Tafsir Ijmali

Tafsir ijmali yaitu menafsirkan Al-Qur' an secara singkat dan global. Dengan metode ini, mufassir berupaya menjelaskan makna-makna Al-Qur' an dengan

Tafsir Ijmali

Memahami kandungan Al-Qur' an merupakan kewajiban sekaligus kebutuhan, sebab hanya dengan pemahaman, al-Qur' an dapat diimplementasikan. Dalam konteks inilah, kehadiran sebuah tafsir terasa sangat diperlukan, apalagi Al­ Qur'an sarat dengan prinsip-prinsip pokok yang belum terjabar, aturan-aturan yang masih bersifat umum dan sebagainya.

Daftar Isi

  1. Sejarah Penafsiran Al-Qur'an
  2. Metode Tafsir Ijmali
  3. Syarat-Syarat Mufassir
  4. Kelebihan dan Kelemahan Metode Tafsir Ijmali
  5. Kitab Tafsir yang menggunakan Metode Tafsir Ijmali
  6. Contoh Metode Tafsir ljmali
  7. Kesimpulan
  8. Footnote
  9. Daftar Pustaka  
  10. Metode Tafsir
    1. Tafsir Ijmali
    2. Tafsir Tahlili 
    3. Tafsir Muqaran
    4. Tafsir Maudhui 
  11. Pendekatan Tafsir
    1. Tafsir Riwayah
    2. Tafsir Dirayah
  12. Corak Tafsir
    1. Tafsir Ilmi
    2. Tafsir Fiqhi
    3. Tafsir Lughawi
    4. Tafsir Sufi 
    5. Tafsir Falsafi
  13. Cara Konsultasi Agama
Sejarah Penafsiran Al-Qur'an

Pertumbuhan tafsir Al-Qur' an dimulai sejak dini, yaitu sejak zaman Rasulullah SAW, sebagai orang pertama yang menjelaskan Al-Qur' an dan menjelaskan kepada ummatnya akan wahyu yang diturunkan oleh Allah  SWT ke dalam hatinya. Pada masa itu tidak ada seorangpun dari sahabat yang berani menafsirkan Al-Qur' an, karena beliau masih berada ditengah­ tengah sahabatnya. Beliau sendirilah yang memikul beban dan menunaikan kewajiban sebagai al-Mufassir al-Awwal. Nabi memahami Al-Qur' an secara global dan terperinci. Dan adalah kewajibannya menjelaskannya kepada para sahabatnya. Firman Allah, yang artinya:

Dan kami turunkan kepadamu Az-Zikr agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan. (QS. An-Nahl: 44)

Para sahabat juga memahami Al-Qur' an karena diturunkan dalam bahasa Arab, bahasa mereka sendiri sekalipun mereka tidak memahami detail-detailnya 3, sehingga di sini letak peran Rasulullah untuk menafsirkan kata-kata yang asing bagi para sahabatnya, seperti dalam Surat al-Fatihah, para sahabat tidak mengetahui makna kata yang terkandung dalam ayat Ghair al­ maghdhubi 'alaihim wa la al-Dhalliin, sehingga Nabi menafsirkan kata al-Maghdhub dengan kaum Yahudi, dan kata al­ Dhallin dengan kaum Nashrani. Demikian contoh bagaimana Nabi menafsirkan makna kata-kata sulit yang tidak dipahami oleh para sahabatnya dengan menggunakan metode ijmali (singkat dan global).
Setelah beliau meninggal , para sahabat Nabi mengambil peran sebagai penafsir Al-Qur' an, diantara para sahabat tersebut adalah Abubakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas'ud, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka' ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa asy' ari, Abdullah bin Zubair. 4

Di luar 10 orang sahabat tersebut di atas, terdapat sahabat lain yang turut ambil bagian dalam menafsirkan Al-Qur' an, diantara para sahabat tersebut adalah Abu Hurairah, Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, dan ummul mukminin Aisyah ra. Penafsiran Al-Qur' an dari para sahabat nabi tersebut, diterima baik oleh para ulama Tabi'in di berbagai daerah Islam, yang menyebabkan munculnya kelompok-kelompok ahli tafsir di Mekkah, Madinah dan Iraq, seperti Mujahid , Atha' bin Abi Rayyah, Ikrimah, Said bin Zubair, Thawus, Zaid bin Aslam , Abdurrahman bin zaid, dan Malik bin Anas. 5

