Tafsir Ahkam Kiya Al-Harrasi
Pendahuluan
Di dalam al-Quran terdapat ayat-ayat yang mengandung hukum-hukum fiqh yang telah dikelompokkan oleh para fuqaha dan menafsirkannya dalam berbagai kitab yang kemudian dikenal dengan 'Ahkam al-Quran'. Akan tetapi, bila dibandingkan dengan pembukuan kitab madzhab-madzhab fiqh yang ada, cara ini muncul lebih kemudian. Cara yang dilakukan oleh para ulama fuqaha ini dianggap termasuk dalam tafsir maudlu'i yang memudahkan para pemerhati fiqh untuk mencari dan mendapatkan penafsiran ayat-ayat hukum.
Ulama yang memulai penafsiran dengan menggunakan metode ini adalah al-Imam Muhammad ibn Idris al-Syafi'i (w. 204 H), tetapi kitab yang pertama kali dikenal adalah Ahkam al-Quran karya Abu al Husein Ali ibn Hajar al-Sa'di (w. 244 H). Cara yang dilakukan oleh kedua tokoh ini kemudian diikuti oleh para mufassir lain dari para fuqaha madzhab-madzhab. Sebagian besar mereka memperlihatkan fanatisme madzhab dalam menafsirkan ayat-ayat itu. Bila kita perhatikan Ahkam al-Quran karya al-Jashshash (w. 370 H), misalnya, akan terlihat bagaimana ia membela dan mempertahankan madzhab Hanafi dengan berbagai argumentasinya, Ahkam al-Quran karya Ibnu 'Arabi (w. 543 H) terlihat membela madzhab Imam Malik, dan begitu juga Ahkam al-Quran karya al-Kiya al-Harrasi, kitab yang sedang kita pelajari manhaj-nya ini, terlihat membela madzhab al-Syafi'i.
Biografi al- Kiya al- Harrasi
Penyusun tafsir Ahkam al-Quran ini bernama 'Imaduddin Abu al Hasan Ali ibn Muhammad ibn Ali al-Thabari, yang dikenal dengan nama al-Kiya1al-Harrasi. Beliau adalah salah seorangahli fiqh madzhab Syafi'i di Baghdad. Beliau dilahirkan pada bulan Dzul Qa'dah 450 H, di Thabaristan, Khurasan. 2
Pendidikan dasar diselesaikannya di tempat kelahirannya, Khurasan. Kemudian, beliau berguru kepada Imam al-Haramain al-Juwaini di Naisabur. Dalam hadits, beliau berguru pada Abu Ali Hasan ibn Muhammad al-Shaff ar. Di antara murid-murid yang berguru kepadanya adalah al-Salafi dan Sa'd al-Khair ibn Muhammad al-Anshari. Pengembaraan ilmiah dilakukannya setelah berguru kepada Imam al-Haramain. Dari Naisabur beliau pergi ke Baihaq dan mengajar sebentar di kota ini, kemudian dilanjutkan ke Iraq dengan tujuan Baghdad dan mengajar di Madrasah al-Nidhamiyyah 3 sampai akhir hayatnya. 4
Al-Kiya al-Harrasi termasuk penerus Imam al-Haramain dan dianggap sebagai murid terbaiknya setelah al-Ghazali; bahkan, dalam beberapa hal ia lebih baik dari al-Ghazali, terutama dalam analisis dan suara. Meskipun demikian, al-Ghazali masih lebih baik darinya dalam hal ketajaman intuisi dan kecepatan menjelaskan sesuatu. al Kiya al-Harrasi termasuk seorang ulama yang mengabdi pada dinasti Salajikah pada masa Ibn Maliksyah al-Saljuqi, memiliki kedudukan tinggi sebagai salah seorang hakim agung kerajaan. Beliau juga seorang ahli hadits, menggunakannya dalam menganalisis berbagai permasalahan dan disampaikan dalam berbagai forum ilmiahnya.5
Al-Kiya al-Harrasi adalah seorang ulama fiqh madzhab al-Syafi'i yang sangat fanatik terhadap madzhabnya. Kefanatikannya tidak lepas dari pengaruh gurunya, Imam al-Haramain, yang juga fanatik dengan madzhab ini6• Hal ini dapat diketahui dari caranya menyanggah dan mendebat pendapat madzhab Imam Abu Hanifah yang dilakukannya sebagaimana dilakukan oleh gurunya.7
Al-Kiya al-Harrasi meninggal pada waktu Ashar hari Kamis menjelang Muharram tahun 504 H di Baghdad, dikuburkan dekat makam Abu Ishaq al-Syairazi, dan saat penguburann ya dihadiri oleh Abu Thalib al-Quzwaini dan Qadhi al-Qudhat Abu al-Hasan al-Damighani, keduanya adalah pemuka madzhab Hanafi dan merupakan lawan polemiknya saat ia hidup.8
Tafsir Ahkam a/-Quran
Kitab Ahkam al-Quran karya al-Kiya al-Harrasi ini termasuk salah satu kitab penting madzhab Syafi'i, khususnya dalam tafsir fiqhi dan kitab pertama yang sampai kepada kita dalam madzhab ini; meskipun ada kitab Ahkam al-Quran lain yang dinisbatkan ke al-Syafi'i yang disusun oleh al-Baihaqi, karena kitab ini tidak mencakup ayat-ayat ahkam secara lengkap.
