Tafsir Muqaran

Metode Tafsir muqaran adalah " membandingkan ayat-ayat Al­ Quran yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi, yang berbicara tentang masalah atau

Metode Tafsir muqaran

Metode Tafsir muqaran adalah "membandingkan ayat-ayat Al­ Quran yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi, yang berbicara tentang masalah atau kasus yang berbeda

Daftar isi
  1. Pendahuluan
  2. Pengertian Tafsir
  3. Pengertian Metode Tafsir Muqaran 
  4. Ruang Lingkup Tafsir Muqaran
  5. Kelebihan dan Kekurangan
  6. Urgensi dan Manfaat Tafsir Muqaran
  7. Kesimpulan
  8. Daftar Pustaka
  9. Metode Tafsir
    1. Tafsir Ijmali
    2. Tafsir Tahlili 
    3. Tafsir Muqaran
    4. Tafsir Maudhui 
  10. Pendekatan Tafsir
    1. Tafsir Riwayah
    2. Tafsir Dirayah
  11. Corak Tafsir
    1. Tafsir Ilmi
    2. Tafsir Fiqhi
    3. Tafsir Lughawi
    4. Tafsir Sufi 
    5. Tafsir Falsafi
  12. Kembali ke: Ilmu Tafsir

A. Pendahuluan

Al-Quran merupakan wahyu ilahi yang diturunkan dengan penuh kemukjizatan. Ayat-ayatnya memiliki  kelebihan  masing-masing.  Tak  satupun yang bisa disia-siakan hanya karena alasan sudah ada penggantinya dari ayat yang lain. Besar kemungkinan bahwa kemampuan manusia tidak  bisa  menyingkap ibrah yang tersimpan di dalamnya sehingga dengan mudah menganggap beberapa ayat cenderung membosankan karena memiliki redaksi yang tidak jauh berbeda.

Tanpa perhatian yang intensif, tidak  menutup  kemungkinan  seseorang akan berasumsi bahwa banyaknya kemiripan dan kesamaan dalam beberapa ayat al-Quran  hanyalah  merupakan  sebuah  tikrar  ( pengulangan  redaksi  ).  Padahal, tidak jarang terdapat hikmah dalam kerniripan tersebut, bahkan hal itu akan mengantarkan orang yang tekun dalam menganalisisnya pada sebuah formulasi pemahaman dinamis. Oleh karena itu, perlu adanya upaya penafsiran dengan metode yang bisa mengidentifikasi serta mengakomodasi ayat-ayat  yang dipandang mirip untuk kemudian dianalisis dan ditemukan hikmahnya.(Nasrudin Baidan,2002:67) Selain itu, pengungkapan makna di dalamnya  juga  akan mewamai dinamisasi kandungan al-Quran sehingga bisa dipahami bahwa  setiap ayat memiliki kelebihannya masing-masing.

Pada tataran itulah, kehadiran metode penafsiran ayat-ayat yang beredaksi sama ataupun mirip secara muqaran, dianggap penting. Dalam kajian sederhana ini, pembahasan tafsir muqaran diorientasikan dan difokuskan pada  komparasi antar ayat. Komparasi antar ayat berarti membandingkan beberapa ayat yang dianggap memiliki kecenderungan persamaan redaksi maupun kasus atau sebaliknya.

B.    Pembahasan
B.1.    Pengertian Tafsir

Secara etimologi, kata tafsir meruapakan masdar dari kata fassara yaitu :
I-    - yang bearti menjelaskan    'ii membuka,    I, mengungkapkan   dan  menerangkan l(Manna' al-Khalil  al  Qattan,1992 :455).

