Konsultasi Agama Islam Konsultasi Agama Islam
recent

Breaking News

recent
جاري التحميل ...

Hukum Taqlid dalam Islam

Hukum Taqlid dalam Islam
HUKUM TAKLID DALAM SYARIAH ISLAM

Taqlid atau taklid adalah menerima pendapat orang lain yang memiliki spesialisasi dan berpegang pada apapun pendapatnya tanpa mempertanyakan dalil yang mendasarinya. Ulama tidak berbeda bahkan sepakat bahwa orang yang awam dalam ilmu agama wajib bertanya (istiftak) pada ahlinya (mufti). Yang menjadi perselisihan di antara ulama adalah apakah si penanya boleh taklid pada mufti yakni menerima fatwanya tanpa dalil atau meminta dalil fatwanya? Sebagian ulama ada yang mewajibkan taklid saja (tanpa perlu minta dalil). Sebagian ulama mewajibkan ittibak yakni meminta dalil dari jawaban mufti. Sebagian lagi ada di antara keduanya.

DAFTAR ISI
  1. Definisi Taqlid
  2. Dalil Taqlid
  3. Beda Taqlid dan Ittiba'
  4. Hukum Taklid
    1. Hukum Taklid bagi Orang Awam
  5. Taklid Menurut Ulama Wahabi Salafi
  6. CARA KONSULTASI SYARIAH ISLAM


DEFINISI TAQLID

Dalam pengertian bahasa taqlid (taklid) berasal dari bahasa Arab yaitu qallada, yuqalidu, taqlidan, yang berarti mengulangi, meniru dan mengikuti.

A. Pengertian taklid dalam istilah agama

Yaitu menerima pendapat orang lain yang memiliki spesialisasi dan berpegang pada apapun pendapatnya tanpa mempertanyakan dalil yang mendasarinya.

B. Pengertian taklid dalam istilah syariah (fiqih)

Yaitu mengambil atau mengikuti pendapat mujtahid yang sudah memenuhi persyaratan ber-ijtihad dan mengamalkan pendapatnya dalam segala masalah hukum yang lima yaitu wajib, haram, sunnah, makruh dan mubah (boleh). Orang yang bertaqlid disebut mukallid (muqallid).

C. Pengertian taqlid menurut Para Ulama

Imam Ghazali dalam Al-Mustashfa


التّقليد قبول بغير حجّّة وليس طريقا للعلم لافى الاْصول ولافى الفروع

Artinya: Taqlid adalah menerima suatu perkataan dengan tanpa hujjah. Dan taqlid itu tidak dapat menjadi jalan menuju pengetahuan (keyakinan), urusan ushul maupun dalam urusan furu.

Ibnu Subki dalam kitab Jam’ul Jawamik

التقليد هو اخذ القول من غير معرفة دليل
Artinya: Taklid adalah mengambil pendapat orang lain tanpa mengetahui dalilnya.

Ibnu Hazm dalam Al-Ihkam 6/60

Sesuatu yang diyakini benar oleh seseorang tanpa dalil karena beberapa orang (ulama) selain Nabi telah mengatakannya.

Ibnu Abdil Barr dalam Jamik Bayan Al-Ilm II/37

Abu Abdillah bin Khuwaiz Mindad Al-Bishri Al-Maliki berkata: Makna taklid secara syariah adalah: merujuk pada suatu pendapat yang tanpa hujjah (dalil) dari yang mengeluarkan pendapat itu. Ini dilarang dalam syariah. Sedangkan Ittibak adalah pendapat yang disertai hujjah atau dalil.

Ibnu Abdil Barr dalam Jamik Bayan Al-Ilm II/117

Taqlid menurut segolongan ulama adalah yang bukan ittibak. Karena ittibak adalah seseorang mengikuti perkataan orang lain (ulama) berdasarkan pada keutamaan ucapan dan kebenaran madzhabnya. Sedangkan taklid adalah anda berkata (mengutip) dengan ucapannya sedangkan anda tidak mengetahuinya dari sisi pendapat dan maksudnya.

Khatib Al-Baghdadi dalam Al Faqih wal Mutafaqqih, hlm. II/66

Taklid adalah menurut pendapat seseorang (ulama) tanpa dalil.

Qadhi Abdul Wahab Al-Maliki dikutip oleh Suyuthi dalam Ar-Radd ala man Akhlada ilal Ard, hlm. 125

Taklid adalah mengikuti pendapat seseorang karena orang itu berkata demikian tanpa pengetahuan atas benar atau salahnya.

