Hukum Gambar, Patung, Kartun Animasi, Foto dan Video
HUKUM GAMBAR, PATUNG, KARTUN, ANIMASI, DAN SPECIAL EFFECTS
Islam secara jelas melarang tashwir. Nabi bersabda dalam hadis sahih, "Yang paling parah siksanya di hari kiamat adalah mushawwir (pelaku tashwir)." Namun ulama berbeda pendapat tentang makna tashwir. Sebagian menyatakan yang berbentuk tiga dimensi dan memiliki bayangan, sedangkan ulama yang lain mengartikan tashwir dengan gambar dan perbuatan menggambar secara mutlak baik gambar tiga dimensi atau gambar biasa.
Hukum menggambar/membentuk, melukis atau memahat bentuk manusia atau segala sesuatu yang ada nyawa (ruh)-nya baik dalam bentuk patung, lukisan atau kartun, fotografi dan video dalam pandangan syariah fikih Islam
Daftar Isi
- Dalil Haramnya Membuat Bentuk Makhluk Bernyawa
- Hukum Pasang Gambar di dalam Rumah
- Hukum Tashwir (التصوير) Makhluk Bernyawa
- Hukum Membuat Patung Makhluk Bernyawa
- Hukum Menggambar Kartun Makhluk Bernyawa
- Hukum Fotografi dan Video
- Hukum Membuat Kartun Animasi Komputer
- Kartun Animasi untuk Sarana Dakwah
- Hukum Menggambar Makhluk Tidak Bernyawa
- Pendapat Ulama tentang Tashwir (التصوير)
- Hukum Boneka untuk Mainan Anak-anak
- Kesimpulan
- Cara Konsultasi Syariah Islam
Assalamm'ualaikum warohmatullohi wabarokatuh
maaf pak ustad jika pertanyaan saya akan berbelit belit. ini semua memusingkan saya. saya ingin jawaban yang paling pasti saja dengan pertanyaan saya ini.
1. Apakah menggambar kartun yang lucu lucu dan tidak mirip mirip amat dengan manusia juga haram? saya mengetahui hadits yang menerangkan tentang hal ini Dari Ibnu, dia berkata, “Rasulullah Saw bersabda, "Siapa yang menggambar suatu gambar dari sesuatu yang bernyawa di dunia, maka dia akan diminta untuk meniupkan ruh kepada gambarnya itu kelak di hari akhir, sedangkan dia tidak kuasa untuk meniupkannya.’” (HR Bukhari).
2, lalu ada yang lebih ekstrim lagi yang mengatakan kalau memfoto dan merekam video hukumnya haram. karena sama sama meniru ciptaan Alloh dengan perangkat moderen. jadi kaum ini mengharamkan benda benda elektonik seperti kamera dan sebagainya.
lalu saya mengetahui lagi suatu artikel yang kurang lebih isinya seperti ini
Seseorang dilarang untuk mengenakan pakaian yang bergambar hewan atau manusia, dan juga dilarang untuk mengenakan sorban serta jubah atau yang menyerupai itu yang didalamnya terdapat gambar hewan atau manusia atau makhluk bernyawa lainnya.
maka mereka menyimpulkan bahwa dilarang menyimpan/menggantung lukisan, gambar, foto. baik itu berupa file di komputer.
