disingkat LKKNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kese- jahteraan keluarga, sosial dan kependudukan;
g.    Lembaga Kajian dan Pengembang- an Sumber Daya Manusia Nah- dlatul Ulama disingkat LAKPES- DAM NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di
 
bidang pengkajian dan pengem- bangan sumber daya manusia;
h.    Lembaga Penyuluhan dan Ban- tuan Hukum Nahdlatul Ulama di- singkat LPBHNU, bertugas melak- sanakan pendampingan, penyu- luhan, konsultasi, dan kajian kebi- jakan hukum;
i.    Lembaga Seni Budaya Muslimin In- donesia Nahdlatul Ulama dising- kat LESBUMI NU, bertugas melak- sanakan kebijakan Nahdlatul Ula- ma di bidang pengembangan seni dan budaya;
j.    Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah Nahdlatul Ulama di- singkat LAZISNU, bertugas meng- himpun zakat dan shadaqah serta mentasharufkan zakat kepada mustahiqnya;
 
k.    Lembaga Wakaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama disingkat LWP- NU, bertugas mengurus tanah dan bangunan serta harta benda wakaf lainnya milik Nahdlatul Ulama;
l.    Lembaga Bahtsul Masail Nahdla- tul Ulama disingkat LBMNU, ber- tugas membahas masalah-ma- salah maudlu’iyyah (tematik) dan waqi’iyyah (aktual) yang akan menjadi keputusan Pengurus Be- sar Nahdlatul Ulama;
m.    Lembaga Ta’mir Masjid Nahdlatul Ulama disingkat LTMNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdla- tul Ulama di bidang pengembang- an dan pemberdayaan masjid;
n.    Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama disingkat LKNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdla-
 
tul Ulama di bidang kesehatan;
o.    Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ula- ma disingkat LFNU,  bertugas mengelola masalah ru’yah, hisab dan pengembangan iImu falak;
p.    Lembaga Ta’lif wan Nasyr Nahdla- tul Ulama disingkat LTNNU, ber- tugas mengembangkan penulisan, penerjemahan dan penerbitan kitab/buku serta media informasi menurut faham Ahlus Sunnah wal Jama’ah;
q.    Lembaga Pendidikan Tinggi Nah- dlatul Ulama disingkat LPTNU, bertugas mengembangkan pendi- dikan tinggi Nahdlatul Ulama; dan
r.    Lembaga Penanggulangan Ben- cana dan Perubahan Iklim Nah- dlatul Ulama disingkat LPBI NU, bertugas melaksanakan kebijakan
 
Nahdlatul Ulama dalam pence- gahan dan penanggulangan ben- cana serta eksplorasi kelautan.

Pasal 18
(1)    Badan Otonom adalah Perangkat Per- kumpulan Nahdlatul Ulama yang ber- fungsi melaksanakan kebijakan Nah- dlatul Ulama yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan.
(2)    Pembentukan dan pembubaran Badan Otonom diusulkan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ditetapkan dalam Konferensi Besar dan dikukuhkan dalam Muktamar.
(3)    Badan Otonom berkewajiban menye- suaikan dengan akidah, asas dan tu- juan Nahdlatul Ulama.
 
(4)    Badan Otonom harus memberikan laporan perkembangan setiap tahun kepada Nahdlatul Ulama di semua tingkatan.
(5)    Badan Otonom dikelompokkan dalam kategori Badan Otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu, dan Badan Otonom berbasis profesi dan kekhususan lainnya.
(6)    Jenis Badan Otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu adalah:
a.    Muslimat Nahdlatul Ulama dising- kat Muslimat NU untuk anggota perempuan Nahdlatul Ulama;
b.    Fatayat Nahdlatul Ulama dising- kat Fatayat NU untuk anggota perempuan muda Nahdlatul Ula- ma yang berusia maksimal 40 (empat puluh) tahun;
c.    Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul
 
Ulama disingkat GP Ansor NU un- tuk anggota laki-laki muda Nah- dlatul Ulama yang berusia maksi- mal 40 (empat puluh) tahun;
d.    Pergerakan Mahasiswa Islam In- donesia disingkat PMII untuk ma- hasiswa Nahdlatul Ulama yang berusia maksimal 30 (tiga puluh) tahun;
e.    Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama disingkat IPNU untuk pelajar dan santri laki-laki Nahdlatul Ulama Ulama yang berusia maksimal 27 (dua puluh tujuh) tahun; dan
f.    Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ula- ma disingkat IPPNU untuk pelajar dan santri perempuan Nahdlatul Ulama yang berusia maksimal 27 (dua puluh tujuh) tahun.
(7)    Badan Otonom berbasis profesi dan
 
kekhususan lainnya:
a.    Jam’iyah Ahli Thariqah al-Mu’ta- barah an-Nahdliyyah disingkat JATMAN untuk anggota Nahdlatul Ulama pengamal thariqat yang mu’tabar;
b. Jam’iyyatul Qurra wal Huffazh di- singkat JQH untuk anggota Nah- dlatul Ulama yang berprofesi Qori/ Qoriah dan Hafizh/ Hafizhah;
c.    Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama disingkat ISNU adalah Badan Oto- nom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdla- tul Ulama pada kelompok sarjana dan kaum intelektual;
d.    Sarikat Buruh Muslimin Indone- sia disingkat SARBUMUSI untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi sebagai buruh/karya-
 
wan/tenaga kerja;
e.    Pagar Nusa untuk anggota Nahdla- tul Ulama yang bergerak pada pengembangan seni bela diri;
f.    Persatuan Guru Nahdlatul Ulama disingkat PERGUNU untuk ang- gota Nahdlatul Ulama yang ber- profesi sebagai guru dan/atau ustadz;
g.    Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi sebagai nelayan; dan
h.    Ikatan Seni Hadrah Indonesia Nahdlatul Ulama disingkat IS- HARI NU untuk anggota Nah- dlatul Ulama yang bergerak dalam pengembangan seni hadrah dan sholawat.
(8)    Ketentuan lebih lanjut tentang Perang-
 
kat Perkumpulan, akan diatur dalam Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama.

Pasal 19
(1)    Badan Khusus berfungsi sebagai pe- ngelola, penyelenggara, dan pengem- bangan kebijakan perkumpulan di bi- dang tertentu.
(2)    Pembentukan dan penghapusan Badan Khusus ditetapkan melalui Rapat Hari- an Syuriyah dan Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
(3)    Ketentuan lebih lanjut tentang Badan Khusus akan diatur dalam Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama.

Pasal 20
Pengurus Nahdlatul Ulama berkewajiban
 
membina, mengayomi dan dapat mengam- bil tindakan organisatoris terhadap Lemba- ga dan Badan Otonom pada tingkat masing- masing.


BAB VI
SUSUNAN PENGURUS BESAR

Pasal 21
(1)    Mustasyar terdiri dari beberapa orang sesuai dengan kebutuhan.
(2)    Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais ‘Aam, beberapa Wakil Rais ‘Aam, beberapa Rais, Katib ‘Aam, dan bebe- rapa Katib.
(3)    Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.
 
Pasal 22
(1)    Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua Umum, beberapa Wakil Ketua Umum, beberapa Ketua, Sekre- taris Jenderal, beberapa Wakil Sekre- taris Jenderal, Bendahara Umum dan beberapa Bendahara.
(2)    Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri dari Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua Lembaga tingkat pusat.

Pasal 23
Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, Pengurus Lengkap Syuriyah, Pengurus Lengkap Tanfidziyah dan Ketua Umum Badan Otonom tingkat pusat.
 
BAB VII
SUSUNAN PENGURUS WILAYAH

Pasal 24
(1)    Mustasyar terdiri dari beberapa orang sesuai dengan kebutuhan.
(2)    Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa Wakil Katib.
(3)    Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.

Pasal 25
(1)    Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Benda- hara.
(2)    Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri
 
dari Pengurus Harian Tanfidziyah dan
Ketua Lembaga tingkat wilayah.

Pasal 26
Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, pengurus Lengkap Syuriyah, pengurus Lengkap Tanfidziyah, dan Ketua Badan Otonom tingkat Wilayah.


BAB VIII
SUSUNAN PENGURUS CABANG DAN PENGURUS CABANG ISTIMEWA

Pasal 27
(1)    Mustasyar terdiri dari beberapa orang sesuai dengan kebutuhan.
(2)    Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan
 
beberapa Wakil Katib.
(3)    Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.

