Wasiat dalam Islam
Wasiat secara syariah adalah berbuat kebajikan dengan suatu hak yang disandarkan pada sesuatu setelah mati. secara etimologis bermakna menyambung sesuatu dengan sesuatu yang lain
WASIAT MENURUT SYARIAT ISLAM
Secara syariah wasiat adalah berbuat kebajikan dengan suatu hak yang disandarkan pada sesuatu setelah mati.
DAFTAR ISI
DALIL DASAR DAN HUKUM WASIAT
1. Quran Surah Al-Baqarah 2:180
2. QS An-Nisa' 4:11
3. QS Al-Maidah 5:106
4. Hadits Riwayat (HR) Bukhari dan Muslim
5. HR Bukhari dan Muslim dari Sa’ad bin Abi Waqqash
6. Hukum wasiat adalah sunnah muakkad menurut ijmak ulama (kesepakatan ulama)
DEFINISI WASIAT
Wasiat (jamak, wasaaya الوصايا) secara etimologis bermakna menyambung sesuatu dengan sesuatu yang lain. Dalam terminologi syariah ia memiliki beberapa arti sbb:
(a) Pemberian seorang manusia pada yang lain dalam bentuk benda, atau hutang, atau manfaat untuk dimiliki oleh penerima wasiat (al-musho lahu) atas hibah itu setelah kematian pewasiat.
(b) Amal kebaikan dengan harta setelah matinya pewasiat.
(c) Kepemilikan yang disandarkan pada sesuatu setelah kematian dengan cara syar'i.
Istilah wasiat dalam bahasa Arab
- Al-washi (الواصي) atau al-mushi (الموصي) = pemberi wasiat/pewasiat
- Al-Musho bihi (الموصى به) = perkara/benda yang dijadikan wasiat.
- Al-Musho lahu (الموصى له) = penerima wasiat (orang atau sesuatu)
- Al-mushu ilaih (الموصى إليه) = orang yang menerima amanah menyampaikan wasiat.
- Wasiat (الوصية) = perilaku/transaksi wasiat
SYARAT DAN RUKUN WASIAT
Rukun wasiat ada empat yaitu:
(a) Pewasiat (Al-Mushi)
(b) Harta yang diwasiatkan (musho bih)
(c) Penerima wasiat (musho lah)
(d) Penerima amanah menyampaikan wasiat (musho ilaih)
Adapun syarat dari keempat unsur di atas adalah sbb:
I. Syarat benda yang diwasiatkan (musho bih)
(a) Wasiat tidak boleh lebih dari 1/3 (sepertiga). Apabila lebih, maka untuk kelebihan dari 1/3 harus atas seijin ahli waris.
(b) Wasiat tidak boleh diberikan pada salah satu ahli waris kecuali atas seijin ahli waris lain.
(c) Boleh berupa benda yang sudah ada atau yang belum ada seperi wasiat buah dari pohon yang belum berbuah.
(d) Boleh berupa benda yang sudah diketahui atau tidak diketahui seperti susu dalam perut sapi.
(e) Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat.
II. Syarat Pewasiat / Pemberi Wasiat (Al-Washi)
(a) Akil baligh,
(b) Berakal sehat
(c) Atas kemauan sendiri.
(d) Boleh orang kafir asal yang diwasiatkan perkara halal.
III. Syarat Penerima Wasiat (Al-Musho Lah الموصى له)
Penerima wasiat ada dua macam. (i) Wasiat umum seperti wasiat pembangunan masjid; (ii) wasiat khusus yaitu wasiat kepada orang/benda tertentu.
Kalau wasiat bersifat umum, maka tidak boleh untuk hal yang mengandung dosa (maksiat). Contoh, wasiat harta untuk pembangunan masjid boleh tetapi wasiat untuk membangun klab malam tidak boleh.
Untuk wasiat khusus maka syaratnya adalah sbb:
(a) Penerima wasiat hidup (orang mati tidak bisa menerima wasiat)
(b) Penerima wasiat diketahui (jelas identitas oragnya).
(c) Dapat memiliki.
(d) Penerima wasiat tidak membunuh pewasiat.
(e) Penerima wasiat menerima (qabul) pemberian wasiat dari pewasiat. Kalau menolak, maka wasiat batal.
HUKUM WASIAT
Melaksanakan wasiat itu wajib dan berdosa bagi al-musho ilaih kalau tidak menyampaikan wasiat.