hal ini sangat membuat saya was was. maka dari itu, saya mohon pencerahannya pak ustadz. terima kasaih
wassalammu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh
riantoro monte
DALIL HARAMNYA MENGGAMBAR MAKHLUK BERNYAWA
Hadits sahih yang melarang seorang muslim menggambar makhluk bernyawa cukup banyak sebagai berikut
a. Hadits Bukhari dan Muslim (muttafaq alaih):
إن أشد الناس عذابا يوم القيامة المصورون
b. Hadits Bukhari dan Muslim (muttafaq alaih):
(إن الذين يصنعون هذه الصور يعذبون يوم القيامة يقال لهم أحيوا ما خلقتم
c. Hadits Bukhari
نهى عن ثمن الدم وثمن الكلب وكسب البغي ولعن آكل الربا وموكله والواشمة والمستوشمة والمصور
d. Hadits Bukhari Muslim (muttafaq alaih):
من صور صورة في الدنيا كلف أن ينفخ فيها الروح وليس بنافخ
e. Hadits Muslim:
وعن عائشة رضي الله عنها قالت: دخل علي النبي صلى الله عليه وسلم وقد سترت سهوة لي بقرام فيه تماثيل فلما رآه هتكه وتلون وجهه وقال ((يا عائشة أشد الناس عذابا يوم القيامة الذين يضاهئون بخلق الله)) قالت عائشة فقطعناه فجعلنا منه وسادة أو وسادتين
f. Hadits Bukhari Muslim (muttafaq alaih):
إن الملائكة لا تدخل بيتا فيه تماثيل أو تصاوير
Inti dari semua hadits-hadits sahih di atas adalah larangan membuat bentuk makhluk bernyawa (manusia dan hewan/binatang) dalam format gambar atau fisik tiga dimensi (mujassimah) seperti patung.
HUKUM PASANG FOTO DAN GAMBAR DI DALAM RUMAH
إِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لاَ تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ
Artinya: “Sesungguhnya Malaikat tidak masuk pada rumah yang terdapat gambar di dalamnya” (HR. Baihaqi).
Hadis ini memberi kesan umum bahwa memajang gambar di rumah hukumnya haram karena malaikat tidak masuk.
Namun, keumuman ini kemudian ditakhsis (dikhususkan) yakni gambar yang memiliki bayangan atau yang memiliki tiga dimensi atau patung. Hal ini berdasarkan pada hadis berikut:
عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ اللهِ ، أَنَّهُ دَخَلَ عَلَى أَبِي طَلْحَةَ الأَنْصَارِيِّ يَعُودُهُ فَوَجَدَ عِنْدَهُ سَهْلَ بْنَ حُنَيْفٍ فَأَمَرَ أَبُو طَلْحَةَ إِنْسَانًا يَنْزِعُ نَمَطًا تَحْتَهُ ، فَقَالَ لَهُ سَهْلٌ : لِمَ تَنْزِعُهُ ؟ قَالَ : لأَنَّ فِيهِ تَصَاوِيرَ ، وَقَدْ قَالَ فِيهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا قَدْ عَلِمْتَ ، قَالَ : أَلَمْ يَقُلْ إِلاَّ مَا كَانَ رَقْمًا فِي ثَوْبٍ ، قَالَ : بَلَى ، وَلَكِنَّهُ أَطْيَبُ لِنَفْسِي
Artinya: Diriwayatkan dari ‘Ubaidillah bin ‘Abdullah bahwa ia berkunjung pada Abu Thalhah al-Anshari untuk menjenguknya. Di sana terdapat Sahl bin Hunaif, lalu Abu Thalhah memerintahkan seseorang untuk melepaskan tikar yang ada di bawahnya, melihat hal tersebut, Sahl bertanya: “Kenapa engkau melepasnya?” “Sebab pada tikar itu terdapat gambar, dan Rasulullah telah mengatakan tentang larangan menyimpan gambar, seperti halnya yang engkau tahu” jawab Abu Thalhah. “Bukankah Rasulullah mengatakan: ‘Kecuali gambar yang ada di pakaian?’” sanggah Sahl “Iya memang, tapi melepaskan (tikar) lebih menenteramkan hatiku” ungkap Abu Thalhah” (HR. An-Nasa’i).
