Konsultasi Agama Islam Konsultasi Agama Islam
recent

Breaking News

recent
جاري التحميل ...

Masalah Cerai Talak dan Gugat Cerai

Masalah Cerai Talak dan Gugat Cerai

Bolehkah Gugat Cerai Suami yang Sakit Stroke? Jatuh Talak Terjadi Apabila Seorang Suami Mengatakan "Pisah/Cerai/Bubar/Kata yang Berarti Keinginan untuk Mengakhiri Suatu pernikahan". Apakah itu betul?

TOPIK KONSULTASI ISLAM
  1. Hukum Gugat Cerai Istri pada Suami yang Sakit
  2. Hukum Cerai Talak Suami pada Istri Lebih dari Tiga Kali
  3. Hukum Ucapan Cerai Tanpa Sepengetahuan Istri
  4. CARA KONSULTASI SYARIAH ISLAM


HUKUM GUGAT CERAI ISTRI PADA SUAMI YANG SAKIT
PERTANYAAN
Assalamu alaikum..

mohon pencerahannya. saya seorang istri sudah menikah selama 16 tahun yang sudah 6 bulan merawat suami sakit stroke, selama ini kebanyakan saya yang mencari nafkah. kami tinggal dengan ibu saya dan saya sudah memiliki 4 anak,setelah suami sakit..keluarganya membawa pulang kerumahnya dengan alasan masalah tempat dan biaya mereka mampu, terpaksa saya bolak-balik dari rumah ibu saya ke rumah mertua sambil merawat suami dan mengurus anak2,dua saya bawa tempat mertua dan 2 lagi di rumah ibu saya, disamping itu saya sambil bekerja jarak 2 jam dari rumah, saya sangat leleah sekali, sehingga saya minta ijin pada keluarga suami untuk pulang seminggu sekali, sedangkan ibu saya memang sudah mengijinkan karena melihat saya selalu kelelahan.Akhirnya mereka mengijinkan tapi dengan wajah yang tidak ramah.

Tidak lama masalah muncul lagi saya difitnah bahkan sisa biaya berobat yang dipinjamkan adik ipar untuk suami,ditagih dengan alasan uang orang.saya bingung semenatara nafkah saya yang cari sendiri, mertua memberi kalo saya minta dan sudah kepepet,itupun dengan keluhan macam2.

Sekarang karena kondisi ibu saya sudah makin sakit-sakitan, saya yang biasanya seminggu sekali menginap dan mengurus suami di rumah mertua,sementara anak2 di rumah ibu saya,akhirnya saya tidak tahan pisik dan mental,saya tidak datang lagi sudah seminggu ini, saya ditelpon mertua untuk mengurus suami, tapi saya tidak datang karena saya lelah dan hati sudah sakit melihat perlakuan mereka pada saya,dan tidak perduli dengan keadaan saya yang harus cari nafkah sendiri untuk 4 anak saya.

Pertanyaan:

1. Dosakah saya pada suami, karena suami dari kode bicaranya yang kurang jelas, dia masih menginginkan saya merawatnya
2. Bagaimana sikap saya seharusnya, karena terus terang meskipun saya masih sayang pada suami, saya sudah tidak sanggup menjalani ini semua
3. Benarkah keputusan saya bila saya ingin berpisah dari suami..dengan kondisi suami seperti sekarang/

Demikian pertanyaan saya,mohon jawaban secepatnya,saya bingung sekali..

Wassalamu alaikum,
melia

JAWABAN

Anda seorang istri yang hebat karena tidak mengeluh walaupun selama 16 tahun kehidupan rumah tangga kebanyakan Anda yang mencari nafkah. Bukan suami. Pada poin saja sebenarnya istri boleh menggugat cerai suami apabila tidak mendapat nafkah lahir dari suami.

Jawaban pertanyaan ke-1:
Secara hukum, istri boleh menuntut atau menggugat cerai apabila suami sakit yang menyebabkan dia tidak dapat memenuhi kewajibannya. Dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) disebutkan: "Pasal 116 ...Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan: ... e. salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;"

Namun dari sudut pandang etika memang tampak kurang elok meninggalkan suami saat dia sedang sakit parah.

Jawaban pertanyaan ke-2:
Anda dalam posisi boleh memilih antara tetap bersamanya atau menggugat cerai. Itu juga pendapat dari kalangan ahli fiqh empat madzhab seperti tersebut di bawah:

سهب الفقهاء -رحمهم الله- في مسألة العيوب الجنسية، ففي مذهب الإمام أبي حنيفة: إذا كان بالزوجة عيب فلا خيار للزوج. (لأنه يملك الطلاق). وفي مذهب الإمام مالك إن الخيار يثبت للسليم من أحد الزوجين على المعيب الآخر أو لكل منهما في الآخر. وفي مذهب الإمام الشافعي إذا وجد أحد الزوجين عيباً عقلياً أو مرضياً أو خلقياً ثبت له الخيار في فسخ النكاح(3). وفي مذهب الإمام أحمد يجوز فسخ عقد الزوجية بسبب العيوب المرضية والجنسية(

Jawaban pertanyaan ke-3:
Secara hukum dapat dibenarkan untuk mengajukan gugat cerai oleh pihak istri apabila suami tidak dapat memenuhi kewajibannya baik karena sakit atau karena sebab lainnya.
Mengingat kondisi Anda yang secara ekonomi menjadi penanggung jawab keluarga, maka saya kira sudah pantas apabila anda mengambil langkah prioritas yaitu (a) prioritas menjaga kesehatan Anda sendiri; (b) prioritas terhadap Anda dan anak yang berada di bawah tanggungan Anda.