Generasi Tabi' Tabi'in meneruskan ilmu yang mereka terima dari kaum Tabi 'in, mereka mengumpulkan semua pendapat dan penafsiran Al-Qur' an yang dikemukakan  oleh  ulama terdahulu , kemudian mereka tuangkan dalam kitab tafsir, seperti yang dilakukan oleh Sufyan bin Uyainah, Waki ' bin al-Jarrah, Syu'bah bin al-Hajjaj , Yazid bin Harun, 'Abd bin Hamid , mereka itu merupakan pembuka jalan  bagi Ibnu Jarir Ath-Thabari 6  yang metodenya diikuti oleh hampir semua ahli tafsir. Pada zaman berikutnya para mufassir mulai mempunyai arah sendiri-sendiri yang berbeda dalam menafsirkan Al-Qur' an.7

Seiring dengan maraknya kemajuan ilmu pada akhir dinasti Bani Umayyah dan awal periode Bani abbasiyyah, tafsir lahir dan berkembang menjadi ilmu yang berdiri sendiri, terpisah dari Hadis. Sejak saat itu, kajian tafsir yang  membahas  seluruh  ayat  Al­ Qur' an, ditulis dan disusun sesuai dengan susunan yang terdapat dalam Mushaf. Usaha penulisan karya tafsir yang demikian selesai di tangan sekelompok ulama antara lain: Ibnu Majah, Ibnu Jarir ath-Thabari , al-Naisaburi, dan lain-lain. 8

Tafsir generasi m1 memuat riwayat-riwayat  yang disandarkan kepada Rasulullah , sahabat, tabi 'in dan tabi ' tabi 'in dan terkadang disertai dengan pentarjihan terhadap pendapat­ pendapat yang diriwayatkan dan istinbath sejumlah hukum serta penjelasan kedudukan kata jika diperlukan,  sebagaimana dilakukan oleh Ibn Jarir ath-Thabari.

Ilmu semakin berkembang pesat, pembukuannya mencapai kesempurnaan , cabang-cabangnya bermunculan , perbedaan pendapat terus meningkat, masalah-masalah kalam semakin berkobar , fanatisme mazhab menjadi serius dan ilmu filsafat rasional bercampur dengan ilmu naqli dan setiap golongan berupaya mendukung mazhab masing-masing , sehingga para mufassir dalam menafsirkan Al-Qur' an berpegang pada pemahaman pribadi dan mengarah  kepada  berbagai kecenderungan. Masing-masing mufassir memenuhi tafsirnya hanya dengan ilmu yang dikuasainya tanpa memperhatikan ilmu­ ilmu lainnya.

Pada masa selanjutnya, penulisan tafsir mengikuti pola di atas melalui upaya golongan muta' akhirin yang mengambil begitu saja penafsiran golongan mutaqaddimin , tetapi dengan cara meringkasnya di satu saat dan memberinya komentar di saat yang lain. Keadaan demikian berlanjut sampai lahirnya pola baru dalam disertai isnad (sumber-sumber riwayatnya) dan diperbandingkan untuk memperoleh penafsiran yang paling kuat dan tepat, selain itu juga terdapat kesimpulan-kesimpulan hokum dan diterangkan juga bentuk-bentuk l'rab (kedudukan kata-kata di dalam rangkaian kalimat yang menambah kejelasan makna. tafsir mu ' asir (modem), di mana sebagian  mufassir memperhatikan kebutuhan kontemporer di samping upaya penyingkapan asas-asas kehidupan social, prinsip-prinsip tasyri ' dan teori-teori ilmu pengetahuan dari kandungan teks sebagaimana terlihat dalam tafsir al-Jawahir, al-Manar dan al-Zilal.9

Sifat Al-Qur' an yang bersifat historis menyebabkan munculnya gagasan dan  teori hermeneutic (metode  penafsiran). Teori ini menjadi kerja-usaha yang sangat mendesak untuk dikembangkan dalam memahami makna dan etika legalnya dapat ditempatkan dalam keseluruhan (totalitas) yang padu. Bila manusia mau berpikir secara optimal dan memanfaatkan akal rasionalnya, ia akan menyadari bahwa  sesungguhnya berkah Al­ Qur' an yang teramat besar adalah pemikiran dan pemahaman maksud-maksud serta makna yang terkandung di dalamnya untuk kemudian mewujudkan gagasannya dalam perbuatan yang bersifat keagamaan dan keduniaan. 10

Metode Tafsir Ijmali
Tafsir secara bahasa  mengikuti wazan taf il, berasal dari akar kata al-fasr (f,s,r) yang berarti menjelaskan , menyingkap dan menampakkan atau menerangkan makna yang abstrak.  Kata kerjanya mengikuti wazan daraba yadribu dan nasara yansuru. Dikatakan fasara (asy-syai 'a) yafsiru dan yafsuru, fasran dan fassarahu  artinya abaanahu (menjelaskannya).

