Biografi Imam Nawawi
Imam Nawawi (bedakan dengan Syeikh Nawawi al-Bantani) adalah
ulama mazhab Syafi'i yang memiliki peran penting dalam kesarjanaan fikih
Syafi'iyah. Dalam muktamar pertama NU difatwakan sebagai berikut:
Pertanyaan: Pendapat siapakah yang dapat/boleh dipergunakan untuk berfatwa di antara pendapat-pendapat yang berbeda dari ulama Syafi’iyyah? Jawaban: Yang boleh/dapat dipergunakan berfatwa ialah: a. Pendapat yang terdapat kata sepakat antara Imam Nawawi dan Imam Rafi’i. b. Pendapat yang dipilih oleh Imam Nawawi saja. c. Pendapat yang dipilih oleh Imam Rafi’i saja. d. Pendapat yang disokong oleh ulama terbanyak. e. Pendapat ulama yang terpandai. f. Pendapat ulama yang paling wira’i.Mengapa Imam Nawawi begitu berpengaruh? Dari biografi singkat di bawah ini bisa diambil kesimpulannya.
Daftar Isi
- Riwayat Hidup
- Pendidikan
- Guru-guru Imam An-Nawawi
- Murid-murid Imam An-Nawawi
- Kitab-kitab karya Imam An-Nawawi
- Kondisi Sosial dan Politik
- Metode Istinbath Hukum Imam An-Nawawi
- Footnote
-
Cara Konsultasi Syariah Islam
1. Riwayat Hidup
Imam An-Nawawi lahir pada pertengahan bulah Muharam tahun 631 H
di kota Nawa 1 Nama lengkap beliau adalah Abu Zakaria Yahya bin Syaraf bin
Muri bin Hasan bin husain bin Muhammad bin Jum'ah bin Hizam Al-Hizami
An-Nawawi 2 . Panggilannya : Abu zakaria. Namun panggilan ini tidak sesuai
dengan aturan yang biasa berlaku. Para ulama telah menganggapnya suatu
kebaikan sebagaimana yang dikatakan Imam An-Nawawi bahwa disunnahkan
memberikan panggilan kunyah kepada orang-orang yang saleh baik dari kaum
laki-laki maupun perempuan, mempunyai anak atau tidak mempunyai anak,
memakai panggilan anaknya sendiri atau orang lain, dengan
abu fulan atau abu fulanah bagi seorang laki-laki dan ummu fulan atau ummu
fulanah bagi perempuan. 3
Imam An-Nawawi dijuluki Abu Zakaria
karena namanya adalah Yahya. Orang arab sudah terbiasa memberi julukan Abu
Zakaria kepada orang yang bemama Yahya, karena ingin meniru Yahya Nabi Allah
dan ayahnya Zakaria Alaihuma As-Salam, sebagaimana juga seorang yang bemama
Yusuf dijuluki Abu Ya'qub, orang yang bernama Ibrahim dijuluki Abu Ishaq dan
orang yang bernama Umar dijuluki Abu Hafsh. Pemberian
julukan seperti di atas tidak dengan peraturan yang berlaku
sebab
Yahya dan Yusuf adalah anak bukan ayah, namun gaya pemberian
julukan seperti itu sudah biasa didengar dari orang-orang arab.4
Al-Hizami, yang dimaksud dengan ini adalah kakeknya Hizam yang tersebut di atas. Syaikh Imam An-Nawawi pemah bercerita bahwa sebagian kakeknya menyangka Al-Hizami merupakan nisbat pada Hizam Abu Hakim, salah seorang sahabat Rasulullah Saw. Hizam disini adalah kakeknya seorang yang mampir di Jaulan desa Nawa seperti kebiasaan orang-orang Arab. Lalu bermukim di sana dan diberikan keturunan oleh Allah hingga manusia menjadi banyak. 5
An-Nawawi adalah nisbat pada desa Nawa tersebut. Dia merupakan pusat kota Al-Jaulan, dan berada di kawasan Hauran di provinsi Damaskus. Jadi Imam An- Nawawi adalah orang Damaskus karena menetap disana selama kurang lebih delapan belas tahun. Abdullah bin Al-Mubarak pemah berkata, "Barangsiapa yang menetap di suatu negeri selama empat tahun, maka dia dinisbatkan kepadanya. 6
Imam An-nawawi gelamya adalah Muhyiddin. Namun, ia sendiri tidak senang diberi
gelar tersebut. Al-Lakhani mengatakan bahwa Imam An-Nawawi tidak senang dengan
julukan Muhyiddin yang di berikan orang kepadanya 7 . Ketidak-sukaan itu
disebabkan karena adanya rasa tawadhu ' yang tumbuh pada diri Imam An-Nawai,
meskipun sebenamya dia pantas diberi julukan tersebut karena dengan dia Allah
menghidupkan sunnah, mematikan bid'ah, menyuruh melakukan perbuatan yang
ma'ruf, mencegah perbuatan yang mungkar dan memberikan manfaat kepada
umat islam dengan karya-karyanya. 8
Imam An-Nawawi adalah
ulama yang paling banyak mendapatkan cinta dan sanjungan makhluk. Orang
yang mempelajari biografinya akan melihat adanya wira'i, zuhud, kesungguhan
dalam mencari ilmu yang bermanfaat, amal soleh, ketegasan dalam
membela kebenaran dan amar ma'ruf, nahi
mungkar, takut dan cinta kepada Allah SAW dan kepada rasul nya.