Dalam kitabnya, al-Kiya al-Harrasi menafsirkan semua ayat-ayat hukum dan semua surat-surat al-Quran sebagaimana yang dilakukan oleh para mufassir dalam bidang ini9• Dalam penafsirannya , al-Harrasi memfokuskan pembahasan pada pendapat madzhab al-Syafi'i, menguatkannya, meberikan argumen-argumen untuk mendebat lawannya, dan berusaha agar lawannya itu tidak sesuai lagi untuk menjadi lawan berpolemiknya. 10
Tentang fanatismenya ,al-Harrasi menyatakan dalam muqaddimah tafsirnya : 'Setelah memperhatikan pendapat madzhab-madzhab yang ada, saya berpendapat bahwa madzhab al-Syafi'i radliyallah 'anh adalah yang paling benar, paling lurus, dan paling bijak, hingga sebagian besar pendapatnya bukan hanya pada tingkat kebenaran dhann saja; akan tetapi, sampai ke tingkat kebenaran hakiki dan keyakinan pasti. Sebab, al-Syafi'i mendasarkan madzhabnya pada Kitabullah ta'ala, dan ia diberi kemudahan dalam memahami maknanya yang paling dalam sekalipun dan menyelam ke dalam gelombang lautannya untuk mengeluarkan (menyimpulkan) apa yang terkandung di dalamnya. Allah telah membukakan pintu-pintu untuknya, memudahkan sebab sebabnya, menyingkap penutupnya , yang tidak dipermudah untuk orang lain selain dia'.11
Dengan alasan di atas, al-Harrasi menyusun kitab tafsirnya ini dengan tujuan untuk menjelaskan apa yang telah dilakukan oleh al Syafi'i radliyallah 'anhdalam menyimpulkan hukum-hukum yang pelik dari dalil dengan mengikuti cara berfikirnya. Menurut al-Harrasi, banyak orang mencoba memahami dalil-dalil ini, tetapi ia tidak sampai pada arti yang sebenarnya karena ketidakmampuannya; tidak mengerti bahwa mutiara itu mutiara karena kebodohannya; hal ini tidak lain disebabkan sedikitnya ilmu dan pemahaman yang pendek.12Tentang kitab tafsirnya, al-Harrasi menyatakan bahwa kehebatan kitab
ini hanya diketahui oleh orang-orang yang banyak mengetahui ilmu-ilmu ma'qul dan manqul, mengerti benar masalah-masalah furu' dan ushul. Dan paling akhir, ia menyatakan bahwa ia berlindung diri kepada Allah 'azza wa jall dari 'ujub , bid'ah, dan kecenderungan mengikuti hawa nafsu dalam pendapat-pendapat kontroversial.13
Tafsir Ahkam al-Quran karya al-Kiya al-Harrasi tertulis dalam manuskrip besar yang terdapat dalam Dar al-Kutub al-Mishriyyah dan al-Maktabah al-Azhariyyah. Pada tahun 1974, kitab ini telah di-tahqiq oleh Musa Muhammad Ali dan 'Izzat Abdu 'Athiyyah, kemudian dicetak di Kairo oleh Dar al-Kutub al-Haditsah. Kitab ini juga dicetak oleh Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah Beirut pada tahun 1405 H/1985 M. Kitab ini berjumlah empat juz yang dibukukan dalam dua jilid, dengan ukuran 24 cm.14
Manhaj al- Kiya al- Harrasi dalam Tafsir Ahkam a/-Quran
Manhaj tafsir yang dilakukan oleh al-Kiya al-Harrasi adalah sebagai berikut : Pertama, mengemukakan surat persurat secara berurutan sesuai dengan urutannya dalam mushhaf; Kedua, Tafsir dilakukan dengan lebih dulu mengemukakan potongan ayat yang mengandung unsur hukum, dilanjutkan dengan penafsiran (lihat contoh). Kemudian, ia mengemukakan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya dan pendapat-pendapat ulama dalam hal itu; Ketiga, Dalam penafsirannya , al-Harrasi menggunakan hadits Rasulullah shallallah 'alaih wasallam, tafsir sahabat, dan tabi'in; kemudian ia mengungkapkan apa yang menurutnya tepat.
