Tafsir Ijmali
Memahami kandungan Al-Qur' an merupakan kewajiban sekaligus kebutuhan, sebab hanya dengan pemahaman, al-Qur' an dapat diimplementasikan. Dalam konteks inilah, kehadiran sebuah tafsir terasa sangat diperlukan, apalagi Al Qur'an sarat dengan prinsip-prinsip pokok yang belum terjabar, aturan-aturan yang masih bersifat umum dan sebagainya.
Daftar Isi
- Sejarah Penafsiran Al-Qur'an
- Metode Tafsir Ijmali
- Syarat-Syarat Mufassir
- Kelebihan dan Kelemahan Metode Tafsir Ijmali
- Kitab Tafsir yang menggunakan Metode Tafsir Ijmali
- Contoh Metode Tafsir ljmali
- Kesimpulan
- Footnote
- Daftar Pustaka
- Metode Tafsir
- Pendekatan Tafsir
- Tafsir Riwayah
- Tafsir Dirayah
- Corak Tafsir
-
Cara Konsultasi Agama
Pertumbuhan tafsir Al-Qur' an dimulai sejak dini, yaitu sejak zaman Rasulullah SAW, sebagai orang pertama yang menjelaskan Al-Qur' an dan menjelaskan kepada ummatnya akan wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT ke dalam hatinya. Pada masa itu tidak ada seorangpun dari sahabat yang berani menafsirkan Al-Qur' an, karena beliau masih berada ditengah tengah sahabatnya. Beliau sendirilah yang memikul beban dan menunaikan kewajiban sebagai al-Mufassir al-Awwal. Nabi memahami Al-Qur' an secara global dan terperinci. Dan adalah kewajibannya menjelaskannya kepada para sahabatnya. Firman Allah, yang artinya:
Dan kami turunkan kepadamu Az-Zikr agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan. (QS. An-Nahl: 44)
Para sahabat juga memahami Al-Qur' an karena diturunkan dalam bahasa Arab,
bahasa mereka sendiri sekalipun mereka tidak memahami detail-detailnya 3,
sehingga di sini letak peran Rasulullah untuk menafsirkan kata-kata yang asing
bagi para sahabatnya, seperti dalam Surat al-Fatihah, para sahabat tidak
mengetahui makna kata yang terkandung dalam ayat Ghair al maghdhubi 'alaihim
wa la al-Dhalliin, sehingga Nabi menafsirkan kata al-Maghdhub dengan kaum
Yahudi, dan kata al Dhallin dengan kaum Nashrani. Demikian contoh bagaimana
Nabi menafsirkan makna kata-kata sulit yang tidak dipahami oleh para
sahabatnya dengan menggunakan metode ijmali (singkat dan global).
Setelah
beliau meninggal , para sahabat Nabi mengambil peran sebagai penafsir Al-Qur'
an, diantara para sahabat tersebut adalah Abubakar, Umar bin Khattab, Utsman
bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas'ud, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka'
ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa asy' ari, Abdullah bin Zubair. 4
Di luar 10 orang sahabat tersebut di atas, terdapat sahabat lain yang turut ambil bagian dalam menafsirkan Al-Qur' an, diantara para sahabat tersebut adalah Abu Hurairah, Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, dan ummul mukminin Aisyah ra. Penafsiran Al-Qur' an dari para sahabat nabi tersebut, diterima baik oleh para ulama Tabi'in di berbagai daerah Islam, yang menyebabkan munculnya kelompok-kelompok ahli tafsir di Mekkah, Madinah dan Iraq, seperti Mujahid , Atha' bin Abi Rayyah, Ikrimah, Said bin Zubair, Thawus, Zaid bin Aslam , Abdurrahman bin zaid, dan Malik bin Anas. 5
Generasi Tabi' Tabi'in meneruskan ilmu yang mereka terima dari kaum Tabi 'in,
mereka mengumpulkan semua pendapat dan penafsiran Al-Qur' an yang
dikemukakan oleh ulama terdahulu , kemudian mereka tuangkan dalam
kitab tafsir, seperti yang dilakukan oleh Sufyan bin Uyainah, Waki ' bin
al-Jarrah, Syu'bah bin al-Hajjaj , Yazid bin Harun, 'Abd bin Hamid , mereka