Kata at-Tafsir dan al-fasr mempunyai arti menjelaskan dan menyingkap yang tertutup. Dalam Lisanul Arab dinyatakan kata al-fasr berarti menyingkap sesuatu yang tertutup, sedang kata at­ tafsir berarti menyingkapkan maksud sesuatu lafaz yang musykil , pelik.

Tafsir secara Bahasa berarti menerangkan dan menjelaskan. 11  Al-Qaththan menjelaskan bahwa arti tafsir secara Bahasa adalah menyingkap. 12

Tafsir menurut istilah, sebagaimana didefinisikan Abu Rayyan ialah Ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafaz­ lafaz Al-Qur' an, tentang petunjuk-petunjuknya , hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun dan  makna­ makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun serta hal-hal lain yang melengkapinya. 13

Pengertian tafsir mengandung arti, pengetahuan atau ilmu yang berkenaan dengan kandungan Al-Qur' an dan ilmu-ilmu yang dipergunakan untuk  memperolehnya , atau sebagai cara kerja ilmiah untuk mengeluarkan pengertian-pengertian , hukum-hukum dan hikmah-hikmah yang terkandung dalam Al-Qur' an.

Tafsir menurut Ali Shabuni adalah ilmu yang digunakan untuk memahami kitab  Allah yang diturunkan  kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengetahui penjelasan makna-maknanya serta hukum-hukum dan hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya. 14

Tafsir Al-Qur' an adalah penj elasan tentang maksud firman Allah sesuai kemampuan manusia. Kemampuan itu bertingkat­ tingkat, sehingga apa yang dicema atau diperoleh seorang mufassir dari Al-Qur ' an bertingkat-tingkat pula. 15 Menafsirkan Al-Qur' an merupakan usaha sungguh-sungguh yang dikerahkan oleh seorang mufassir untuk memahami dan mendalami kandungan-kandungan dan berbagai aspek yang terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur' an. 16

Mufassir dituntut untuk menjelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur' an sejalan dengan perkembangan masyarakatnya , sehingga Al-Qur' an dapat benar-benar berfungsi sebagai petunjuk, pemisah antara yang haq dan yang batil , serta jalan keluar bagi problema kehidupan yang dihadapi. Di samping itu, mufassir dituntut pula untuk menghapus kesalahpahaman terhadap Al-Qur' an atau kandungan ayat-ayatnya, sehingga pesan-pesan Al-Qur' an dapat diterapkan sepenuh hati dalam kehidupan pribadi dan masyarakat. 17

Tafsir ijmali yaitu menafsirkan Al-Qur' an secara singkat dan global. Dengan metode ini, mufassir berupaya menjelaskan makna-makna Al-Qur' an dengan uraian singkat dan bahasa yang mudah sehingga dapat dipahami oleh semua orang, mulai dari orang yang berpengetahuan luas sampai orang yang berpengetahuan sekadarnya. Hal ini dilakukan terhadap ayat per ayat dan surat per surat sesuai dengan urutannya dalam mushaf sehingga tampak keterkaitan antara makna satu ayat dan ayat yang lain, antara satu surat dengan surat yang lain.

Dengan metode ini, mufassir berupaya pula menafsirkan kosa kata Al-Qur' an dengan kosa kata yang ada dalam Al-Qur' an sendiri, sehingga para pembaca yang melihat uraian tafsirnya tidak jauh dari konteks Al-Qur' an, tidak keluar dari muatan makna yang dikandung oleh kosakata serupa dalam Al-Qur' an, dan adanya keserasian antara bagian Al-Qur' an yang satu dan bagian yang lain. Metode ini lebih jelas dan lebih mudah dipahami para pembaca.

