Kitab Al-Syajarah al-Mubarakah Al-Razi

Judul Buku / Kitab: Al-Syajarah al-Mubarakah fi Ansab al-Talibiyin
(Pohon Berkah tentang Silsilah Bani Thalib
Penulis: Fakhr al-Din al-Bakri
al-Razi (Fakhruddin al-Bakri al-Razi)
Nama Lengkap: Abu Abdullah Muhammad
bin Umar bin al-Husain bin al-Hasan bin Ali al-Razi, lahir di Tabristani,
keturunan Qurashi, silsilah Taymi al-Bakri, mazhab Syafi'i dan Asy'ari,
dijuluki Fakhr al-Din al-Razi, putra seorang pendakwah Rayy, Sultan para
Teolog, dan Syekh Akal dan Tradisi
Wafat: Pada tanggal 1 Ramadan, 606 H
(1209 M) di Herat
Penerbit: Maktabah Ulum an-Nasab (Perpustakaan Ilmu
Silsilah)
Bidang studi: Ilmu nasab, silsilah
اسم الكتاب: كتاب الشجرة المباركة في أنساب الطالبيين
المؤلف:
العلامة الفقيه فخر الدين البكري الرازي
اسم الكامل: أبو عبد الله محمد بن عمر بن الحسين بن الحسن بن علي الرازي، الطبرستاني المولد، القرشي، التيمي البكري النسب، الشافعي الأشعري الملقب بفخر الدين الرازي وابن خطيب الري وسلطان المتكلمين وشيخ المعقول والمنقول
الوفاة: في الأول من رمضان عام 606هــ الموافق عام 1209م في هراة
الناشر:
مكتبة أية الله العظمي المرعشي النجفي
Daftar Isi
- Download Kitab Syajarah Mubarakah
- Pengantar (Mukaddimah - Tamhid)
- Biografi Pengarang: Fakhruddin Ar-Razi
- Profil Kitab: Asy-Syajarah al-Mubarakah
- Ahmad bin Isa Al-Abah
- Bani Al-Samin Tabaristan
- Abdullah bin Hasan bin Ali Al-Uraidi
- Fihris Matalib al-Kutub
- Fihris A'lam al-Rijal
- Fihris A'lam an-Nisa'
- Fihris al-Alqab
- Fihris al-Amakin wa al-Buqa'
- Fihris al-Kutub
- Kembali ke: Kitab Kuning
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
الحمد لله ربّ العالمين،
والصلاة والسلام على خير خلقه محمّد وآله الطاهرين، ولعنة الله على أعدائهم
ومخالفيهم ومعانديهم أجمعين الى يوم الدين.
تمهيد
PENGANTAR KITAB AL-SYAJARAH AL-MUBARAKAH
Nasab, sebagaimana dikatakan: adalah dasar kehormatan, akar keutamaan, wilayah
kebanggaan, tumpuan panji keagungan, dan sumber alirannya. Dengan nasab pula
dikenali yang murni dari yang tercampur, yang palsu dari yang asli, sehingga
dapat dipertahankan wilayah yang berbahaya dari orang yang tidak setara
dengannya.
Perhatian terhadap nasab bukanlah hasil dari era khusus
atau kaum khusus, atau negeri khusus, melainkan hasil dari kebutuhan manusia
di masa-masa lampaunya, di mana kebutuhan itu mendorongnya untuk bergaul dan
bersimpati, dan persaingan bertahan hidup menciptakan suasana yang panas di
mana manusia membutuhkan perlindungan dan kekuatan.
Orang-orang
Arab telah mengkhususkan diri dalam pengetahuan nasab, sebagaimana setiap
kelompok mengkhususkan diri dalam ilmu khusus bagi mereka, sebagaimana
dikatakan: Bagi Rum ilmu kedokteran, bagi orang Yunani hikmah dan logika, bagi
India astrologi dan hisab, bagi Persia adab—yaitu adab jiwa dan akhlak—bagi
orang Cina kerajinan, dan bagi Arab perumpamaan dan ilmu nasab. Maka ilmu
orang Arab adalah perumpamaan dan nasab, dan ilmu ini khusus bagi mereka.
Tidak ada di antara Persia, Rum, Turki, Barbar, India, dan Zanj yang menghafal
nama kakeknya atau mengetahui nasabnya, sehingga nasab mereka bercampur dan
sebagian mereka dinamai bukan kepada ayahnya.
Orang-orang Arab
menghafal nasab, sehingga setiap orang di antara mereka menghafal nasabnya
hingga kepada ‘Adnān, atau kepada Qaḥṭān, atau kepada Ismā‘īl, atau kepada
Ādam ‘alaihissalam. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun di antara mereka
yang menyerahkan diri kepada ayah-ayah dan kakek-kakeknya, dan tidak masuk
dalam nasab Arab orang yang mengaku-ngaku. Nasab mereka murni dari kotoran
keraguan dan syubhat.