Sedangkan dalam lisan al-a'rab dijelaskan bahwa kata al-fasr bearti menyingkap sesuatu yang yang tertutup, sedang kata tafsir menyingkap maksud maksud sesuatu yang lafal yang sulit. ( Al-Imam al- Allamah,1994 : 55). Masih kata Tafsir dari segi bahasa, ialah: "menerangkan atau menyatakan" ( M. Hasby Ash Shiedieqy, 1987: 178). Sedangkan tafsir dari segi istilah ialah: Mensyarahkan al­ qur' an, menerangkan maknanya dan  menjelaskan apa  yang  dikehendakinya dengan anshnya atau dengan isyaratnya, ataupun dengan najuannya ( M. Hasby, 1987: 178). Sedangkan menurut Sahibut Taufiq, Ash Syikh Thahir al Jazairi menerangkan, bahwa tafsir itu ialah mensyarahkan lafadh yang sukar difahamkan oleh  pendengar  dengan  uraian  yang  menjelaskan  maksud.  Yang  demikian  itu adakalanya  dengan  menyebut  mefradifnya  ayau  yang  mendekatnya  (M. Hasby, 1987: 179)

Menurut Abu Rayyan , dalam al-Bahr al-Muhith, dia mengemukakan definisi tafsir sebagai berikut

Artinya : ilmu yang membahas tentang cara mengucapkan lafaz-lafaz al­ Quran tentang petunjuk hukum-hukumnya baik ketika berdiri  sendiri  maupu ketika tersusun dari makna-makna yang dimungkinkan baginya  ketika  tersusun serta hal-hal lain yang melengkapinya :.(Khalil bin Usman,1997 :29)

Abu Rayyan menjelaskan unsur-unsur yang terkandung dalam definisi tersebut, ia menjelaskan bahwa kata 'ilmu adalah sejenis kata  yang  meliputi segala macam ilmu, kalimat yang membahas cara mengucapkan lafal al-Quran adalah ilmu Qiraat. Petunjuknya adalah pengertian yang ditunjukkan oleh lafal­ lafal itu. Dan yang dimaksud disini adalah ilmu bahasa yang diperlukan dalam ilmu i ni. Kalimat hukum-h ukumnya baik ketika berdi ri sendi ri maupun ketika tersusun, meliputi tasyrif (syaraf), ilmu I'rab, ilmu bayan, ilmu badi', kalimat makna-maknanya yang dimungkinkan baginya  ketika  tersusun,  meliputi pengertian yang hakiki dan majazi, sebab suatu susunan kalimat terkadang menurut lahimya menghendaki suatu makna tetapi untuk membawanya ke makna lahir itu terdapat penghalang sehingga tarkib tersebut mesti dibawa kepada makna yang bukan makna lahir yaitu majaz, dan kalimat-kalimat hal lain yang meliputi tentang nasekh, asba al-nuzul, kisah-kisah yang dapat menjelaskan sebagian yang kurang jelas dalam al-Quran, dan lain sebagainya.

Kedua defini diatas sama-sama menerangkan pengertian tafsir sebagai upaya memahami kitab Allah swt, menerangkan makna-makna serta mengambil hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya. Meskipu n definisi yang diungkapkan oleh abu hayyan sangat luas dan rinci, tetapi dari kata ilmu  yang disebutkan oleh al­ Zarkasyi barangkali telah terhimpun di dalamnya berbagai ilmu yang disampaikan oleh Abu Rayyan.

Tetapi bila dianalisa kembali pengertian yang diatas belum cukup, karena dalam menafsirkan merupakan upaya untuk memahami al-Quran berdasarkan kemampuan manusia, maka bila dilihat dari pengertian yang diberikan oleh Khalil Usman al-Sabti, adalah:

Artinya : ilmu yang membahas tentang hal-hal yang berhubungan dengan  al­ Quran dari segi indikasi-indikasinya untuk memahami maksud Allah Swt, sesuai dengan kemampuan manusia".

Bisa dilihat lagi definisi yang diberikan oleh Muhammad Husein al-Dzahabi, hampir sama yang diberikan oleh Khalil Usman al-Sabti, yaitu:

Artinya : ilmu yang membahas tentang maksud Allah swt berdasarkan kemampuan manusia" (Ali  Hasan Al-Aradh,1994:75)

Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa  esensi  dan  tujuan tafsir adalah upaya untuk memahami al-Quran, memahami makna  dan menerangkan maksudnya dengan mempergunakan berbagai macam ilmu yang diperlukan serta berdasarkan pada batas kemampuan dan kesanggupan manusia.