Sedangkan hukum wasiat bagi pewasiat (al-washi/al-mushi) ada 4 (empat) yaitu wajib, sunnah, makruh dan haram.
1. WASIAT WAJIB
Wajib apabila (i) manusia mempunyai kewajiban syara’ yang dikhawatirkan akan disia-siakan bila dia tidak berwasiat, seperti adanya titipan, hutang kepada Allah dan hutang kepada manusia. Misalnya dia mempunyai kewajiban zakat yang belum ditunaikan, atau haji yang belum dilaksanakan, atau amanat yang harus disampaikan, atau dia mempunyai hutang yang tidak diketahui sselain dirinya, atau dia mempunyai titipan yang tidak dipersaksikan.
2. WASIAT SUNNAH
Wasiat adalah Sunnah mu'akkad menurut ijmak (kesepakatan) ulama. Walaupun bersedekah pada waktu hidup itu lebih utama. Dan apabila diperuntukkan bagi kebajikan, karib kerabat, orang-orang fakir dan orang-orang saleh.
Pendapat ini dikemukakan oleh Imam yang empat, yaitu Imam Malik, Imam Hanafi, Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hambal
3. WASIAT MAKRUH
Makruh apabila (i) orang yang berwasiat sedikit harta, sedang dia mempunyai seorang atau banyak ahli waris yang membutuhkan hartanya. Dan (ii) wasiat kepada orang yang fasik jika diketahui atau diduga keras bahwa mereka akan menggunakan harta itu di dalam kefasikan dan kerusakan.
4. WASIAT HARAM
(a) Wasiat yang lebih dari 1/3 (sepertiga)
(b) Wasiat kepada ahli waris.
(c) Haram jika ia merugikan ahli waris. Wasiat yang maksudnya merugikan ahli waris seperti ini adalah batil, sekalipun wasiat itu mencapai sepertiga harta. Diharamkan juga mewasiatkan khamar, membangun gereja, atau tempat hiburan.
5. WASIAT MUBAH (BOLEH)
Wasiat hukumnya mubah apabila ia ditujukan kepada orang yang kaya, baik orang yang diwasiati itu kerabat ataupun orang jauh (bukan kerabat). Menurut Imam Rafi'i mubahnya wasiat karena bukan transaksi ibadah.
HUKUM MENCABUT WASIAT
Menurut KHI (Kompilasi Hukum Islam) pewasiat dapat mencabut wasiatnya dengan cara sebagai berikut:
Pasal 199
(1) Pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum menyatakan persetujuan atau sesudah menyatakan persetujuan tetapi kemudian menarik kembali.
(2) Pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau tertulis dengan disaksikan oleh dua prang saksi atau berdasarkan akte Notaris bila wasiat terdahulu dibuat secara lisan.
(3) Bila wasiat dibuat secara tertulis, maka hanya dapat dicabut dengan cara tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akte Notaris.
(4) Bila wasiat dibuat berdasarkan akte Notaris, maka hanya dapat dicabut berdasartkan akte Notaris.
WASIAT MENURUT KHI (KODFIKASI HUKUM ISLAM)
KHI adalah sistem kombinasi antara hukum Islam dan hukum negara Indonesia dalam bentuk undang-undang yang legal formal. Masalah wasiat dibahas secara khusus dalam KHI BUKU II Bab V yang detailnya dapat dilihat di sini. Ringkasannya sebagai berikut:
Pasal 194
(1) Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga.
(2) Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat.
(3) Pemilikan terhadap harta benda seperti dimaksud dalam ayat (1) pasal ini baru dapat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia.
Pasal 195
(1) Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua orang saksi, atau dihadapan Notaris.
(2) Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujui.
(3) Wasiat kepada ahli waris berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris.
(4) Pernyataan persetujuan pada ayat (2) dan (3) pasal ini dibuat secara lisan di hadapan dua orang saksi atau tertulis di hadapan dua orang saksi di hadapan Notaris.
Pasal 196
Dalam wasiat baik secara tertulis maupun lisan harus disebutkan dengan tegas dan jelas siapasiapa atau lembaga apa yang ditunjuk akan menerima harta benda yang diwasiatkan. SELENGKAPNYA...