Pasal 28
(1)    Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Benda- hara.
(2)    Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Harian Tanfidziyah, Ke- tua Lembaga di tingkat cabang.

Pasal 29
Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, Pengurus Lengkap Syuriyah, Pengurus Lengkap Tanfidziyah, dan Ketua Badan Otonom tingkat cabang.
 
BAB IX
SUSUNAN MAJELIS WAKIL CABANG

Pasal 30
(1)    Mustasyar terdiri dari beberapa orang sesuai dengan kebutuhan.
(2)    Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa Wakil Katib.
(3)    Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.

Pasal 31
Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
 
Pasal 32
Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, Pengurus Lengkap Syuriyah, Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua Badan Oto- nom tingkat wakil cabang.


BAB X
SUSUNAN PENGURUS RANTING

Pasal 33
(1)    Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa Wakil Katib.
(2)    Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A ’wan.
 
Pasal 34
Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.

Pasal 35
Pengurus Pleno terdiri dari Pengurus Leng- kap Syuriyah, Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua Badan Otonom tingkat ranting.


BAB XI
SUSUNAN PENGURUS ANAK RANTING

Pasal 36
(1)    Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan
 
beberapa Wakil Katib.
(2)    Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.

Pasal 37
Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.


BAB XII
SUSUNAN PENGURUS BADAN OTONOM

Pasal 38
(1)    Susunan kepengurusan Badan Otonom diatur dalam Peraturan Dasar dan Per- aturan Rumah Tangga Badan Otonom.
(2)    Pengesahan susunan kepengurusan
 
Badan Otonom atas dasar rekomen- dasi Pengurus Nahdlatul Ulama sesuai tingkatan masing-masing.


BAB XIII
SYARAT MENJADI PENGURUS

Pasal 39
(1)    Untuk menjadi Pengurus Harian Anak Ranting Nahdlatul Ulama harus sudah terdaftar sebagai anggota Nahdlatul Ulama.
(2)    Untuk menjadi Pengurus Ranting harus sudah menjadi Pengurus Anak Ran- ting dan/atau anggota aktif sekurang- kurangnya 2 (dua) tahun.
(3)    Untuk menjadi Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama harus sudah pernah
 
menjadi Majelis Wakil Cabang Nah- dlatul Ulama, atau Pengurus Badan Otonom tingkat wakil cabang, dan/ atau Pengurus Harian Ranting Nah- dlatul Ulama.
(4)    Untuk menjadi Pengurus Cabang Nah- dlatul Ulama harus sudah pernah men- jadi Pengurus Harian atau Pengurus Harian Lembaga tingkat cabang, dan/ atau Pengurus Harian tingkat wakil cabang, dan/atau Pengurus Harian Badan Otonom tingkat cabang serta sudah pernah mengikuti pendidikan kaderisasi Nahdlatul Ulama.
(5)    Untuk menjadi Pengurus Wilayah Nah- dlatul Ulama harus sudah pernah men- jadi Pengurus Harian atau Pengurus Harian Lembaga tingkat wilayah, dan/ atau Pengurus Harian tingkat cabang, dan/atau Pengurus Harian Badan Oto-
 
nom tingkat wilayah serta sudah per- nah mengikuti pendidikan kaderisasi Nahdlatul Ulama.
(6)    Untuk menjadi Pengurus Besar Nah- dlatul Ulama harus sudah pernah men- jadi Pengurus Harian atau Pengurus Harian Lembaga pada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, dan/atau Pengurus Harian tingkat wilayah, dan/atau Peng- urus Harian Badan Otonom tingkat pusat serta sudah pernah mengikuti pendidikan kaderisasi Nahdlatul Ulama.
(7)    Ketentuan lebih lanjut tentang syarat menjadi pengurus, akan diatur dalam Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
 
BAB XIV PEMILIHAN DAN PENETAPAN
PENGURUS

Pasal 40
(1)    Pemilihan dan penetapan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sebagai beri- kut:
a.    Rais ‘Aam dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat de- ngan sistem Ahlul Halli wal ‘Aqdi;
b.    Ahlul Halli wal ‘Aqdi terdiri dari 9 (sembilan) orang ulama yang ditetapkan secara langsung dalam muktamar;
c.    kriteria ulama yang dipilih men- jadi Ahlul Halli wal ’Aqdi adalah sebagai berikut: beraqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah An-Nahdli-
 
yah, bersikap adil, ‘alim, memiliki integritas moral, tawadlu’, berpe- ngaruh dan memiliki pengeta- huan untuk memilih pemimpin yang munadzdzim dan muharrik serta wara’ dan zuhud;
d.    Wakil Rais ‘Aam ditunjuk oleh Rais ‘Aam terpilih;
e.    Ketua Umum dipilih secara lang- sung oleh muktamirin melalui musyawarah mufakat atau pe- mungutan suara dalam Muktamar dengan terlebih dahulu menyam- paikan kesediaannya secara lisan atau tertulis dan mendapat per- setujuan dari Rais ‘Aam terpilih; dan
f.    Wakil Ketua Umum ditunjuk oleh Ketua Umum terpilih.
(2)    Rais ‘Aam terpilih, Wakil Rais ‘Aam,
 
Ketua Umum terpilih dan Wakil Ketua Umum bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyah dan Tanfi- dziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang mewakili zona Indonesia bagian timur, Indone- sia bagian tengah dan Indonesia ba- gian barat.
(3)    Mustasyar dan A’wan ditetapkan oleh Pengurus Harian Syuriyah.
(4)    Ketua Lembaga ditetapkan oleh Peng-
urus Tanfidziyah;
(5) Pengurus Harian Tanfidziyah bersama Ketua Lembaga menyusun kelengkap- an Pengurus Lembaga.

Pasal 41
(1)    Pemilihan dan penetapan Pengurus Wila- yah Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
 
a.    Rais dipilih secara langsung me- lalui musyawarah mufakat de- ngan sistem Ahlul Halli wal ‘Aqdi;
b.    Ahlul Halli wal ‘Aqdi terdiri dari 7 (tujuh) orang ulama yang ditetap- kan secara langsung dalam Konfe- rensi Wilayah;
c.    kriteria ulama yang dipilih men- jadi Ahlul Halli wal ‘Aqdi adalah sebagai berikut: beraqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah An-Nahdli- yah, bersikap adil, ‘alim, memiliki integritas moral, tawadlu’, berpe- ngaruh dan memiliki pengeta- huan untuk memilih pemimpin yang munadzdzim dan muharrik serta wara’ dan zuhud; dan
d.    Ketua dipilih secara langsung oleh peserta melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara
 
dalam Konferensi Wilayah dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya secara lisan atau tertulis dan mendapat persetu- juan dari Rais terpilih.
(2)    Rais dan Ketua terpilih bertugas me- lengkapi susunan Pengurus Hari- an Syuriyah dan Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang mewakili zona.
(3)    Ketua Lembaga ditetapkan oleh Peng-
urus Tanfidziyah.
(4) Pengurus Harian Tanfidziyah bersama Ketua Lembaga menyusun kelengkap- an Pengurus Harian Lembaga.

Pasal 42
(1)    Pemilihan dan penetapan Pengurus Ca- bang Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
 
a.    Rais dipilih secara langsung me- lalui musyawarah mufakat de- ngan sistem Ahlul Halli wal‘ Aqdi;
b.    Ahlul Halli wal ‘Aqdi terdiri dari 5 (lima) orang ulama yang ditetap- kan secara langsung dalam Konfe- rensi Cabang;
c.    kriteria ulama yang dipilih men- jadi Ahlul Halli wal ‘Aqdi adalah sebagai berikut: beraqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah An-Nahdli- yah, bersikap adil, ‘alim, memiliki integritas moral, tawadlu’, berpe- ngaruh dan memiliki pengeta- huan untuk memilih pemimpin yang munadzdzim dan muharrik serta wara’ dan zuhud; dan
d.    Ketua dipilih secara langsung oleh peserta melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara
 
dalam Konferensi Cabang dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya secara lisan atau tertulis dan mendapat persetuju- an dari Rais terpilih.
(2)    Rais dan Ketua terpilih bertugas me- lengkapi susunan Pengurus Harian Syu- riyah dan Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang mewakili zona.
(3)    Ketua Lembaga ditetapkan oleh Peng-
urus Tanfidziyah.
(4) Pengurus Harian Tanfidziyah bersama Ketua Lembaga menyusun kelengkap- an Pengurus Harian Lembaga.