Dalam menjelaskan dua hadis di atas, Muhammad Ali as-Shabuni dalam Rawai’ al-Bayan fi Tafsir Ayat al-Ahkam, hlm. 2/415, menjelaskan pandangan Imam Nawawi dalam soal ini sbb:
وقال الإمام النووى: إن جواز اتخاذ الصور إنما هو إذا كانت لا ظل لها وهى مع ذلك مما يوطأ ويداس أو يمتهن بالاستعمال كالوسائد وقال العلامة ابن حجر فى شرحه للبخارى حاصل ما فى اتخاذ الصور أنها إن كانت ذات أجسام حرم بالإجماع وإن كانت رقما فى ثوب فأربعة أقوال: الأول: يجوز مطلقا عملا بحديث إلا رقما فى الثوب الثانى: المنع مطلقا عملا بالعموم الثالث: إن كانت الصورة باقية بالهيئة قائمة الشكل حرم وإن كانت مقطوعة الرأس أو تفرقت الأجزاء جاز قال: وهذا هو الأصح الرابع: إن كانت مما يمتهن جاز وإلا لم يجز واستثنى من ذلك لعب البنات
Artinya: “Imam Nawawi menjelaskan bahwa boleh menggunakan gambar hanya ketika tidak memiliki bayangan, selain itu gambar tersebut juga biasa diinjak atau direndahkan penggunaannya, seperti bantal.” Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani saat mensyarahi kitab Imam Bukhari mengatakan, “Kesimpulan dalam penggunaan gambar bahwa sesungguhnya jika gambar memiliki bentuk tubuh (jism) maka haram secara ijma’. Jika gambar hanya sebatas raqm (gambar) dalam baju, maka terdapat empat pendapat. Pertama, boleh secara mutlak, berdasarkan redaksi hadits illa raqman fits tsaubi (kecuali gambar dalam baju). Kedua, haram secara mutlak, berdasarkan keumuman redaksi hadits. Ketiga, jika gambarnya dapat menetap dengan keadaan yang dapat berdiri sendiri, maka hukumnya haram. Namun jika gambarnya terpotong kepalanya atau terpisah bagian tubuhnya maka boleh. Pendapat ketiga ini merupakan pendapat yang ashah (paling kuat). Keempat, jika gambarnya merupakan gambar yang dianggap remeh maka diperbolehkan, jika tidak dianggap remeh (diagungkan misalnya) maka tidak diperbolehkan. Dikecualikan dari permasalahan di atas adalah mainan anak kecil”
PENDAPAT ULAMA TENTANG MAKNA TASHWIR (MENGGAMBAR/MEMATUNG) (التصوير)
Ulama membagi kata tashwir (membentuk/menggambar) atau (التصوير) ke dalam tiga kategori dengan konsekuensi hukum yang berbeda:
Pertama, menggambar/membentuk makhluk bernyawa dengan tangan dalam format fisikal (jism) seperti dalam bentuk patung.
Kedua, menggambar makhluk bernyawa dengan tangan dalam format non-fisik. Seperti lukisan, kartun, dll.
Ketiga, Menggambar (menangkap bayangan) makhluk bernyawa dengan kamera atau video.
HUKUM TASHWIR MAKHLUK BERNYAWA
Dengan perbedaan pandangan ulama dalam memaknai kata "tashwir" (bahasa Arab, التصوير) yang disebut dalam hadits, maka berbeda pulalah hukum yang terkait dengannya. Detailnya sebagai berikut:
HUKUM MEMBUAT PATUNG MAKHLUK BERNYAWA
Dalam kategori pertama, ulama sepakat atas keharamannya. Karena memang istilah tashwir dalam bahasa Arab adalah patung.[1]
HUKUM MENGGAMBAR KARTUN MAKHLUK BERNYAWA
Sedang dalam kategori pengertian kedua-- tashwir dalam arti menggambar dua dimensi bukan membuat patung tiga dimensi -- mayoritas membolehkan dengan argumen bahwa gambar lukisan atau kartun itu bukan dalam bentuk seperti makhluk bernyawa. Selain itu, istilah tashwir di dalam hadits bermakna patung. Bukan gambar lukisan.[2]
HUKUM FOTOGRAFI DAN VIDEO
Adapun kategori ketiga, yaitu foto dan video, mayoritas ulama membolehkan. Alasan bolehnya karena ia bukan untuk meniru ciptaan Allah, tapi merekam ciptaan Allah. Dengan syarat, foto dan video tersebut tidak mengandung unsur yang diharamkan.
