Shalat dalam Keadaan Najis
Shalat dalam Keadaan Najis SHALAT ORANG YANG ADA NAJIS DI BADAN BAJU DAN TEMPAT SHALAT Suatu ketika kami sakit panas/demam. Sementara badan kami terkena najis. Apabila mandi, yg jelas sakit panas yg kami alami tidak kunjung sembuh. Pertanyaan:
1. Bagaimana jika kami melakukan shalat hanya berwudu' tanpa mandi/menghilangkan najis?
2. Apakah shalat yang kami kerjakan harus diganti/Qada'?
3. Adakah pendapat yg tidak mengharuskan Qada'?
SHALAT ORANG YANG ADA NAJIS DI BADAN BAJU DAN TEMPAT SHALAT
Hukum shalat dalam keadaan najis di tubuh atau pakaian atau tempat shalat baik secara sengaja, karena lupa atau karena tidak tahu kalau ada najis.
Suatu ketika kami sakit panas/demam. Sementara badan kami terkena najis. Apabila mandi, yg jelas sakit panas yg kami alami tidak kunjung sembuh. Pertanyaan:
1. Bagaimana jika kami melakukan shalat hanya berwudu' tanpa mandi/menghilangkan najis?
2. Apakah shalat yang kami kerjakan harus diganti/Qada'?
3. Adakah pendapat yg tidak mengharuskan Qada'?
Mohon penjelasannya !
TOPIK KONSULTASI ISLAM
- SHALAT ORANG YANG ADA NAJIS DI BADAN BAJU DAN TEMPAT SHALAT
- MENYIKAPI PENDAPAT ORANG KAFIR TERHADAP ISLAM
- CARA KONSULTASI SYARIAH ISLAM
JAWABAN
1. Menghilangkan najis dari badan hukumnya wajib sebagai syarat untuk sahnya shalat. Dan cara menghilangkan najis itu dengan air. Kalau kita dalam keadaan sakit demam, maka kita bisa menggunakan air hangat agar sakit kita tidak tambah parah. Dan kalau najisnya hanya di sebagian tempat di tubuh kita, maka cukup membasuh yang terkena najis saja tanpa harus mandi. Baca detail: Najis dan Cara Menyucikan
2. Iya, shalat harus diqadha kalau najis yang ada di badan belum disucikan karena shalatnya tidak sah apalagi anda melakukannya dengan sengaja dan tahu bahwa badan anda najis. Kalau seandainya adanya najis di badan saat shalat itu karena lupa atau tidak tahu maka diperinci. Dalam Taqiuddin Al-Hishni dalam kitab Kifayah Al-Akhyar hlm. 1/81 menyatakan:
إذا صلى بنجاسة لا يعفى عنها وهو جاهل بها حال الصلاة، سواء كانت في بدنه أو ثوبه أو موضع صلاته، فإن لم يعلم بها البتة فقولان، الجديد الأظهر يجب عليه القضاء؛ لأنها طهارة واجبة فلا تسقط بالجهل كطهارة الحدث، والقديم أنه لا يجب، ونقله ابن المنذر عن خلائق واختاره، وكذا النووي اختاره في شرح المهذب.
وإن علم بالنجاسة ثم نسيها فطريقان، أحدهما على القولين - أي الجديد والقديم كما لو لم يعلم بها- والمذهب القطع بوجوب القضاء لتقصيره.
ثم إذا أوجبنا الإعادة فيجب عليه إعادة كل صلاة صلاها مع النجاسة يقينًا، فإن احتمل حدوثها بعد الصلاة فلا شيء عليه؛ لأن الأصل عدم وجدانها في ذلك الزمن، ولو رأى شخصًا يريد الصلاة وفي ثوبه نجاسة والمصلي لا يعلم بها لزم العالم إعلامه بذلك، لأن الأمر بالمعروف لا يتوقف على العصيان، بل هو لزوال المفسدة، قاله الشيخ عز الدين بن عبد السلام، وهي مسألة حسنة والله أعلم
Artinya: Apabila seseorang shalat dengan membawa najis yang tidak dimakfu (dimaafkan) tapi dia tahu adanya najis tersebut saat shalat, baik najis itu terdapat di tubuh atau pakaian atau tempat shalatnya maka diperinci: (a) apabila tidak tahu sama sekali maka ada dua pendapat, pertama, pendapat Qaul Jadid wajib mengqadha' karena suci itu wajib saat shalat maka tidak gugur kewajiban itu dengan sebab ketidaktahuan sebagaimana suci dari hadas ini pendapat paling zhahir; kedua, pendapat Qaul Qadim tidak wajib mengqadha pendapat ini dinukil oleh Ibnul Mundzir dari Khalaiq dan pendapat yang dipilihnya begitu juga dipilih oleh Imam Nawawi sebagaimana tersebut dalam kitab Al-Majmuk Syarah Muhadzab.