Pasal 43
(1)    Pemilihan dan penetapan Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama se-
 
bagai berikut:
a.    Rais dipilih secara langsung me- lalui musyawarah mufakat de- ngan sistem Ahlul Halli wal ‘Aqdi;
b.    Ahlul Halli wal ‘Aqdi terdiri dari 5 (lima) orang ulama yang ditetap- kan secara langsung dalam Konfe- rensi Cabang Istimewa;
c.    kriteria ulama yang dipilih men- jadi Ahlul Halli wal ’Aqdi adalah sebagai berikut: beraqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah An-Nahdli- yah, bersikap adil, ‘alim, memiliki integritas moral, tawadlu’, berpe- ngaruh dan memiliki pengeta- huan untuk memilih pemimpin yang munadzdzim dan muharrik serta wara’ dan zuhud;
d.    Ketua dipilih secara langsung oleh peserta melalui musyawarah
 
mufakat atau pemungutan suara dalam Konferensi Cabang Istime- wa dengan terlebih dahulu me- nyampaikan kesediaannya secara lisan atau tertulis dan mendapat persetujuan dari Rais terpilih.
(2)    Rais dan Ketua terpilih bertugas me- lengkapi susunan Pengurus Harian Syu- riyah dan Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang mewakili zona.
(3)    Ketua Lembaga ditetapkan oleh Peng-
urus Tanfidziyah.
(4) Pengurus Harian Tanfidziyah bersama Ketua Lembaga menyusun kelengkap- an Pengurus Harian Lembaga.

Pasal 44
(1)    Pemilihan dan penetapan Majelis Wa-
 
kil Cabang Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
a.    Rais dipilih secara langsung me- lalui musyawarah mufakat de- ngan sistem Ahlul Halli wal‘ Aqdi;
b.    Ahlul Halli wal ‘Aqdi terdiri dari 5 (lima) orang ulama yang ditetap- kan secara langsung dalam Konfe- rensi Wakil Cabang;
c.    kriteria ulama yang dipilih men- jadi Ahlul Halli wal ’Aqdi adalah sebagai berikut: beraqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah An-Nahdli- yah, bersikap adil, ‘alim, memiliki integritas moral, tawadlu’, berpe- ngaruh dan memiliki pengeta- huan untuk memilih pemimpin yang munadzdzim dan muharrik serta wara’ dan zuhud; dan
d.    Ketua dipilih secara langsung oleh
 
peserta Konferensi melalui musya- warah mufakat atau pemungutan suara dalam Konferensi Wakil Ca- bang dengan terlebih dahulu me- nyampaikan kesediaannya secara lisan atau tertulis dan mendapat persetujuan dari Rais terpilih.
(2)    Rais dan Ketua terpilih bertugas me- lengkapi susunan Pengurus Harian Syu- riyah dan Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang mewakili zona.

Pasal 45
(1)    Pemilihan dan penetapan Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama sebagai be- rikut:
a.    Rais dipilih secara langsung me- lalui musyawarah mufakat de-
 
ngan sistem Ahlul Halli wal‘ Aqdi.
b.    Ahlul Halli wal‘ Aqdi terdiri dari 5 (lima) orang ulama yang ditetap- kan secara langsung dalam Musya- warah Ranting;
c.    kriteria ulama yang dipilih men- jadi Ahlul Halli wal ’Aqdi adalah sebagai berikut: beraqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah An-Nahdli- yah, bersikap adil, ‘alim, memiliki integritas moral, tawadlu’, berpe- ngaruh dan memiliki pengeta- huan untuk memilih pemimpin yang munadzdzim dan muharrik serta wara’ dan zuhud; dan
d.    Ketua dipilih secara langsung oleh peserta melalui musyawarah mufakat atau pemungutan su- ara dalam Musyawarah Ranting dengan terlebih dahulu menyam-
 
paikan kesediaannya secara lisan atau tertulis dan mendapat per- setujuan dari Rais terpilih.
(2)    Rais dan Ketua terpilih bertugas me- lengkapi susunan Pengurus Harian Syu- riyah dan Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede forma- tur yang dipilih dari dan oleh peserta Musyawarah Ranting.

Pasal 46
(1)    Pemilihan dan penetapan Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama se- bagai berikut:
a.    Rais dipilih secara langsung me- lalui musyawarah mufakat de- ngan sistem Ahlul Halli wal‘ Aqdi;
b.    Ahlul Halli wal‘ Aqdi terdiri dari 5 (lima) orang ulama yang ditetap-
 
kan secara langsung dalam Musya- warah Anggota;
c.    kriteria ulama yang dipilih men- jadi Ahlul Halli wal ’Aqdi adalah sebagai berikut: beraqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah An-Nahdli- yah, wara’ dan zuhud, bersikap adil, ‘alim, memiliki integritas moral, tawadlu’, berpengaruh dan memiliki pengetahuan untuk me- milih pemimpin; dan
d.    Ketua dipilih secara langsung oleh peserta secara langsung me- lalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Musya- warah Anggota dengan terlebih dahulu menyampaikan kesedia- annya secara lisan atau tertulis dan mendapat persetujuan dari Rais terpilih.
 
(2)    Rais dan Ketua terpilih bertugas me- lengkapi susunan Pengurus Harian Syu- riyah dan Tanfidziyah.

Pasal 47
Ketentuan lebih lanjut tentang pemilih- an dan penetapan pengurus, akan diatur dalam Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama.


BAB XV
PENGISIAN JABATAN ANTAR WAKTU

Pasal 48
(1)    Apabila Rais ‘Aam berhalangan tetap, maka Wakil Rais ‘Aam menjadi Pejabat Rais ‘Aam.
 
(2)    Apabila Wakil Rais ‘Aam berhalangan tetap, maka Rais ‘Aam atau Pejabat Rais ‘Aam menunjuk salah seorang Rais untuk menjadi Wakil Rais ‘Aam.
(3)    Apabila Rais ‘Aam dan Wakil Rais ‘Aam berhalangan tetap dalam waktu yang bersamaan, maka Rapat Pleno Peng- urus Besar Nahdlatul Ulama mene- tapkan Pejabat Rais Aam dan Pejabat Wakil Rais ‘Aam.
(4)    Apabila Mustasyar, Rais Syuriyah, Ka- tib ‘Aam, Katib, dan A’wan berhalangan tetap maka pengisiannya ditetapkan melalui Rapat Pengurus Besar Harian Syuriyah dan disahkan dengan Surat Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
 
Pasal 49
(1)    Apabila Ketua Umum berhalangan tetap, maka Wakil Ketua Umum men- jadi Pejabat Ketua Umum.
(2)    Apabila Wakil Ketua Umum berha- langan tetap, maka Ketua Umum atau Pejabat Ketua Umum menunjuk salah seorang Ketua untuk menjadi Wakil Ketua Umum.
(3)    Apabila Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum berhalangan tetap dalam wak- tu yang bersamaan, maka Rapat Ple- no Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menetapkan Pejabat Ketua Umum dan Pejabat Wakil Ketua Umum.
(4) Apabila Ketua Tanfidziyah, Sekretaris Jenderal, Wakil Sekretaris Jenderal, Bendahara Umum, dan Bendahara berhalangan tetap maka pengisiannya
 
ditetapkan melalui Rapat Pengurus Be- sar Harian Tanfidziyah dan disahkan dengan Surat Keputusan Pengurus Be- sar Nahdlatul Ulama.
(5)    Apabila Ketua Lembaga berhalangan tetap maka pengisiannya diusulkan oleh Pengurus Harian Lembaga yang bersangkutan, ditetapkan melalui Ra- pat Harian Tanfidziyah dan disahkan dengan Surat Keputusan Pengurus Be- sar Nahdlatul Ulama.
(6)    Apabila anggota Pengurus Lembaga berhalangan tetap maka pengisiannya diusulkan oleh Pengurus Harian Lem- baga yang bersangkutan dan disahkan dengan Surat Keputusan Pengurus Be- sar Nahdlatul Ulama.
 
Pasal 50
Apabila Pengurus Wilayah, Pengurus Ca- bang, Pengurus Cabang Istimewa, Majelis Wakil Cabang, Pengurus Ranting, dan Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama berhalangan tetap maka proses pengisian jabatan tersebut disesuaikan dengan prin- sip-prinsip yang diatur dalam ketentuan se- bagaimana tercantum pada Pasal 48 dan 49 Anggaran Rumah Tangga ini.