As-Syaukani

Taqlid adalah menerima suatu pendapat tanpa dalil (hujjah). Tidak termasuk taklid apabila seseorang melakukan suatu karena perkataan Nabi atau ijmak ulama, atau merujuknya orang awam pada pendapat mufti, atau merujuknya hakim pada kesaksian orang yang adil karena ada hujjah dalam hal tersebut. Adapun mengamalkan perkataan Nabi dan ijmak maka sudah dijelaskan dalilnya dalam soal itu dalam tujuan Sunnah dan Ijmak.


DALIL DASAR TAKLID

- QS An-Nahl 43
فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ

Artinya: ... maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,

- QS Al-Ahzab 33:64-67
إِنَّ اللَّهَ لَعَنَ الْكافِرِينَ وَأَعَدَّ لَهُمْ سَعِيرًا (64) خالِدِينَ فِيها أَبَدًا لا يَجِدُونَ وَلِيًّا وَلا نَصِيرًا (65) يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يا لَيْتَنا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولا (66) وَقالُوا رَبَّنا إِنَّا أَطَعْنا سادَتَنا وَكُبَراءَنا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلا

Artinya: Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir, dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala. Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak mendapat perlindungan dan tidak pula penolong. Di hari itu muka mereka dibolak-balik di dalam api neraka, mereka berkata: “Alangkah baiknya andai kami taat kepada Allah dan kepada Rasul. Dan mereka berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu menyesatkan kami”.


PERBEDAAN TAKLID DAN ITTIBAK

Taklid menurut sebagian ulama berbeda dengan ittibak (ittiba') karena taklid itu mengambil atau mengikuti pendapat orang lain tanpa argumen sedangkan ittibak adalah orang yang mengikuti (tabik) mengikuti pendapat yang diikuti (matbuk) dengan berdasarkan metode dan dalil yang dilakukan oleh ulama yang diikuti.


HUKUM TAKLID

Hukum taqlid berbeda-beda sesuai dengan keadaan orang yang bertaqlid dan masalah apa yang ditaqlidi. Dalam soal agama bidang yang ditaqlidi terbagi 2 (dua) yaitu masalah akidah (ushul) dan masalah fiqih (furu'iyah)


HUKUM TAKLID BAGI ORANG AWAM

Ada 2 (dua) pendapat tentang hukum taqlid bagi orang awam. (a) Wajib atau boleh; (b) Haram; .

Pendapat pertama wajibnya taqlid bagi orang awam adalah pendapat jumhur (mayoritas ulama). Baik taklid dalam soal akidah (ushul) atau fiqih (furu'iyah).

Imam Ghazali dalam Al-Mustashfa mengatakan:
العامي يجب عليه الاستفتاء واتباع العلماء

Artinya: Orang awam wajib meminta fatwa dan ikut pada (pendapat) ulama.

Ibnu Abdil Barr mengatakan dalam Jami' Bayanil Ilmi wa Fadhlihi mengatakan
العامة لا بد لها من تقليد علمائها عند النازلة تنزل بها؛ لأنها لا تتبين موقع الحجة، ولا تصل بعدم الفهم إلى علم ذلك؛ لأن العلم درجات لا سبيل منها إلى أعلاها إلا بنيل أسفلها، وهذا هو الحائل بين العامة وبين طلب الحجة"، .. "ولم تختلف العلماء أن العامة عليها تقليد علمائها، وأنهم المرادون بقوله -عز وجل-: فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ .

Arti ringkasan: Orang awam harus taklid pada ulama mereka karena orang awam tidak memiliki kapasitas keilmuan untuk memahami argumen tingkat tinggi inilah yang menjadi penghalang antara orang awam untuk mencapai argumen sendiri. Ulama sepakat bahwa orang awam wajib taklid pada ulama mereka itulah yang dimaksud Allah dalam Quran QS An-Nahl :43

Pendapat kedua bahwa taklid bagi orang awam itu haram adalah pendapat dari sebagian golongan Qadariyah dan Ibnu Hazm. Ini adalah pendapat yang sangat minoritas dari kalangan ulama Islam.

Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, hlm. 10/110-111, menyatakan:

وحاصل المعتمد من ذلك أنه يجوز تقليد كل من الأئمة الأربعة، وكذا من عداهم ممن حفظ مذهبه في تلك المسألة ودوّن حتى عرفت شروطه وسائر معتبراته.

Artinya: Pendapat yang muktamad dalam soal ini adalah boleh taqlid dari tiap Imam Madzhab yang empat. Begitu juga boleh taqlid pada ulama selain mereka yang memelihara madzhabnya dalam soal tersebut sehingga diketahui syarat-syarat dan seluruh masalah yang dianggap (muktabar).