Ketika menggunakan metode m1, para  mufassir menjelaskan Al-Qur' an dengan bantuan  Asbab  Al-Nuzul , peristiwa sejarah, Hadis Nabi, atau pendapat ulama. 18

Para pakar menganggap bahwa metode ijmali merupakan metode yang pertama kali lahir dalam sejarah perkembangan metodologi tafsir. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pada era Nabi SAW.dan para sahabat, persoalan Bahasa, teruatama Bahasa Arab bukanlah menjadi penghambat dalam memahami al­ Qur' an. Tidak saja karena mayoritas sahabat adalah orang Arab dan ahli Bahasa Arab, tetapi juga mereka mengetahui secara baik latar belakang turunnya (asbab al-Nuzul) ayat dan bahkan menyaksikan serta terlibat langsung dalam situasi dan  kondisi umat islam ketika ayat Al-Qur' an turun.
Realitas sejarah yang demikian sangat kondusif dalam menyuburkan persemaian metode Ijmali, karena sahabat tidak memerlukan penjelasan yang rinci dari Nabi, tetapi cukup dengan isyarat dan uraian sederhana, sebagaimana yang dilakukan beliau ketika  menafsirkan  kata  Zulm  dengan  Syirk.  Boleh  dikatakan bahwa pada awal-awal islam metode ijmali menjadi satu-satunya opsi dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur' an. Prosedur metode Ijmali yang praktis dan mudah dipahami rupanya turut memotivasi ulama tafsir belakangan untuk menulis karya tafsir dengan menerapkan metode ini. Di antara mereka adalah Jalal al­ Din al-Mahalli (w.864H) dan Jalal al-Din al-Suyuthi (w.911 H) yang mempublikasikan kitab tafsir yang sangat popular dengan judul tafsir al-Jalalain. Lebih j auh, akar dari metode penafsiran ini barangkali merujuk pada karya tafsir yang diatributkan kepada sahabat ' Abd Allah bin Abbas, Tanwir al-Miqbas fi Tafsir ibn Abbas, yang ditulis oleh al-Fairuzzabady (w.1414 M). 19

Langkah-langkah yang ditempuh para mufassir dalam penafsiran metode Ijmali:
1.    Membahas ayat demi ayat sesuai dengan urutan yang tertuang dalam mushaf.
2.    Mengemukakan arti global yang dimaksud oleh ayat tersebut
3.    Makna yang diutarakan biasanya diletakkan di dalam rangkaian ayat (ayat diletakkan di antara dua tanda kurung, sementara tafsirnya diletakkan di luar tanda kurung tersebut) atau menurut pola yang diakui oleh jumhur Ulama dan mudah dipahami semua orang.
4.    Bahasa yang digunakan, diupayakan lafaznya  mirip bahkan sama dengan lafaz yang digunakan Al-Qur'an (dalam bentuk sinonim).20

Syarat-Syarat Mufassir
Untuk menafsirkan  Al-Qur' an, seorang mufassir setidaknya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut, diantaranya:
1.    Akidah yang benar, sebab aqidah sangat berpengaruh terhadap jiwa pemiliknya dan seringkali mendorongnya untuk mengubah Nash dan berkhianat dalam penyampaian berita.
2.    Bersih dari hawa nafsu, sebab hawa nafsu akan mendorong pemiliknya untuk membela kepentingan mazhabnya.
3.    Menafsirkan lebih dahulu Al-Qur' an dengan Al-Quran , karena sesuatu yang global pada satu tempat telah diperinci di tempat lain dan sesuatu yang dikemukakan secara ringkas di suatu tempat telah diuraikan di tempat lain.
4.    Mencari   penafsiran   dari   Sunnah,  karena   sunnah  berfungsi sebagai pensyarah al-Qur' an.
5.    Mencari penafsiran para sahabat
6.    Mencari penafsiran para tabi 'in (generasi setelah sahabat)
7.    Pengetahuan bahasa Arab dengan segala cabangnya.
8.    Pengetahuan tentang pokok-pokok ilmu yang berkaitan dengan al-Qur' an seperti ilmu qira' ah
9.    Pemahaman yang cermat sehingga  mufassir  dapat mengukuhkan sesuatu makna atas yang lain atau menyimpulkan makna yang sejalan dengan nash-nash syari' at.2 1