itu merupakan pembuka jalan bagi Ibnu Jarir Ath-Thabari 6 yang
metodenya diikuti oleh hampir semua ahli tafsir. Pada zaman berikutnya para
mufassir mulai mempunyai arah sendiri-sendiri yang berbeda dalam menafsirkan
Al-Qur' an.7
Seiring dengan maraknya kemajuan ilmu pada akhir dinasti Bani Umayyah dan awal periode Bani abbasiyyah, tafsir lahir dan berkembang menjadi ilmu yang berdiri sendiri, terpisah dari Hadis. Sejak saat itu, kajian tafsir yang membahas seluruh ayat Al Qur' an, ditulis dan disusun sesuai dengan susunan yang terdapat dalam Mushaf. Usaha penulisan karya tafsir yang demikian selesai di tangan sekelompok ulama antara lain: Ibnu Majah, Ibnu Jarir ath-Thabari , al-Naisaburi, dan lain-lain. 8
Tafsir generasi m1 memuat riwayat-riwayat yang disandarkan kepada Rasulullah , sahabat, tabi 'in dan tabi ' tabi 'in dan terkadang disertai dengan pentarjihan terhadap pendapat pendapat yang diriwayatkan dan istinbath sejumlah hukum serta penjelasan kedudukan kata jika diperlukan, sebagaimana dilakukan oleh Ibn Jarir ath-Thabari.
Ilmu semakin berkembang pesat, pembukuannya mencapai kesempurnaan , cabang-cabangnya bermunculan , perbedaan pendapat terus meningkat, masalah-masalah kalam semakin berkobar , fanatisme mazhab menjadi serius dan ilmu filsafat rasional bercampur dengan ilmu naqli dan setiap golongan berupaya mendukung mazhab masing-masing , sehingga para mufassir dalam menafsirkan Al-Qur' an berpegang pada pemahaman pribadi dan mengarah kepada berbagai kecenderungan. Masing-masing mufassir memenuhi tafsirnya hanya dengan ilmu yang dikuasainya tanpa memperhatikan ilmu ilmu lainnya.
Pada masa selanjutnya, penulisan tafsir mengikuti pola di atas melalui upaya golongan muta' akhirin yang mengambil begitu saja penafsiran golongan mutaqaddimin , tetapi dengan cara meringkasnya di satu saat dan memberinya komentar di saat yang lain. Keadaan demikian berlanjut sampai lahirnya pola baru dalam disertai isnad (sumber-sumber riwayatnya) dan diperbandingkan untuk memperoleh penafsiran yang paling kuat dan tepat, selain itu juga terdapat kesimpulan-kesimpulan hokum dan diterangkan juga bentuk-bentuk l'rab (kedudukan kata-kata di dalam rangkaian kalimat yang menambah kejelasan makna. tafsir mu ' asir (modem), di mana sebagian mufassir memperhatikan kebutuhan kontemporer di samping upaya penyingkapan asas-asas kehidupan social, prinsip-prinsip tasyri ' dan teori-teori ilmu pengetahuan dari kandungan teks sebagaimana terlihat dalam tafsir al-Jawahir, al-Manar dan al-Zilal.9
Sifat Al-Qur' an yang bersifat historis menyebabkan munculnya gagasan
dan teori hermeneutic (metode penafsiran). Teori ini menjadi
kerja-usaha yang sangat mendesak untuk dikembangkan dalam memahami makna dan
etika legalnya dapat ditempatkan dalam keseluruhan (totalitas) yang padu. Bila
manusia mau berpikir secara optimal dan memanfaatkan akal rasionalnya, ia akan
menyadari bahwa sesungguhnya berkah Al Qur' an yang teramat besar
adalah pemikiran dan pemahaman maksud-maksud serta makna yang terkandung di
dalamnya untuk kemudian mewujudkan gagasannya dalam perbuatan yang bersifat
keagamaan dan keduniaan. 10
Metode Tafsir Ijmali
Tafsir secara bahasa mengikuti wazan taf il, berasal dari akar
kata al-fasr (f,s,r) yang berarti menjelaskan , menyingkap dan menampakkan
atau menerangkan makna yang abstrak. Kata kerjanya mengikuti wazan
daraba yadribu dan nasara yansuru. Dikatakan fasara (asy-syai 'a) yafsiru dan
yafsuru, fasran dan fassarahu artinya abaanahu (menjelaskannya).