RUJUKAN DAN BACAAN LANJUTAN
1. Fathul Qorib
2. Imam Syafi'i dalam Al-Umm
3. Imam Nawawi dalam Raudatut Talibin (روضة الطالبين وعمدة المفتين)
4. KHI (Kompilasi Hukum Islam)
5. Muhammad bin Syihabuddin ar-Ramli (Imam Romli) dalam kitab Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj hal.41:
وهي سنة مؤكدة إجماعا ، وإن كانت الصدقة بصحة أفضل ، فينبغي أن لا يغفل عنها ساعة كما نص عليه الخبر إلى الصحيح { ما حق امرئ مسلم له شيء يوصى به يبيت ليلة أو ليلتين إلا ووصيته مكتوبة عند رأسه } أي ما الحزم أو المعروف إلا ذلك ؛ لأن الإنسان لا يدري متى يفجؤه الموت ، وقد تباح كما يأتي . وعليه حمل قول الرافعي إنها ليست عقد قربة : أي دائما بخلاف التدبير . وتجب وإن لم يقع به نحو مرض على ما اقتضاه إطلاقهم لكن يأتي قبيل قوله وطلق حامل ما يصرح بتقييد الوجوب بالمخوف ونحوه بحضرة من يثبت الحق به إن ترتب على تركها ضياع حق عليه أو عنده ، ولا يكتفي بعلم الورثة أو ضياع نحو أطفاله لما يأتي في الإيصاء ، وتحرم لمن عرف منه أنه متى كان له شيء في تركته أفسدها وتكره بالزيادة على الثلث كما يأتي .
Secara syariah wasiat adalah berbuat kebajikan dengan suatu hak yang disandarkan pada sesuatu setelah mati.
DAFTAR ISI
- Dalil Wasiat
- Definisi Wasiat
- Syarat-syarat Wasiat
- Hukum Wasiat
- Hukum Mencabut Wasiat
- Wasiat Menurut KHI
- CARA KONSULTASI SYARIAH ISLAM
DALIL DASAR DAN HUKUM WASIAT
1. Quran Surah Al-Baqarah 2:180
كتِبَ عليكم إذا حضر أحدكم الموت إن ترك خيراً الوصية للوالدين والأقربين بالمعروف حقاً على المتقين
Artinya:Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. 2. QS An-Nisa' 4:11
3. QS Al-Maidah 5:106
4. Hadits Riwayat (HR) Bukhari dan Muslim
مَا حَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ لَهُ شَيْءٌ يُوصِي فِيهِ يَبِيتُ لَيْلَتَيْنِ إِلَّا وَوَصِيَّتُهُ مَكْتُوبَةٌ عِنْدَهُ
Artinya: Tidaklah seseorang mewasiatkan suatu hak untuk seorang muslim, lalu wasiatnya belum ditunaikan hingga dua malam, kecuali wasiatnya itu diwajibkan di sisinya5. HR Bukhari dan Muslim dari Sa’ad bin Abi Waqqash
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أُوصِي بِمَالِي كُلِّهِ قَالَ لَا قُلْتُ فَالشَّطْرُ قَالَ لَا قُلْتُ الثُّلُثُ قَالَ فَالثُّلُثُ وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ إِنَّكَ أَنْ تَدَعَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَدَعَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ فِي أَيْدِيهِمْ
Artinya: Aku berkata, “Wahai Rasulullah, aku mau berwasiat untuk menyerahkan seluruh hartaku (kepada putrid tunggalku, pent.)”. Beliau bersabda, “Tidak boleh”. Aku berkata, “Kalau setengahnya?” Beliau bersabda, “Tidak boleh”. Aku berkata, “Kalau sepertiganya?” Beliau bersabda: “Ia sepertiganya dan sepertiga itu sudah banyak. Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin lalu mengemis kepada manusia dengan menengadahkan tangan-tangan mereka.6. Hukum wasiat adalah sunnah muakkad menurut ijmak ulama (kesepakatan ulama)
DEFINISI WASIAT
Wasiat (jamak, wasaaya الوصايا) secara etimologis bermakna menyambung sesuatu dengan sesuatu yang lain. Dalam terminologi syariah ia memiliki beberapa arti sbb:
(a) Pemberian seorang manusia pada yang lain dalam bentuk benda, atau hutang, atau manfaat untuk dimiliki oleh penerima wasiat (al-musho lahu) atas hibah itu setelah kematian pewasiat.
(b) Amal kebaikan dengan harta setelah matinya pewasiat.