Kelebihan dan Kelemahan Metode Tafsir Ijmali
Tafsir sebagai produk pemahaman manusia terhadap teks ayat-ayat Al-Qur' an, tentu tidak lepas dari kelebihan dan kelemahannya , demikian juga dengan metode tafsir Ijmali, pasti memiliki kelebihan  dan kelemahan yang kalau kita analisa akan saling melengkapi antara yang satu dengan yang lainnya. Berikut kelebihan dan kelemahan metode tafsir Ijmali:
1.    Kelebihan
a.    Memiliki karakter yang simplistis dan mudah dimengerti
b.    Tidak mengandung elemen penafsiran israiliyat
c.    Lebih mendekati bahasa Al-Qur' an
2.    Kelemahan
a.    Menjadikan petunjuk Al-Quran bersifat parsial
b.    Tidak membuka ruang untuk mengemukakan analisis yang memadai. 22

Kitab Tafsir yang menggunakan Metode Tafsir Ijmali
Di  antara  kitab  Tafsir  yang  menggunakan  metode  m1
adalah sebagai berikut:
1.    Tafsir Al-jalalain, karya Jalal al-Din al-Suyuthi dan Jalal al­ Din al-Mahally.
2.    Tafsir Al-Qur 'anal-Azhim karya Muhammad Farid Wajdi.
3.    Shafaah al-bayan    li  Ma 'any  Al-Qur 'an  karya    Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf
4.    Tanwir al-Miqbas min tafsir Jbnu Abbas   karya Ibnu Abbas
yang dihimpun al-Fairuz abady
5.    Tafsir al-Wasith, produk lembaga  Pengkajian Universitas al­ Azhar Mesir, karya suatu komite Ulama
6.    Al-Tafsir al-Muyassar karya Syaikh Abd al-jalil Isa
7.    Al-Tafsir al-Mukhtashar, produk Majelis Tinggi Urusan Umat Islam, karya  suatu komite ulama. 23

Contoh Metode Tafsir ljmali
Contoh penafsiran Ijmali dapat kita lihat pada tafsir al Jalalain, yang hanya membutuhkan beberapa baris saja saat menafsirkan lima ayat pertama di dalam surat al Baqarah. Al Jalalain saat menafsirkan Firman Allah QS al-Baqarah I memaparkan '\JI" misalnya dia berkata Allah Yang Maha Tahu maksudnya.

Demikian  pula  halnya   saat  menafsirkan  Firman  Allah "yt.:iS.ll" hanya menyatakan yang dibaca oleh Muhammad SAW. " 'i '-:-l:l../' ( la syakka) berfungsi sebagai predikat dan subjeknya adalah '\.s" ."2111" berfumgsi sebagai predikat kedua bagi "2111 " yang   mengandung    arti   memberi   petunjuk   bagi   orang  yang bertaqwa.
Dapat kita lihat dalam kitab Tafsir Al-Qur' an, Tanwir al­ Miqbas min Tafsir Jbnu Abbas  yang dihimpun al-Fairuzabady:

Kesimpulan
Metode Tafsir Ijmali merupakan salah satu metode untuk menafsirkan ayat-ayat Al-Qur' an agar dapat dipahami maknanya oleh umat Islam, agar jangan sampai Al-Qur' an yang merupakan firman Allah tidak dapat diaktualisasikan oleh umat yang meyakininya sebagai petunjuk dan pedoman dalam hidup dan kehidupannya.
Metode tafsir Ijmali adalah metode tafsir yang telah digunakan oleh Nabi Muhammad sebagai al-Mufassir al-Awwal untuk menafsirkan al-Qur' an dengan cara singkat dan global, metode ini digunakan agar pesan yang tersirat dalam ayat-ayat al­ Qur' an dapat dipahami dengan mudah dan gampang oleh umat Islam.