BAB XVI RANGKAP  JABATAN

Pasal 51
(1)    Jabatan Pengurus Harian Nahdlatul Ulama tidak dapat dirangkap dengan:
a.    jabatan Pengurus Harian pada
 
semua tingkat kepengurusan Nah- dlatul Ulama;
b.    jabatan Pengurus Harian Lemba- ga dan Badan Otonom;
c.    jabatan Pengurus Harian Partai Politik;
d.    jabatan Pengurus Harian perkum- pulan yang berafiliasi kepada par- tai politik; dan/atau
e.    jabatan Pengurus Harian perkum- pulan kemasyarakatan yang ber- tentangan dengan prinsip-prinsip perjuangan dan tujuan Nahdlatul Ulama.
(2)    Jabatan Pengurus Harian Lembaga Nahdlatul Ulama tidak dapat dirang- kap dengan Jabatan Pengurus Harian Lembaga pada semua tingkat kepeng- urusan.
 
(3)    Jabatan Ketua Umum Badan Otonom Nahdlatul Ulama tidak dapat dirang- kap dengan:
a.    jabatan Pengurus Harian pada semua tingkat kepengurusan Ba- dan Otonom lainnya;
b.    jabatan Pengurus Harian Lemba- ga;
c.    jabatan Pengurus Harian partai politik; dan/atau
d.    jabatan Pengurus Harian perkum- pulan yang berafiliasi kepada par- tai politik.
(4)    Rais ‘Aam, Wakil Rais ‘Aam, Ketua Umum, dan Wakil Ketua Umum Peng- urus Besar Nahdlatul Ulama, Rais dan Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama, Rais dan Ketua Pengurus Ca- bang Nahdlatul Ulama tidak diper- kenankan mencalonkan diri atau di-
 
calonkan dalam pemilihan jabatan politik.
(5)    Yang disebut dengan jabatan politik dalam Anggaran Rumah Tangga ini adalah jabatan Presiden, Wakil Presi- den, Menteri, Gubernur, Wakil Guber- nur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indone- sia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
(6)    Apabila Rais ‘Aam, Wakil Rais ‘Aam, Ketua Umum, dan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama men- calonkan diri atau dicalonkan, maka yang bersangkutan harus mengundur- kan diri atau diberhentikan.
(7)    Apabila Rais dan Ketua Pengurus
 
Wilayah Nahdlatul Ulama, Rais dan Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ula- ma mencalonkan diri atau dicalonkan, maka yang bersangkutan harus meng- undurkan diri atau diberhentikan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
(8)    Ketentuan lebih lanjut tentang rang- kap jabatan, akan diatur dalam Per- aturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama.


BAB XVII PENGESAHAN DAN PEMBEKUAN
PENGURUS

Pasal 52
(1)    Pengurus Besar Nahdlatul Ulama disahkan oleh Rais ‘Aam dan Ketua Umum.
 
(2)    Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang dan Pengurus Cabang Istimewa Nah- dlatul Ulama disahkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
(3)    Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama disahkan oleh Pengurus Besar Nahdla- tul Ulama dengan rekomendasi Peng- urus Wilayah Nahdlatul Ulama.
(4)    Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ula- ma disahkan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama.
(5)    Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama disahkan oleh Pengurus Cabang Nah- dlatul Ulama dengan rekomendasi Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama.
(6)    Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama disahkan oleh Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama dengan reko- mendasi Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama.
 
Pasal 53
(1)    Pengurus Harian Lembaga ditetapkan dalam Rapat Harian Tanfidziyah dan disahkan dengan surat keputusan pengurus Nahdlatul Ulama pada ting- katannya.
(2)    Pengurus Lengkap Lembaga disusun dan disahkan oleh Pengurus Harian Lembaga yang bersangkutan.

Pasal 54
(1)    Pengurus Harian Badan Otonom Ting- kat Pusat disahkan oleh Pengurus Be- sar Nahdlatul Ulama.
(2)    Pengurus Harian Badan Otonom di tingkat wilayah dan cabang disahkan oleh pengurus Tingkat Pusat Badan Otonom yang bersangkutan, dengan rekomendasi dari pengurus Nahdlatul
 
Ulama pada tingkatannya.

Pasal 55
(1)    Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dapat membekukan kepengurusan wilayah, kepengurusan cabang dan kepeng- urusan cabang istimewa melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah Peng- urus Besar Nahdlatul Ulama.
(2)    Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama dapat membekukan kepengurusan wa- kil cabang dan kepengurusan ranting melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah Pengurus Cabang Nah- dlatul Ulama.
(3)    Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ula- ma dapat membekukan kepengurus- an anak ranting melalui Rapat Ha- rian Syuriyah dan Tanfidziyah Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama.
 
Pasal 56
Ketentuan lebih lanjut tentang pengesah- an dan pembekuan pengurus serta tata cara pelantikan kepengurusan, akan diatur dalam Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama.


BAB XVIII
WEWENANG DAN TUGAS PENGURUS

Pasal 57
(1)    Mustasyar bertugas memberikan arah- an, pertimbangan dan/atau nase- hat, diminta atau tidak, baik secara perorangan maupun kolektif kepada pengurus menurut tingkatannya.
(2)    Syuriyah bertugas merumuskan kebi- jakan umum perkumpulan, mengarah-
 
kan dan mengawasi Tanfidziyah serta melakukan konsolidasi Syuriyah pada tingkat di bawahnya.
(3) Tanfidziyah bertugas merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan perkumpulan berdasarkan kebijakan umum perkumpulan yang ditetapkan oleh Muktamar dan Syuri- yah.

Pasal 58
(1)    Kewenangan Rais ‘Aam adalah:
a.    mengendalikan pelaksanaan kebi- jakan umum perkumpulan;
b.    mewakili Pengurus Besar Nahdla- tul Ulama baik keluar maupun ke dalam yang menyangkut urusan keagamaan baik dalam bentuk konsultasi, koordinasi, maupun
 
informasi;
c.    bersama Ketua Umum mewakili Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam hal melakukan tindakan penerimaan, pengalihan, tukar- menukar, penjaminan, penyera- han wewenang penguasaan atau pengelolaan dan penyertaan usa- ha atas harta benda bergerak dan/ atau tidak bergerak milik atau yang dikuasai Nahdlatul Ulama;
d.    bersama Ketua Umum menan- datangani keputusan-keputusan strategis Pengurus Besar Nahdla- tul Ulama; dan
e.    bersama Ketua Umum membatal- kan keputusan Perangkat Perkum- pulan yang bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama.
 
(2)    Tugas Rais ‘Aam adalah:
a.    mengarahkan dan mengawasi pe- laksanaan keputusan-keputusan Muktamar dan kebijakan umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.;
b.    memimpin, mengkoordinasikan dan mengawasi tugas-tugas di an- tara Pengurus Besar Syuriyah;
c.    bersama Ketua Umum memimpin pelaksanaan Muktamar, Musya- warah Nasional Alim Ulama, Kon- ferensi Besar, Rapat Kerja, Rapat Pleno, Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah; dan
d.    memimpin Rapat Harian Syuriyah dan Rapat Pengurus Lengkap Syu- riyah.
 
Pasal 59
(1)    Kewenangan Wakil Rais ‘Aam adalah:
a.    menjalankan kewenangan Rais ‘Aam apabila Rais ‘Aam berhalang- an; dan
b.    bersama Rais ‘Aam memimpin, mengatur, dan mengawasi pelak- sanaan kebijakan umum Peng- urus Besar Nahdlatul Ulama.
(2)    Tugas Wakil Rais ‘Aam adalah:
a.    membantu tugas-tugas Rais ‘Aam;
b.    mewakili Rais ‘Aam apabila berha- langan; dan
c.    melaksanakan bidang tertentu yang ditetapkan oleh dan/atau bersama Rais ‘Aam.
 
Pasal 60
(1)    Kewenangan Rais adalah:
a.    menjalankan wewenang Rais ‘Aam dan/atau Wakil Rais ‘Aam ketika berhalangan; dan
b.    merumuskan pelaksanaan bidang khusus masing-masing.
(2)    Tugas Rais adalah:
a.    membantu tugas-tugas Rais ‘Aam dan/atau Wakil Rais ‘Aam;
b.    mewakili Rais ‘Aam dan/atauWakil Rais ‘Aam apabila berhalangan; dan
c.    melaksanakan bidang khusus ma- sing-masing.