Semua itu menjelaskan rahasia mengapa ia dicintai banyak orang.9
Imam An-Nawawi merupakan ulama yang besar pada masanya. Menurut pendapat yang
rajih, ia meninggal dunia sementara umurnya tidak lebih dari 45 tahun. Ia
telah meninggalkan berkas-berkas, ketetapan-ketetapan dan kitab-kitab ilmiah
yang berbobot. Dengan peninggalan-peninggalan tersebut, ia telah menunjukkan
bahwa ia melebihi ulama-ulama dan imam-imam pada masanya. 10
Imam
An-Nawawi menyibukkan diri dengan ilmu-ilmu yang bermanfaat, rela
berada
di pondok yang disediakan untuk para siswa. Merasa puas dengan makanan roti
Al-Ka'k dan buah Tin. Ia memanfaatkan semua waktu dan tenaganya untuk melayani
umat islam. Ia memakai pakaian tambalan dan tidak menghiraukan dengan
perhiasan dunia, agar mendapatkan ridha Sang Raja Maha Pemberi.
Adz-Dzabhi mensifati Imam An-Nawawi sebagai orang yang berkulit sawo matang,
berjenggot tebal, berperawakan tegak, beribawa, jarang tertawa, tidak
bermain-main, dan terns bersungguh-sungguh dalam hidupnya. Ia
selalu mengatakan yang benar, meskipun hal itu sangat pahit baginya dan tidak
takut terhadap hinaan orang yang menghina dalam membela agama Allah. 11
Adz-Dzahabi
mengatakan di dalam kitab Tarikh Al-Islam bahwa Imam An- Nawawi mengenakan
pakaian-pakaian sebagaimana para ahli fikih di Hauran mengenakann ya, namun ia
tidak terlau memperhatikan masalah berpakain 12.
Dalam sebuah hadits disebutkan:
Artinya: sesungguhnya Rasul SAW
bersabda segala seseuatu yang yang diinfakkan dari harta akan berkurang
mealainkan Allah akan menambahn ya, seseorang yang memberi maaf kecuali
ganjarannya pahala, apabila seseorang tawadhu' kepada Allah, maka
Allah akan mengangkat derajatnya "13
2. Pendidikan
Syaikh Yasin bin Yusuf Al Marakisyai 14 melihat Imam An-Nawawi di
kota Nawa, ketika itu umumya masih sepuluh tahun. Anak-anak kecil yang
lain memaksanya untuk bermain bersama mereka, namun Imam An-Nawawi lari dari
mereka dan menangis karena dipaksa. Dia membaca Al- Qur'an ketika itu,
lalu hatinya menjadi senang kepada Nawawi . Ayahnya menempatkannya di
toko, namun kesibukannya dengan Al-Qur'an tidak bisa dikalahkan oleh aktivitas
jual beli 15.
Imam An-Nawawi tumbuh berkembang dalam
penJagaan, kebaikan, dan menghafalkan Al-Qur'an. Dia menghabiskan waktunya di
toko bersama dengan ayahnya. Kemudian pada tahun
649 ayahnya memindakannya ke Damaskus agar
belajar di sana. Dia bertempat di asrama para siswa. Dia mengandalkan
kekuatannya dengan roti kasar. Dia belajar kitab At-Tanbih 16dan mengafalnya
dalam empat bulan setengah dan belajar Al M uhadzab17
Imam An-Nawawi menghafal kitab At-Tanbih dalam waktu kurang lebih empat bulan setengah dan ia hafal seperempat pembahasan ibadah dari kitab Al- Muhadzdzab dalam sisa tahun itu 18, kemudian mensyarahi, mentashi di hadapan syaikhnya yaitu seorang Imam, ulama besar, zuhud, wara', mempunyai keutamaan dan pengetahuan-pengetahuan yakni Abu Ibrahim bin Ahmad bin Usman Al- Maghribi Asy-Syafi'i, dan ia selalu bersama dengannya 19.
Ketika Imam An-Nawawi pergi haji bersama ayahnya, tampak oleh ayahnya
tanda-tanda kecerdasan dan kemampuan memahami. Dia bermukim
di madinah selama satu bulan setengah. Dalam perjalanannya dia banyak
mengalami sakit. Kembali dari haji, dia memfokuskan diri dengan mencari ilmu
baik siang maupun malam. Karena itu dia dijadikan percontohan dalam
perumpamaan 20 .