Orang-orang Arab, ketika mereka selesai dari
manāsik, mereka hadir di Pasar ‘Ukāẓ, dan mereka perlihatkan nasab mereka
kepada yang hadir, dan mereka anggap itu sebagai penyempurnaan haji dan
‘umrah. Kepada hal itu merujuk firman Allah Ta‘ālā: (Maka apabila kamu
telah menyelesaikan ibadahmu, ingatlah Allah seperti kamu mengingat nenek
moyangmu, atau ingatlah Allah dengan lebih kuat lagi).
Ketika tiba
giliran Islam, Islam menegaskan pemeliharaan nasab dan pengetahuannya, dan
membangun di atasnya banyak hukum-hukumnya, agar Muslim memperhatikan
penghafalannya dalam batas kebutuhannya syar‘i. Seandainya tidak ada ilmu
nasab, maka hukum waris dan hukum ‘āqilah akan terputus, padahal keduanya
adalah dua rukun dari rukun-rukun syariat. Islam menegaskan pemeliharaan
rahim, dan memperingatkan dari menyia-nyiakannya.
Hal itu tidak
akan terwujud kecuali dengan pengetahuan nasab. Allah Ta‘ālā berfirman: *Yā
ayyuhan nāsu ittaqū rabbakumul lażī khalaqakum min nafsin wāḥidatin wa khalaqa
minhā zaujahā wa baṡṡa minhumā rijālan kaṡīran wa nisā’an wa ittaqullāhal lażī
tasā’alūna bihi wal arḥām* (Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Dia menciptakan
istrinya, dan dari keduanya Dia menyebarkan laki-laki yang banyak dan
perempuan. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mengadopsi) nama-Nya kamu
saling meminta (pertolongan), dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan).
Firman-Nya:
*Khalaqakum min nafsin wāḥidatin* yaitu dari Ādam ‘alaihissalam, *wa baṡṡa
minhumā* yaitu sebarkan manusia dari Ādam dan Hawwā’. Maka tidak ada jalan
menuju silaturrahim kecuali dengan pengetahuan nasab.
Nabi Agung
ṣallallāhu ‘alaihi wa ālihi telah mendorong kepada hal itu dan bersabda:
“Silaturrahim menambah umur.” Dan beliau ṣallallāhu ‘alaihi wa ālihi bersabda:
“Kenali nasab kalian agar kalian dapat menyambung rahim kalian dengannya.” Dan
beliau ṣallallāhu ‘alaihi wa ālihi bersabda: “Mencapai (pahala) adalah dari
menyambung rahim yang jauh, dan memutus (pahala) adalah dari memutus rahim
yang dekat.”
Riwayat-riwayat yang diriwayatkan dari Ahl al-‘Iṣmah
wa al-Ṭahārah ‘alaihimussalam sangat banyak, dan kitab-kitab hadis penuh
dengan itu.
Wajib mengetahui nasab Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa ālihi
agar terwujud pengetahuan kerabat Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa ālihi yang
dijadikan Allah Ta‘ālā sebagai upah pemberitahuan risalah, maka Allah Ta‘ālā
berfirman: *Qul lā as’alukum ‘alaihi ajran illal mauaddata fil qurbā*
(Katakanlah: Aku tidak meminta kepadamu atasnya suatu pahala pun, kecuali
(kasih) sayang kepada kerabat).
Ibnu ‘Abbās berkata: Ketika
Rasūlullāh ṣallallāhu ‘alaihi wa ālihi datang ke Madīnah, beliau terikat
hak-hak dari pihak yang keluar dan masuk, dan beliau ṣallallāhu ‘alaihi wa
ālihi tidak memiliki kelapangan harta. Maka Anṣār berkata: “Sesungguhnya
Rasūlullāh ṣallallāhu ‘alaihi wa ālihi adalah seorang laki-laki yang telah
Allah beri petunjuk kepada kami dengannya, dan baginya nasab dari kami dan
terikat hak-hak, tetapi tidak ada harta di tangannya. Mari kita kumpulkan
baginya dari harta kami apa yang tidak ia belanjakan dan bermanfaatkan, hingga
kita bantu dia memenuhi hak-hak yang terikat kepadanya.” Maka mereka lakukan
itu, kemudian mereka tawarkan harta itu kepadanya. Rasūlullāh ṣallallāhu
‘alaihi wa ālihi ragu-ragu menerima harta itu hingga Jibrīl turun dan Allah
Ta‘ālā turunkan ayat ini.