B.2.    Pengertian Metode Tafsir Muqaran

B.2.1.    Pengertian dari segi etimologi

Kata muqaran merupakan masdar dari kata yang bearti perbandingan (Komparatif) ( Abd. Al-Hay­ al-Farmawi,  1977: 52).

B.2.2.    Pengertian dari segi terminologi

Metode Tafsir muqaran adalah " membandingkan ayat-ayat Al­ Quran yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi, yang berbicara tentang masalah atau kasus yang berbeda, dan yang memiliki redaksi yang berbeda bagi masalah atau kasus yang sama atau diduga sama ". Termasuk dalam objek bahasan metode ini adalah membandingkan ayat-ayat Al-Quran dengan sebagian yang lainnya, yang tampaknya bertentangan, serta membandingkan pendapat­ pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran ayat-ayat Al-Quran.(Mula Salim,2005: 85)

B.2.3 Pengertian dari segi para ahli

Al Kumi, menyatakaan bahwa tafsir muqaran antar ayat merupakan upaya membandingkan ayat-ayat Al-Quran antara sebagian dengan sebagian lainnya. Selanjutnya, beliau mengemukakan pendapat al Farmawi yang  mendefinisikan tafsir muqaran antar ayat dengan  upaya membandingkan ayat dengan ayat yang berbicara masalah yang sama.(al-Farmawi,1977 :93)

Nasruddin Baidan menyatakan bahwa para ahli ilmu tafsir tidak berbeda pendapat dalam  mendefinisikan  tafsir  muqaran.(Nasruddin,2002:75)  Dari berbagai literatur yang ada, dapat dirangkum bahwa yang dimaksud dengan metode muqaran antar ayat ialah membandingkan teks (nash) ayat-ayat al-Quran yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih dan atau   memiliki   redaksi   yang   berbeda   bagi   satu   kasus   yang   sama. Syahrin Harahap menjelaskan bahwa tafsir muqaran antar ayat adalah suatu metode mencari kandungan al-Quran dengan cara membandingkan suatu ayat dengan ayat lainnya, yaitu ayat-ayat yang memiliki kemiripan redaksi dalam dua masalah atau kasus yang berbeda atau lebih dan atau yang memiliki redaksi yang berbeda    untuk    masalah/kasus    yang     sama     atau     yang     diduga     sama. Ke  empat  definisi  di  atas  cukup jelas  kiranya  untuk  memberikan  pemahaman bahwa tafsir muqaran antar ayat merupakan pola penafsiran al-Quran untuk ayat­ ayat yang memiliki kesamaan redaksi maupun kasus atau redaksinya berbeda, namun kasusnya sama begitu juga sebaliknya.Dalam metode ini, khususnya yang membandingkan antara ayat dengan ayat seperti dikemukakan di atas,  sang mufasir biasanya hanya menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan perbedaan kandungan yang dimaksud oleh masing-masing ayat atau perbedaan kasus atau masalah itu sendiri.

Dari beberapa pengertian yang dipaparkan di atas, maka terlihat bahwa tafsir metode muqaran adalah:
Satu, membandingkan teks ayat-ayat al-Qur'an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan  atau memiliki redaksi yang berbeda bagi kasus yang sama. Dua, membandingkan ayat  al-Qur'an  dengan hadits yang pada lahimya terlihat bertentangan. Tiga, membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan al-Qur'an. Metode ini diharapkan dapat melahirkan pemahaman komprehensif terhadap ayat-ayat al-Qur'an. (Nasruddin Baidan,2000 :65)

