Hukum Wisata dan Bekerja di Negara Kafir

Hukum Wisata, piknik, touring, healing, jalan-jalan, plesir safar ke Negara Kafir (non muslim) hijrah ke negeri kafir untuk bekerja apakah boleh?

Hukum Wisata dan Bekerja ke Negara Kafir

Hukum Wisata, piknik, touring, healing, jalan-jalan, plesir safar ke Negara Kafir (non muslim)

Assalâmu'alaikum wr wb, 

Saya mau tanya, apakah safar ke negeri kafir hanya dibolehkan karena ada udzur syar'i, seperti berobat dan semisalnya, atau boleh untuk alasan lain, seperti wisata dan semisalnya, sebab yang saya dengar itu harus ada tiga syarat untuk safar ke negeri kafir, yaitu memiliki ilmu yang cukup, iman yang kuat dan ada udzur syar'i, tetapi saya juga pernah dengar bahwa hukum asal safar itu mubah.

Dan saya juga ada pertanyaan tentang hijrah ke negeri kafir untuk bekerja, apakah boleh, dan jika boleh apakah termasuk hijrah, sebab saya pernah dengar bahwa Ahmad Kutty (ulama Kanada keturunan India) mengatakan bahwa hijrah ke negeri kafir untuk bekerja dapat diniatkan untuk mengubah hijrahnya menjadi ibadah.

Jazakumullahu khairan katsiran

JAWABAN

Safar atau perjalanan ke negara manapun termasuk ke negeri non muslim itu hukum asalnya boleh apabila bukan untuk tujuan maksiat. Termasuk boleh perjalanan untuk tujuan wisata dan bisnis atau bahkan bekerja.

DALIL DASAR


1. Dari Ummu Salamah

عن أم سلمة رضي الله عنها قالت: "لقد خرج أبو بكر على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم تاجرًا إلى بصرى..." (الطبراني في المعجم الكبير674 ,وانظر: مسند أحمد 26687, مسند الطيالسي 1705


Artinya: Dari Ummu Salamah ia berkata: Abu Bakar pernah bepergian di masa Rasulullah sebagai pedagang ke Busra (kota di Suriah).. (HR Tabrani dalam Al-Mukjam Al-Kabir, 674; Musnad Ahmad, 26687; Musnad At-Tayalisi 1705).

Status hadis:
a) Adz-Dzahabi dalam As-Siyar, hlm. 2/411 menyatakan: ini hadis hasan (هذا حديث حسن).
b) Al-Haitsami dalam Az-Zawaid, hlm. 4/63, menyatakan bahwa hadis ini diriwayatkan Tabrani dalam Al-Kabir dan Al-Ausath, dll, dan perawi di Al-Kabir itu bisa dipercaya yang berarti hadis ini sahih (.ورجال الكبير  ثقات)

2. Ibnu Abid Dunia dalam Islahul Mal, hlm. 229, menulis tentang Said bin Al-Musayyab (ulama dari Tabi'in) berkata:

• وقال سعيد بن المسيب: "كان أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم يتجرون في بحر الروم, منهم طلحة بن عبيد الله وسعيد بن زيد بن عمرو بن نفيل" (إصلاح المال لابن أبي الدنيا 229


Artinya: Sahabat Rasulullah biasa berbisnis di Bahrur Rum (sekarang Laut Mediterania). Di antaranya Tolhah bin Ubaidillah, Said bin Zaid bin Amar bin Nufail.

3. Dalam Tarikh Dimashq, hlm. 25/27, ditulis tentang riwayat dari Said bin Al-Musayyab tsb. sbb:

, يتجرون في بحر الشام إلى الروم


Artinya: Para Sahabat berbisnis di Barusy Syam sampai Rum.