HUKUM MEMBUAT KARTUN ANIMASI KOMPUTER
Berikut fatwa Syekh Yusuf Qardhawi terkait menggambar animasi dan kartun:
Yang haram dalam masalah gambar adalah gambar yang memiliki bayangan atau yang berbentuk fisikal (tiga dimensi) yang dalam bahasa Arab modern disebut dengan tamasil (patung) karena ialah yang menyerupai ciptaan Allah. Karena ciptaan Allah itu berbentuk 3 dimensi (mujassim) sebagaimana firman Allah dalam QS Ali Imron 3:6 "Dialah yang membentuk (tashwir) kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."
Tashwirnya Allah dalam rahim adalah pembentukan janin "dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna" (Al-Haj :5), dan "segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik" (Al-Mukminun :4).
Dalam hadis Qudsi disebutkan: "Siapa yang lebih zalim dari orang yang membuat ciptaan seperti ciptaanku?" Inilah ciptaan Allah. Ciptaan-Nya selalu berbentuk tiga dimensi (Arab: mujassim). Mujassim adalah yang ditiupkan ruh di dalamnya. Dimana manusia yang membuat bentuk tiga dimensi akan diminta untuk melakukan hal yang sama pada hari kiamat: untuk meniupkan ruh pada patung ciptaannya yang mereka tidak akan mampu melakukannya sebagaimana diterangkan dalam hadis sahih. Dan tidak ada pengecualian dalam hal ini selain mainan anak-anak karena ini diperlukan oleh mereka dan karena tidak ada unsur mengagungkan.
HUKUM KARTUN ANIMASI UNTUK SARANA DAKWAH
Hukumnya boleh dan bahkan dianjurkan oleh Yusuf Qardawi bagi kalangan seniman dan ahli informatika untuk memproduksi film kartun untuk dakwah dan pendidikan Islam. Berikut fatwa Qardhawi:
Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat kami simpulkan bahwa gambar keluar dari haram menjadi boleh. Dan dalam soal yang ditanyakan jawabannya adalah sebagai berikut:
Pertama, bahwa gambar kartun bukanlah gambar yang sempurna. Ia hanya gambar yang memiliki karakter khas yang tidak memenuhi kriteria sebagai gambar yang hakiki.
Kedua, apabila kartun itu digunakan untuk tujuan dakwah, pendidikan dan tasyqiqiyah, sedangkan anak kecil sangat menyukainya, maka hendaknya kita tidak menyia-nyiakan sarana ini dan hendaknya dipakai untuk mengajar anak-anak dan remaja apa yang sebaiknya mereka pelajari seperti akidah, dan pemahaman.
Ketiga, bahwa umat yang lain menggunakan sarana ini sejak lama sehingga film-film kartun yang mereka produksi dan ditayangkan di berbagai stasiun televisi telah menjadi santapan sehari-hari kalangan anak-anak muslim. Tidak mudah mengkonter hal ini kecuali dengan kartun islami yang setara yang mengandung unsur pendidikan dan daya tarik yang dapat menarik dan dipahami anak-anak dengan mudah.
Bahkan saya berpendapat kita hendaknya mendalami kemampuan pertempuran informasi budaya dengan segala daya. Dan kepada muslim yang ahli di bidang ini agar segera membuat produksi yang serupa agar bisa menyaingi produk mereka. Fatwa Qardhawi versi aslinya lihat di sini.
HUKUM MENGGAMBAR MAKHLUK YANG TIDAK BERNYAWA
Adapun membuat patung atau menggambar makhluk yang tidak bernyawa seperti pohon, rumah, dll, maka boleh secara mutlak.
FATWA YUSUF QARADAWI
Yusuf Qardhawi membagi hukum patung, gambar dan pembuatnya ke dalam sembilan kategori.
Pertama, sangat haram dan sangat berdosa. Yaitu patung atau gambar yang disembah seperti Yesus bagi Nasrani. Pembuatnya dihukumi kafir apabila ia tahu efek hukumnya dan sengaja melakukannya.