Ibnu ‘Abbās berkata: Ketika ayat ini
turun, dikatakan: “Wahai Rasūlullāh, kerabatmu yang wajib kami sayangi
kepadanya siapa?” Maka beliau bersabda: “‘Alī, Fāṭimah, al-Ḥasan, dan
al-Ḥusain ‘alaihimussalam.”
Ini, padahal atas pengetahuan nasab
mereka khusus dibangun hukum-hukum lainnya, seperti haram sadaqah bagi mereka,
dan wajib khums bagi mereka, sebagaimana Allah Ta‘ālā berfirman:
(Dan ketahuilah bahwa apa saja yang kamu dapatkan dari hasil rampasan perang,
maka sesungguhnya seperlima baginya adalah milik Allah, bagi Rasul, bagi
kerabat (Rasul), ...). Dan Allah Ta‘ālā berfirman: (Dan berikanlah
kepada kerabat haknya). Dan yang lainnya yang tercantum dalam kitab-kitab
fiqih.
Di dalam banyak kitab-kitab fiqih Islam terdapat hukum-hukum
khusus yang akan ditemukan oleh pencari yang berkaitan dengan al-Hāsyimiīn,
atau khusus al-Fāṭimiyyīn di antara mereka.
Karena keagungan
kedudukan mereka dan kerabat mereka dari Rasūl Agung ṣallallāhu ‘alaihi wa
ālihi yang ditetapkan bagi mereka keistimewaan-keistimewaan khusus itu di mana
pun mereka berada atau akan berada, maka orang-orang tamak kepada mereka. Para
ulama mereka memperhatikan dengan perhatian sempurna dalam mengatur nasab
mereka dan mendokumentasikannya karena takut adanya penyusup dan takut
hilangnya keturunan karena tersebarnya mereka di penjuru bumi, sehingga mereka
hafal asal-usul bagi mereka agar cabang-cabang dapat menyambung kepadanya.
Hal
itu bukan hanya tugas al-Hāsyimiīn, melainkan mengikuti jejak mereka
sekelompok ulama umat dari selain mereka yang mahir dalam bidang ini. Maka
nasab al-Ṭālibiyyīn dan al-Hāsyimiīn menjadi kekayaan intelektual yang besar
yang memasok sejarah Islam dengan lebih dari satu mata air.
Para
ulama nasab telah berinovasi dalam cara pendokumentasian dan pengaturan, dan
bagi mereka dalam hal itu asal-usul, kaidah-kaidah, dan syarat-syarat,
sebagaimana bagi mereka istilah-istilah khusus yang diabaikan oleh kebanyakan
pencari pengetahuan hari ini karena jauhnya mereka dari asal-usul bidang
ini.
Dan di antara ulama nasab adalah Ulama Besar yang menguasai
seluruh ilmu-ilmu Islam yang dikenal sebagai Imam Fakhr al-Dīn al-Rāzī, dan
kitabnya ini al-Syajarah al-Mubārakah adalah salah satu kitab terbaik
yang pernah saya lihat dalam nasab al-Ṭālibiyyīn dari segi pengaturan,
pengumpulan, ketepatan, dan susunan.
النسب كما قيل: هو أساس الشرف، وجذم الفضيلة، ومناط الفخر، ومرتكز لواء العظمة،
ومنبثق روائها، وبه يعرف الصميم من اللصيق، والمفتعل من العريق فيذاد عن حوزة
الخطر من ليس له بكفؤ.
وليس الاهتمام بالأنساب وليد عصر خاص أو قوميّة
خاصّة، أو بلد خاصّ بل هو وليد حاجة الإنسان في عصوره الغابرة، حيث كانت الحاجة
تدعوه إلى الالفة والتعاطف، وكان تنازع البقاء يخلق أجواء محمومة يحتاج معها
الإنسان إلى الحماية والقوّة.
وقد اختصّ العرب بمعرفة الأنساب، كما
اختصّ كلّ طائفة بعلم خاصّ لهم كما قيل: للروم من العلوم الطبّ، ولأهل اليونان
الحكمة والمنطق، وللهند التنجيم والحساب، وللفرس الآداب، أي: آداب النفس
والأخلاق، ولأهل الصين الصنائع، وللعرب الأمثال وعلم النسب، فعلوم العرب الأمثال
والنسب، وهذا العلم خاصّ لهم، وليس في الفرس والروم والترك والبربر والهند والزنج
من يحفظ اسم جدّه أو يعرف نسبه، لذلك تداخلت أنسابهم وسمّي بعضهم إلى غير
أبيه.
والعرب يحفظ الأنساب، فكلّ واحد منهم يحفظ نسبه إلى عدنان، أو
إلى قحطان، أو إلى إسماعيل، أو إلى آدم عليه السلام فلذلك لا ينتمي واحد منهم إلى
آبائه وأجداده، ولا يدخل في أنساب العرب الدعيّ، وخلصت أنسابهم من شوائب الشكّ
والشبهة.
