Metode Tafsir Maudhu'i
A. Pendahuluan
Al-Qur'an merupakan Kitab Suci terakhir yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. guna untuk dijadikan sebagai pedoman hidu p (way of life) bagi u mat manusia, dan sekaligus sebagai sumber nilai dan norma di samping al-sunnah. Al-Qur'a n juga memperkenalkan dirinya antara lain sebagai hudan Ii al-nas, petu njuk bagi umat manusia pada u mum nya dan orang-orang yang bertaqwa pada khususnya.
Al-Qur'an di samping sebagai hudan Ii al-nas,ia juga berfungsi sebagai kitab yang diturunka n agar manusia keluar dari kegelapa n menuju jalan yang terang benera ng atau cahaya kebenaran. Ia juga sebagai rahmat dan kabar gembira bagi kau m muslimin. Selain sebagai kitab petu njuk Ilahi dan kitab yang mengarahkan manusia kepada cahaya kebenaran, Al-Qur'an juga berfu ngsi sebaga i mukji zat ya ng diberikan kepada Nabi Muh am mad SAW. yang terhebat dan terbesar yang dapat disaksikan oleh seluruh umat manusia sepanjang masa. Nilai kemu'jizatannya, di samping terletak pada aspek kebahasaan (linguistik), juga pada nilai ayat-ayatnya yang mengandung prinsip-prinsip berbagai ilmu pengetahuan, terutama mengenai fenomena alam, dengan berbagai jenis dan sifat serta kemanfaatannya masing-masing (Ichwan, 2004: 23-24).
Sebagai sumber utama ajaran Islam, Al-Qur'an dalam membicarakan suatu masalah sangat unik, tidak tersusun secara sistematis sebagaimana buku-buku ilmiah yang dikara ng oleh manusia. Al-Qur'a n jara ng sekali membicaraka n suatu masalah secara rinci, kecuali masalah aqidah, pidana dan beberapa masalah hukum keluarga. Umumnya, Al-Qur'an lebih banyak mengu ngkapka n suatu persoala n secara global, parsial dan seringkali me na mpilka n suatu masalah dalam pri nsip- pr insip dasar dan garis besar.
Keadaan demikian, sama sekali tidak mengu rangi keistimewaan Al Qur'an sebagai firman Allah. Bahkan sebaliknya, di situlah letak keunikan dan keistimewaa n Al-Qur'an yang membuatnya berbeda dari kitab-kitab lain dan buku-buku ilmiah. Hal ini membuat Al-Qur'an menjadi objek kajian yang selalu menarik dan tidak pernah kering bagi kala nga n cendikiawan, baik muslim maupu n non muslim, sehingga Al-Qur'a n tetap aktual sejak ditu runka nnya Al Munawar, 2 003: xiii).
Kandungan Al-Qur'an yang luas dan tinggi, membuat para ulama tafsi r menggu naka n berbagai metode dan corak ya ng beragam u ntuk memahaminya. Ada empat metode yang sering dipergunakan, yaitu: metode tafsir tahlili, metode tafsir ijmali, metode tafsir muqaran, dan metode tafsir maudhu'i. D r. M. Quraish Shihab menyebutkan bahwa, metode yang paling populer dari keem pat dari metode tafsir yang telah disebutkan adalah metode tafsir tahlili dan tafsir maudhu'i.
Sementara corak tafsi r tematik (maudhu'i) mu ncul dengan tafsir ilmiah, tafsir sufi, tafsir politik dan sejenisnya. Disebutkan bahwa corak tafsi r ini didasa rka n pada keil muwa n sang penafsi r dan tu ntuta n ke hidupan masyarakat Quraish Shihab menyebutnya corak penafsiran, yakni: corak sastra basah, corak filsafat teologi, corak penafsira n il miah, corak tasawuf, dan corak sastra budaya kemasyarakatan. Corak sastra budaya kemasyarakata n, menu rut Quraish, digagas oleh Muhamad Abduh dan menyebabkan corak lain me nurun. Kalau dicermati lebih jauh, corak tafsir ini merupakan kelanjutan dari tafsir bi al-ra'y. Jadi, tafsir bi a 1-ra'y mu ncul dalam banyak corak sesuai dengan keahlian sang penafsir.