Khusus untuk pembuat patung tiga dimensi (mujassim), maka ia lebih berdosa. Begitu juga semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Kedua, tingkatan di bawahnya lagi dalam segi dosa adalah orang yang membuat patung bukan untuk disembah akan tetapi dimaksudkan untuk menyerupai ciptaan Allah yakni ia mengaku bahwa ia berkreasi dan mencipta sebagaimana Allah menciptakan sesuatu. Ia dianggap kufur. Kelompok kedua ini sangat tergantung dari niat pembuatnya itu sendiri.
Ketiga, tingkatan di bawahnya lagi adalah membuat patung bukan untuk disembah tetapi untuk diagungkan. Seperti patung raja, presiden, pemimpin, tokoh, dan lainnya dengan tujuan diabadikan dan biasanya diletakkan di alun-alun, pusat kota, dan lainnya. Sama saja bentuk patungnya sempurna atau separuh.
Keempat, tingkatan dosa di bawahnya lagi adalah patung yang tidak bertujuan untuk disucikan juga tidak untuk dimuliakan. Ulama sepakat atas keharamannya kecuali dua yaitu (a) yang tidak terhina seperti mainan anak-anak; (b) sesuatu yang dimakan seperti patung manisan.
Kelima, tingkatan dosa di bawahnya lagi adalah gambar makhluk bernyawa (bukan tiga dimensi) yakni lukisan dari figur yang diagungkan seperti lukisan hakim, pemimpin, dan lainnya. Khususnya apabila diletakkan di suatu tempat atau digantung di dinding. Keharaman itu akan lebih besar apabila lukisan kalangan zalim dan fasiq karena mengagungkan mereka sama dengan merusak Islam.
Keenam, tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar (bukan tiga dimensi) makhluk bernyawa yang tidak dimuliakan akan tetapi dianggap termasuk memamerkan kemewahan seperti lukisan untuk menutupi dinding. Ini hukumnya makruh saja.
Ketujuh, Adapun gambar bukan makhluk bernyawa seperti pohon, laut, perahu, gunung dan pemandangan alam lainnya, maka tidak ada dosa bagi orang yang melukisnya atau memilikinya selagi tidak memalingkannya dari ketaatan atau tidak menyebabkan pamer kemewahan, maka kalau begini hukumnya makruh.
Kedelapan, fotografi (Arab: shuwar al-syamsiyah) maka hukum asalnya adalah boleh selagi fotonya tidak ada unsur keharaman di dalamnya. Contoh yang haram seperti penuhanan yang bersifat agama, atau pengagungan duniawi. Terutama apabila yang diagungkan itu adalah orang kafir dan fasiq (pelaku dosa).
Kesembilan, patung dan gambar yang diharamkan apabila dihinakan maka statusnya berpindah dari haram menjadi halal. Seperti gambar yang ada di lantai (jadi keset, tikar, atau keramik lantai) yang terinjak kaki atau sandal.
Fatwa Yusuf Qardhawi dalam bahasa Arab, lihat di sini.
FATWA AHMAD HURAIDI, MUFTI MESIR (1960 – 1970)
Nama lengkapnya adalah Ahmad Muhammad ‘Abd al-‘Aal Huraidi adalah mufti negara Mesir antara tahun 1960 – 1970. Pada tahun 1963 Syekh Huraidi mengeluarkan fatwa soal gambar sebagai berikut:
Dalam soal tashwir (menggambar) terdapat banyak hadits Nabi antara lain riwayat Bukhari dari Abu Zar'ah sebagai berikut:
دخلت مع أبى هريرة دارا بالمدينة فرأى فى أعلاها مصورا يصور فقال سمعت رسول الله ت صلى الله عليه وسلم - يقول ( ومن أظلم ممن ذهب يخلق كخلقى فليخلقوا حبة وليخلقوا ذرة )
- Dari hadits riwayat Bukhari dari Aisyah
قدم رسول الله صلى الله عليه وسلم من سفر وقد سترت بقرام لي على سهوة لي فيها تماثيل فلما رآه رسول الله صلى الله عليه وسلم هتكه وقال أشد الناس عذابا يوم القيامة الذين يضاهون بخلق الله قالت فجعلناه وسادة أو وسادتين
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyatakan: Hadits ini menunjukkan atas bolehnya membuat gambar apabila tidak memiliki bayangan dan tidak dimuliakan seperti dipakai buat bantal.