وكانت العرب أنّهم إذا فرغوا من المناسك حضروا سوق عكاظ،
وعرضوا أنسابهم على الحاضرين، ورأوا ذلك من تمام الحجّ والعمرة، وإليه يشير قوله
تعالى: (فَإِذا قَضَيْتُمْ مَناسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللهَ كَذِكْرِكُمْ
آباءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْراً) .
ولمّا جاء دور الإسلام أكّد على
رعاية الأنساب ومعرفتها، وبنى على ذلك كثيرا من أحكامه، ليهتمّ المسلم بحفظها في
حدود حاجاته الشرعيّة، فلو لا علم الأنساب لانقطع حكم المواريث وحكم العاقلة، مع
أنّهما ركنان من أركان الشرع وأكّد الإسلام على حفظ الرحم، وحذّر من تضييعه.
ولا
يتحقّق ذلك إلاّ بمعرفة الأنساب، قال الله تعالى: (يا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا
رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ واحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْها زَوْجَها
وَبَثَّ مِنْهُما رِجالاً كَثِيراً وَنِساءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي
تَسائَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحامَ) .
قوله: «خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ
واحِدَةٍ» أي: من آدم عليه السلام «وَبَثَّ مِنْهُما» أي: اصهر البشر من آدم
وحوّاء، فإذن لا طريق إلى صلة الرحم إلاّ بمعرفة الأنساب.
وقد حثّ
النبيّ الأعظم صلى الله عليه وآله على ذلك وقال: صلة الرحم تزيد في العمر وقال
عليه السلام: اعرفوا أنسابكم لتصلوا به أرحامكم. وقال عليه السلام: الوصول من وصل
رحما بعيدا، والقطوع من قطع رحما قريبا.
والروايات المأثورة عن أهل
العصمة والطهارة عليهم السلام كثيرة، وكتب الحديث مشحونة بذلك.
وأوجب
معرفة نسب النبيّ صلى الله عليه وآله ليتحقّق معرفة قربى النبيّ صلى الله عليه
وآله التي جعلها
الله تعالى أجر تبليغ الرسالة، فقال تعالى: (قُلْ لا
أَسْئَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْراً إِلاَّ الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبى) .
قال
ابن عبّاس: لمّا قدم رسول الله صلى الله عليه وآله إلى المدينة كان يلزمه حقوق من
جهة الصادر والوارد، ولم يكن عنده صلى الله عليه وآله سعة من المال، فقال
الأنصار: انّ رسول الله صلى الله عليه وآله رجل هدانا الله به، وله نسب منّا
ويلزمه حقوق وليس في يديه مال فتعالوا حتى نجمع له من أموالنا ما لا يصرفه
وينفعه، حتى نستعين به على أداء حقوق يلزمه، ففعلوا ذلك، ثم عرضوا هذا المال
عليه، فتوقّف رسول الله صلى الله عليه وآله في قبول المال حتى نزل جبرئيل وأنزل
الله تعالى هذه الآية.
وقال ابن عبّاس: لمّا نزلت هذه الآية قيل: يا
رسول الله من قرابتك الذين وجبت علينا مودّتهم؟ فقال: علي وفاطمة والحسن والحسين
عليهم السلام.
هذا وقد رتّب على معرفة أنسابهم خاصّة أحكاما أخر،
كتحريم الصدقة عليهم، ووجوب الخمس لهم، كما قال الله تعالى: (وَاعْلَمُوا أَنَّما
غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي
الْقُرْبى) وقال تعالى: (وَآتِ ذَا الْقُرْبى حَقَّهُ) وغيرهما مما هو مسطور في
الكتب الفقهيّة.
فإنّ في كثير من الكتب الفقهيّة الإسلاميّة أحكاما
خاصّا يجدها الباحث تتعلّق بالهاشميّين، أو بخصوص الفاطميّين منهم.
ولعظيم
مكانتهم وقرباهم من الرسول الأعظم صلى الله عليه وآله التي فرضت لهم تلك
الامتيازات الخاصّة حيثما كانوا ويكونوا طمع الناس فيهم، فعني رجالاتهم عناية
تامّة بضبط أنسابهم ودوّنوها خوف الدخيل وخوف ضياع الأعقاب لتشتّتهم في أقطار
الأرض، فحفظوا لهم الاصول كي يلحقوا بها الفروع.
ولم يكن ذلك مهمّة
الهاشميّين فحسب، بل حذا حذوهم جمع من أعلام الامة من غيرهم ممّن برع في هذا
الفنّ. فكانت أنساب الطالبيّين والهاشميّين ثروة
فكريّة ضخمة أمدّت
التاريخ الإسلامي بأكثر من ينبوع.