Kata at-Tafsir dan al-fasr mempunyai arti menjelaskan dan menyingkap yang tertutup. Dalam Lisanul Arab dinyatakan kata al-fasr berarti menyingkap sesuatu yang tertutup, sedang kata at tafsir berarti menyingkapkan maksud sesuatu lafaz yang musykil , pelik.
Tafsir secara Bahasa berarti menerangkan dan menjelaskan. 11 Al-Qaththan
menjelaskan bahwa arti tafsir secara Bahasa adalah menyingkap. 12
Tafsir
menurut istilah, sebagaimana didefinisikan Abu Rayyan ialah Ilmu yang membahas
tentang cara pengucapan lafaz lafaz Al-Qur' an, tentang petunjuk-petunjuknya
, hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun dan
makna makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun serta hal-hal lain yang
melengkapinya. 13
Pengertian tafsir mengandung arti, pengetahuan atau ilmu yang berkenaan dengan kandungan Al-Qur' an dan ilmu-ilmu yang dipergunakan untuk memperolehnya , atau sebagai cara kerja ilmiah untuk mengeluarkan pengertian-pengertian , hukum-hukum dan hikmah-hikmah yang terkandung dalam Al-Qur' an.
Tafsir menurut Ali Shabuni adalah ilmu yang digunakan untuk memahami kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengetahui penjelasan makna-maknanya serta hukum-hukum dan hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya. 14
Tafsir Al-Qur' an adalah penj elasan tentang maksud firman Allah sesuai kemampuan manusia. Kemampuan itu bertingkat tingkat, sehingga apa yang dicema atau diperoleh seorang mufassir dari Al-Qur ' an bertingkat-tingkat pula. 15 Menafsirkan Al-Qur' an merupakan usaha sungguh-sungguh yang dikerahkan oleh seorang mufassir untuk memahami dan mendalami kandungan-kandungan dan berbagai aspek yang terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur' an. 16
Mufassir dituntut untuk menjelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur' an sejalan dengan perkembangan masyarakatnya , sehingga Al-Qur' an dapat benar-benar berfungsi sebagai petunjuk, pemisah antara yang haq dan yang batil , serta jalan keluar bagi problema kehidupan yang dihadapi. Di samping itu, mufassir dituntut pula untuk menghapus kesalahpahaman terhadap Al-Qur' an atau kandungan ayat-ayatnya, sehingga pesan-pesan Al-Qur' an dapat diterapkan sepenuh hati dalam kehidupan pribadi dan masyarakat. 17
Tafsir ijmali yaitu menafsirkan Al-Qur' an secara singkat dan global. Dengan metode ini, mufassir berupaya menjelaskan makna-makna Al-Qur' an dengan uraian singkat dan bahasa yang mudah sehingga dapat dipahami oleh semua orang, mulai dari orang yang berpengetahuan luas sampai orang yang berpengetahuan sekadarnya. Hal ini dilakukan terhadap ayat per ayat dan surat per surat sesuai dengan urutannya dalam mushaf sehingga tampak keterkaitan antara makna satu ayat dan ayat yang lain, antara satu surat dengan surat yang lain.
Dengan metode ini, mufassir berupaya pula menafsirkan kosa kata Al-Qur' an dengan kosa kata yang ada dalam Al-Qur' an sendiri, sehingga para pembaca yang melihat uraian tafsirnya tidak jauh dari konteks Al-Qur' an, tidak keluar dari muatan makna yang dikandung oleh kosakata serupa dalam Al-Qur' an, dan adanya keserasian antara bagian Al-Qur' an yang satu dan bagian yang lain. Metode ini lebih jelas dan lebih mudah dipahami para pembaca.
Ketika menggunakan metode m1, para mufassir menjelaskan Al-Qur' an dengan bantuan Asbab Al-Nuzul , peristiwa sejarah, Hadis Nabi, atau pendapat ulama. 18
Para pakar menganggap bahwa metode ijmali merupakan metode yang pertama kali
lahir dalam sejarah perkembangan metodologi tafsir. Hal ini didasarkan pada
kenyataan bahwa pada era Nabi SAW.dan para sahabat, persoalan Bahasa,
teruatama Bahasa Arab bukanlah menjadi penghambat dalam memahami al Qur' an.