(c) Kepemilikan yang disandarkan pada sesuatu setelah kematian dengan cara syar'i.
Istilah wasiat dalam bahasa Arab
- Al-washi (الواصي) atau al-mushi (الموصي) = pemberi wasiat/pewasiat
- Al-Musho bihi (الموصى به) = perkara/benda yang dijadikan wasiat.
- Al-Musho lahu (الموصى له) = penerima wasiat (orang atau sesuatu)
- Al-mushu ilaih (الموصى إليه) = orang yang menerima amanah menyampaikan wasiat.
- Wasiat (الوصية) = perilaku/transaksi wasiat
SYARAT DAN RUKUN WASIAT
Rukun wasiat ada empat yaitu:
(a) Pewasiat (Al-Mushi)
(b) Harta yang diwasiatkan (musho bih)
(c) Penerima wasiat (musho lah)
(d) Penerima amanah menyampaikan wasiat (musho ilaih)
Adapun syarat dari keempat unsur di atas adalah sbb:
I. Syarat benda yang diwasiatkan (musho bih)
(a) Wasiat tidak boleh lebih dari 1/3 (sepertiga). Apabila lebih, maka untuk kelebihan dari 1/3 harus atas seijin ahli waris.
(b) Wasiat tidak boleh diberikan pada salah satu ahli waris kecuali atas seijin ahli waris lain.
(c) Boleh berupa benda yang sudah ada atau yang belum ada seperi wasiat buah dari pohon yang belum berbuah.
(d) Boleh berupa benda yang sudah diketahui atau tidak diketahui seperti susu dalam perut sapi.
(e) Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat.
II. Syarat Pewasiat / Pemberi Wasiat (Al-Washi)
(a) Akil baligh,
(b) Berakal sehat
(c) Atas kemauan sendiri.
(d) Boleh orang kafir asal yang diwasiatkan perkara halal.
III. Syarat Penerima Wasiat (Al-Musho Lah الموصى له)
Penerima wasiat ada dua macam. (i) Wasiat umum seperti wasiat pembangunan masjid; (ii) wasiat khusus yaitu wasiat kepada orang/benda tertentu.
Kalau wasiat bersifat umum, maka tidak boleh untuk hal yang mengandung dosa (maksiat). Contoh, wasiat harta untuk pembangunan masjid boleh tetapi wasiat untuk membangun klab malam tidak boleh.
Untuk wasiat khusus maka syaratnya adalah sbb:
(a) Penerima wasiat hidup (orang mati tidak bisa menerima wasiat)
(b) Penerima wasiat diketahui (jelas identitas oragnya).
(c) Dapat memiliki.
(d) Penerima wasiat tidak membunuh pewasiat.
(e) Penerima wasiat menerima (qabul) pemberian wasiat dari pewasiat. Kalau menolak, maka wasiat batal.
HUKUM WASIAT
Melaksanakan wasiat itu wajib dan berdosa bagi al-musho ilaih kalau tidak menyampaikan wasiat.
Sedangkan hukum wasiat bagi pewasiat (al-washi/al-mushi) ada 4 (empat) yaitu wajib, sunnah, makruh dan haram.
1. WASIAT WAJIB
Wajib apabila (i) manusia mempunyai kewajiban syara’ yang dikhawatirkan akan disia-siakan bila dia tidak berwasiat, seperti adanya titipan, hutang kepada Allah dan hutang kepada manusia. Misalnya dia mempunyai kewajiban zakat yang belum ditunaikan, atau haji yang belum dilaksanakan, atau amanat yang harus disampaikan, atau dia mempunyai hutang yang tidak diketahui sselain dirinya, atau dia mempunyai titipan yang tidak dipersaksikan.
2. WASIAT SUNNAH
Wasiat adalah Sunnah mu'akkad menurut ijmak (kesepakatan) ulama. Walaupun bersedekah pada waktu hidup itu lebih utama. Dan apabila diperuntukkan bagi kebajikan, karib kerabat, orang-orang fakir dan orang-orang saleh.
Pendapat ini dikemukakan oleh Imam yang empat, yaitu Imam Malik, Imam Hanafi, Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hambal
3. WASIAT MAKRUH
Makruh apabila (i) orang yang berwasiat sedikit harta, sedang dia mempunyai seorang atau banyak ahli waris yang membutuhkan hartanya. Dan (ii) wasiat kepada orang yang fasik jika diketahui atau diduga keras bahwa mereka akan menggunakan harta itu di dalam kefasikan dan kerusakan.