Pasal 61
(1)    Kewenangan Katib ‘Aam adalah:
 
a.    merumuskan dan mengatur pe- ngelolaan kekatiban Pengurus Be- sar Syuriyah; dan
b.    bersama Rais ‘Aam, Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal menan- datangani keputusan-keputusan strategis Pengurus Besar Nahdla- tul Ulama.
(2)    Tugas Katib ‘Aam adalah:
a.    membantu Rais ‘Aam, Wakil Rais ‘Aam dan Rais-Rais dalam men- jalankan wewenang dan tugasnya;
b.    merumuskan dan mengatur ma- najemen administrasi Pengurus Besar Syuriah; dan
c.    mengatur dan mengkoordinir pem- bagian tugas di antara Katib.
 
Pasal 62
(1)    Katib mempunyai kewenangan seba- gai berikut:
a.    melaksanakan kewenangan Katib ‘Aam apabila berhalangan; dan
b.    mendampingi Rais-rais sesuai bi- dang masing-masing.
(2)    Katib mempunyai tugas sebagai be- rikut:
a.    membantu tugas Katib‘Aam;
b.    mewakili Katib ‘Aam apabila ber- halangan; dan
c.    melaksanakan tugas khusus yang diberikan Katib ‘Aam.

Pasal 63
A’wan memberi masukan dan membantu pelaksanaan tugas Pengurus Besar Syuriyah.
 
Pasal 64
(1)    Wewenang Ketua Umum adalah seba- gai berikut:
a.    mewakili Pengurus Besar Nahdla- tul Ulama baik ke luar maupun ke dalam yang menyangkut pelak- sanaan kebijakan perkumpulan dalam bentuk konsultasi, koordi- nasi maupun informasi;
b.    merumuskan kebijakan khusus perkumpulan;
c.    bersama Rais Aam mewakili Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam hal melakukan tindakan penerimaan, pengalihan, tukar- menukar, penjaminan, penyerah- an wewenang penguasaan penge- lolaan, dan penyertaan usaha atas harta benda bergerak dan/atau
 
tidak bergerak milik atau yang di- kuasai Nahdlatul Ulama;
d.    bersama Rais ‘Aam menandata- ngani keputusan strategis perkum- pulan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama;
e.    bersama Rais ‘Aam membatalkan keputusan Perangkat Perkum- pulan yang bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama;
f.    mewakili Pengurus Besar Nahdla- tul Ulama di dalam maupun di luar pengadilan;
g.    Ketua Umum dapat mewakilkan kepada pengurus lain untuk men- jalankan kewenangan sebagaima- na dimaksud dalam huruf f pada Pasal ini; dan
h.    bersama Rais/Katib dan Sekretaris
 
Jenderal menandatangani surat- surat keputusan biasa Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
(2)    Tugas Ketua Umum adalah sebagai berikut:
a.    memimpin, mengatur dan meng- koordinasikan pelaksanaan kepu- tusan-keputusan Muktamar dan kebijakan umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama;
b.    memimpin, mengkoordinasikan dan mengawasi tugas-tugas di an- tara Pengurus Besar Tanfidziyah;
c.    bersama Rais ‘Aam memimpin pelaksanaan Muktamar, Musya- warah Nasional Alim Ulama, Kon- ferensi Besar, Rapat Kerja, Rapat Pleno, Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah; dan
d.    memimpin Rapat Harian Tanfi-
 
dziyah dan Rapat Pengurus Leng-
kap Tanfidziyah.

Pasal 65
(1)    Kewenangan    Wakil    Ketua    Umum adalah:
a.    menjalankan kewenangan Ketua Umum apabila berhalangan; dan
b.    membantu Ketua Umum memim- pin, mengatur, dan mengawasi pelaksanaan kebijakan umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
(2)    Tugas Wakil Ketua Umum adalah:
a.    membantu tugas-tugas Ketua Umum;
b.    mewakili Ketua Umum apabila berhalangan; dan
c.    melaksanakan bidang tertentu yang ditetapkan oleh dan/atau
 
bersama Ketua Umum.

Pasal 66
(1)    Kewenangan Ketua adalah:
a.    menjalankan wewenang Ketua Umum dan/atau Wakil Ketua Umum apabila berhalangan; dan
b.    merumuskan dan menjalankan bidang khusus masing-masing.
(2)    Tugas Ketua-Ketua adalah:
a.    membantu tugas-tugas Ketua Umum; dan
b.    menjalankan tugas-tugas Ketua Umum sesuai pembidangan yang ditetapkan.

Pasal 67
(1)    Kewenangan Sekretaris Jenderal adalah:
 
a.    merumuskan dan mengatur pe- ngelolaan kesekretariatan Peng- urus Besar Tanfidziyah;
b.    merumuskan naskah rancangan peraturan, keputusan, dan pelak- sanaan program Pengurus Besar Nahdlatul Ulama; dan
c.    bersama Rais ‘Aam, Ketua Umum dan Katib ‘Aam menandatangani surat-surat keputusan strategis Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
(2)    Tugas Sekretaris Jenderal adalah:
a.    membantu Ketua Umum, Wakil Ketua Umum dan Ketua-ketua dalam menjalankan tugas dan we- wenangnya;
b.    merumuskan manajemen admi- nistrasi, memimpin dan mengkoor- dinasikan Sekretariat Jenderal;
 
c.    mengatur dan mengkoordinir pembagian tugas di antara Wakil Sekretaris Jenderal; dan
d.    bersama Rais/Katib dan Ketua Umum menandatangani surat- surat keputusan biasa Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

Pasal 68
(1)    Kewenangan Wakil Sekretaris Jenderal adalah:
a.    melaksanakan kewenangan Sek- retaris Jenderal apabila berha- langan;
b.    mendampingi Ketua-Ketua sesuai bidang masing-masing; dan
c.    bersama Rais/Katib dan Ketua Umum/Wakil Ketua Umum/Ke- tua menandatangani surat-surat
 
biasa Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
(2)    Tugas Wakil Sekretaris Jenderal adalah:
a.    membantu tugas-tugas Sekretaris Jenderal;
b.    mewakili Sekretaris Jenderal apa- bila berhalangan; dan
c.    melaksanakan tugas khusus yang diberikan Sekretaris Jenderal.


Pasal 69
(1)    Kewenangan Bendahara Umum adalah:
a.    mengatur pengelolaan keuangan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama;
b.    melakukan pembagian tugas ke- bendaharaan dengan bendahara; dan
 
c.    bersama Ketua Umum menan- datangani surat-surat penting Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang berkaitan dengan keuangan.
(2)    Tugas Bendahara Umum adalah:
a.    mendapatkan sumber-sumber pen- danaan perkumpulan;
b.    merumuskan manajemen dan melakukan pencatatan keuangan dan aset;
c.    membuat Standard Operating Pro- cedure (SOP) keuangan;
d.    menyusun dan merencanakan Anggaran Pendapatan dan Belan- ja Rutin, dan anggaran program pengembangan atau rintisan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama; dan
e.    menyiapkan bahan-bahan yang
 
dibutuhkan untuk kepentingan audit keuangan.

Pasal 70
(1)    Prinsip-prinsip pokok tentang we- wenang dan tugas pengurus seba- gaimana diatur dalam pasal-pasal dalam bab ini berlaku secara mutatis mutandis (dengan sendirinya) untuk seluruh tingkat kepengurusan.
(2)    Ketentuan lebih lanjut tentang we- wenang dan tugas pengurus, akan diatur dalam Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
 
BAB XIX
KEWAJIBAN DAN HAK PENGURUS

Pasal 71
(1)    Pengurus Nahdlatul Ulama berkewa- jiban:
a.    menjaga dan menjalankan am- anat dan  ketentuan-ketentuan perkumpulan;
b.    menjaga keutuhan perkumpulan kedalam maupun keluar; dan
c.    menyampaikan laporan pertang- gungjawaban secara tertulis da- lam permusyawaratan sesuai de- ngan tingkat kepengurusannya.
(2)    Pengurus Nahdlatul Ulama berhak:
a.    menetapkan kebijakan, keputus- an dan peraturan perkumpulan sepanjang tidak bertentangan
 
dengan Anggaran Dasar dan Ang- garan Rumah Tangga; dan
b.    Memberikan arahan dan dukung- an teknis kepada Badan Otonom untuk meningkatkan kinerjanya.