Al-Sya'roni dalam Al-Mizan, hlm. 1/33 menyatakan:

قال ابن عبد البر رحمه الله: لم يبلغنا عن أحد من الأئمة أنه أمر أصحابه بالتزام مذهب معين لا يرى صحة خلافه، بل المنقول عنهم تقريرهم الناس على العمل بفتوى بعضهم بعضا، لأنهم كانوا على هدى من ربهم، ولم يبلغنا في حديث صحيح ولا ضعيف أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أمر أحدا من الأمة بالتزام مذهب معين لا يرى خلافه

Artinya: Ibnu Abdil Bar berkata: Para imam madzhab tidak pernah memerintahkan pada Sahabat (ulama madzhab) mereka untuk berpegangan pada madzhab tertentu dan menganggap tidak sah bersikap sebaliknya. Justru pendapat yang dikutip dari mereka adalah mereka menjelaskan pada manusia untuk saling mengamalkan fatwa sebagian dari ulama karena mereka semua mendapat petunjuk dari tuhan. Dan tidak ada hadis sahih atau dhaif yang menyatakan bahwa Rasulullah memerintahkan seseorang untuk berpegang teguh pada satu madzhab tertentu.

SYARAT-SYARAT TAQLID

Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, hlm. 10/110-111, menyatakan:

فالإجماع الذي نقله غير واحد على منع تقليد الصحابة يحمل على ما فقد فيه شرط من ذلك ويشترط لصحة التقليد أيضا أن لا يكون مما ينقض فيه قضاء القاضي هذا بالنسبة لعمل نفسه لا لإفتاء ، أو قضاء فيمتنع تقليد غير الأربعة فيه إجماعا كما يعلم مما يأتي ؛ لأنه محض تشبه وتغرير ، ومن ثم قال السبكي : إذا قصد به المفتي مصلحة دينية جاز أي : مع تبيينه للمستفتي قائل ذلك . وعلى ما اختل فيه شرط مما ذكر يحمل قول السبكي : ما خالف الأربعة كمخالف الإجماع . ويشترط أيضا اعتقاد أرجحية مقلده ، أو مساواته لغيره لكن المشهور الذي رجحاه جواز تقليد المفضول مع وجود الفاضل ، ولا ينافي ذلك كونه عاميا جاهلا بالأدلة ؛ لأن الاعتقاد لا يتوقف على الدليل لحصوله بالتسامح ونحوه قال الهروي : مذهب أصحابنا أن العامي لا مذهب له أي : معين يلزمه البقاء عليه وحيث اختلف عليه متبحران أي : في مذهب إمامه فكاختلاف المجتهدين . ا هـ . وقضيته جواز تقليد المفضول من أصحاب الأوجه مع وجود أفضل منه ، لكن في الروضة ليس لمفت وعامل على مذهبنا في مسألة ذات قولين ، أو وجهين أن يعتمد أحدهما بلا نظر فيه بلا خلاف بل يبحث عن أرجحهما بنحو تأخره إن كانا لواحد . ا هـ . ونقل ابن الصلاح فيه الإجماع لكن حمله بعضهم على المفتي ، والقاضي ؛ لما مر من جواز تقليد غير الأئمة الأربعة بشرطه وفيه نظر ؛ لأنه صرح بمساواة العامل للمفتي في ذلك فالوجه حمله على عامل متأهل للنظر في الدليل وعلم الراجح من غيره فلا ينافي ما مر عن الهروي وما يأتي عن فتاوى السبكي ؛ لأنه في عامي لا يتأهل لذلك .

وإطلاق ابن عبد السلام أن من لإمامه في مسألة قولان له تقليده في أيهما أحب يرده ما تقرر وما مر في شرح الخطبة وما في الروضة من الوجهين مفروض كما ترى فيما إذا كانا لواحد ، وإلا تخير لتضمن ذلك ترجيح كل منهما من قائله الأهل كما اقتضاه قوله أيضا : اختلاف المتبحرين كاختلاف المجتهدين في الفتوى .



HUKUM TAKLID MENURUT ULAMA WAHABI SALAFI

Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin menyatakan bahwa secara istilah, taqlid adalah mengikuti orang yang perkataannya bukanlah hujjah (dalil). Dikecualikan dari "perkataan yang bukan dalil" adalah mengikuti Nabi, mengikuti ahli ijmak, dan mengikuti Sahabat Nabi. Mengikuti ucapan mereka ini bukanlah taklid karena ini disebut mengikuti dalil (hujjah) namun disebut dengan taklid secara metafor (majaz) dan dalam pengertian yang luas.

Taklid menurut Usaimin ada dua tempat. Pertama, pelaku taklid (muqallid) adalah orang awam yang tidak mampu memahami hukum Islam dengan dirinya sendiri. Maka dia wajib bertaklid berdasarkan firman Allah dalam QS An-Nahl:43 [فَاسْأَلوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ]. Maka sebaiknya dia bertanya pada orang yang mumpuni dari segi ilmu dan wara'. Apabila terdapat dua orang yang sama levelnya pilihlah yang terbaik di antara keduanya. Kedua, terjadi peristiwa yang menuntut jawaban cepat yang tidak memungkinan bagi mujtahid untuk menelitinya, maka boleh bagi mujtahid untuk taklid pada saat itu. Sebagian ulama membolehkan taklid dengan syarat masalah yang ditanyakan bukan masalah ushuluddin yang wajib diyakini kerena akidah itu wajib yakin sedangkan taklid bersifat dugaan.