ولقد تفنّن علماء النسب في كيفيّة
التدوين والضبط، ولهم في ذلك اصول وقواعد وشروط، كما أنّ لهم مصطلحات خاصّة
يجهلها أكثر الباحثين اليوم لبعدهم عن اصول هذا الفن.
ومن علماء النسب
هو العلاّمة الجامع لجميع علوم الإسلام المعروف بالإمام فخر الدين الرازي، وكتابه
هذا الشجرة المباركة من أحسن الكتب فيما رأيت في أنساب الطالبيّين ضبطا وجمعا
وإتقانا ونسقا.
ترجمة المؤلّف
BIOGRAFI PENGARANG: FAKHRUDDIN AL-RAZI
Nama dan Nasabnya:
Beliau adalah Imam para Ahli Kalam, Ulama
Besar Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Abū ‘Abdillāh Muḥammad bin ‘Umar bin al-Ḥusain
al-Qurasyī, asal Ṭabaristan, mazhab Syāfi‘ī.
Guru-gurunya dan Cara Menerima Ilmunya:
Beliau menerima ilmu dari ayahnya, Imam Ḍiyā’ al-Dīn, Khaṭīb
al-Rayy. Beliau belajar kepadanya dalam fiqih, uṣūl, dan kalam, sehingga
beliau sibuk belajar kepada ayahnya hingga ayahnya wafat. Kemudian, beliau
mendatangi al-Kamāl al-Sam‘ānī dan belajar kepadanya selama suatu masa.
Kemudian,
beliau kembali ke Rayy dan sibuk dengan ilmu-ilmu falsafah. Beliau mempelajari
hikmah dengan mahir kepada Majd al-Dīn al-Jīlī, dan Majd al-Dīn ini adalah
salah satu tokoh zamanannya, yang merupakan murid Muḥammad bin Yaḥyā. Beliau
mempelajarinya selama masa yang panjang dalam kalam dan hikmah.
Dan
Fakhr al-Dīn al-Rāzī di awal urusannya sibuk dengan fiqih, kemudian sibuk
dengan ilmu-ilmu falsafah dan menonjol hingga tidak ada seorang pun di
zamannya yang dapat menandinginya. Majelisnya memiliki keagungan, dan beliau
sendiri merasa lebih besar hingga terhadap para raja.
Beliau
bepergian ke beberapa kota untuk memperoleh ilmu dan berkembang di dalamnya.
Beliau mendatangi Khwārazm setelah mahir dalam ilmu-ilmu, maka terjadi
perdebatan antara beliau dan penduduknya mengenai mazhab dan keyakinan,
sehingga beliau keluar dari kota itu. Ketika beliau mendatangi Mā Warā’
al-Nahr, hal yang sama juga terjadi kepadanya seperti di Khwārazm.
Maka
beliau kembali ke Rayy, dan di sana ada seorang tabib yang pandai yang
memiliki kekayaan dan kemewahan. Tabib itu memiliki dua putri, sedangkan Fakhr
al-Dīn memiliki dua putra. Tabib itu sakit dan yakin akan mati, maka beliau
menikahkan kedua putrinya dengan putra-putra Fakhr al-Dīn, dan tabib itu
wafat. Maka Fakhr al-Dīn menguasai seluruh hartanya, sehingga dari situ beliau
memperoleh kemewahan.
Dan kedua putranya adalah: Ḍiyā’ al-Dīn, yang
memiliki kesibukan dan perhatian dalam ilmu-ilmu, dan Syams al-Dīn, yang
memiliki kecerdasan tinggi dan kecerdasan langka.
Karya-karyanya:
Menurut Ibnu Khallikān: Buku-bukunya sangat bermanfaat, dan
karya-karyanya tersebar di negeri-negeri, dan beliau dirahmati kebahagiaan
besar di dalamnya. Orang-orang sibuk dengannya dan meninggalkan buku-buku para
pendahulu. Beliau adalah yang pertama kali menemukan susunan yang ditemukan
dalam buku-bukunya, dan beliau membawa di dalamnya hal-hal yang belum pernah
didahului oleh siapa pun, dan di antaranya:
1. IrSyād al-Naẓā’ir
ilā Laṭā’if al-Asrār fī ‘Ilm al-Kalām.
2. Tahẓīb al-Dalā’il wa
‘Uyūn al-Masā’il fī ‘Ilm al-Kalām.
3. Mu’ākhażāt ‘alā
al-Naḥwiyyīn.
4. Taḥṣīl al-Ḥaqq.
5. ‘Uyūn al-Masā’il
al-Tijāriyyah.
6. al-Bayān wa al-Burhān.
7. Nahāyah
al-Ijāz fī Dirāyah al-I‘jāz.