Tidak saja karena mayoritas sahabat adalah orang Arab dan ahli Bahasa Arab,
tetapi juga mereka mengetahui secara baik latar belakang turunnya (asbab
al-Nuzul) ayat dan bahkan menyaksikan serta terlibat langsung dalam situasi
dan kondisi umat islam ketika ayat Al-Qur' an turun.
Realitas
sejarah yang demikian sangat kondusif dalam menyuburkan persemaian metode
Ijmali, karena sahabat tidak memerlukan penjelasan yang rinci dari Nabi,
tetapi cukup dengan isyarat dan uraian sederhana, sebagaimana yang dilakukan
beliau ketika menafsirkan kata Zulm dengan
Syirk. Boleh dikatakan bahwa pada awal-awal islam metode ijmali
menjadi satu-satunya opsi dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur' an. Prosedur
metode Ijmali yang praktis dan mudah dipahami rupanya turut memotivasi ulama
tafsir belakangan untuk menulis karya tafsir dengan menerapkan metode ini. Di
antara mereka adalah Jalal al Din al-Mahalli (w.864H) dan Jalal al-Din
al-Suyuthi (w.911 H) yang mempublikasikan kitab tafsir yang sangat popular
dengan judul tafsir al-Jalalain. Lebih j auh, akar dari metode penafsiran ini
barangkali merujuk pada karya tafsir yang diatributkan kepada sahabat ' Abd
Allah bin Abbas, Tanwir al-Miqbas fi Tafsir ibn Abbas, yang ditulis oleh
al-Fairuzzabady (w.1414 M). 19
Langkah-langkah yang ditempuh para mufassir dalam penafsiran metode Ijmali:
1.
Membahas ayat demi ayat sesuai dengan urutan yang tertuang dalam mushaf.
2.
Mengemukakan arti global yang dimaksud oleh ayat tersebut
3.
Makna yang diutarakan biasanya diletakkan di dalam rangkaian ayat (ayat
diletakkan di antara dua tanda kurung, sementara tafsirnya diletakkan di luar
tanda kurung tersebut) atau menurut pola yang diakui oleh jumhur Ulama dan
mudah dipahami semua orang.
4. Bahasa yang digunakan,
diupayakan lafaznya mirip bahkan sama dengan lafaz yang digunakan
Al-Qur'an (dalam bentuk sinonim).20
Syarat-Syarat Mufassir
Untuk menafsirkan Al-Qur' an, seorang mufassir setidaknya harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut, diantaranya:
1.
Akidah yang benar, sebab aqidah sangat berpengaruh terhadap jiwa pemiliknya
dan seringkali mendorongnya untuk mengubah Nash dan berkhianat dalam
penyampaian berita.
2. Bersih dari hawa nafsu, sebab
hawa nafsu akan mendorong pemiliknya untuk membela kepentingan mazhabnya.
3.
Menafsirkan lebih dahulu Al-Qur' an dengan Al-Quran , karena sesuatu yang
global pada satu tempat telah diperinci di tempat lain dan sesuatu yang
dikemukakan secara ringkas di suatu tempat telah diuraikan di tempat lain.
4.
Mencari penafsiran dari Sunnah,
karena sunnah berfungsi sebagai pensyarah al-Qur' an.
5.
Mencari penafsiran para sahabat
6. Mencari penafsiran
para tabi 'in (generasi setelah sahabat)
7. Pengetahuan
bahasa Arab dengan segala cabangnya.
8. Pengetahuan
tentang pokok-pokok ilmu yang berkaitan dengan al-Qur' an seperti ilmu qira'
ah
9. Pemahaman yang cermat sehingga
mufassir dapat mengukuhkan sesuatu makna atas yang lain atau
menyimpulkan makna yang sejalan dengan nash-nash syari' at.2 1
Kelebihan dan Kelemahan Metode Tafsir Ijmali
Tafsir sebagai produk pemahaman manusia terhadap teks ayat-ayat Al-Qur'
an, tentu tidak lepas dari kelebihan dan kelemahannya , demikian juga dengan
metode tafsir Ijmali, pasti memiliki kelebihan dan kelemahan yang kalau
kita analisa akan saling melengkapi antara yang satu dengan yang lainnya.
Berikut kelebihan dan kelemahan metode tafsir Ijmali:
1.