C. Ruang Lingkup Tafsir Muqaran
Secara global, tafsir muqaran antar ayat dapat diaplikasikan pada ayat-ayat al-Quran yang memiliki dua kecenderungan. Pertama adalah ayat-ayat  yang memiliki kesamaan redaksi, namun ada yang berkurang ada juga yang berlebih. Kedua adalah ayat-ayat yang memiliki perbedaan  ungkapan,  tetapi tetap  dalam satu maksud. kajian perbandingan ayat dengan ayat tidak hanya terbatas pada analisis redaksional (mabahits lafzhiyat) saja, melainkan mencakup perbedaan kandungan makna masing-masing ayat yang diperbandingkan.  Disamping  itu, juga dibahas perbedaan kasus yang dibicarakan oleh ayat-ayat tersebut, termasuk juga sebab turunnya ayat serta konteks sosio-kultural masyarakat pada waktu itu. Berikut ini akan diuraikan ruang lingkup dan langkah-langkah penerapan metode tafsir muqaran pada masing-masing aspek:

C.1.    Perbandingan Ayat dengan Ayat

Quraish Shihab mempraktikkan penggunaan metode muqaran dengan membandingkan dua ayat yang mirip secara redaksional, yaitu ayat 126 Surat Ali 'Imran dengan ayat  10 Surat al-Anfal.

Artinya : "Allah tidak menjadikannya (pemberian bala-bantuan itu) melainkan sebagai kabar gembira bagi kamu, dan agar tenteram hati kamu karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah bersumber dari Allah Yang Maha Perkasa  labi Maha Bijaksana".(Al-Imran  126)

Artinya: "Allah tidak menjadikannya (pemberian bantuan itu) melainkan  sebagai kabar gembira dan agar hatimu karenanya menjadi tenteram. Dan kemenangan itu hanyalah bersumber dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".(Al-Anfal  10)
Perbedaan antara ayat pertama dan ayat kedua adalah: Pertama, dalam surat Ali 'Imran dinyatakan c.SY1:sedangkan dalam surat al-Anfal tidak disebutkan kata  .  Kedua,   dalam   surat  Ali  'Imran  dinyatakan  4-:  _,Ji  Jyakni menempatkan kata 4-:setelah J!sedang dalam surah al-Anfal kata 4.:diletakkan sebelum     )!. Ketiga , surah  Ali  'Imran  ditutup  dengan        '11      6A 'JI       llAJ
µ1j.i,Ja.lltanpa menggunakan kata wlsedang surat al-Anfal ditutup dengan menggunakan   ulyang   berarti   "sesungguhnya",    j.i '11 wlAyat al-Anfal disepakati oleh ulama sebagai ayat yang berbicara tentang turunnya malaikat pada Perang Badar. Sedang ayat Ali 'Imran turun dalam konteks janji turunnya malaikat dalam Perang Uhud. Dalam perang tersebut malaikat tidak jadi turun karena kaum muslimin tidak memenuhi syarat kesabaran dan ketakwaan yang ditetapkan Allah ketika menyampaikan janji itu (sebagaimana tersebut di ayat 125).

Perbedaan  redaksi memberi  isyarat perbedaan  kondisi kejiwaan  dan pikiran lawan  bicara,  dalam  hal  ini  kaum  muslim.  Pada  Perang  Badar,  kaum  muslim sangat khawatir akibat kurangnya jumlah pasukan dan perlengkapan perang. Berbeda dengan Perang Uhud, jumlah mereka lebih banyak --sekitar 700 orang, sehingga   semangat   menggelora   ditambah   keyakinan   akan  turunnya   bantuan
malaikat sebagaimana pada Perang Badar. Tidak ditemukannya kata       pada ayat kedua mengisyaratkan kegembiraan yang tidak hanya dirasakan oleh pasukan Badar, tapi semua kaum muslimin karena bukankah kemenangan pada perang itu merupakan  tonggak  utama kemenangan  Islam di masa datang? Di ayat pertama, penggunaan kata rSJmengisyaratkan bahwa  berita  gembira  hanya  ditujukan kepada yang hadir saja, itupun dengan syarat-syarat.