PANDANGAN ULAMA SEPUTAR PERJALANAN UNTUK WISATA DAN BISNIS


Dari dua riwayat dari kalangan Salafus Salih di atas, maka ulama Ahlussunnah dalam konteks syariah Islam berpendapat sebagai berikut:

Ibnu Abidin dalam Raddul Mukhtar, hlm. 2/121, menyatakan:

قال ابن عابدين: "الأصل في التلاوة العبادة إلا بعارض, نحو رياء أو سمعة أو جنابة فتكون معصية, وفي السفر الإباحة إلا بعارض نحو حج أو جهاد فيكون طاعة، أو نحو قطع طريق فيكون معصية"


Artinya: Hukum asal dari masalah tilawah (baca Al Quran) adalah termasuk ibadah (berpahala) kecuali ada hal baru seperti riya', pamer atau jinabah maka hukumnya maksiat (haram). Hukum asal dari safar
adalah boleh kecuali ada hal baru seperti haji atau jihad maka termasuk taat (berpahala); atau hal baru tersebut berupa begal maka termasuk maksiat (haram).

Al-Imrani dalam Al-Bayan, hlm. 2/450, menjelaskan:

والمشهور عند العلماء أن السفر للتنزه والفرجة من قبيل السفر المباح .


Artinya: Yang masyhur dari pendapat ulama adalah bahwa safar (perjalanan) untuk tujuan jalan-jalan dan wisata termasuk jenis safar yang dibolehkan (mubah).

Dengan kata lain, hukum asal dari safar itu adalah mubah (boleh). Akan tetap hukum boleh itu bisa berubah menjadi ibadah atau maksiat tergantung pada hal baru yang menjadi tujuannya sebagaimana disinggung dalam pandangan ulama Ibnu Abidin di atas.

HUKUM WISATA KE NEGERI KAFIR (NON MUSLIM)


Hukum asal dari soal ini adalah bolehnya bepergian ke negeri kafir dengan syarat sbb:

1. Bisa melaksanakan ajaran agama, syiar dan ibadah di tempat yang dituju. Dalam QS Al-Ankabut 29:56 Allah berfirman:

يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ أَرْضِي وَاسِعَةٌ فَإِيَّايَ فَاعْبُدُونِ.


Artinya: Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, sesungguhnya bumi-Ku luas,
maka sembahlah Aku saja.

Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, hlm. 6/290, menyatakan:

هذا أمر من الله لعباده المؤمنين بالهجرة من البلد الذي لا يقدرون فيه على إقامة الدين، إلى أرض الله الواسعة، حيث يمكن إقامة الدين، بأن يوحدوا الله ويعبدوه كما أمرهم


Artinya: Ini adalah perintah dari Allah pada para hambaNya yang mukmin untuk hijrah yang mana dia tidak bisa melaksanakan ajaran agamanya ke negara lain yang bisa mengamalkan agamanya untuk bertauhid pada Allah dan menyembahNya sebagaimana perintahNya.

Hal yang sama dijelaskan oleh An-Nawawi dalam Raudotut Tolibin, hlm. 3/282, tentang syarat bolehnya hijrah ke negara kafir sbb:

 إن كان المسلم قادرا على إظهار دينه في دار الكفر ولم يخف الفتنة في الدين فالهجرة في حقه غير واجبة ولكنها مستحبة لئلا يكثر سواد الكفار


Artinya: Apabila muslim itu mampu menampakkan agamanya di negara kufur dan tidak takut fitnah atas agamanya maka hijrah bagi dirinya itu tidak wajib namun sunnah agar supaya golongan kafir tidak menjadi banyak.

Al-Bahuti dalam Kasyaful Qina', hlm. 3/132, menjelaskan:

  وإن عجز عن إظهار دينه فيها فحرام سفره إليها) لأنه تعرض بنفسه إلى المعصية

Artinya: Apabila tidak mampu menampakkan (ajaran) agamanya di negara tersebut maka haram bepergian ke tempat tersebut karena berarti dia menampilkan dirinya pada maksiat.

2. Aman dari bahaya. Sebagaimana disebut dalam firman Allah QS Al Baqarah 2:195

ولَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا

Artinya:  Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah.

Nabi bersabda:

لا ضرر ولا ضرار


Artinya: Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri ataupun orang lain. (hadis Hasan riwayat Daruqutni).

Oleh karena itu, haram hukumnya melakukan perjalanan ke suatu negara yang dapat membahayakan dirinya, kemerdekaannya, dan hartanya karena ketidakstabilan negara tsb.