BAB XX EVALUASI   KEPENGURUSAN

Pasal 72
(1)    Kepengurusan Nahdlatul Ulama di se- tiap tingkat diukur berdasarkan indi- kator kinerja sebagai berikut:
a.    kinerja Pengurus Besar Nahdla- tul Ulama dinilai berdasarkan pelaksanaan mandat Muktamar, Musyawarah Nasional dan Konfe- rensi Besar, dan Rapat Kerja Nasi-
 
onal; dan
b.    kinerja Pengurus Wilayah, Peng- urus Cabang, dan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama diukur berdasarkan pelaksanaan kewa- jiban-kewajiban perkumpulan.
(2)    Berdasarkan kinerjanya, Pengurus Wi- layah, Pengurus Cabang, dan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama dikla- sifikasikan berdasarkan kelompok A, B, dan C.
(3)    Ketentuan lebih lanjut tentang evalu- asi kepengurusan diatur dalam Per- aturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
 
BAB XXI PERMUSYAWARATAN TINGKAT NASIONAL

Pasal 73
(1)    Muktamar adalah forum permusya- waratan tertinggi di dalam perkumpul- an Nahdlatul Ulama.
(2)    Muktamar membicarakan dan mene- tapkan:
a.    laporan pertanggungjawaban Peng- urus Besar Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis;
b.    Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
c.    Garis-garis Besar Program Kerja Nahdlatul Ulama 5 (lima) tahun;
d.    hukum atas masalah keagamaan
 
dan kemasyarakatan;
e.    rekomendasi  perkumpulan;
f.    Ahlul Halli wal ‘Aqdi; dan
g.    memilih Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
(3)    Muktamar dipimpin dan diselengga- rakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun.
(4)    Muktamar dihadiri oleh:
a.    Pengurus Besar Nahdlatul Ulama;
b.    Pengurus Wilayah Nahdlatul Ula- ma; dan
c.    Pengurus Cabang/Cabang Istime- wa Nahdlatul Ulama.
(5)    Muktamar adalah sah apabila dihadiri oleh 2/3 (dua pertiga) jumlah wilayah dan cabang/cabang istimewa yang sah.
 
Pasal 74
(1)    Muktamar Luar Biasa dapat diseleng- garakan apabila Rais ’Aam dan/atau Ketua Umum Pengurus Besar melaku- kan pelanggaran berat terhadap keten- tuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
(2)    Muktamar Luar Biasa dapat diseleng- garakan atas usulan sekurang-kurang- nya 50% (lima puluh persen) plus satu dari jumlah wilayah dan cabang.
(3)    Muktamar Luar Biasa dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
(4)    Ketentuan tentang peserta dan keab- sahan Muktamar Luar Biasa merujuk kepada ketentuan Muktamar.
 
Pasal 75
(1)    Musyawarah Nasional Alim Ulama merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Muktamar yang di- pimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
(2)    Musyawarah Nasional Alim Ulama membicarakan masalah-masalah ke- agamaan yang menyangkut kehidupan umat dan bangsa.
(3)    Musyawarah Nasional Alim Ulama di- hadiri oleh anggota Pengurus Besar Pleno dan Pengurus Wilayah Syuriyah.
(4)    Musyawarah Nasional Alim Ulama dapat mengundang alim ulama, peng- asuh pondok pesantren dan tenaga ahli, baik dari dalam maupun dari luar pengurus Nahdlatul Ulama sebagai peserta.
 
(5)    Musyawarah Nasional Alim Ulama dapat diselenggarakan atas permin- taan sekurang-kurangnya separuh dari jumlah wilayah yang sah.
(6)    Musyawarah Nasional Alim Ulama ti- dak dapat mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputus- an Muktamar dan tidak memilih peng- urus baru.
(7)    Musyawarah Nasional Alim Ulama dia- dakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam masa jabatan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

Pasal 76
(1)    Konferensi Besar merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Muktamar yang dipimpin dan dise- lenggarakan oleh Pengurus Besar Nah-
 
dlatul Ulama.
(2)    Konferensi Besar membicarakan pe- laksanaan keputusan-keputusan Muk- tamar, mengkaji perkembangan dan memutuskan Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
(3)    Konferensi Besar dihadiri oleh anggota Pengurus Besar Pleno dan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama.
(4)    Konferensi Besar tidak dapat meng- ubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusan Muktamar dan tidak memilih pengurus baru.
(5)    Konferensi Besar adalah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah wilayah.
(6)    Konferensi Besar diadakan sekurang- kurangnya 2 (dua) kali dalam masa ja- batan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
 
Pasal 77
Ketentuan lebih lanjut tentang permusya- waratan tingkat nasional, akan diatur dalam Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama.


BAB XXII PERMUSYAWARATAN TlNGKAT DAERAH

Pasal 78
(1)    Konferensi Wilayah adalah forum per- musyawaratan tertinggi untuk tingkat wilayah.
(2)    Konferensi Wilayah membicarakan dan menetapkan:
a.    laporan pertanggungjawaban Peng- urus Wilayah Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis;
 
b.    Pokok-pokok Program Kerja Wi- layah 5 (lima) tahun merujuk pada Garis-garis Besar Program Kerja Nahdlatul Ulama;
c.    hukum atas masalah keagamaan dan kemasyarakatan;
d.    rekomendasi  perkumpulan;
e.    Ahlul Halli wal ‘Aqdi; dan
f.    memilih Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama.
(3)    Konferensi Wilayah dipimpin dan dise- lenggarakan oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun.
(4)    Konferensi Wilayah dihadiri oleh:
a.    Pengurus Wilayah Nahdlatul Ula- ma; dan
b.    Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama.
(5)    Untuk meningkatkan pembinaan dan
 
pengembangan perkumpulan, Konfe- rensi Wilayah dapat dihadiri oleh Ma- jelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama.
(6)    Konferensi Wilayah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua per- tiga) dari jumlah cabang di daerahnya.

Pasal 79
(1)    Musyarawah Kerja Wilayah merupa- kan forum permusyawaratan tertinggi setelah Konferensi Wilayah yang di- pimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama.
(2)    Musyarawah Kerja Wilayah membica- rakan pelaksanaan keputusan-kepu- tusan Konferensi Wilayah dan meng- kaji perkembangan perkumpulan serta peranannya di tengah masyarakat.
(3)    Musyarawah Kerja Wilayah dihadiri
 
oleh anggota Pengurus Wilayah Pleno dan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama.
(4)    Musyarawah Kerja Wilayah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) jumlah cabang.
(5)    Musyarawah Kerja Wilayah diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam masa jabatan Pengurus Wilayah Nah- dlatul Ulama.
(6)    Musyawarah Kerja Wilayah tidak dapat melakukan pemilihan pengurus.

Pasal 80
(1)    Konferensi Cabang adalah forum per- musyawaratan tertinggi untuk tingkat cabang.
(2)    Konferensi Cabang membicarakan dan menetapkan:
a.    laporan pertanggungjawaban Peng-
 
urus Cabang Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis;
b.    Pokok-pokok Program Kerja 5 (lima) tahun merujuk pada Pokok- pokok Program Kerja Wilayah dan Garis-garis Besar Program Kerja Nahdlatul Ulama;
c.    hukum atas masalah keagamaan dan kemasyarakatan;
d.    rekomendasi  perkumpulan;
e.    Ahlul Halli wal ‘Aqdi; dan
f.    memilih Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama.
(3)    Konferensi Cabang dipimpin dan dise- lenggarakan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun.
(4)    Konferensi Cabang dihadiri oleh:
a.    Pengurus Cabang Nahdlatul Ula-
 
ma; dan
b.    Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama.
(5)    Untuk meningkatkan pembinaan dan pengembangan perkumpulan, Konfe- rensi Cabang dapat dihadiri oleh Peng- urus Ranting Nahdlatul Ulama.
(6)    Konferensi Cabang sah apabila diha- diri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah wakil cabang di daerahnya.

Pasal 81
(1)    Musyarawah Kerja Cabang merupa- kan forum permusyawaratan tertinggi setelah Konferensi Cabang yang di- pimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama.
(2)    Musyarawah Kerja Cabang membi-
 
carakan pelaksanaan keputusan-kepu- tusan Konferensi Cabang dan meng- kaji perkembangan perkumpulan serta peranannya di tengah masyarakat.
(3)    Musyarawah Kerja Cabang dihadiri oleh anggota Pengurus Cabang Pleno dan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama.
(4)    Musyarawah Kerja Cabang sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah wakil cabang.
(5)    Musyarawah Kerja Cabang diadakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali dalam masa jabatan pengurus Cabang Nah- dlatul Ulama.
(6)    Musyawarah Kerja Cabang tidak dapat melakukan pemilihan pengurus.
 