- Hadits lain riwayat Bukhari Nabi bersabda: Malaikat tidak masuk ke rumah yang terdapat gambar kecuali nomor di baju
إ( إن الملائكة لا تدخل بيتا فيه صورة إلا رقما فى ثوب).
Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari menyatakan: Ibnu Arabi berkata:
Membuat gambar apabila memiliki bentuk (jism) maka haram secara ijmak. Apabila
berupa nomor ada empat pendapat. Pertama, boleh secara mutlak berdasar
dzahirnya hadits. Kedua, dilarang secara mutlak termasuk nomor. Ketiga,
apabila gambar itu sempurna bentuknya dan posisi berdiri maka haram, apabila
terputus kepalanya atau terpisah bagiannya maka boleh. Menurut Ibnu Arabi, ini
pendapat paling sahih. Keempat, apabila gambar itu berada di bawah maka boleh,
apabila digantung maka tidak boleh.
- Dalam kitab Al-Hidayah dikatakan: Patung (yang meniru sesuatu) yang tidak
bernyawa hukumnya tidak makruh karena ia tidak disembah. Dengan alasan
pendapat Ibnu Abbas bahwa ia melarang juru gambar/pemahat dari
menggambar/memahat. Pemahat/pelukis itu berkata, bagaimana bisa itu
pekerjaanku? Ibnu Abbas berkata: apabila harus, maka anda dapat membuat patung
kayu.
Menurut pendapat kami, boleh membuat gambar yang tidak memiliki bayangan.
Begitu juga gambar yang berupa nomor pada baju. Disamakan dengan itu gambar
yang dilukis pada tembok atau kertas dengan analogi menggambar atau melukis
sesuatu yang tidak mempunyai nyawa seperti tumbuhan, pepohonan, dan
pemandangan alam. Berdasarkan hal tersebut, maka melukis dan memfoto manusia,
hewan dan bagian-bagiannya apabila untuk tujuan ilmiah yang berfaedah pada
masyarakat dan tidak ada unsur mengagungkan dan penyembahan maka hukumnya sama
dengan hukum menggambar tumbuhan dan pepohonan dan pemandangan alama dan obyek
lain yang tidak memiliki kehidupan - yakni boleh secara syariah.
FATWA MUTAWALLI SYA'RAWI
Tanya: Bagaimana hukum menggambar?
Jawab: Sebagian ulama berpendapat bahwa gambar hukumnya haram secara mutlak
karena ia mencegah masuknya malaikat (ke dalam rumah) seperti halnya anjing.
Malaikat Jibril pernah berkata pada Nabi: "Kami, para malaikat, tidak masuk ke
suatu rumah yang ada gambar (shurah) dan anjing (kalb) [نحن الملائكة لا ندخل
بيتا فيه صورة ولا كلب]." Berdasarkan hadits ini, mereka (ulama) memahami
hadits ini secara mutlak atas keharaman gambar. Sebagian ulama yang lain
berpendapat bahwa hadits ini hanya mencakup pada gambar yang jelas dan yang
dibuat oleh tangan manusia. Muhammad Mutawalli Sha'rawi menyatakan bahwa
gambar fotografi itu tidak apa-apa apalagi kalau ia tidak dikonfigurasi dan
jauh dari modulasi bentuk aslinya.
HUKUM PATUNG DAN BONEKA MAINAN ANAK-ANAK
Masyoritas ulama dari Maliki, Syafi'i dan Hambali berpendapat, bahwasanya
diharamkan membuat gambar dan patung, kecuali untuk boneka (mainan anak-anak).
Begitu juga dengan Imam Nawawi dalam Syarah Muslim, ia juga
berpendapat bahwa Islam melarang untuk membuat gambar dan patung, kecuali
untuk boneka anak-anak. Karena ada dalil yang menunjukkan keringanan dalam hal
ini.