Kedua syarat di atas tidak hanya berlaku bolehnya melakukan perjalanan ke negeri kafir tapi juga ke negeri muslim. Artinya, kalau tidak terpenuhi kedua syarat di atas di suatu negeri muslim (seperti Suriah, Yaman dan Afghanistan yang sedang perang saat ini), maka hukumnya haram melakukan perjalanan ke sana.

Al-Kasani dalam Badai'us Sonai', hlm. 7/102, menyatakan:

لا بأس بحمل الثياب والمتاع والطعام، ونحو ذلك إلى دار الحرب؛ لانعدام معنى الإمداد، والإعانة على الحرب، وعلى ذلك جرت العادة من تجار الأعصار، أنهم يدخلون دار الحرب للتجارة من غير ظهور الرد والإنكار عليهم، إلا أن الترك أفضل؛ لأنهم يستخفون بالمسلمين، ويدعونهم إلى ما هم عليه، فكان الكف والإمساك عن الدخول من باب صيانة النفس عن الهوان، والدين عن الزوال، فكان أولى.

Artinya: Tidak masalah membawa baju, barang, dan makanan dan semacamnya (untuk diperjualbelikan) ke darul harbi (negeri kafir yang sedang berperang dengan muslim), karena hal itu tidak dalam arti mendukung dan membantu kaum kafir. Hal semacam itu sudah berlaku di
kalangan pedagang muslim di mana mereka masuk ke negara darul harbi untuk bisnis tanpa menampakkan penolakan atau pengingkaran pada mereka. Hanya saja tidak melakukan itu lebih utama...

HUKUM HIJRAH DAN BEKERJA DI NEGARA KAFIR / NON ISLAM

Hukum hijrah atau pindah ke negara kafir adalah boleh.

Menurut fatwa Majelis Ulama Eropa adalah sbb:

الهجرة إلى البلاد غير الإسلامية للعمل أو للاستقرار مباحة من حيث الحكم الأصلي. لكن هذه الإباحة قد تتحول إلى كراهة أو تحريم فيما لو ترتّب على هذا الانتقال الوقوع في محظورات شرعية، وقد تتحول إلى استحباب أو وجوب فيما لو ترتب عليها إقامة واجبات شرعية، وهذا الأمر يختلف باختلاف الشخص ووضعه في بلده، وما إذا كان مضطراً للخروج، كما يختلف باختلاف البلد الذي يهاجر إليه، وما إذا كانت فيه تجمعات إسلامية يستطيع من خلالها أن يحافظ على شخصيته الإسلامية وعلى تربية أولاده، وبالتالي فلا يمكن إعطاء فتوى عامة في هذا الموضوع. انتهى


Artinya: Hijrah untuk tinggal di negara non muslim untuk bekerja atau tinggal adalah boleh dari segi hukum asalnya. Akan tetapi hukum boleh ini bisa berubah menjadi makruh atau haram apabila perpindahan ini menyebabkan terjadinya perkara yang haram. Bisa juga berubah menjadi sunnah atau wajib apabila menjadi kewajiban syariah untuk tinggal. Masalah ini bisa berubah sesuai dengan perubahan individu dan kondisi di negara asal dan situasi di negara yang dituju. Prinsipnya, asalkan di negara yang baru itu ia bisa menjaga diri dan agamanya termasuk dalam mendidik anaknya maka itu tidak masalah.

Kesimpulan:

a) Melakukan perjalanan ke negeri kafir yang tidak dalam keadaan berperang dengan muslim adalah boleh secara mutlak baik untuk bisnis atau wisata. Asal bukan untuk tujuan maksiat.

b) Melakukan perjalanan ke negeri kafir yang dalam keadaan perang dengan muslim (darul harbi) hukumnya boleh baik untuk wisata maupun bisnis kecuali bisnis senjata yang bisa memperkuat lawan. Baca detail: Hukum Bisnis dengan Non Muslim 

c) Bepergian ke luar negeri secara umum, baik ke negeri muslim atau nonmuslim, adalah boleh dengan syarat: i) bukan untuk tujuan maksiat; ii) bisa mengamalkan kewajiban agama . Baik untuk tujuan dagang atau wisata.

d) Bekerja di negara kafir hukumnya boleh
Baca juga: Bisnis dalam Islam

LihatTutupKomentar