Pasal 82
(1)    Konferensi Wakil Cabang adalah fo- rum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat wakil cabang.
(2)    Konferensi Wakil Cabang membicara- kan dan menetapkan:
a.    laporan pertanggungjawaban Ma- jelis Wakil Cabang Nahdlatul Ula- ma yang disampaikan secara ter- tulis;
b.    Pokok-Pokok Program Kerja 5 (lima) tahun merujuk pada Pokok- Pokok Program Kerja Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama;
c.    hukum atas masalah keagamaan dan kemasyarakatan;
d.    rekomendasi  perkumpulan;
e.    Ahlul Halli wal ‘Aqdi; dan
 
f.    memilih Ketua Majelis Wakil Ca- bang Nahdlatul Ulama.
(3)    Konferensi Wakil Cabang dipimpin dan diselenggarakan oleh Majelis Wa- kil Cabang Nahdlatul Ulama sekali da- lam 5 (lima) tahun.
(4)    Konferensi Wakil Cabang dihadiri oleh:
a.    Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama; dan
b.    Pengurus Ranting Nahdlatul Ula- ma.
(5)    Untuk meningkatkan pembinaan dan pengembangan perkumpulan, Konfe- rensi Wakil Cabang dapat dihadiri oleh Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ula- ma.
(6)    Konferensi Wakil Cabang sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah ranting di
 
daerahnya.

Pasal 83
(1)    Musyarawah Kerja Wakil Cabang me- rupakan forum permusyawaratan ter- tinggi setelah Konferensi Wakil Cabang yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama.
(2)    Musyarawah Kerja Wakil Cabang mem- bicarakan pelaksanaan keputusan- keputusan Konferensi Wakil Cabang dan mengkaji perkembangan perkum- pulan serta peranannya di tengah ma- syarakat.
(3)    Musyarawah Kerja Wakil Cabang di- hadiri oleh Majelis Wakil Cabang Ple- no dan Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama.
 
(4)    Musyarawah Kerja Wakil Cabang sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurang- nya 50% (lima puluh persen) lebih satu jumlah peserta sebagaimana di- maksud ayat (3) Pasal ini.
(5)    Musyarawah Kerja Wakil Cabang di- adakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali dalam masa jabatan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama.
(6)    Musyawarah Kerja Wakil Cabang tidak dapat melakukan pemilihan pengurus.

Pasal 84
(1)    Musyawarah Ranting adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk ting- kat ranting.
(2)    Musyawarah Ranting membicarakan dan menetapkan:
a.    laporan pertanggungjawaban Peng-
 
urus Ranting Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis;
b.    Pokok-Pokok Program Kerja 5 (lima) tahun merujuk pada Pokok- pokok Program Kerja Pengurus Cabang dan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama.
c.    hukum atas masalah keagamaan dan kemasyarakatan.
d.    rekomendasi  perkumpulan;
e.    Ahlul Halli wal ‘Aqdi; dan
f.    memilih Ketua Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama.
(3)    Musyawarah Ranting dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Ran- ting Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun.
(4)    Musyawarah Ranting dihadiri oleh:
a.    Pengurus Ranting Nahdlatul Ula-
 
ma; dan
b.    Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama.
(5)    Musyawarah Ranting sah apabila di- hadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anak ranting di daerahnya.

Pasal 85
(1)    Musyarawah Kerja Ranting merupa- kan forum permusyawaratan tertinggi setelah Musyawarah Ranting yang di- pimpin dan diselenggarakan oleh Peng- urus Ranting Nahdlatul Ulama.
(2)    Musyarawah Kerja Ranting membi- carakan pelaksanaan keputusan-kepu- tusan Konferensi Ranting dan meng- kaji perkembangan perkumpulan serta peranannya di tengah masyarakat.
 
(3)    Musyarawah Kerja Ranting dihadiri oleh anggota Pengurus Ranting Pleno dan utusan Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama.
(4)    Musyarawah Kerja Ranting sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) lebih satu jumlah peserta sebagaimana dimaksud ayat
(3) Pasal ini.
(5)    Musyarawah Kerja Ranting diadakan sekurang-kurangnya 4 (empat) kali dalam masa jabatan Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama.
(6)    Musyawarah Kerja Ranting tidak dapat melakukan pemilihan pengurus.

Pasal 86
(1)    Musyawarah Anggota adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk
 
tingkat anak ranting.
(2)    Musyawarah Anggota membicarakan dan menetapkan:
a.    laporan pertanggungjawaban Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis;
b.    Pokok-pokok Program Kerja 5 (lima) tahun merujuk pada Po- kok-pokok Program Kerja Majelis Wakil Cabang dan Pengurus Ran- ting Nahdlatul Ulama;
c.    hukum atas masalah keagamaan dan kemasyarakatan;
d.    rekomendasi  perkumpulan;
e.    Ahlul Halli Wal ‘Aqdi; dan
f.    memilih Ketua Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama.
(3)    Musyawarah Anggota dipimpin dan
 
diselenggarakan oleh Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun.
(4)    Musyawarah Anggota dihadiri oleh:
a.    Pengurus Anak Ranting; dan
b.    anggota Nahdlatul Ulama.
(5)    Musyawarah Anggota sah apabila di- hadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota di wilayahnya.

Pasal 87
(1)    Musyawarah Kerja Anggota merupa- kan forum permusyawaratan tertinggi setelah Musyawarah Anggota yang di- pimpin dan diselenggarakan oleh Peng- urus Anak Ranting Nahdlatul Ulama.
(2)    Musyawarah Kerja Anggota membi- carakan pelaksanaan keputusan-kepu-
 
tusan Musyawarah Anggota dan meng- kaji perkembangan perkumpulan serta peranannya di tengah masyarakat.
(3)    Musyawarah Kerja Anggota dihadiri oleh Pengurus Anak Ranting Pleno.
(4)    Musyawarah Kerja Anggota sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) lebih satu jumlah anggota sebagaimana dimaksud ayat
(3) Pasal ini.
(5)    Musyawarah Kerja Anggota diada- kan sekurang-kurangnya 5 (lima) kali dalam masa jabatan pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama.
(6)    Musyawarah Kerja Anggota tidak da- pat melakukan pemilihan pengurus.
 
Pasal 88
Ketentuan lebih lanjut tentang permusya- waratan tingkat daerah, akan diatur dalam Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama.


BAB XXIII PERMUSYAWARATAN BADAN OTONOM

Pasal 89
Permusyawaratan Badan Otonom diatur tersendiri dan dimuat dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga Badan Otonom yang bersangkutan.
 
BAB XXIV RAPAT-RAPAT

Pasal 90
(1)    Rapat Kerja Nasional dihadiri oleh Pengurus Lengkap Syuriyah, Pengurus Lengkap Tanfidziyah dan Pengurus Harian Lembaga.
(2)    Rapat Kerja Nasional membicarakan perencanaan, penjabaran dan pengen- dalian operasional keputusan-keputus- an Muktamar.
(3)    Rapat Kerja Nasional diadakan 1 (satu) kali dalam setahun.
(4)    Rapat Kerja Nasional yang pertama di- adakan selambat-lambatnya tiga bulan setelah Muktamar.
 
Pasal 91
(1)    Rapat Pleno adalah rapat yang diha- diri oleh Mustasyar, Pengurus Lengkap Syuriyah, Pengurus Harian Tanfidzi- yah, Ketua Lembaga dan Ketua Badan Otonom.
(2)    Rapat Pleno diadakan sekurang-ku- rangnya 6 (enam) bulan sekali.
(3)    Rapat Pleno membicarakan pelaksa- naan program kerja.

Pasal 92
(1)    Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dihadiri oleh Pengurus Harian Syuri- yah dan Pengurus Harian Tanfidziyah.
(2)    Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah diadakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali.
 
(3)    Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah membahas kelembagaan perkumpul- an, pelaksanaan dan pengembangan program kerja.

Pasal 93
(1)    Rapat Harian Syuriyah dihadiri oleh Pengurus Harian Syuriyah dan dapat mengikutsertakan Mustasyar.
(2)    Rapat Harian Syuriyah diadakan se- kurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali.
(3)    Rapat Harian Syuriyah membahas ke- lembagaan perkumpulan, pelaksanaan dan pengembangan program kerja.

Pasal 94
(1)    Rapat Harian Tanfidziyah dihadiri oleh Pengurus Harian Tanfidziyah.
 