Keempat, Al-Harrasi juga mengemukakan permasalahan khilafiyyah yang terjadi antara madzhab Hanafi dan Syafi'i, dilengkapi dengan sanggahan dan komentar atas al-Jashshash dan argumentasinya. Dalam hal ini, al- Harrasi sering kali mengemukakan : 'Abu Hanifah berpendapat ......, sedangkan al-Syafi'i berbeda pendapat dengannya'; 'Abu Hanifah berpendapat ......, tetapi al-Syafi'i berpendapat ......'.15
Fanatisme al- Harrasi terhadap madzhab al-Syafi'i seringkali membawanya untuk menyatakan bahwa pendapat yang lain, khususnya Abu Hanifah, itu salah; maka seringkali ditemukan pernyataan bahwa 'pendapat ini tidak benar' setelah memaparkan pendapat Abu Hanifah.16 Kelima, Ayat-ayat yang dikemukakan oleh al-Harrasi dalam tafsirnya tidak hanya ayat-ayat yang mengandung unsur hukum fiqh saja, tetapi juga mengungkap penafsiran ayat-ayat yang mengandung permasalahan aqidah dan kalam.17
Keenam, Apabila mendapati isra 'iliyyat dalam riwayat yang menafsirkan suatu ayat, maka ia tidak memasukkannya dalam tafsirnya. Ia hanya mengutip apa yang menurutnya bisa dipertanggungjawabkan 18
Penafsiran al- Kiya al- Harrasi dalam Ahkam a/-Quran
Tafsir surat al-Nisa ayat 33 Firman Allah Swt.
وَلِكُلٍّ جَعَلْنَا مَوَالِيَ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدٰنِ وَالْاَقْرَبُوْنَ ۗ وَالَّذِيْنَ عَقَدَتْ اَيْمَانُكُمْ فَاٰتُوْهُمْ نَصِيْبَهُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدًا
lbnu Abbas dan Mujahid berpendapat bahwa kata J}I berarti 'ashabah. Al-Suday mengartikannya dengan ahli waris. Menurut al Harrasi, makna asal J}Iadalah orang yang berhak menjadi wali/ wakil atas sesuatu, yakni mewakilinya dalam bertasharruf. Kata J}I adalah kata bermakna ganda. Al-mu'tiq (orang yang membebaskan budak) disebut J}I, demikian juga al-mu'taq (budak yang dimerdekakan). al-Nashir (penolong) disebut juga J}I. Kata ini juga bisa digunakan untuk menyatakan 'anak paman' dan 'tetangga'.
Akhirnya, al Harrasi mengemukakan pendapatnya, bahwa kata JJ.1 dalam ayat
ini bermakna 'ashabah, berdasarkan hadits Rasulullah shallallah 'alaih wasallam : ):, J_,"Y..9 11+J1 \ l.. Hadits Riwayat al-Bukhari dan Muslim. 19
Tafsir Surat al-Baqarah ayat 68 Firman Allah subhanahu wa ta'ala : . Al-Harrasi mengaitkan ayat ini dengan ijtihad. Menurutnya, ayat ini menunjukkan kebolehan hukum ijtihad, juga kebolehan dalam mengikuti yang dhahir (jelas), meskipun ada kemungkinan bahwa yang batin (tidak terlihat) itu berlawanan dengannya.
