Cara Tawasul yang Benar saat Berdoa

Cara Tawasul yang Benar saat Berdoa Tawasul kepada para nabi dan para wali ketika mereka hidup atau setelah mereka wafat adalah mubah menurut syar‘i

Cara Tawasul yang Benar saat Berdoa

Cara Tawasul yang Benar saat Berdoa


Ada dua teks tawasul kepada Nabi Muhammad yang biasa digunakan masyarakat sbb:

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ


Allâhumma innî atawassalu ilaika binabiyyika muhammadin shallallâhu alaihi wa sallam.

Artinya, “Ya Allah, aku bertawasul kepada-Mu melalui kemuliaan nabi-Mu, Nabi Muhammad SAW.”

يَا رَبِّ بِالمُصْطَفَى بَلِّغْ مَقَاصِدَنَا وَاغْفِرْ لَنَا مَا مَضَى يَا وَاسِعَ الكَرَمِ


Yâ rabbi bil mushthafa, balligh maqashidana, waghfir lana ma madha, ya wasi‘al karami.

Artinya, “Tuhanku, berkat kemuliaan kekasih pilihan-Mu Rasulullah, sampaikanlah hajat kami. Ampunilah dosa kami yang telah lalu, wahai Tuhan Maha Pemurah.”

 

Baca juga: Teks tahlil, tawasul khususon dan doa lengkap

 

Dalil bolehnya Tawasul 

 

  1) Abdurrahman Ba‘alawi dalam Bughyatul Mustarsyidin , hlm. 639, menjelaskan:

التوسل بالأنبياء والأولياء في حياتهم وبعد وفاتهم مباح شرعاً ، كما وردت به السنة الصحيحة... نعم ينبغي تنبيه العوام على ألفاظ تصدر منهم تدل على القدح في توحيدهم، فيجب إرشادهم وإعلامهم بأن لا نافع ولا ضارّ إلا الله تعالى، لا يملك غيره لنفسه ضرّاً ولا نفعاً إلا بإرادة الله تعالى، قال تعالى لنبيه عليه الصلاة والسلام: قل إني لا أملك لكم ضرّاً ولا رشداً اهـ.


Artinya, “Tawasul kepada para nabi dan para wali ketika mereka hidup atau setelah mereka wafat adalah mubah menurut syar‘i sebagai tersebut dalam hadits shahih... Tetapi masyarakat awam perlu diingatkan terkait dengan kalimat-kalimat yang dapat mencederai tauhid mereka. Bimbingan dan pemberitahuan untuk mereka wajib dilakukan bahwa tiada yang dapat mendatangkan manfaat dan mudharat selain Allah. Tiada yang berkuasa untuk mendatangkan manfaat dan mudharat kecuali dengan kehendak-Nya. Dalam Surat Jin ayat 21, Allah berfirman kepada Nabi Muhammad SAW, ‘Katakanlah, aku tak kuasa mendatangkan mudharat dan petunjuk kepada kalian,’”

 

2)  Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki dalam Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 124-125).menyatakan:

ومحل الخلاف في مسألة التوسل هو التوسل بغير عمل المتوسِّل كالتوسل بالذوات والأشخاص... وسأبين كيف أن المتوسل بغيره هو في الحقيقة متوسِّل بعمله المنسوب إليه، والذي هو من كسبه. فأقول: اعلم أن من توسل بشخص ما فهو لأنه يحبه إذ يعتقد صلاحه وولايته وفضله تحسينا للظن به، أو لأنه يعتقد أن هذا الشخص محبّ لله سبحانه وتعالى يجاهد في سبيل الله، أو لأنه يعتقد أن الله تعالى يحبه كما قال تعالى يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ، أو لاعتقاد هذه الأمور كلها في الشخص المتوسَّل به... وبهذا ظهر أن الخلاف في الحقيقة شكلي ولا يقتضي هذا التفرق والعداء بالحكم بالكفر على المتوسلين وإخراجهم عن دائرة الإسلام، سُبْحَانَكَ هَذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ


Artinya, “Titik perbedaan pendapat ulama dalam masalah tawasul adalah tawasul dengan bentuk lain selain amal yaitu tawasul dengan benda atau orang tertentu… Saya akan menjelaskan bagaimana orang yang bertawasul dengan selain amal itu hakikatnya adalah bertawasul dengan amalnya juga yang dinisbahkan kepadanya di mana itu merupakan bagian dari upayanya. Saya mengatakan begini, pahamilah bahwa seorang Muslim yang bertawasul dengan orang tertentu itu karena Muslim tersebut mencintainya karena ia dengan baik sangka meyakini kesalehan, kewalian, dan keutamaan orang itu, atau karena ia meyakini bahwa orang tersebut mencintai Allah dan berjuang di jalan-Nya, atau karena ia meyakini bahwa Allah mencintai orang tersebut sebagai firman-Nya, ‘Allah mencintai mereka. Mereka pun mencintai-Nya,’ atau karena meyakini semua varian itu hadir di dalam orang yang dijadikan tawasul tersebut… Dari uraian ini jelas bahwa perbedaan itu hakikatnya bersifat formal. Jangan sampai perbedaan formalitas ini membawa perpecahan dan pertikaian dengan memvonis kekufuran bagi umat Islam yang mengamalkan tawasul atau bahkan mengusir mereka dari lingkungan Islam sebagai firman-Nya, ‘Mahasuci Engkau, ini merupakan bohong besar,’”

LihatTutupKomentar