8. Risālah fī al-Nubuwāt.
9.
al-Khamsūn fī Uṣūl al-Dīn.
10. al-Mubāḥiṡ al-‘Imādiyyah fī
al-Maṭālib al-Mu‘ādiyyah.
11. al-Mulakhkhaṣ fī al-Falsafah.
12.
al-Firāsah.
13. al-Syajarah al-Mubārakah fī Ansāb al-Ṭālibiyyah,
dan inilah buku ini.
14. Iḥkām al-Aḥkām.
15. al-Riyāḍ
al-Munqaẓah.
16. Risālah fī al-Nafs.
17. al-Muḥaṣṣal fī
‘Ilm al-Kalām.
18. Syarrḥ ‘Uyūn al-Ḥikmah.
19. al-Zubdah
fī ‘Ilm al-Kalām.
20. Mafātīḥ al-Ghayb, yaitu tafsir
besar.
21. al-Arba‘īn fī Uṣūl al-Dīn.
22. Lubāb
al-Isyārāt.
23. al-Muḥaṣṣal fī ‘Ilm Uṣūl al-Fiqh. Dan yang lainnya
yang panjang jika disebutkan dalam ringkasan ini.
Kelahiran dan Wafatnya:
Beliau lahir pada tanggal dua puluh lima bulan Ramaḍān tahun
empat puluh tiga atau empat atau lima dan lima ratus. Dan beliau wafat di
Herāt pada hari Senin awal Syawwāl tahun enam ratus enam, dan dikatakan:
beliau wafat pada bulan Ẓū al-Ḥijjah tahun itu.
اسمه ونسبه:
هو إمام المتكلّمين العلاّمة فخر الدين الرازي أبو عبد
الله محمّد بن عمر بن الحسين القرشي، الطبرستاني الأصل، الشافعي المذهب.
مشايخه
وكيفية تلقيه العلم:
تلقى العلم عن أبيه الإمام ضياء الدين خطيب الري،
تتلمّذ عنده في الفقه والاصول والكلام، فاشتغل على أبيه إلى أن مات. ثمّ قصد
الكمال السمعاني واشتغل عليه مدّة.
ثمّ عاد إلى الري واشتغل بالعلوم
الحكميّة، فقرأ الحكمة ببراعة على مجد الدين الجيلي، وكان مجد الدين هذا من أعلام
زمانه، وهو من أصحاب محمّد بن يحيى، وقرأ عليه مدّة طويلة في الكلام والحكمة.
واشتغل
فخر الدين الرازي في مبدأ أمره بالفقه، ثمّ اشتغل بالعلوم الحكميّة وتميّز حتّى
لم يوجد في زمانه أحد يضاهيه، وكان لمجلسه جلالة، وكان هو نفسه يتعاظم حتّى على
الملوك.
وسافر إلى عدّة مدن لتحصيل العلوم والترعرع فيها، وقصد خوارزم
وقد
تمهّر في العلوم، فجرى بينه وبين أهلها كلام فيما يرجع إلى المذهب
والاعتقاد، فاخرج من البلدة، ولمّا قصد ما وراء النهر جرى له أيضا هناك ما جرى له
في خوارزم.
فعاد إلى الري، وكان بها طبيب حاذق له ثروة ونعمة، وكان
للطبيب ابنتان ولفخر الدين ابنان، فمرض الطبيب وأيقن بالموت، فزوّج ابنتيه لولدي
فخر الدين ومات الطبيب، فاستولى فخر الدين على جميع أمواله، فمن ثمّ كانت له
النعمة.
وابناه هما: ضياء الدين كان له اشتغال ونظر في العلوم، وشمس
الدين وكان ذا فطنة عالية وذكاء نادر.
تآليفه:
قال ابن
خلّكان: انّ كتبه ممتّعة، وقد انتشرت تصانيفه في البلاد، ورزق فيها سعادة عظيمة،
فانّ الناس اشتغلوا بها ورفضوا كتب المتقدّمين، وهو أوّل من اخترع الترتيب الذي
تجده في كتبه، وأتى فيها بما لم يسبق إليه وهي:
1 ـ إرشاد النظائر إلى
لطائف الأسرار في علم الكلام.
2 ـ تهذيب الدلائل وعيون المسائل في علم
الكلام.
3 ـ مؤاخذات على النحاة.
4 ـ تحصيل الحق.
5
ـ عيون المسائل التجاريّة.
6 ـ البيان والبرهان.
7 ـ نهاية
الإيجاز في دراية الإعجاز.
8 ـ رسالة في النّبوات.
9 ـ
الخمسين في اصول الدين.
10 ـ المباحث العماديّة في المطالب
المعاديّة.
11 ـ الملخّص في الفلسفة.