Menurut Ustadz Ahmad Abdul Aziz Qasim, ada
beberapa hal yang biasa membentuk kepribadian yang besar pada Imam An-Nawawi :
macam pertama berupa kemauan sendiri yang muncul dari dirinya
seperti21 :
Melakukan perjalanan dalam mencari ilmu. Keberadaannya di Madrasah Ar-Rawahiyah. Bersungguh-sngguh dalam belajar.
Banyak belajar dan mendengar. Banyak menghafal dan menelaah.
Belajar dari guru-guru besar dan mendapat perhatian dari mereka. Tersedianya kitab-kitab secara lengkap.
Sering mengajarkan ilmu yang telah didapatkan dari guru-gurunya.
Macam
yang kedua adalah faktor-faktor yang tidak biasa, seperti faktor bakat yang
diberikan oleh Allah kepada hamba yang dikehendakinya, seperti yang dijeaskan
dalam surat Al-Baqarah Ayat 269 :
Artinya : "Allah
menganugerahkan al hikmah ( kefahaman yang dalam tentang Al-
Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya'm.
Namun,
pemberian hikmah itu disyaratkan dengan taqwa dan takut kepada
Allah SWT. Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah Ayat 282 :
وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ وَيُعَلِّمُكُمُ اللّٰهُۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ
عَلِيْمٌ
Artinya : Dan bertakwalah kepada Allah, dan Allah yang telah
mengajarimu" 23 .
a. Guru-guru Imam An-Nawawi
Imam An-Nawawi dalam perjalanan mencari ilmunya telah
melibatkan beberapa ulama yang berjasa memberikan beliau pelajaran dalam
berbagai ilmu, antara lain :
1) Ilmu Fiqih
Adapun guru-gurunya dalam bidang ilmu Fiqih adalah :
a)
Abu Ibrahim Ishaq bin Ahmad bin Utsman Al-Maghribi Ad-Dimasyiqi :
dia adalah seorang Imam, yang diakui keilmuannya, zuhudnya, wara'nya, banyak
ibadahnya, besar keutamaanya, dan kelebihan semuanya itu di atas teman-
temannya 24 .
b) Abu Muhammad Abdurrahman bin nuh bin Muhammad bin Ibrahim
bin Musa
Al-Maqdisi Ad-Dimasyqi : dia adalah seorang Imam, orang
yang arif, zuhud, ahli ibadah,wara', sangat teliti,dan mufti damaskus pada
masanya 25 .
c) Syaikh Abu hafsh Umar bin As'ad bin Abi Ghalib Ar-Raba'I Al-irbili : dia adalah orang yang teliti dan menjadi seorang mufti26 .
d) Abu Al-hasan bin Sallar bin Al-Hasan Al_Irbili Al-halabi Ad-Dimasyqi : daia adalah seorang Imam yang disepakati keimamannya, keagungannya, kelebihannya dibidang ilmu madzhab di zamannya 27 •
2) Ilmu Ushul Fiqih
Imam An-Nawawi mempelajari ilmu ushul fikih
kepada sejumlah ulama. Yang paling masyhur dan yang paling
besar antara lain : Al-Qodhi Abu Al Fath Umar bin Bundar bin Umar bin Ali
Muhammad At-Taflisi Asy-Syafi'i 28 . Imam An- nawawi belajar kepadanya
Al-Muntakhob karya Imam Fakhruddin Ar-Razi dan sebagian dari kitab
Al-Mustashfa karya Al-Ghazali 29 .
3) Ilmu Bahasa, Nahwu dan Sharaf
Adapun guru-gurunya dalam bidang ilmu Bahasa, Nahwu dan sharaf
adalah :
a) Fakhruddin Al-Maliki 30 .
Imam An-Nawawi berkata "aku belajar kepadanya,
tentang Sibawaihi atau lainnya." Keraguan ini adalah dari saya sendiri 31.
b) Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah bin Malik Al-Jayyani, dengan kitab karya-karyanya dan mengomentarinya 32.
c) Ahmad bin Salim Al-Mashari.
d)
lbnu Malik.33
4) Ilmu Hadits
Guru-gurunya dalam bidang Ilmu Hadits adalah :
a) Syaikh Al-Muhaqqiq Abu
Ishaq Ibrahim bin Isa Al-Muradi Al-Andalusia
Asy-Syafi'i. Dia telah mensyarahkan kepadanya
Shahih Muslim, sebagian besar dari Shahih Al-Bukhari dan banyak
hadits-hadits dari Al-Jam'u bain As-Shalihin karya Al-Humaidi 34 .
b) Abu Ishaq Ibrahim bin Abi Hafsah Umar bin Mudhar
Al-Wasithi .
c) Zainuddin Abu
Al-Baqa' Khalid bin Yusuf bin Sa'ad
Ar-Ridha bin Al- Burhan.
d)
Abdul Aziz bin Muhammad bin Abdil Muhsin Al-Anshari. 35
b. Murid-murid Imam An-Nawawi
Di antara murid-murid Imam An-Nawawi adalah :
1)
Ala'uddin bin Al-Aththar. 36
2) Shadr Ar-Rais
Al-Fadhil Abu Al-Abbas Ahmad bin Ibrahim bin Mush' ah.