Kelebihan
a. Memiliki karakter yang simplistis dan
mudah dimengerti
b. Tidak mengandung elemen penafsiran
israiliyat
c. Lebih mendekati bahasa Al-Qur' an
2.
Kelemahan
a. Menjadikan petunjuk Al-Quran bersifat
parsial
b. Tidak membuka ruang untuk mengemukakan
analisis yang memadai. 22
Kitab Tafsir yang menggunakan Metode Tafsir Ijmali
Di antara kitab Tafsir yang
menggunakan metode m1
adalah sebagai berikut:
1.
Tafsir Al-jalalain, karya Jalal al-Din al-Suyuthi dan Jalal al Din
al-Mahally.
2. Tafsir Al-Qur 'anal-Azhim karya Muhammad
Farid Wajdi.
3. Shafaah al-bayan
li Ma 'any Al-Qur 'an karya Syaikh
Hasanain Muhammad Makhluf
4. Tanwir al-Miqbas min
tafsir Jbnu Abbas karya Ibnu Abbas
yang dihimpun al-Fairuz
abady
5. Tafsir al-Wasith, produk lembaga
Pengkajian Universitas al Azhar Mesir, karya suatu komite Ulama
6.
Al-Tafsir al-Muyassar karya Syaikh Abd al-jalil Isa
7.
Al-Tafsir al-Mukhtashar, produk Majelis Tinggi Urusan Umat Islam, karya
suatu komite ulama. 23
Contoh Metode Tafsir ljmali
Contoh penafsiran Ijmali dapat kita lihat pada tafsir al Jalalain, yang
hanya membutuhkan beberapa baris saja saat menafsirkan lima ayat pertama di
dalam surat al Baqarah. Al Jalalain saat menafsirkan Firman Allah QS
al-Baqarah I memaparkan '\JI" misalnya dia berkata Allah Yang Maha Tahu
maksudnya.
Demikian pula halnya saat menafsirkan
Firman Allah "yt.:iS.ll" hanya menyatakan yang dibaca oleh Muhammad SAW.
" 'i '-:-l:l../' ( la syakka) berfungsi sebagai predikat dan subjeknya adalah
'\.s" ."2111" berfumgsi sebagai predikat kedua bagi "2111 " yang
mengandung arti memberi
petunjuk bagi orang yang bertaqwa.
Dapat
kita lihat dalam kitab Tafsir Al-Qur' an, Tanwir al Miqbas min Tafsir Jbnu
Abbas yang dihimpun al-Fairuzabady:
Kesimpulan
Metode Tafsir Ijmali merupakan salah satu metode untuk menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur' an agar dapat dipahami maknanya oleh umat Islam, agar jangan
sampai Al-Qur' an yang merupakan firman Allah tidak dapat diaktualisasikan
oleh umat yang meyakininya sebagai petunjuk dan pedoman dalam hidup dan
kehidupannya.
Metode tafsir Ijmali adalah metode tafsir yang telah
digunakan oleh Nabi Muhammad sebagai al-Mufassir al-Awwal untuk menafsirkan
al-Qur' an dengan cara singkat dan global, metode ini digunakan agar pesan
yang tersirat dalam ayat-ayat al Qur' an dapat dipahami dengan mudah dan
gampang oleh umat Islam.
FOOTNOTE
2 Alimin Mesra dkk, Ulumul Qur 'an, (Jakarta : PSW UIN Jakarta, 2005), 215-216
3 Manna Khalil al-Qaththan, Studi llmu-ilmu Al-Qur 'an, (Bogor: Litera antar
Nusa, 2013), 469.
4 Subhi Ash-Shalih, Mabahits Ji Ulumil Qur 'an,
(Beirut: Darul llm Iii
malayin, 1985), 289
5 Subhi Ash-Shalih,
Mabahits Ji Ulumil Qur 'an ..........., 290.