(b) Apabila tahu ada najis kemudian lupa maka ada dua jalan. Salah satunya ada dua pendapat yakni Jadid dan Qadim sebagaimana apabila tidak tahu. Pendapat utama mazhab Syafi'i adalah wajib mengqadha shalat karena sembrono. Lalu, apabila kita mewajibkan mengulangi shalat maka wajib baginya mengulangi setiap shalat yang dia yakini mengandung najis. Apabila ada kemungkinan terjadinya najis itu setelah shalat maka tidak ada kewajiban apapun baginya karena hukum asal adalah tidak adanya najis pada saat itu. Apabila melihat seseorang yang hendak shalat terdapat najis di bajunya sedangkan dia tidak mengetahuinya maka wajib bagi yang tahu untuk memberitahukannya. Karena amar makruf itu tidak terbatas pada mencegah maksiat tapi termasuk juga menghilangkan mafsadah (keburukan) demikian pendapat Izzuddin bin Abdussalam
3. Mayoritas ulama dari keempat mazhab (Syafi'i, Hanafi, Hanbali, dan pendapat yang utama dalam mazhab Maliki) berpendapat tidak sah shalatnya orang yang badan atau baju yang dipakai saat salat mengandung najis dan wajib mengulangi. Namun ada salah satu pendapat dalam mazhab Maliki yang menyatakan bahwa sucinya badan saat shalat itu hukumnya sunnah. Itu artinya, kalau terdapat najis saat shalat walaupun dia tahu dan sengaja tidak menghilangkannya, maka shalatnya tetap sah walaupun tetap disunnahkan untuk mengqadha'. Atiyah Saqar dalam Fatawa Al-Azhar hlm. 9/6 menyatakan:
من المعلوم أن الطهارة من النجس شرط لصحة الصلاة عند جمهور الفقهاء فلو صلى وفى بدنه أو ثوبه نجاسة، وكان عالما بها بطلت صلاته ، وهناك رأيان للمالكية في حكم الطهارة من النجاسة، هل هى واجبة لصحة الصلاة أم سنة ، فعلى القول بالوجوب كانت الصلاة باطلة عند العلم بالنجاسة ، وعلى القول بالندب لا تبطل الصلاة ، فتجب إعادتها فى الوقت أو بعده على القول الأول وتندب إعادتها على القول الثانى .
Artinya: Sudah dimaklumi bahwa suci dari najis adalah syarat sahnya shalat menurut jumhur (mayoritas) ulama fiqih. Apabila shalat sedang di tubuh atau baju ada najisnya dan dia tahu akan hal itu maka batal shalatnya. (Namun) ada dua pendapat mazhab Maliki tentang hukum suci dari najis (saat shalat): apakah itu wajib untuk sahnya shalat atau sunnah. Menurut pendapat yang mewajibkan, maka shalatnya batal apabila ia tahu atas najisnya. Menurut pendapat yang menganggap sunnah, maka shalatnya tidak batal. Maka wajib mengulangi shalat pada waktunya tau setelahnya menurut pendapat yang pertama dan sunnah mengulangi shalat menurut pendapat kedua.