12 ـ الفراسة.
13
ـ الشجرة المباركة في أنساب الطالبية وهو هذا الكتاب.
14 ـ إحكام
الأحكام.
15 ـ الرياض المونقة.
16 ـ رسالة في النفس.
17
ـ المحصّل في علم الكلام.
18 ـ شرح عيون الحكمة.
19 ـ
الزبدة في علم الكلام.
20 ـ مفاتيح الغيب وهو التفسير الكبير.
21
ـ الأربعين في اصول الدين.
22 ـ لباب الإشارات.
23 ـ
المحصول في علم اصول الفقه. وغيرها ممّا يطول بذكرها هذا المختصر.
ولادته
ووفاته:
ولد في الخامس والعشرين من شهر رمضان سنة ثلاث أو أربع أو خمس
وأربعين وخمسمائة. وتوفّي بهراة في يوم الاثنين أوّل شوّال من سنة ستّ وستمائة،
وقيل: توفّي في ذي الحجّة من هذه السنة.
حول الكتاب:
PROFIL KITAB AL-SYAJARAH AL-MUBĀRAKAH
Ini adalah kitab al-Syajarah al-Mubārakah fī Ansāb al-Ṭālibiyyah,
sebagaimana disebutkan di akhir naskah manuskrip tersebut.
Dan yang
menakjubkan, saya tidak menemukan penyebutan nama buku ini dalam karya-karya
dan karangannya, meskipun disebutkan bahwa beliau memiliki hampir seratus
karya dan penulisan dalam berbagai ilmu pengetahuan, dan para ahli biografi
tidak menyebutkan buku ini serta tidak menemukannya.
Allah SWT
telah memberkahi Sayyid Agung, Ulama Besar, Fikih, Ahli Nasab, Ayatullah
al-Uzhma al-Mar'asyi al-Najafi—semoga Allah melindunginya—dengan menemukan dan
mengetahui keberadaan buku ini di perpustakaan Masjid Sultan Ahmad Ketiga di
Istanbul dengan nomor (2677). Maka, beliau mengirimkan putranya, Ulama Doktor
Sayyid Mahmud al-Mar'asyi—semoga Allah melindunginya—untuk mengambil foto dari
naskah tersebut, dan beliau berhasil setelah menanggung banyak kesulitan untuk
mengambil foto dari buku itu.
Kemudian, Yang Mulia meminta saya
untuk melakukan verifikasi buku tersebut, menyuntingnya, mencetaknya, dan
menerbitkannya dalam rangkaian penerbitan perpustakaan umumnya.
Maka
saya melakukan verifikasi buku itu dengan bantuan petunjuk-petunjuk berharga
beliau yang berpengaruh dalam cara mengeluarkan (mengedit) buku tersebut, maka
semoga Allah membalasnya atas Islam dan pengikutnya dengan balasan terbaik
bagi orang-orang yang berbuat baik.
Dan naskah mulia ini ditulis
dari naskah yang merupakan tulisan tangan pengarangnya, dan di akhir naskah
tersebut disebutkan kata-katanya sebagai berikut:
"Ini adalah akhir
dari ringkasan ini tentang nasab al-Ṭālibiyyah. Naskah ini ditulis dari naskah
yang telah disunting oleh Imam Fakhr al-Dīn al-Rāzī, pengarang naskah ini, dan
di belakangnya ditulis dengan tulisan tangannya dengan kalimat ini:
'Buku
ini yang dinamakan Syajarah al-Mubārakah telah saya baca kepada Sayyid yang
Mulia, Ulama yang Terhormat, Syaikh Syams al-Dīn, Kebanggaan Islam, Kehormatan
Keluarga Nabi, ‘Alī bin Syaraf Syāh bin Abī al-Mu‘ālī—semoga Allah
memperpanjang kemuliaannya. Dan beliau mendengar buku ini secara lengkap dari
bacaan saya, dan saya izinkan baginya untuk meriwayatkannya dariku dengan
syarat-syarat yang diakui oleh para ahli ilmu, dan saya syaratkan kepadanya
untuk berusaha keras dalam menolak yang tercela,
Dan Allah SWT
memberkahi baginya untuk memperoleh kebaikan-kebaikan dan menjauh dari
keburukan-keburukan.
Ini adalah tulisan Muhammad bin ‘Umar bin
al-Husain al-Rāzī, pengarang buku ini. Semoga Allah mengakhiri baginya dengan
kebaikan, ditulis pada awal bulan Sya‘bān tahun tujuh puluh sembilan ratus
lima ratus, dan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, serta shalawat
kepada makhluk-Nya yang terbaik, Muhammad dan keluarganya semuanya. Dan
ditulis oleh yang miskin, Wahīd bin Syams al-Dīn pada tahun (825).' Selesai."