Didahulukannya 4-:atas    dalam  surat  al-Anfal  adalah  dalam  konteks mendahulukan berita yang menggembirakan untuk menunjukkan  penekanan dan perhatian besar yang tercurah terhadap berita dan janji itu. Berbeda dengan surat Ali 'Imran, konteks ayat itu tidak lagi memerlukan penekanan  karena bukankah sebelumnya hal itu  sudah pernah terjadi pada Perang Badar?. Itu pula sebabnya
dalam surat Ali 'Imran tidak dipakai kata (.))sebagai penguat karena, sekali lagi, ia tidak diperlukan.(Qurais  Shihab,2000: 194-196)

C.2.    Perbandingan Ayat dan Hadits
Tentunya, yang sepadan untuk dibandingkan dengan ayat al-Qur'an adalah hadits yang berkualifikasi shahfh, sehingga hadits dha'if tidak perlu dijadikan perimbangan dengan ayat al-Qur'an. Salah satu contoh adalah sabagai berikut:

a)    Al-Qur'an:

Artinya : "Tak lama kemudian burung Hud-hud berkata kepada Nabi Sulaiman: "Saya mengetahui apa yang Baginda belum tahu, saya barn saja datang dari negeri Saba' membawa berita yang meyakinkan. Saya bertemu seorang ratu yang memimpin mereka. Seluruh penjuru negeri mendatangkan sembah kepadanya. Dia mempunyai istana besar." (An-Naml:22-23)

Artinya : "Kaum Saba' mempunyai dua kebun yang subur  di kiri kanan tempat tinggal mereka (seraya dikatakan kepada mereka), makanlah kalian dari rizki yang dianugerahkan Tuhan, dan bersyukurlah kepada-Nya. (Itulah) sebuah negeri yang aman makmur dan Tuhan Yang Maha Pengampu n". (Sabak:15)

b)    Al-Hadits:

Artinya :  "Tidak pernah  spukses  (beruntung)  suatu  bangsa  yang  menyerahkan semua urusan mereka kepada wanita." (HR. Bukhori)

Jika diperhatikan secara sepintas, teks hadits di atas bertentangan dengan kedua ayat terdahulu karena al-Qur'an  menginformasikan  keberhasilan  Ratu Balqis memimpin negaranya, Saba'. Sebaliknya, hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari menyatakan ketidaksuksesan sebuah negara (manapun) yang diperintah oleh perempuan. Dengan demikian, perempuan  diposisikan pada kedudukan tidak seimbang dengan laki-laki. Padahal -kecuali Balqis- sejarah dunia dan sejarah peradaban Islam mencatat tokoh-tokoh perempuan yang sukses memimpin negara, semisal Syajarat al-Durr, pendiri kerajaan Mamluk yang memerintah wilayah Afrika Utara sampai Asia Barat (1250-1257 M).(Nasruddin Baidan:94-100)
Untuk mengkomparasi dan mengkompromikan  kedua  teks  tersebut diperlukan kepastian akan kualifikasi hadits tersebut karena ayat tidak diragukan lagi keotentikannya. Setelah itu dilihat asbab al-wurud hadits tersebut. Pada kasus hadits ini, asbab al-wurud-nya adalah saat Rasulullah mendengar berita bahwa puteri Raja Persia dinobatkan menjadi ratu menggantikan ayahnya yang mangkat.

Berdasarkan itu, tidak mengherankan jika pemahaman  bahwa  perempuan  tidak pas   memimpin   negara   muncul   ke  permukaan.   Namun  jika   dipakai   kaidah maka akan dijumpai pemahaman lain.
Melalui analisis kaidah itu terhadap hadits tersebut, maka akan ditemui bahwa  kata dibentuk   dalam  format  nakirah  ( indefinite).  Itu  berarti bahwa yang dimaksud oleh kata-kata itu adalah semua kaum, semua perempuan, dan semua urusan. Jadi, terjemahan dari hadits tersebut (kira-kira) berbunyi: "Suatu bangsa tidak pernah memperoleh sukses jika semua urusan bangsa itu diserahkan (sepenuhnya kepada kebijakan) wanita sendiri (tanpa melibatkan kaum pria )". Jika dipahami demikian, maka jelas bahwa sangat wajar kalau suatu bangsa tidak akan sukses kalau semua bidang yang ada dalam bangsa tersebut ditangani mutlak oleh perempuan tanpa sedikit pun melibatkan  laki-laki karena baik laki-laki maupun perempuan memiliki keterbatasan-keterbatasan yang jika digabungkan akan terjalin kerja sama yang baik.