3)
As-Syamsi Muhammad bin Abi Bar bin
Ibrahim bin Abdirrahman bin An- Naqib.
4)
Al-Nadar Muhammad bin Ibrahim bin Sa'dillah bin Jum'ah
5)
Asy-Syihab Muhammad bin Abdil Khaliq bin Utsman bin Muzhir Al-Anshari
Ad-Dimasyiqi Al-Muqri.
6) Syihabuddin Ahmad bin
Muhammad bin Abbas bin Ja'wan.
7) Al-Faqih
Al-Muqri Abu Al-Abbas Ahmad Adh-Dharir Al-Wasithi. 37
c. Kitab-kitab karya Imam An-Nawawi.
Ada beberapa kitab yang ditulis oleh Imam An-Nawawi, diantaranya
:
1) Kitab-kitab karyanya dalam bidang hadits
:
a) Syarah Muslim yang dinamakan Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim Al-Hajjajj.
b) Riyadh Ash-Shalihin. 38
c) Al-Arbain An-Nawawi. 39
d)
Khulashah Al-Ahkam min Muhimmad As-Sunan wa Qawa'id Al-Islam.
e) Syarah Al-Bukhari (baru sedikit yang di tulis).40
f)
Al-Adzkar yang dinamakan
Hilyah Al-Abrar Al-Khyar fi
Talkhish Ad- Da'awat wa Al-Adzkar.
2) Kitab-kitab karyanya dalam bidang ilmu hadits 41
:
a) Al-Irsyad.
b)
At-Taqrib.
c) Al-Irsyat ila bayan Al-Asma'
Al-Mubhamat.
3) Kitab-kitab karyanya dalam bidang fiqih42 :
a) Raudh Ath-Thalibin.
b)
Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzab (belum sempuma , namun
disempumakan oleh Ass-Subki kemudian Al-Muthi').
c)
Al-Minhaj.
d) Al-Idhah.
e)
At-Tahqiq.
4) Kitab-kitabnya dalam bidang pendidikan dan etika43
:
a) Adab Hamalah Al-Qur'an.
b)
Bustan Al-Arifin.
5) Kitab-kitab karyanya dalam bidang biografi dan
sejarah44 :
a) Tahdzib Al-Asma' wa Al-Lughat.
b)
Thabaqat Al-Fuqoha'.
6) Kitab-kitab
karyanya dalam bidang bahasa45 :
a) Tahdzib
Al-Asma' wa Al-Lughat bagian kedua.
b) Tahrir
At-Tanbih.
3. Kondisi Sosial dan Politik.
Imam An-Nawawi dilahirkan di kota Nawa. Ia menghabiskan masa
kanak- kanaknya di tempat kota kelahirannya dengan membaca al-Quran, hingga
umumya mencapai remaja, ia berbeda dengan anak-anak yang lain.46
Ketika umumya sembilan belas tahun, ayahnya membawa Imam An-Nawawi ke Damaskus pada tahun 649 H. Di sana dia bertempat tinggal di Madrasah Ar- Rawahiyah. Selama dua tahun dia menetap disana tanpa meletakkan lambungnya pada tanah. Di sana dia hanya mengandalkan kekuatannya dengan roti kasar.47
Di madrasah Ar-Rawahiyah ia banyak menuntut ilmu agama dari gurunya namun mengambil sedikit dari kehidupan dunianya hingga nyaris tidak memminum aimya. Nama harumnya selalu dikenang sepanjang masa, begitu juga karya-karya dan ilmunya.
Ketika Al-malik Azh-Zhahir tergila-gila dengan angan-angannya
dan nafsunya menyuruhnya berbuat zhalim, para ahli fikih menjerumuskannya
untuk menjual akhiratnya dengan sedikit emas. Saat itu yang
tersisa dalam memberikan dukungan untuknya adalah Syaikh Muhyiddin
An-Nawawi. 48
Imam An-Nawawi datang kepadanya dan membuatnya takut.
Dia menyatakan fatwanya dan berkata, " sungguh mereka telah memberikan fatwa
yang batil kepadamu. Kamu tidak berhak menarik iuran (pajak) dari rakyat
hingga kas di Baitul Mal habis, dan kamu serta istri-istrimu, budak-budakmu
dan para pejabatmu harus mengembalikan apa yang telah kamu ambil dari hak
mereka yang sebenarnya, kamu kembalikan lagi ke Baitul Mal!"49
Syaikh An-Nawawi mengucapkannya dengan tegas. Setelah dia keluar, raja Azh-Zhahir berkata, "putuslah jabatan-jabatan dan gaji ahli fikih ini!" maka orang yang disekitar raja mengatakan, "sesungguhnya dia tidak punya jabatan, juga tidak mengambil gaji." Sang raja bertanya, "darimana dia makan?", "dari makanan yang dikirim oleh ayahnya." Sang raja berkata, "demi Allah, aku hendak membunuhnya, namun aku melihat seakan-akan singa sedang membuka mulutnya diantara aku dan dia, jika aku mendekatinya, maka singa itu akan memakanku." Kemudia sang raja merasakan sesuatu dalam hatinya ketika itu dan meminta perdamaian dengan syaikh An-Nawawi, sungguh dia tidaklah fakir!50
Namun syaikh An-Nawawi menjadi terkenal di belahan timur dan barat, di tempat
yang dekat maupun jauh, begitu juga karya-karyanya yang menuangkan isi-isi
yang jelas dan terang, yang pada masa sekarang
menjadi rujukan fatwa dan amal.