هو الشجرة المباركة في أنساب الطالبيّة، كما جاء في آخر النسخة المخطوطة.
ومن
العجب أنّي لم أعثر على ذكر اسم الكتاب في تآليفه وتصانيفه مع أنّه ذكر له ما
يقارب من مائة مصنّف وتأليف في العلوم المختلفة، ولم يذكروا أرباب التراجم هذا
الكتاب ولا عثروا عليه.
وقد وفّق الله المولى الجليل العلاّمة الفقيه
النسّابة آية الله العظمى المرعشي النجفي ; من العثور والوقوف على وجود الكتاب في
مكتبة جامع السلطان أحمد الثالث في استانبول تحت رقم (2677) . فأرسل ولده
العلاّمة الدكتور السيّد محمود المرعشي حفظه الله لأخذ الصورة من النسخة، ووفّق
بعد تحمّل المشاقّ الكثيرة لأخذ الصورة من الكتاب.
ثمّ طلب سماحته ;
منّي القيام بتحقيق الكتاب وتصحيحه وطبعه ونشره في سلسلة منشورات مكتبته
العامّة.
فقمت بتحقيق الكتاب مع الاستمداد من إرشاداته القيّمة
المؤثّرة في كيفيّة تخريج الكتاب، فجزاه الله عن الاسلام وأهله خير جزاء
المحسنين.
وهذه النسخة النفيسة قد كتبت من نسخة هي بخطّ المؤلّف وجاء
في آخر النسخة ما هذا لفظه:
وهذا آخر هذا المختصر في أنساب الطالبيّة،
كتب هذه النسخة من نسخة صحّحها الإمام فخر الدين الرازي مصنّف هذه النسخة، وكتب
على ظهرها بخطّه بهذه العبارة:
هذا الكتاب المسمّى بالشجرة المباركة
قرأته على السيّد الأجلّ العالم المحترم شمس الدين مجد الإسلام شرف العترة علي بن
شرف شاه بن أبي المعالي أدام الله مجده، وسمع هو هذا الكتاب بتمامه من لفظي،
وأجزت له روايته عنّي بالشرائط المعتبرة عند أهل الصنعة، وشرطت عليه أن يبالغ في
نفي المتّهمين،
والله تعالى يوفّقه لاقتناء الخيرات والاحتراز عن
السيّئات.
وهذا خطّ محمّد بن عمر بن الحسين الرازي مصنّف هذا الكتاب،
ختم الله له بالخير، أثبته في غرّة شعبان سنة سبع وتسعين وخمسمائة، والحمد لله
ربّ العالمين والصلاة على خير خلقه محمّد وآله أجمعين، وكتبه الفقير وحيد بن شمس
الدين سنة (825) انتهى.
هذا وقد بذلت الوسع والطاقة في تصحيح الكتاب
وتحقيقه، والمراجعة إلى مصادر كثيرة من كتب النسب من مطبوع ومخطوط، وجعلت للكتاب
فهرسا جامعا ذات المواضيع المختلفة.
وأرجو من العلماء الأفاضل
والمحقّقين الأعزّاء الكرام الذين يراجعون الكتاب أن يتفضّلوا ويمنّوا عليّ بما
لديهم من النقد وتصحيح وتعليق ما لعلّنا وقعنا فيه من الأخطاء والاشتباهات
والزلاّت، فإنّ الإنسان محلّ الخطأ والنسيان.
وبالختام أنّي اقدّم
ثنائي العاطر والشكر الجزيل لإدارة المكتبة العامّة التي أسّسها سماحة المرجع
الديني آية الله العظمى السيّد شهاب الدين المرعشي النجفي ; على اهتمامها في
إحياء آثار أسلافنا المتقدّمين.
وأطلب إليه جلّ وعزّ أن يزيد في توفيق
ولده صاحب الهمم العالية الأمين العامّ لإدارة المكتبة العلاّمة الدكتور السيّد
محمود المرعشي حفظه الله تعالى وأبقاه، فإنّه بمساعيه وهممه العالية قد أحيى
كثيرا من آثار أسلافنا، فجزاه الله خير جزاء المحسنين.
والحمد لله
الذي هدانا لهذا وما كنا لنهتدي لو لا أن هدانا الله، ونستغفره مما وقع من خلل،
وحصل من زلل، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا، وسيئات أعمالنا
وزلات
أقدامنا وعشرات أقلامنا، ونستجير بالله من الخيانة بالامانات وتضييعها، فهو
الهادي الى الرشاد، والموفق للصواب والسداد، والسلام على من اتبع الهدى.
ليلة
عيد الفطر / 1409 هـ قم المقدسة ... السيّد مهدي الرجائي
ص ب 753 ـ
37185
DOWNLOAD KITAB