Baca detail: Shalat 5 Waktu
______________________
MENYIKAPI PENDAPAT ORANG KAFIR TERHADAP ISLAM
Assalamu'alaikum,
Kejadiannya begini, saya bertemu dengan teman saya. Dan saya kaget bahwa iya telah berpaling menjadi seorang agnostic (awalnya beragama kristen)
Lalu ia berbicara banyak kepada saya namun tetap saya ambil sikap lakum dinukum walyadin. Tetapi saya menjadi tertantang untuk menjawab argumennya saat ia berkata
"Menurut saya al-qur'an bukan wahyu Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad melalui malaikat jibril, tetapi itu adalah arwah manusia masa depan yg kembali ke masa lalu melalui wormhole dan membisikan apa yg sekarang menjadi ayat al qur'an, karena manusia masa depan ingin manusia zaman itu hidup lebih baik. Teknologi masa depan pasti sudah bisa melakukan hal itu nantinya"
1. Yang saya ingin tanyakan, apa yg harus saya jawab? Saat itu saya tidak memberikan jawaban karena takut salah dalam menjawabnya.
Itu saja yg ingin saya tanyakan, sekiranya mohon berkenan untuk membantu saya menjawabnya. Atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih.
JAWABAN
1. Sebagai seorang muslim yang meyakini kebenaran Al-Quran dan Al-Hadits sebagai dua sumber utama standar kebenaran, maka anda cukup merujuk pada kedua sumber tersebut dalam menjawab atau merespons pertanyaan atau pernyataan siapapun baik sesama muslim atau non-muslim. Kalau dalam kedua sumber tersebut tidak terdapat jawaban yang pas, maka beralih ke sumber Islam berikutnya yaitu ijmak ulama mujtahid atau salah satu pendapat ulama mujtahid. Baca: Sumber Syariah Islam
Dalam soal proses turunnya wahyu Al-Quran dari Allah pada Nabi Muhammad hal itu sudah dijelaskan dalam berbagai ayat Quran dan hadits sahih yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Melalui mimpi Nabi Muhammad s.a.w.
2. dengan cara dibisikkan ke dalam jiwanya. (Qs. Asy-Syura: 51-52)
3. kedatangan malaikat yang menyerupai seorang laki-laki, sebagaimana Jibril pernah datang kepada Nabi sebagai seorang laki-laki yang bernama Dihyah Ibn Khalifah, seorang laki-laki yang tampan.
4. melalui Jibril yang memperlihatkan rupanya yang asli dengan enam ratus sayap yang menutup langit.
5. Wahyu disampaikan oleh Allah dengan cara membicarakannya secara langsung kepada Nabi s.a.w., di belakang hijab, baik dalam keadaan Nabi sadar atau sedang terjaga, sebagaimana di malam Isra’, atau Nabi sedang tidur.
6. Israfil turun membawa beberapa kalimat dan wahyu sebelum Jibril datang membawa wahyu Al-qur’an. Menurut ‘Amir Asy-Sya’by, Israfil menyampaikan kalimat dan beberapa ketetapan kepada Nabi s.a.w., selama tiga tahun, sesudah itu, barulah Jibril datang membawa wahyu Al-qur’an.
7. Ketika Nabi Muhammad s.a.w., berada di atas langit pada malam Mi’raj, Allah s.w.t., menyampaikan wahyu-Nya kepada beliau tanpa perantara malaikat sebagaimana Allah pernah berfirman secara langsung kepada Nabi s.a.w.
8. dengan menyerupai suara lebah.
9. dengan menyerupai suara gemercikan lonceng, yakni Nabi mendengar suara lonceng sangat keras sehingga beliau tidak kuat menahan gemercingannya. Lebih detail lihat di sini (bahasa Arab)
Jawablah dengan jawaban di atas dan anda tidak perlu mengharapkan orang kafir percaya dengan jawaban tersebut. Yang penting, anda percaya apa yang anda katakan karena berdasarkan Quran dan hadits dan penjelasan ulama.
Masalah turunnya wahyu adalah ghaib, maka tidak ada yang tahu perkara ghaib kecuali yang Maha Tahu yaitu Allah melalui Al-Quran dan Rasul-Nya yakni Muhammad yang mendapat info dan pengalaman soal ini dari Allah.
Anda tidak perlu berharap dapat meyakinkan dia. Nabi Muhammad saja tidak bisa meyakinkan semua orang apabila kita.