4. WASIAT HARAM
(a) Wasiat yang lebih dari 1/3 (sepertiga)
(b) Wasiat kepada ahli waris.
(c) Haram jika ia merugikan ahli waris. Wasiat yang maksudnya merugikan ahli waris seperti ini adalah batil, sekalipun wasiat itu mencapai sepertiga harta. Diharamkan juga mewasiatkan khamar, membangun gereja, atau tempat hiburan.
5. WASIAT MUBAH (BOLEH)
Wasiat hukumnya mubah apabila ia ditujukan kepada orang yang kaya, baik orang yang diwasiati itu kerabat ataupun orang jauh (bukan kerabat). Menurut Imam Rafi'i mubahnya wasiat karena bukan transaksi ibadah.
HUKUM MENCABUT WASIAT
Menurut KHI (Kompilasi Hukum Islam) pewasiat dapat mencabut wasiatnya dengan cara sebagai berikut:
Pasal 199
(1) Pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum menyatakan persetujuan atau sesudah menyatakan persetujuan tetapi kemudian menarik kembali.
(2) Pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau tertulis dengan disaksikan oleh dua prang saksi atau berdasarkan akte Notaris bila wasiat terdahulu dibuat secara lisan.
(3) Bila wasiat dibuat secara tertulis, maka hanya dapat dicabut dengan cara tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akte Notaris.
(4) Bila wasiat dibuat berdasarkan akte Notaris, maka hanya dapat dicabut berdasartkan akte Notaris.
WASIAT MENURUT KHI (KODFIKASI HUKUM ISLAM)
KHI adalah sistem kombinasi antara hukum Islam dan hukum negara Indonesia dalam bentuk undang-undang yang legal formal. Masalah wasiat dibahas secara khusus dalam KHI BUKU II Bab V yang detailnya dapat dilihat di sini. Ringkasannya sebagai berikut:
Pasal 194
(1) Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga.
(2) Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat.
(3) Pemilikan terhadap harta benda seperti dimaksud dalam ayat (1) pasal ini baru dapat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia.
Pasal 195
(1) Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua orang saksi, atau dihadapan Notaris.
(2) Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujui.
(3) Wasiat kepada ahli waris berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris.
(4) Pernyataan persetujuan pada ayat (2) dan (3) pasal ini dibuat secara lisan di hadapan dua orang saksi atau tertulis di hadapan dua orang saksi di hadapan Notaris.
Pasal 196
Dalam wasiat baik secara tertulis maupun lisan harus disebutkan dengan tegas dan jelas siapasiapa atau lembaga apa yang ditunjuk akan menerima harta benda yang diwasiatkan. SELENGKAPNYA...
RUJUKAN DAN BACAAN LANJUTAN
1. Fathul Qorib
2. Imam Syafi'i dalam Al-Umm
3. Imam Nawawi dalam Raudatut Talibin (روضة الطالبين وعمدة المفتين)
4. KHI (Kompilasi Hukum Islam)
5. Muhammad bin Syihabuddin ar-Ramli (Imam Romli) dalam kitab Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj hal.41:
وهي سنة مؤكدة إجماعا ، وإن كانت الصدقة بصحة أفضل ، فينبغي أن لا يغفل عنها ساعة كما نص عليه الخبر إلى الصحيح { ما حق امرئ مسلم له شيء يوصى به يبيت ليلة أو ليلتين إلا ووصيته مكتوبة عند رأسه } أي ما الحزم أو المعروف إلا ذلك ؛ لأن الإنسان لا يدري متى يفجؤه الموت ، وقد تباح كما يأتي . وعليه حمل قول الرافعي إنها ليست عقد قربة : أي دائما بخلاف التدبير . وتجب وإن لم يقع به نحو مرض على ما اقتضاه إطلاقهم لكن يأتي قبيل قوله وطلق حامل ما يصرح بتقييد الوجوب بالمخوف ونحوه بحضرة من يثبت الحق به إن ترتب على تركها ضياع حق عليه أو عنده ، ولا يكتفي بعلم الورثة أو ضياع نحو أطفاله لما يأتي في الإيصاء ، وتحرم لمن عرف منه أنه متى كان له شيء في تركته أفسدها وتكره بالزيادة على الثلث كما يأتي .