FOOTNOTE

2 Alimin Mesra dkk, Ulumul Qur 'an, (Jakarta : PSW UIN Jakarta, 2005), 215-216

3 Manna Khalil al-Qaththan, Studi llmu-ilmu Al-Qur 'an, (Bogor: Litera antar Nusa, 2013), 469.
4  Subhi Ash-Shalih, Mabahits Ji Ulumil Qur 'an, (Beirut: Darul llm Iii
malayin, 1985), 289
5 Subhi Ash-Shalih, Mabahits Ji Ulumil Qur 'an ..........., 290.
6 Kitab Jaami'ul bayan Ji taJsiril Qur 'an karya lbnu Jarir Ath-Thabari dikatakan sebagai kitab tafsir bil ma'tsur terbaik, keistimewaannya antara lain: mengetengahkan  penafsiran  para  sahabat  Nabi  dan  kaum  Tabi'in  selalu metodenya diikuti oleh hampir semua ahli tafsir. Pada zaman berikutnya para mufassir mulai mempunyai arah sendiri-sendiri yang berbeda dalam menafsirkan Al-Qur' an.7
 7 Subhi Ash-Shalih, Mabahits Ji Ulumil Qur'an..........., 290
8 Alimin Mesra, Ulumul Qur'an, ................... , 220
9  Manna Khalil al-Qaththan, Studi llmu-ilmu Al-Qur'an,  (Bogor: Litera antar Nusa, 2013), 477-478.
10 Ahmad lzzan, Ulumul Qur'an, (Bandung: Tafakur, 2013), 241-242
11 Adib bisri dan Munawir AF, Al Bisri kamus Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1999), 568.
12  Manna Khalil Al-Qaththan, Studi ilmu-1/ mu Al-Quran, Terj, ( Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2008), 457. 

13 Manna Khalil al-Qaththan, Studi llmu-ilmu Al-Qur'an, (Bogor : Litera antar Nusa, 2013), 455-456 lihat juga Muhammad Husain Az-Zahabi, at-Tafsir wa al-Mufassirun, 12
14 Muhammad Ali Ash-Shabuni ,At-Tibyan fi Ulumil Qur'an, (Jakarta: Dar
Al-Kutub Al-lslamiyah , 2003), 65.
15 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2001), vii
16 Ahmad Thib Raya, Rasionalitas Bahasa al-Qur'an, (Jakarta : Fikra Publishing, 2006), 3-4.

17 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah ........, viii.
18  Abdul  Hayy Al-Farmawi,  Metode  Tafsir M audhu '/  (ter), (Bandung: Pustaka setia, 2002), 38.
19 Ahmad Syukri Saleh, Metodo/ogi Tafsir Al-Qur'an Kontemporer dalam pandangan Fazlur Rahman, (Jakarta: Sulthan Thaha Press, 2007), 47-48.
20 Ahmad Syukri Saleh, Metodo/ogi Tafsir Al-Qur'an Kontemporer dalam pandangan Fazlur Rahman, (Jakarta: Sulthan Thaha Press, 2007), 48
21 Manna Khalil al-Qaththan, Studi llmu-ilmu Al-Qur'an , (Bogor: Litera antar Nusa, 2013), 462-465. Lihat juga Dr. Thameem ushama, Metodologi Tafsir Al-Qur'an,  31-33.
22 Ahmad Syukri Saleh, Metodo/ogi Tafsir Al-Qur 'an Kontemporer dalam pandangan Fazlur Rahman, (Jakarta: Sulthan Thaha Press, 2007), 49
23 Ahmad Syukri Saleh, Metodo/ogi Tafsir Al-Qur'an Kontemporer do/am pandangan Fazlur Rahman, (Jakarta: Sulthan Thaha Press, 2007), 48


DAFTAR PUSTAKA

Al-Farmawi , Abdul Hayy, Metode Tafsir Maudhu 1 (ter), Bandung: Pustaka setia, 2002.
al-Qaththan, Manna  Khalil, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur 'an, Bogor: Litera antar  Nusa, 2013.
Ash-Shalih , Subhi, Mabahits fl Ulumil Qur 'an, Beirut: Darul Ilm lil malayin, 1985.
Ash-Shabuni ,  Muhammad   Ali,  At-Tibyan  fl  Ulumil  Qur 'an,
Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah , 2003
Izzan, Ahmad , Ulumul Qur' an, Bandung: Tafakur, 2013.
Mesra, Alimin, dkk, Ulumul Qur 'an, Jakarta: PSW UIN Jakarta, 2005.
Saleh, Ahmad Syukri, Metodologi Tafsir Al-Qur' an Kontemporer dalam pandangan Fazlur Rahman, (Jakarta: Sulthan Thaha Press, 2007), 4
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2001.
Thib Raya, Ahmad , Rasionalitas Bahasa al-Qur 'an, Jakarta: Fikra Publishing, 2006.
Ushama, Thameem, Methodologies of the Quranic Exegesis (terj), (Jakarta: Riora Cipta, 2000.

Credit: Judul asli artikel ini adalah TAFSIR IJMALI SEBAGAI METODE TAFSIR RASULULLAH
Oleh Muhammad Mutawali

LihatTutupKomentar