Salah satu dalil yang memperbolehkan bermain boneka, yakni berasal dari Ummul
Mukmin, Sayyidah Aisyah ra, yang menceritakan bagaimana Rasulullah saw
memperlakukannya ketika sedang bermain boneka.
كُنْتُ أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، وَكَانَ لِي صَوَاحِبُ يَلْعَبْنَ مَعِي؛ فَكَانَ رَسُولُ اللهِ صلى
الله عليه وسلم، إِذَا دَخَلَ يَتَقَمَّعْنَ مِنْهُ، فَيُسَرِّبُهُنَّ إِلَيَّ،
فَيَلْعَبْنَ مَعِي
Artinya: Dahulu aku sering bermain dengan boneka anak perempuan di
sisi Nabi saw. Dahulu aku juga memiliki teman-teman yang biasa bermain
denganku. Ketika Rasulullah saw masuk ke rumah, teman-temanku pun berlari
sembunyi. Beliau pun meminta mereka untuk keluar agar bermain lagi, maka
mereka pun melanjutkan bermain bersamaku (HR. Bukhari no 6130 dan Muslim no
2440).
Dalil lain yang menyebutkan tentang bermain boneka, yakni yang diriwayatkan
oleh Abu Dawud ra, yang sumbernya dari Sayyidah Aisyah juga.
قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ
غَزْوَةِ تَبُوكَ أَوْ خَيْبَرَ وَفِى سَهْوَتِهَا سِتْرٌ فَهَبَّتْ رِيحٌ
فَكَشَفَتْ نَاحِيَةَ السِّتْرِ عَنْ بَنَاتٍ لِعَائِشَةَ لُعَبٍ فَقَالَ : مَا
هَذَا يَا عَائِشَةُ. قَالَتْ بَنَاتِى. وَرَأَى بَيْنَهُنَّ فَرَسًا لَهُ
جَنَاحَانِ مِنْ رِقَاعٍ فَقَالَ : مَا هَذَا الَّذِى أَرَى وَسْطَهُنَّ. قَالَتْ
فَرَسٌ. قَالَ : وَمَا هَذَا الَّذِى عَلَيْهِ. قَالَتْ جَنَاحَانِ. قَالَ :
فَرَسٌ لَهُ جَنَاحَانِ. قَالَتْ أَمَا سَمِعْتَ أَنَّ لِسُلَيْمَانَ خَيْلاً
لَهَا أَجْنِحَةٌ قَالَتْ فَضَحِكَ حَتَّى رَأَيْتُ نَوَاجِذَهُ.
Artinya:
Suatu hari, Rasulullah pulang dari perang Tabuk atau perang Khaibar (perawi
hadits ragu, pen.) sementara di kamar (‘Aisyah) ada kain penutup. Ketika angin
bertiup, tersingkaplah boneka-boneka mainan ‘Aisyah, lalu Rasulullah saw
bertanya, "Apa ini wahai ‘Aisyah?". Dia (‘Aisyah) pun menjawab, "Boneka-boneka
(mainan) milikku". Beliau melihat di antara boneka mainan itu ada boneka
kuda yang punya dua helai sayap. Lantas beliau pun bertanya kepada ‘Aisyah,
"Yang aku lihat di tengah-tengah itu apanya?" ‘Aisyah menjawab, "Kuda." Beliau
bertanya lagi, "Apa itu yang ada pada bagian atasnya?". ‘Aisyah menjawab,
"Kedua sayapnya." Beliau menimpali, "Kuda punya dua sayap?" ‘Aisyah menjawab,
"Tidakkah Engkau pernah mendengar bahwa Nabi Sulaiman mempunyai kuda yang
memiliki sayap?’ Beliau pun tertawa hingga aku melihat gigi beliau (HR. Abu
Dawud no 4934).
Dari penjelasan dalil di atas, maka bermain boneka
apapun hukumnya diperbolehkan dalam Islam. Kecuali dijadikan pajangan dan
mengganggap memiliki jiwa atau arwah, maka hukumnya haram.