Sebab-sebabnya
sangat jelas. 51
4. Metode Istinbath Hukum Imam An-Nawawi
Istinbat merupakan sistem atau metode para mujtahid yang
digunakan untuk menemukan atau menetapkan suatu hukum. Istinbat erat kaitannya
dengan fikih, karena sesungguhnya fikih, dan segala hal yang berkaitan
dengannya, merupakan hasil ijtihad para mujtahid dalam menetapkan hukum dari
sumbernya.
Metode istinbath hukum yang dipakai Imam An-Nawawi
pada dasarnya adalah sama dengan istinbat hukum
yang dipergunakan oleh Imam Syafi'i, hal ini
disebabkan karena Imam An-Nawawi merupakan salah satu ulama golongan
Syafi'iyah. Selain itu tidak ada pembahasan khusus mengenai metode
istinbath hukum yang dilakukan oleh Imam An-Nawawi, baik berupa buku
yang ditulis olehnya maupun oleh muridnya. Oleh karena itu, untuk
mengetahui metode istinbath hukum yang dipergunakan Imam An-Nawawi
sangat perlu kiranya terlebih dahulu penulis paparkan metode istinbat hukum
Imam Syafi'i.
Mazhab Syafi'i ini dibangun oleh Imam Muhammad Ibnu
Idris Asy-Syafi'i seorang keturunan Hasyim bin Abdul Muthalib52. Aliran
keagamaan Imam Syafi'i ini sama dengan Imam mazhab
lainnya dari mazhab imam empat yaitu Abu
Hanifah, Malik bin Anas dan Ahmad ibnu Hambal adalah termasuk golongan Ahlu
al-Sunnah wa al-Jama 'ah. Golongan Ahlu al-Sunnah wa al-Jama 'ah dalam bidang
furu' terbagi kepada dua aliran diantaranya adalah aliran Ahlu al-Hadits dan
aliran Ahlu al-Ra'yi. Imam Syafi'i termasuk dalam aliran Ahlu al-Hadits. Oleh
karena itu, meskipun Imam Syafi'i digolongkan sebagai orang yang beraliran
Ahlu al-Hadtis, namun pengetahuannya tentang fiqih Ahlu
Al-Ra'yi tentu akan memberi pengaruh kepada
metodenya dalam menetapkan hukum.53
Dalam kitabnya al-Risalah, Imam
Syafi'i menjelaskan kerangka dan dasar- dasar madzhabnya dan juga
beberapa contoh bagaimana merumuskan hukum-hukum far 'iyah. Menurut Imam
Syafi'i, Al-Qur'an dan Hadits adalah berada dalamsatu tingkat, dan bahkan
merupakan satu kesatuan sumber syari'at Islam. Sedangkan teori istidlal
seperti qiyas, istiflsan , dan lainnya hanyalah merupakan suatu metode
merumuskan dan menyimpulkan hukum-hukum dari sumber utamanya tadi.
Pemahan integral terhadap Al-Qur'an dan Hadits ini merupakan karakteristik
yang menarik dari pemikiran fiqh Syafi'i. Menurut Imam Syafi'i, kedudukan
Hadits dalam banyak hal adalah sebagai penjelas dan penafsir sesuatu yang
tidak dijelaskan oleh Al-Qur'an. Oleh karena sunnah Nabi tidak
berdiri sendiri, tetapi punya keterkaitan erat dengan
Al-Qur'an. Imam Syafi'i juga mempunyai pandangan yang dikenal dengan qaul
al-qadim dan qaul al-jadid. Qaul al-qadim juga terdapat dalam kitabnya
yang bernama al-Jjujjah, yang dicetuskan di Irak. Sedangkan qaul al- jadidnya
terdapat dalam kitabnya yang bernama al-Umm yang dicetuskan di Mesir.
Menurut
Imam Syafi'i struktur hukum Islam dibangun di atas sumber-sumber hukum yang
terdiri atas al-Qur'an, hadits, ijma' dan qiyas. Meskipun
ulama' sebelumnya juga menggunakan empat dasar di atas, tetapi rumusan
Imam Syafi'i punya nuansa dan paradigma baru, penggunaan ijma' misalnya
tidak sepenuhnya mengikuti rumusan Imam Malik yang sangat umum dan tanpa batas
yang jelas. Bagi Imam Syafi'i ijma' merupakan metode dan prinsip dan karenanya
ia memandang konsensus orang-orang umum sebagaimana dinyatakan Imam Malik dan
ulama-ulama Madinah.