6 Kitab Jaami'ul bayan Ji
taJsiril Qur 'an karya lbnu Jarir Ath-Thabari dikatakan sebagai kitab tafsir
bil ma'tsur terbaik, keistimewaannya antara lain: mengetengahkan
penafsiran para sahabat Nabi dan kaum
Tabi'in selalu metodenya diikuti oleh hampir semua ahli tafsir. Pada
zaman berikutnya para mufassir mulai mempunyai arah sendiri-sendiri yang
berbeda dalam menafsirkan Al-Qur' an.7
7 Subhi Ash-Shalih, Mabahits
Ji Ulumil Qur'an..........., 290
8 Alimin Mesra, Ulumul Qur'an,
................... , 220
9 Manna Khalil al-Qaththan, Studi
llmu-ilmu Al-Qur'an, (Bogor: Litera antar Nusa, 2013), 477-478.
10
Ahmad lzzan, Ulumul Qur'an, (Bandung: Tafakur, 2013), 241-242
11 Adib
bisri dan Munawir AF, Al Bisri kamus Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progresif, 1999), 568.
12 Manna Khalil Al-Qaththan, Studi ilmu-1/
mu Al-Quran, Terj, ( Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2008), 457.
13 Manna Khalil al-Qaththan, Studi llmu-ilmu Al-Qur'an, (Bogor : Litera antar
Nusa, 2013), 455-456 lihat juga Muhammad Husain Az-Zahabi, at-Tafsir wa
al-Mufassirun, 12
14 Muhammad Ali Ash-Shabuni ,At-Tibyan fi Ulumil
Qur'an, (Jakarta: Dar
Al-Kutub Al-lslamiyah , 2003), 65.
15 M.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2001), vii
16
Ahmad Thib Raya, Rasionalitas Bahasa al-Qur'an, (Jakarta : Fikra Publishing,
2006), 3-4.
17 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah ........, viii.
18
Abdul Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir M audhu '/ (ter),
(Bandung: Pustaka setia, 2002), 38.
19 Ahmad Syukri Saleh, Metodo/ogi
Tafsir Al-Qur'an Kontemporer dalam pandangan Fazlur Rahman, (Jakarta: Sulthan
Thaha Press, 2007), 47-48.
20 Ahmad Syukri Saleh, Metodo/ogi Tafsir
Al-Qur'an Kontemporer dalam pandangan Fazlur Rahman, (Jakarta: Sulthan Thaha
Press, 2007), 48
21 Manna Khalil al-Qaththan, Studi llmu-ilmu Al-Qur'an ,
(Bogor: Litera antar Nusa, 2013), 462-465. Lihat juga Dr. Thameem ushama,
Metodologi Tafsir Al-Qur'an, 31-33.
22 Ahmad Syukri Saleh,
Metodo/ogi Tafsir Al-Qur 'an Kontemporer dalam pandangan Fazlur Rahman,
(Jakarta: Sulthan Thaha Press, 2007), 49
23 Ahmad Syukri Saleh,
Metodo/ogi Tafsir Al-Qur'an Kontemporer do/am pandangan Fazlur Rahman,
(Jakarta: Sulthan Thaha Press, 2007), 48
DAFTAR PUSTAKA
Al-Farmawi , Abdul Hayy, Metode Tafsir Maudhu 1 (ter), Bandung:
Pustaka setia, 2002.
al-Qaththan, Manna Khalil, Studi Ilmu-ilmu
Al-Qur 'an, Bogor: Litera antar Nusa, 2013.
Ash-Shalih , Subhi,
Mabahits fl Ulumil Qur 'an, Beirut: Darul Ilm lil malayin, 1985.
Ash-Shabuni
, Muhammad Ali, At-Tibyan fl Ulumil
Qur 'an,
Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah , 2003
Izzan, Ahmad ,
Ulumul Qur' an, Bandung: Tafakur, 2013.
Mesra, Alimin, dkk, Ulumul Qur
'an, Jakarta: PSW UIN Jakarta, 2005.
Saleh, Ahmad Syukri, Metodologi
Tafsir Al-Qur' an Kontemporer dalam pandangan Fazlur Rahman, (Jakarta: Sulthan
Thaha Press, 2007), 4
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah, Jakarta:
Lentera Hati, 2001.
Thib Raya, Ahmad , Rasionalitas Bahasa al-Qur 'an,
Jakarta: Fikra Publishing, 2006.
Ushama, Thameem, Methodologies of the
Quranic Exegesis (terj), (Jakarta: Riora Cipta, 2000.
Credit: Judul asli artikel ini adalah TAFSIR IJMALI SEBAGAI METODE TAFSIR
RASULULLAH
Oleh Muhammad Mutawali