HUKUM PATUNG : FATWA MUFTI MESIR 2022
السؤال
ما موقف الإسلام من إقامة تماثيل لشتى الأغراض؟
الجواب
لما كانت الأمم الموغلة في القدم كالمصريين القدماء والفرس والرومان وغير أولئك وهؤلاء ممن ملؤوا جنبات الأرض صناعةً وعمرانًا قد لجؤوا إلى تسجيل تاريخهم اجتماعيًّا وسياسيًّا وحربيًّا نقوشًا ورسومًا ونحتًا على الحجارة، وكانت دراسة تاريخ أولئك السابقين والتعرف على ما وصلوا إليه من علومٍ وفنونٍ أمرًا يدفع الإنسانية إلى المزيد من التقدم العلمي والحضاري النافع، وكان القرآن الكريم في كثيرٍ من آياته قد لفت نظر الناس إلى السير في الأرض ودراسة آثار الأمم السابقة والاعتبار والانتفاع بتلك الآثار، وكانت الدراسة الجادة لهذا التاريخ لا تكتمل إلا بالاحتفاظ بآثارهم وجمعها واستقرائها؛ إذ منها تُعرَف لغتُهُم وعاداتُهُم ومعارِفُهُم في الطب والحرب والزراعة، لَمَّا كان ذلك كان حتمًا الحفاظ على الآثار والاحتفاظ بها سجلًّا وتاريخًا دراسيًّا؛ لأن دراسة التاريخ والاعتبار بالسابقين وحوادثهم للأخذ منها بما يوافق قواعد الإسلام والابتعاد عما ينهى عنه يعتبر من مأموريات الإسلام؛ لهذا كان الاحتفاظ بالآثار سواء كانت تماثيل أو رسومًا أو نقوشًا في متحف الدراسات التاريخية ضرورةً من الضروريات الدراسية والتعليمية لا يُحَرِّمها الإسلام؛ لأنها لا تنافيه، بل إنها قد تخدم غرضًا علميًّا وعقائديًّا إيمانيًّا حث عليه القرآن؛ فكان ذلك جائزًا.
والله سبحانه وتعالى أعلم.
المفتي : فضيلة الشيخ عبد اللطيف عبد الغني حمزة
تاريخ الفتوى : 29 أغسطس 1982
KESIMPULAN
Dari uraian hadis soal tashwir (membuat patung / gambar) dan pandangan ulama
dalam memahami hadis-hadis tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Menggambar atau melukis makhluk bernyawa seperti gambar manusia dan hewan
hukumnya ada dua pendapat: ada yang menyatakan haram, tapi ada juga yang
membolehkan.
- Membuat patung makhluk bernyawa (manusia dan/atau binatang) hukumnya haram
secara mutlak dengan tingkat keharaman yang berbeda-beda seperti diuraikan
oleh Yusuf Qardhawi di atas.
- Foto dan video hukum asalnya adalah boleh menurut mayoritas ulama. Kecuali
kalau foto dan video itu berisi sesuatu yang haram seperti foto yang menggugah
syahwat atau pornografi.
- Kartun dan animasi, menurut Qardhawi, hukumnya boleh. Namun bisa haram
apabila mengandung unsur yang diharamkan. Dan baik apabila ada unsur
pendidikan dan dakwah Islam.
- Patung kecil atau boneka anak atau hewan termasuk yang tidak dilarang.
Berikutnya >>
Konsultasi Agama Islam Lengkap
===============
CATATAN DAN RUJUKAN
[1] Lihat: فى اللغه العربية كلمة " تصوير - صور - تصاوير " إنما تعنى
التماثيل
[2] Tafsir Thabari: إن المراد هنا من يصور ما يعبد من دون الله وهو عارف بذلك
قاصدا له فإنه يكفر بذلك وأما من لا يقصد ذلك فإنه يكون عاصيا بتصويره فقط
[3] إذ ليس فيه مضاهاة لخلق الله، بل هو تصوير عين ما خلق الله