Keistimewaan dan Kekurangan Tafsir Ahkam al-Quran
Keistimewaan Tafsir Ahkam al-Quran antara lain yakni (1) Hampir semua ayat yang menurut al-Harrasi mengandung unsur hukum diungkap dalam tafsir ini; bahkan, ayat-ayat yang secara sepintas (menurut kita) tidak berkaitan sama sekali dengan hukum, diungkap olehnya dan dijelaskannya unsur hukum yang terkandung dalam ayat itu, seperti dalam contoh di atas; (2)Penafsiran yang dilakukan merupakan penafsiran yang singkat, padat, dan mudah dipahami oleh para fuqaha, terutama fuqaha al-Syafi'i sehingga hal ini sangat membantu mereka untuk lebih memahami madzhabnya; (3) Al-Harrasi sangat hati-hati dalam menggunakan riwayat, sehingga riwayat yang ia gunakan sebagai argumentasi bisa dipertanggung-jawabkan. Hal ini tidak lepas dari keberadaannya sebagai muhaddits. (4) Dalam mendebat al-Jashshash, al-Harrasi tidak menggunakan bahasa yang terlalu kasar, tidak seperti al-Jashshash ketika mengkritik pendapat madzhab al-Syafi'i, atau lbn al-'Arabi ketika mengkritik pendapat al Syafi'i dan Abu Hanifah. Sifatnya yang pandai bicara dan bermulut manis menyebabkannya demikian. (5) M anhaj yang digunakannya adalah gabungan antara tafsir tematik, karena tidak membahas tema tema yang berkaitan dengan hukum saja; dan tafsir tahlili, karena ia membahas ayat-ayat secara berurutan sesuai dengan urutan surat surat, meskipun terkadang tidak mencantumkan ayat atau surat yang, menurutnya, tidak berkaitan dengan tema hukum.
Adapun Kekurangan pada Tafsir Ahkam al-Quran diantaranya (1) Pembahasan tidak sistematis, karena analisis yang dilakukan kurang jelas dan kurang mendalam sebagaimana dilakukan al-Qurthubi dalam al-Jami' Ii Ahkam al-Quran. (2) Penjelasan hukum yang dilakukan tafsir ini tidak luas; (3) Pembahasan sering diulang dengan terulangnya ayat senada dalam surat yang lain; (4) Pembahasan hanya pada masalah masalah yang terkait dengan ayat saja, dan lebih terfokus pada pendapat madzhab al-Syafi'i, meskipun itu berasal dari pendapat orang lain; (5) Sedikit sekali pembahasan tentang makna kosa kata sehingga tidak mudah untuk dipahami oleh pemula; (6) Dalam membahas ayat, yang dibahas hanya point tertentu, yakni hanya yang ada kaitannya dengan hukum saja; (6) Terlalu fanatik dengan kebenaran madzhab al-Syafi'i. (7) Fanatismenya terhadap madzhab al-Syafi'i seringkali menyebabkannya menyalahkan madzhab lain, khususnya madzhab Hanafi.
Penutup
Dari pembahasan sederhana di atas, dapat disimpulkan bahwa tafsir ini, terlepas dari berbagai kelebihan dan kekurangannya, merupakan sebuah karya besar dalam madzhab al-Syafi'i. Sayangnya, karya besar ini kurang mendapat perhatian, bahkan, dari kalangan ulama yang mengaku bernadzhab al-Syafi'i. Hal ini bisa dibuktikan dengan langkanya kajian khusus dalam tafsir ini di pesantren pesantren di Indonesia, khususnya di Jawa.
Fanatisme terhadap madzhab tertentu terkadang membawa kebaikan; akan tetapi, seringkali berakibat kurang baik, terutama dalam menggalang persatuan dan kesatuan umat. Kita tidak bisa mengklaim bahwa kitalah yang paling benar dan yang lain adalah salah; karena manusia tidak luput dari salah dan alpa.
FOOTNOTE
1 Istilah ini bukan berasal dari istilah Arab yang berarti 'orang besar
yang terkemuka di kalangan manu sia'. Lihat Wajayat al-Ayan
sebagaimana dikutip oleh Muhammad Hu sein al-Dzaliabi, al-Taftir wa
al-Mujassirun, Ttp, 1976, Jilid II, h. 444. Bandingkan dengan istilah
Kiai dalam istilah Jawa/ Indonesia.
2 Muhammad Ali Iyazi,
al-Mujassirun: Hayatuhum wa A1anhajuhum, Teheran: Muassasal1
al-Thiba'al1 wa al-Nasyr Wizarat al-Tsaqafal1 wa al-Irsyad al-Islami,
1414 H, h. 119. Liliat ju ga, Muhammad Hu sein al-Dzaliabi, al-Taftir wa
al-Mujassirun. h. 444.
3 Madrasah Nidhamiyyah adalah sebual1
lembaga pendidikan tinggi yang didirikan talrnn 1067 M/ 460 H di Baghdad
oleh Nidham al-Mulk, Perdana Menteri Dinasti Salajikal1pada masa
pemerintalian Alp Arsalan dan Sultan Maliksyal1(antara talrnn 1063 -
1092 M/ 456 - 486 H). Lihat, Kafrawi Ridwan (ed.), Ensiklopedi Islam,]
akarta: Ichtiar Barn Van Hoeve, 1995, h. 44 -45, lihat juga, Harun
Nasution (ed.), E nsiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992,
h. 742 - 743.