Satu hal yang perlu diketahui bahwa Imam
Syafi'i tidak bersikap fanatik terhadap pendapat-pendapatnya, hal ini nampak
pada suatu ketika ia pernah berkata: "Demi Allah aku tidak
peduli apakah kebenaran itu nampak melalui
lidahku atau melalui lidah orang lain."54
Adapun penjelasan
dari masing-masing sumber hukum tersebut adalah sebagai berikut:
a. Al-Qur'an
Sebagaimana imam-imam lainya Imam Syafi'i menempatkan Al-Qur'an
pada urutan pertama, karena tidak ada sesuatu kekuatan pun yang
dapat menolak keontetikan Al-Qur'an. Sekalipun sebagian hukumnya harus
diakui masih ada yang bersifat zanni , sehingga dalam penafsirannya terdapat
perbedaan pendapat.
Dalam pemahaman Imam Syafi'i atas Al-Qur'an, ia
memperkenalkankonsep al-bayan. Melalui konsep al-bayan ini, ia kemudian
mengklafikasikan dilalah nas atas 'amm dan khas. Sehingga ada dilalah 'amm
dengan maksud 'amm, ada pula dilalah 'amm dengan dua maksud 'amm dan khas, dan
ada pula dilalah 'amm dengan maksud khas.
Klasifikasi lain adalah
dilalah tertentu yang maknan ya ditentukan oleh konteksnya, ada juga dilalah
yang redaksinya menunjuk arti implisit bukan eksplisit, bahkan ada
pernyataan 'amm yang secara spesifik ditunjukkan oleh sunnah bahwa
maksudnya khusus.55
b. As-Sunnah
Menurut Imam Syafi'i yang dimaksud adalah Hadis.56 Sunnah selain
sebagai sumber yang kedua setelah Al-Qur'an Juga sebagai pelengkap yang
menginterpretasikan isi kandungan Al-Qur'an, sehingga kedudukan Sunnah atas
Al- Qur' an sebagai berikut:
1) Ta'kid,
menguatkan dan mengokohkan Al-Qur'an.
2) Tabyin,
menjelaskan maksud nas Al-Qur'an.
3) Tasbit,
menetapkan hukum yang tidak ada ketentuan
nasnya dalam Al- Qur'an.57
4)
Dilalah-dilalah al-Sunnah meskipun hukumnya berdiri sendiri tidak ada yang
bertentangan dengan dilalah nas Al-Qur'an, karena Sunnah selain bersumber
pada wahyu juga ada faktor lain yang
menyebabkan keotentikkanSunnah yaitu terpeliharanya Nabi dari dosa dan
kekeliruan sejak kecil.58
Dalam implementasinya, Imam Syafi'i memakai metode, apabila di dalam al- Qur'an tidak ditemukan dalil yang dicari maka menggunakan hadis mutawatir. Namun jika tidak ditemukan dalam hadis mutawatir baru ia menggunakan hadis ahad. Meskipun begitu, ia tidak menempatkan hadis ahad sejajar dengan Al-Qur'an dan juga hadits mutawatir.
Imam Syafi'i menerima hadits ahad mensyaratkan harus memenuhi beberapa hal sebagai berikut:
1) Perawi dapat dipercaya keagamaannya dan juga tidak menerima hadits dari orang yang tidak dipercaya.
2) Perawinya dabit.
3)
Perawinya berakal dalam artinya bisa memahami apa yang diriwayatkan.
4)
Hadits yang diriwayatkan
tidak menyalahi ahli
hadits yang juga meriwayatkan.
Dalam
masalah hadis mursal Imam Syafi'i menetapkan dua syarat:
1)
Mursal yang disampaikan oleh tabi'in yang berjumpa dengan sahabat.
2)
Ada petunjuk yang menguatkan sanad mursal itu.59
Adapun
dalam menanggapi pertentangan Sunnah dengan
Sunnah Imam al Syafi'i membagi kepada dua bagian:
Pertama:Ikhtilaf yang dapat diketahui nasikh-mansukhnya, maka
diamalkanlah yang nasikh.
Kedua: Ikhtilaf yang tidak dikeahui
nasikh-mansukhnya.
Dalam ikhtilaf yang
terakhir di atas, Imam Syafi'i membaginya
dalam dua kategori:
1) Ikhtilaf yang dapat
dipertemukan.
2) Ikhtilaf yang tidak dapat
dipertemukan.
Adapun jika terjadi suatu
pertentangan yang tidak dapat dipertemukan, dalam hal ini, ia
menempuh cara berikut ini:
1) Menentukan mana yang
lebih dulu dan mana yang baru kemudian, dan yang terdahulu dianggap mansukh,
sehingga harus dapat diketahui asbab al wurudnya.