Ulama fiqih empat madzhab sepakat atas bolehnya istri menggugat cerai apabila suami sakit baik sakit yang mencegahnya memenuhi kewajibannya baik sakit itu terjadi sebelum pernikahan atau sakit yang terjadi setelahnya.

______________________________________________________________


CERAI TALAK DARI SUAMI TERJADI BERKALI-KALI

Dari Referensi yang Aku Baca Di Internet,,
Jatuh Talak Terjadi Apabila Seorang Suami Mengatakan "Pisah/Cerai/Bubar/Kata yang Berarti Keinginan untuk Mengakhiri Suatu pernikahan"
Baik Itu Dilakukan Pada Saat "Marah, Emosi, Kesetanan, Sadar atau Berupa Tawaran"...Hal Itu Bisa Dinamakan "Jatuh Talak" Meskipun Sang Istri Tidak Menyetujuinya asalkan Kata yang Keluar dari Mulut sang Suami disertai Niat
Untuk Mengakhiri Pernikahan Tersebut pada Saat Itu.

1. Apakah Benar Artikel yang Aku Baca Di Internet???

2. Tapi Jika Perkataan Sudah Diucapkan Ratusan/Ribuan Kali Sejak menikah,,,Tapi Masih Bersama ...Bagaimana Hukumnya???

3. dan Jika Sang Suami Pernah Mengatakan Kepada Orang lain Bahwasanya Dia dan Istrinya Sudah Tidak Sah Sbg Suami Istri dan Jika Rujuk Sang Istri harus Menikah Dulu dengan Orang Lain,,Akan tetapi Hingga Sekarang Masih Bersama,,Apa Hukumnya???

4. dan Jika Sang Suami Pernah Berkata Sudah Talak 2 tapi Karena Dengan dalih Ingin Tetap Bersama Karena sesuatu Hal Sekarang Mengatakan Talak 1, Bagaimana Hukumnya?

5. Bagaimana Hukumnya Jika sang Suami Sudah Mengabarkan Sudah Bercerai dan Menunggu Proses Perceraian Kepada Khalayak Umum???
WALLAHU A'LAM.....

MOHON YANG LEBIH MEMAHAMI DAN MENGETAHUI MASALAH TERSEBUT BAGI/SHARE SARANNYA DUNK,,BUAT PENGETAHUANKU.......MATURSUWUN.

JAWABAN

1. Benar. Perkataan cerai yang dilakukan suami pada istri itu menjadi perceraian dan jatuh talak.

2. Pernikahannya tidak sah.

3. Benar. Apabila masih berkumpul, berarti status hubungan menjadi zina.

4. Talak 2 masih bisa rujuk selama dalam masa iddah. Jadi tidak perlu diralat ke talak 1 karena talak tidak bisa diralat.

4. Ucapan kepada khalayak umum tidak dianggap. Hukum talak terjadi kalau diucapkan kepada istri. Lebih detail baca: Hukum Perceraian dan Talak

________________________________________________________


HUKUM UCAPAN CERAI TANPA SEPENGETAHUAN ISTRI

pak ustadz saya mau tanya tentang ucapan "saya ceraikan kamu" tapi tanpa sepengetahuan istri atau orang lain (ngomong sendiri / ngedumel sendiri).. dan tidak ada niat sama sekali untuk menceraikan isri saya..
bagaiman hukumnya?

tolong dibalas ke email saya, biar saya langsung tahu tentang hukumnya..

Terima kasih sebelumnya..
Apriansyah

JAWABAN

Cerai talak yakni kata cerai yang diucapkan oleh suami itu menyebabkan terjadinya talak walaupun diucapkan tanpa niat talak dan istri tidak berada di depan suami dan walaupun diucapkan dalam keadaan marah. Ini adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama fiqih. Kecuali kalau suami dalam keadaan mabuk atau mengigau atau tidak sadar.

Oleh karena itu, kata "Aku ceraikan kamu" atau "Aku talak kamu" harus dijauhkan dari mulut kita. Jangan membiasakan diri mengeluarkan kata-kata tersebut baik untuk main-main atau iseng atau untuk ancaman.

Konsekuensinya, kalau kata "Aku cerai kamu" tadi diucapkan satu kali, maka jatuhlah talak 1 (satu). Dalam keadaan ini, maka istri dalam keadaan iddah. Dan selama masa iddah suami boleh rujuk tanpa perlu akad nikah baru. Lebih detail, lihat: Perceraian (Talak)

Pendapat di atas adalah pendapat madzhab Syafi'i dan Hanafi. Sedangkan menurut madzhab yang masyhur dalam madzhab Maliki, terjadinya talak/cerai kalau disertai niat. Apabila mengikuti pendapat madzhab Maliki ini, maka talak tidak terjadi.

Ibnu Rushd menyimpulkan perbedaan ulama di atas dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid hlm. 455 sbb:

وفقه المسألة عند الشافعي وأبي حنيفة : أن الطلاق لا يحتاج عندهم إلى نية . وأما مالك فالمشهور عنه أن الطلاق عنده يحتاج إلى نية ، لكن لم ينوه هاهنا لموضع التهم ، ومن رأيه : الحكم بالتهم سدا للذرائع ، وذلك مما خالفه فيه الشافعي ، وأبو حنيفة ، فيجب على رأي من يشترط النية في ألفاظ الطلاق ولا يحكم بالتهم أن يصدقه فيما ادعى .

عن الكاتب

Tanya Ustadz

التعليقات


Kontak

Untuk mengajukan konsultasi ke KSIA, silahkan mengirim pertanyaan via email ke: alkhoirot@gmail.com. Pertanyaan tidak boleh lebih dari tiga dan tanpa subpertanyaan. Untuk lebih detail, klik penjelasannya di sini!

Terbaru

    islamiy.com

    جميع الحقوق محفوظة

    Konsultasi Agama Islam