Pendapat yang rajih (unggul) adalah bahwa syarat di atas tersebut tidaklah wajib karena keumuman firman Allah dalam QS An-Nahl:43 ayat ini dalam konteks ketetapan risalah Nabi dan itu termasuk masalah ushuluddin. Dan karena orang awam tidak bisa memahami kebenaran dengan dalilnya. Apabila orang awam tidak bisa mengetahui kebenaran dengan dirinya sendiri maka wajib baginya bertaklid karena firman Allah dalam QS At-Taghabun :16 [فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ]

Selanjutnya Usaimin menguraikan bahwa taklid ada dua macam yaitu umum dan khusus. Berikut perinciannya:

1 - فالعام: أن يلتزم مذهباً معيناً يأخذ برخصه، وعزائمه في جميع أمور دينه.
وقد اختلف العلماء فيه، فمنهم من حكى وجوبه؛ لتعذر الاجتهاد في المتأخرين، ومنهم من حكى تحريمه؛ لما فيه من الالتزام المطلق لاتباع غير النبي صلّى الله عليه وسلّم.
وقال شيخ الإسلام ابن تيمية: إن في القول بوجوب طاعة غير النبي صلّى الله عليه وسلّم في كل أمره ونهيه، وهو خلاف الإجماع وجوازه فيه ما فيه .

وقال: من التزم مذهباً معيناً، ثم فعل خلافه من غير تقليد لعالم آخر أفتاه، ولا استدلال بدليل يقتضي خلاف ذلك، ولا عذر شرعي يقتضي حل ما فعله، فهو متبع لهواه فاعل للمحرم بغير عذر شرعي، وهذا منكر، وأما إذا تبين له ما يوجب رجحان قول على قول إما بالأدلة المفصلة إن كان يعرفها ويفهمها، وإما بأن يرى أحد الرجلين أعلم بتلك المسألة من الآخر، وهو أتقى لله فيما يقوله، فيرجع عن قول إلى قول لمثل هذا، فهذا يجوز بل يجب، وقد نص الإمام أحمد على ذلك.

2 - والخاص: أن يأخذ بقول معين في قضية معينة فهذا جائز إذا عجز عن معرفة الحق بالاجتهاد سواء عجز عجزاً حقيقيًّا، أو استطاع ذلك مع المشقة العظيمة.

فتوى المقلِّد:

قال الله تعالى: ) فَاسْأَلوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ)(النحل: الآية43)وأهل الذكر هم أهل العلم، والمقلد ليس من أهل العلم المتبوعين، وإنما هو تابع لغيره.

قال أبو عمر بن عبد البر وغيره: أجمع الناس على أن المقلِّد ليس معدوداً من أهل العلم، وأن العلم معرفة الحق بدليله. قال ابن القيم: وهذا كما قال أبو عمر فإن الناس لا يختلفون في أن العلم هو المعرفة الحاصلة عن الدليل، وأما بدون الدليل فإنما هو تقليد، ثم حكى ابن القيم بعد ذلك في جواز الفتوى بالتقليد ثلاثة أقوال:

أحدها: لا تجوز الفتوى بالتقليد لأنه ليس بعلم، والفتوى بغير علم حرام، وهذا قول أكثر الأصحاب وجمهور الشافعية.

الثاني: أن ذلك جائز فيما يتعلق بنفسه، ولا يجوز أن يقلد فيما يفتي به غيره.

الثالث: أن ذلك جائز عند الحاجة، وعدم العالم المجتهد، وهو أصح الأقوال وعليه العمل(65) . انتهى كلامه.

وبه يتم ما أردنا كتابته في هذه المذكرة الوجيزة، نسأل الله أن يلهمنا الرشد في القول والعمل، وأن يكلل أعمالنا بالنجاح، إنه جواد كريم، وصلى الله وسلم على نبينا محمد وآله.
(Lihat: http://goo.gl/bcinZa
)
Terkait: Ijtihad dalam Islam

عن الكاتب

Tanya Ustadz

التعليقات


Kontak

Untuk mengajukan konsultasi ke KSIA, silahkan mengirim pertanyaan via email ke: alkhoirot@gmail.com. Pertanyaan tidak boleh lebih dari tiga dan tanpa subpertanyaan. Untuk lebih detail, klik penjelasannya di sini!

Terbaru

    islamiy.com

    جميع الحقوق محفوظة

    Konsultasi Agama Islam