2)
Jika tidak diketemukan
maka harus dipilih
salah satu yang terkuat
berdasarkan sanad-sanadnya. 60
c. Ijma'
Ijma' menurut Imam Syafi'i adalah kesepakatan para 'ulama'
diseluruh dunia Islam, bukan hanya disuatu negeri tertentu dan bukan pula
ijma' kaum tertentu saja. Namun Imam Syafi'i tetap berpedoman bahwa ijma'
sahabat adalah ijma' yang paling kuat.
Imam Syafi'i mendefinisikan ijma' sebagai konsensus ulama di
masa tertentu atas suatu perkara berdasarkan riwayat Rasul. Karena menurutnya
mereka tidak mungkin sepakat dalam perkara yang bertentangan dengan al-Sunnah.
61
Imam Syafi'i membagi ijma' menjadi dua yaitu ijma' sarih
dan ijma' sukuti. Namum yang paling diterima olehnya adalah ijma' sarih
sebagai dalil hukum. Hal ini menurutnya, dikarenakan kesepakatan itu
disandarkan kepada nas, dan berasal dari secara tegas dan jelas sehingga
tidak mengandung keraguan. Sedangkan ijma' sukuti ditolaknya karena
tidak merupakan kesepakatan semua mujtahid. Dan diamnya
mujtahid menurutnya, belum tentu mengindikasikan
persetujuannya.Melihat kondisi kehidupan para ulama dimasanya yang telah
terjadi ikhtilaf dikalangan mereka, maka menurutnya, ijma' hanya terjadi dalam
pokok- pokok fardu dan yang telah mempunyai dasar atau sumber hukum. 62
d. Qiyas
Muhammad Abu Zahrah menjelaskan bahwa ulama yang pertama
kali mengkaji qiyas (merumuskan kaidah-kaidah dan dasar-dasamya) adalah Imam
Syafi'i.63Dengan demikian Imam Syafi'i menjadikan qiyas sebagai hujjah ke
empat setelah al-Qur'an, as-Sunnah, dan ijma' dalam menetapkan hukum Islam. 64
Ia menempatkan qiyas setelah ijma', karena ijma' merupakan ijtihad
kolektif sedangkan qiyas merupakan ijtihad individual.
Syarat-syarat
qiyas yang dapat diamalkan menurut Imam Syafi'i adalah sebagai
berikut:
1) Orang itu hams mengetahui dan mengusai
bahasa arab.
2) Mengetahui hukum Al-Qur'an,
faraid , ushul , nasikh-mansukh, 'amm-khas, dan petunjuk dilalah nahs.
3) Mengetahui Sunnah, qaul sahabat, ijma' dan ikhtilaf
dikalangan ulama.
4) Mempunyai pikiran sehat dan
prediksi bagus, sehingga mampu membedakan masalah-masalah yang mirip
hukumnya. 65
e. Istidlal
Bila Imam Syafi'i tidak mendapatkan
keputusan hukum dari ijma' dan tidak ada jalan dari qiyas, maka barulah ia
mengambil dengan jalan istidlal, mencari alasan, bersandarkan atas
kaidah-kaidah agama, meski itu dari ahli kitab yang terakhir yang
disebut "syar'u man qablana" dan tidak sekali-kali mempergunakan pendapat atau
buah pikiran manusia, juga ia tidak mau mengambil hukum dengan cara istihsan,
seperti yang biasa dikerjakan oleh ulama dari pengikut Imam Abu Hanifah di
Bagdad dan lain-lainnya. 66
FOOTNOTE
1 Imam An-Nawawi, Raudharuth Thalibin,
Penerjemah : H. Muhyiddin Mas Rida, H. Abdurrahman Siregar,
H. Moh Abidin Zuhri (Jakarta : Pustaka Azzam, 2007), hal.54.
2
Syaikh Ahmad Farid , Min A 'lam As-Sala/, Penerjemah : Masturi Ilham &
Asmu 'i Taman, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), hal.756.
3 Ibid.
4 lbid.
5 Imam
An-Nawawi, Op.Cit, hal. 7.
6 Ibid ., hal. 7.
7 Syaikh Ahmad Farid, Op.cit, hal. 756.
8 Ibid .
9 Ibid .
I0 Ibid., hal. 755.
11 Ibid., hal. 757.
12 Ibid ., hal. 757.
13 Muhammad bin
'Isa bin Abi 'Isa At-Tarmizi As-Salimi , Sunan Ttirmidzi, ( Bairut: tp,
1962), Juz 4, hal. 376.