4 Muhammad Ali Iyazi, al-Mujassirun: Hayatuhum wa
Manhajuhum,h.119 Lihat juga, Muhammad Husein al-Dzahabi, al-Taftir wa
al-Mujassirun. h. 444.
5 Al-K..iya al-Harrasi, Ahkam al-Qumn, Beirut: Dar al-Ku tub al-Ilmiyyali, 1983, Jilid 1, h.9.
6
di samping sebab ini, juga dipengaruhi oleh situasi dan kondisi saat
itu. Madzhab al Syafi'i dan madzhab Abu Hanifal1 banyak dianu t di
Baghdad, Kufali, dan Bashral1 yang saat ini berada dalam satu wilayal1
geografis sebual1 negara. Para penganu t dua madzhab inipun saling
1ne1nperliliatkan fanatis1ne 1nereka dengan 1nadzhabnya, sehingga
1ne1nunculkan karya-karya yang membela masing-masing madzhabnya, seperti
Ahkam al-Qumn karya al-Jashshash dan Ahkam al Qumn karya al-K..iya
al-Harrasi ini.
7 Al-K..iya al-Harrasi, Ahkam al-Qumn, h.9.
8 Al-K.iya al-Harrasi, Ahkam al-Qumn, h.9.
9 Dalam jilid I Guz 1
dan 2), al-Harrasi hanya membalias tiga sura t, yakni: al-Baqarali, Ali
Imran, dan al-Nisa; sedangkan dalam jiid II Guz 3 dan 4) dibalias su
rat-surat lain yang berjumlal169 su rat. Dari data ini terlihat bal1wa
al-Harrasi tidak membahas semu a surat yang ada dalam mu shhaf, tetapi
hanya 1ne111ilih sura t-surat yang di dalainnya 'dianggap' mengandung
unsur hukmn. Hal ini ju ga dilakukai1nya pada pemilihai1ayat yang
dikemukakairnya, sehingga dalain satu su rat yai1g agak pai1j ai1g,
seperti surat al-Ra'd, ia hanya mengemukakai1satu ayat saj a yai1g
dibalias.
10 Muhammad Ali Iyazi, al-Mujassirun: Hayatuhum wa
Manhajuhum, h. 120. Liliat ju ga, Muhammad Hu sein al-Dzahabi, al-Tafsir
wa al-Mujassirun. h. 444. 11 Al-K..iya al-Harrasi, Ahkam al-Qumn, h. 2. 12 Al-K..iya al-Harrasi,
Ahkam al-Qumn, h. 3. 13 Al-K..iya al-Harrasi, Ahkam al-Qumn, h. 3.
14
Muhammad Ali Iyazi, al-Mujassirun: Hayatuhum wa Manhajuhum, h. 119.
Lihat ju ga, Muhammad Hu sei.t1 al-Dzaliabi, al-Tafsir wa
al-Mujassirun. h. 447.
15 Al-K.iya al-Harrasi,Ahkam al-Qumn, h. 121.
16 Contoh selengkapnya lihat al-K.iya al-Harrasi, Al-K.iya al-Harrasi, Ahkam al-Qumn, h. 135.
17 Muhammad Ali Iyazi, al-Mujassirun: Hayatuhum wa Manhajuhum, h. 119.
18 Muhammad Ali Iyazi, al-Mujassirun: Hayatuhum wa Manhajuhum, h. 122.
19 al-K.iya al-Harrasi,Ahkam al-Qumn, h. 444.
Pustaka Acuan
CD-Rom, al-Quran al-Karim, Versi 6.50, Sakhr, 1997
Dzahabi, Muhammad Husein, al-, al-Tafsir wa al-M ufassirun, Ttp: Tanpa Penerbit, 1976
Harrasi, Al-Kiya, al-, Ahkam al-Quran, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1983
Iyazi, Muhammad Ali, al-M ufassirun: Hayatuhum wa Manhajuhum, Teheran: Muassasah al-Thiba'ah wa al-Nasyr Wizarat al-Tsaqafah wa al-Irsyad al-Islami, 1414 H
Nasution, Hamn (ed.), Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992
Ridwan, Kafrawi (ed.), Ensiklopedi Islam, Jakarta: lchtiar Baru Van Hoeve, 1995
Credit: MANHAJ TAFSIR AL- KIYA AL- HARRASI DALAM AHKAM AL- QURAN
Oleh Muhammad Taufiki
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta JI. Ir. H. Juanda. No 95 Ciputat Tanggerang Selatan