C.3.Perbandingan Pendapat Mufassir
Pada kesempatan lain, Quraish Shihab mempraktikkan metode muqaran dengan membandingkan pendapat beberapa mufassir seperti saat  I . Menurutnya,
mayoritas ulama pada abad ketiga menafsirkannya dengan ungkapan: l .&I. Namun setelah itu, banyak ulama yang mencoba mengintip lebih jauh maknanya. Ada yang memahaminya sebagai nama surat, atau cara yang digunakan Allah untuk menarik perhatian pendengar tentang apa yang akan dikemukakan pada ayat-ayat berikutnya. Ada lagi yang memahami huruf-huruf yang menjadi pembuka surat al-Qur'an itu sebagai tantangan kepada yang meragukan al-Qur'an. Selain itu, ia juga mengutip pandangan Sayyid Quthub yang kurang lebih mengatakan: "Perihal kemukjizatan al-Qur'an serupa dengan perihal ciptaan Allah semuanya dibandingkan dengan ciptaan manusia. Dengan bahan yang sama Allah dan manusia mencipta. Dari butir-butir tanah, Allah menciptakan kehidupan, sedangkan manusia paling tinggi hanya mampu membuat batu-bata. Dernikian pula dari huruf-huruf yang sama (huruf hija'iyyah) Allah menjadikan al-Qur'an dan al-Furqan. Dari situ pula manusia membuat prosa dan puisi, tapi manakah yang labih bagus ciptaannya?"

Quraish juga menambahkan dengan mengutip pendapat Rasyad Khalifah yang mengatakan bahwa huruf-huruf itu adalah isyarat tentang huruf-huruf yang terbanyak dalam surat-suratnya. Dalam surat al-Baqarah, huruf  terbanyak adalah alif, lam, dan mim. Pendapat ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Namun Quraish  Shihab  terlihat  masih  meragukan  kebenaran  pendapat-pendapat   yang dikutipnya hingga  ia mengambil  kesimpulan  bahwa pendapat  yang menafsirkan
ldengan    i ..ililmasih relevan sampai saat ini.(Qurais Shihab:83-84)

D . Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Muqaran
Sebagai sebuah metode buatan manusia, maka sangat wajar bila metode ini mengandung kekurangan di antara kelebihan-kelebihan  yang dipunyainya.

D.1.    Kelebihan
1.    Memberikan wawasan yang relatif lebih luas.
Mufassir yang melibatkan diri pada tafsir metode ini akan berjumpa dengan mufassir lain dengan pandangan-pandangan mereka sendiri yang bisa  saja berbeda dengan yang dipahami pembanding sehingga akan memperkaya wawasannya.
2.    Membuka diri untuk selalu bersikap toleran.
Terbukanya wawasan penafsir otomatis akan membuatnya bisa memaklumi perbedaan hingga memunculkan sikap toleran atas perbedaan itu.
3.    Membuat mufassir labih berhati-hati.
Belantara penafsiran dan pendapat yang begitu luas disertai latar belakang yang beraneka wama membuat penafsir lebih berhati-hati dan obyektif dalam melakukan analisa dan menjatuhkan pilihan.

D.2.    Kekurangan
1)    Kurang cocok dengan pemula.
Memaksa seorang pemula untuk memasuki  ruang  penuh  perbedaan pedapat akan berakibat bukan memperkaya dan memperluas wawasannya, tapi malah bisa membingungkannya.
2)    Kurang cocok untuk memecahkan masalah kontemporer.
Di masa yang serba kompleks dan membutuhkan pemecahan yang cepat dan tepat, metode muqaran kurang cocok karena ia lebih menekankan pada perbandingan hingga bisa memperlambat untuk membuka makna yang sebenamya dan relevan dengan zaman.
3)    Menimbulkan kesan pengulangan pendapat para mufassir.