14 Dia adalah Yasin bin Abdillah,
ahli baca (Al-Qur'an), tukang bekam , berkulit hitam, orang shalih, dia
mempunya toko di Zhahir Bab Al Jabiyah. Dia termasuk orang yang mempunyai
karamah-karamah dan telah melaksanakan Ibadah haji lebih dari 20 kali. Umurnya
mencapai delapan puluh tahun. Secara kebetulan pada umurnya empat puluh tahun
lebih, dia melewati desa Nawa. Disana dia melihat muhyidin
an-Nawawi yang ketika itu masih kecil. Lalu dia mempunyai firasat bahwa
An-Nawawi akan menjadi orang yang sangat pandai. Maka dia menjumpai ayahnya
untuk memberikan wasiat kepadanya. Dia menganjurkan kepada An-nawawi agar
menghafal Al-Quran dan ilmu. Syaikh Yasin setelah kejadian itu sering keluar
menemuinya , mengunjunginya, dan meminta pertimbangana dan musyawarah
kepadanya. Ia meninggal dunia pada 3 Robiul Awal 687 H di kuburan Bab
Syarqi.
15Syaikh Ahmad Farid, Op.Cit, hal. 759.
16 Salah satu kitab
yang masyhur dan paling banyak beredar dikalangan para pengikut Imam Asy-Syafi'i, penulisnya adalah Abu Ishaq Asy-Syairazi. Dia mulai menulisnya pada
awal Raadhan tahun 452H dan selesai pada bulan Sya'ban tahun berikutnya.
17
Kitab yang paling masyhur dikalangan para pengikut Imam Asy-Syafi 'i dalam
bidang fiqih mudhazab dan perincian-perinciannya. Kitab ini mempunyai
keistimewaan bab-bab yang sistematis. Penulisnya Abu Ishaq Asy-Syairazi mulai
menulisnya pada tahun 469 H. Dengan demikian penulisnya menghabiskan
umur syaikh An-Nawawi yang dihabiskannya untuk ilmu selama empat
belas tahun.
18 Ibid., hal. 9.
19 Ibid., hal. 9.
20 Ibid., hal. 55.
21 Syaikh Ahmad Farid, Op. Cit, hal. 762
22 Depag RI ,Op.Cit. hal. 42.
23 Ibid , hal. 45.
24 Imam An-Nawawi, Op. Cit, hal.12.
25 Ibid., hal. 13.
26 Ibid., hal. 14.
27 Ibid., hal. 15.
28 Syaikh Ahmad Farid, Op. Cit, hal. 773.
29 Imam An-Nawawi, Op. Cit, hal. 16.
30 Syaikh Ahmad Farid, Op. Cit, hal. 773.
31 Imam An-Nawawi, Op. Cit, hal. 16.
32 Ibid., hal. 16.
33 Syaikh Ahmad Farid, Op. Cit, hal. 773.
34 Imam An-Nawawi, Op. Cit,
hal. 17.
35 Syaikh Ahmad Farid, Op. Cit, hal. 773.
36
Nama panjangnya Alaudin Abu Al-Hasan Ali bin Ibrahim
bin Dawud ad-Dimsyaqi, dia dilahirkan pada hari raya Idul
Fitri tahun 654 H. Ayahnya adalah seorang penjual parfum dan kakeknya
berprofesi sebagai dokter. Dia seorang pelayan Imam An-nawawi sekaligus
seorang murid yang paling dekat dengan Imam An nawawi , murid yang satu ini
dikenal dengan "Mukhtashar An-Nawawi" (ringkasan An-Nawawi).
37 Ia mendapatkan gelar Al-Jalal dan An-Najim Ismail bin Ibrahim bin Salim bin AlKhabaz.
38 Imam An-Nawawi, Op. Cit, hal. 21
39 Syaikh Ahmad
Farid, Op. Cit, hal. 776.
40 Ibid., hal. 775. 4 1/bid., hal. 776.
42 Ibid., hal. 776.
43 Ibid., hal. 776.
44 Ibid., hal. 776.
45 Ibid., hal. 776.
46 Imam An-Nawawi, Op. Cit, hal. 66.
47 Ibid.,
hal. 66.
48 Ibid ., hal. 64.
49 Ibid ., hal. 64.
50 Ibid ., hal. 64-65.
51 Ibid., hal. 65.
52Hasbi ash-Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqih, (Jakarta: Bulan Bintang, 1967).hal. 119.
53Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos, 1997), hal.
54 Yusuf al-Qardawi, Fiqh Perbedaan Pendapat antar Gerakan Islam ,
cet. ke-4 (Jakarta: Rabbani Press, 2002), hal. 190.
55
M. Idris al-Syafi'i, Ar-Ri salah, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.t.). hal.21-23.
56
Ibid., hal. 180.
57 Ibid., hal. 190.
58 Ibid., hal. 190.
59 Huzaimah TahidoYanggo, Op.Cit, h. 130.
60 Ibid., hal. 130.
61 Ibid ., hal.472.
62 T.M. Hasbi
al-Shidieqy, Pokok-Pokok Pegangan Imam Mazhab, (Semarang: PT.
Pustaka Rizqi Putra), hal. 28.
63 Abu Zahrah, al-Syafi 'i
Hayatuhu wa Asnthu wa Ara 'uhu wa Fiqhuhu , (Beirut: Dar al-Fikr, 1418 H. I 1997),
hal.298.
64 Huzaimah T.Y .Op.Cit, hal. 130.