(2)    Rapat Harian Tanfidziyah diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan se- kali.
(3)    Rapat Harian Tanfidziyah membahas kelembagaan perkumpulan, pelaksana- an dan pengembangan program kerja.

Pasal 95
Rapat-rapat lain yang dianggap perlu adalah rapat-rapat yang diselenggarakan sewaktu- waktu sesuai dengan kebutuhan.

Pasal 96
Ketentuan lebih lanjut tentang rapat-rapat, akan diatur dalam Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
 
BAB XXV KEUANGAN DAN KEKAYAAN

Pasal 97
Sumber keuangan dan kekayaan Nahdlatul Ulama diperoleh dari:
a.    uang pangkal adalah uang yang wa- jib dibayar oleh seseorang pada saat mendaftarkan diri menjadi anggota;
b.    uang i’anah syahriyah adalah uang yang wajib dibayar anggota setiap bulan;
c.    sumbangan adalah uang atau barang yang berupa hibah, hadiah dan sede- kah yang diperoleh dari anggota Nah- dlatul Ulama dan/atau simpatisan yang tidak bertentangan dengan per- aturan perundang-undangan;
d.    wakaf yang diterima oleh Perkumpul- an Nahdlatul Ulama; dan
 
e.    usaha-usaha lain adalah badan-badan usaha Nahdlatul Ulama dan/atau atas kerjasama dengan pihak lain.

Pasal 98
(1)    Kekayaan Nahdlatul Ulama dan pe- rangkat perkumpulannya berupa dana, harta benda bergerak dan/atau harta benda tidak bergerak harus dicatatkan sebagai kekayaan Perkumpulan Nah- dlatul Ulama sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum.
(2)    Perolehan, pengalihan, dan pengelo- laan kekayaan serta penerimaan dan pengeluaran keuangan Nahdlatul Ula- ma diaudit setiap tahun oleh akuntan publik.
(3)    Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dapat memberikan kuasa atau kewenang-
 
an secara tertulis kepada Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, Pengurus Cabang Istimewa, Majelis Wakil Ca- bang, Lembaga, Badan Otonom dan/ atau Badan Usaha Milik Nahdlatul Ulama yang dibentuk untuk melaku- kan penguasaan dan/atau pengelolaan kekayaan baik berupa harta benda bergerak dan/atau harta benda tidak bergerak.
(4)    Segala kekayaan Nahdlatul Ulama baik yang dimiliki atau dikuasakan secara langsung atau tidak langsung kepada Lembaga, Badan Khusus, Badan Oto- nom, badan usaha atau perorangan yang ditunjuk atau dikuasakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama hanya dapat dipergunakan untuk kepentingan dan kemanfaatan Nahdlatul Ulama dan/atau Perangkat Perkumpulannya.
 
(5)    Kekayaan Nahdlatul Ulama yang beru- pa harta benda yang bergerak dan/atau harta benda yang tidak bergerak tidak dapat dialihkan hak kepemilikannya dan/atau menjaminkan kepada pihak lain kecuali atas persetujuan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
(6)    Pengurus Besar Nahdlatul Ulama tidak dapat mengalihkan harta benda berge- rak dan/atau harta benda tidak berge- rak yang diperoleh atau yang dibeli oleh Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama tanpa persetujuan pengurus perangkat perkumpulan yang bersang- kutan.
(7)    Apabila karena satu dan lain hal ter- jadi pembubaran atau penghapusan Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama, maka seluruh harta bendanya menjadi milik Nahdlatul Ulama.
 
Pasal 99
(1)    Uang pangkal dan uang i’anah syahri- yah yang diterima dari anggota Nah- dlatul Ulama, digunakan untuk mem- biayai kegiatan perkumpulan dan dimanfaatkan dengan perimbangan sebagai berikut:
a.    40% (empat puluh persen) untuk membiayai kegiatan anak ranting;
b.    20% (dua puluh persen) untuk membiayai kegiatan ranting;
c.    15% (lima belas persen) untuk membiayai kegiatan wakil cabang;
d.    10% (sepuluh persen) untuk mem- biayai kegiatan cabang/cabang is- timewa;
e.    10% (sepuluh persen) untuk membiayai kegiatan wilayah; dan
f.    5% (lima persen) untuk membi-
 
ayai kegiatan pusat.
(2)    Uang dan barang yang berasal dari sumbangan dan usaha-usaha lain di- pergunakan untuk kepentingan per- kumpulan.
(3)    Kekayaan perkumpulan yang berupa inventaris dan aset dipergunakan un- tuk kepentingan perkumpulan.

Pasal 100
Ketentuan lebih lanjut tentang keuangan dan kekayaan, akan diatur dalam Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
 
BAB XXVI
LAPORAN    PERTANGGUNGJAWABAN

Pasal 101
(1)    Pengurus Nahdlatul Ulama di setiap tingkatan membuat laporan pertang- gungjawaban secara tertulis di akhir masa khidmatnya yang disampaikan dalam permusyawaratan tertinggi pa- da tingkatannya.
(2)    Laporan pertanggungjawaban Peng- urus Nahdlatul Ulama memuat:
a.    capaian pelaksanaan program yang telah diamanatkan oleh permu- syawaratan tertinggi pada tingkat- annya;
b.    pengembangan kelembagaan per- kumpulan;
c.    keuangan perkumpulan; dan
 
d.    inventaris dan aset perkumpulan.

Pasal 102
(1)    Pengurus Besar Nahdlatul Ulama me- nyampaikan laporan perkembangan perkumpulan secara berkala dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama, Konferensi Besar, Rapat Kerja dan Rapat Pleno.
(2)    Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama menyampaikan laporan perkembangan perkumpulan secara berkala kepada:
a.    Pengurus Besar Nahdlatul Ulama; dan
b.    Musyawarah Kerja Wilayah dan Rapat Pleno.
(3)    Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama me- nyampaikan laporan perkembangan perkumpulan secara berkala kepada:
 
a.    Pengurus Besar dan Pengurus Wi- layah Nahdlatul Ulama; dan
b.    Musyawarah Kerja Cabang dan Rapat Pleno.
(4)    Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ula- ma menyampaikan laporan perkem- bangan perkumpulan secara berkala kepada:
a.    Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama; dan
b.    Musyawarah Kerja Wakil Cabang dan Rapat Pleno.
(5)    Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama menyampaikan laporan perkembangan perkumpulan secara berkala kepada:
a.    Pengurus Cabang dan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama;
b.    Musyawarah Kerja Ranting dan Rapat Pleno.
 
(6)    Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ula- ma menyampaikan laporan perkem- bangan perkumpulan secara berkala kepada Rapat Anggota, Pengurus Ran- ting dan Majelis Wakil Cabang Nah- dlatul Ulama.

Pasal 103
Pengurus Lembaga dan Badan Otonom menyampaikan laporan pelaksanaan pro- gram setiap akhir tahun kepada Pengurus Nahdlatul Ulama pada tingkatan masing- masing.

Pasal 104
Ketentuan lebih lanjut tentang laporan pertanggungjawaban, akan diatur dalam Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
 
BAB XXVII
TATA URUTAN PERATURAN

Pasal 105
Tata urutan peraturan di lingkungan Nah- dlatul Ulama:
a.    Qonun Asasi;
b.    Anggaran Dasar;
c.    Anggaran Rumah Tangga;
d.    Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama;
e.    Peraturan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama;
f.    Peraturan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama;
g.    Peraturan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama;
h.    Peraturan Badan Otonom pada ma- sing-masing tingkatan; dan
i.    Ketentuan Lembaga.
 
BAB XXVIII KETENTUAN  PERALIHAN

Pasal 106
(1)    Pengelolaan perkumpulan dapat dila- kukan dengan memanfaatkan teknolo- gi informasi.
(2)    Dalam situasi tertentu, Perkumpulan Nahdlatul Ulama dapat memanfaat- kan teknologi informasi untuk per- musyawaratan dan pengambilan kepu- tusan.
(3)    Ketentuan lebih lanjut akan diatur dalam Peraturan Perkumpulan Nah- dlatul Ulama.
 
BAB XXIX KETENTUAN PENUTUP

Pasal 107
(1)    Segala sesuatu yang belum cukup di- atur dalam Anggaran Rumah Tangga ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama, Per- aturan Pengurus Besar Nahdlatul Ula- ma dan/atau Surat Keputusan Peng- urus Besar Nahdlatul Ulama.
(2)    Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat diubah dalam Muktamar.
(3)    Anggaran Rumah Tangga ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
 

LihatTutupKomentar