Kemampuan penafsir yang hanya sampai pada membandingkan beberapa pendapat dan tidak menampilkan pandapat yang lebih baik membuat metode ini lebih bersifat pengulangan dari pendapat-pendapat ulama klasik.(Nasruddin  Baidan: 142-144)

E. Urgensi dan Manfaat Tafsir Muqaran
Seorang mufasir dapat menggali hikmah yang terkandung di balik variasi redaksi ayat, atau dengan kata lain yang lebih tepat, menguras kandungan pengertian ayat­ yang barangkali terlewatkan metode lain-sehingga manusia semakin sadar bahwa komposisi ayat itu tidak ada yang dibuat secara sembarang, apalagi untuk mengatakan bertentangan. Pada sisi lain, dapat juga mendemonstrasikan kecanggihan al-Quran dari segi redaksional.Fenomena  ini  mendorong  para mufassir untuk mengadakan penelitian dan penghayatan terhadap ayat-ayat yang secara redaksional memiliki kesamaan. Dengan begitu, akan tampak jelas kontekstualisasi kandungan ayat tersebut karena hal ini akan efektif menepis anggapan bahwa Tuhan sudah "kehabisan" kosakata dalam melengkapi ajaran qurani atau mungkin beberapa ayat dianggap cenderung membosankan karena terkesan diulang-ulang. Tak satupun ayat  yang  tersia-siakan  karena  satu persatun ya mengandung hikmah yang perlu dibedah dan diteliti  spesifikasinya. Oleh karena itu, tidak terlalu berlebihan kiranya dinyatakan bahwa mendekati al­ Quran dari dimensi model tafsir seperti ini akan menambah keteguhan imam seseorang serta akan menguatkan kreativitas bertafakkur.


C.  KESIMPULAN

Dari     penjelasan,     bisa     disimpulkan     beberapa     hal     sebagai     berikut
1.    Metode tafsir muqaran antar ayat merupakan salah satu cara menafsirkan al­ Quran yang spesifikasinya terfokus pada upaya menganalisis ayat-ayat yang beredaksi     mmp     atau     sama,    baik     dalam     satu    kasus     atau     berbeda
2.    Langkah yang perlu ditempuh oleh mufassir dengan metode semacam ini sekurang-kurangnya berupa : pertama, identifikasi dan inventarisasi ayat-ayat yang beredaksi mirip atau sama; kedua, komparasi ayat-ayat tersebut untuk menemukan persamaan dan perbedaannya; ketiga, analisis perbedaan yang terkandung di dalamnya untuk kemudian melakukan penafsiran.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur'an dan Tarjamah
Al-Imam al-Allamah abi al-Fadhl Jamal al-Din Muhammad ibn Makram ibn Al­ Al-Mushri, Manzur al-Afriqi, Lisan al-a 'rah, (Bairut Dar al-Shadir, 1994) cet, ke-2, jilid, v
Al-' Aradhl, Ali Hasan, Sejarah dan metodologi tafsir, judul asli, "tarikh al-tafsir wa manahij al-Mufasirin", Penerjemah : Ahmad Arkum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), cet, ke-2
Al-Farmawi, Abd. Al-Hay , Bldayah Fiy al-Tafsir al-Maudhu 'I (Kairo: Hadrat al­ Gharbiyah,  1977)
Al-Sabti, Khalil bin Usman, Qawaid al-Tafsir, (Mekkah: Dar ibn Affan, 1997), jilid  1
Ash-Shieddiqy ,M.Hasby,        Sejarah        dan        Pengantar        Ilmu        al- Qur 'an/ Tafsir,1987 .J akarta: Bulan Bintang
Baidan, Nasruddin , Metode Penafsiran Al-Quran, 2002, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Salim, Mula, Metodologi Ilmu Tafsir, 2005, Sleman : Teras
Shihab,     Quraisy,     M embumikan     al-Quran,     1999,     Bandung    Mizan

Credits: 

TAFSIR MUQARAN

Oleh: Idmar Wijaya
Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Palembang

LihatTutupKomentar