Pe ngelom pokka n lain te r hada p tafsir adalah berdasa rkan pada metode yang digunakan, dan ilmuwan membaginya secara umum menjadi tiga, yakni: (1) tafsir analisis (ta hlili), (2) tafsir tematik (maudhu'i), dan (3) tafsir holistik (kull'i). Namu n ada juga yang menambah tafsir muqaran (tafsir perbandingan).
Berdasarkan uraian diatas maka masalah yang akan dibahas dalam ma kalah ini adalah bagaimana perkembangan tafsir tematik dan apa langkah langkah yang ditempuh dalam menerapkan metode tafsir tematik dan bagaimana kelebihan dan kekurangan tafsir tematik dalam menu ntaskan persoalan-persoalan masyarakat kontemporer.
B. Ilmu Tafsir
Aktifitas menafsirkan Al-Qur'an yang dilakukan pertama kali oleh Nabi Muhammad SAW. telah dilanjutkan oleh generasi sesudah nya. Hal ini berla ngsu ng terus menerus melalu i berbagai metode sampai saat ini dengan mengalami banyak perkembangan, baik dalam metode yang ditempuh maupu n corak yang dipilih oleh para mufasir, sesuai dengan latar belakang pendidikan dan keahlian masing- masing mufasir, serta berdasarkan tu ntutan zaman yang dihadapinya (Syafe'i, 2006: 241).
I stilah 'tafsir' merujuk kepada Al-Qur'an sebagaimana tercantu m dalam surah Al- Furqon ayat 33,
Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepad amu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar danyang paling baik penjelasannya (tafsir}.
Sejalan dengan perkembangan zaman, ilmu tafsir terus berkembang dan kitab-kitab tafsir bertambah banyak dengan berbagai macam metode dan corak tafsir, yang kesemuanya itu merupakan konskwensi logis dari perkembangan ilmu tafsir tersebut. Berdasarkan kitab-kitab tafsir yang ada sekarang ini, kalau dipilah- pilah menu rut metodologi penafsirannya, maka secara umum dapat dibagi menjadi empat metode penafsiran. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Abd Al-Hayy Al-Farmawy, bahwa metode tafsir dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu: al-manhaj al-tahlili, al-manhaj al-ijmali, al-manhaj al-muqaran, dan al-manhaj al-maudhu'i (Ichwan, 2004: 247).
Keempat metode dalam penafsiran Al-Qur'an yang akan dibahas pada makalah ini hanya metode tafsir maudhu'i. Metode tafsir merupakan salah satu substansi yang tak terpisahkan dari ilmu tafsir, namu n tetap dapat dibedakan secara jelas.
C. Tafsir Maudhu'i
1. Sejarah dan Perkembangan Tafsir Tematik (Maudhu'i)
Menurut catatan Quraish, tafsir tematik berdasarkan surah digagas pertama kali oleh seorang guru besar ju rusa n Tafsir, fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar, Syaikh Mahmud Syaltut, pada Januari 1960. Karya ini termuat dalam kitabnya, Tafsir al-Qur'an al-Ka rim. Sedangka n tafsir maudu'i berdasarka n subjek digagas pertama kali oleh Prof. Dr. Ahmad Sayyid al- Kumiy; seorang guru besar di institusi yang sama dengan Syaikh Mahm ud Syaltut, ju rusan Tafsir, fakultas Ushuluddin U niversitas al-Azhar, dan menjadi ketua ju rusa n Tafsir sampai tahun 1981. Model tafsir ini digagas pada tahu n seribu sembilan ratus enam puluhan (Quraish Shihab, 1994: 111).
Buah dari tafsir model ini menu rut Quraish Shihab di antaranya adalah karya-karya Abbas Mahm ud al-Aqqad, al-Jnsan fi al-Qur'an, al Mar'ah fi al-Qur'an, dan karya Abul A'la al- Maududi, al-Riba fi al-Qur'an. Ke mudia n tafsir model ini dikemba ngka n dan disem pu rnaka n lebih
sistematis oleh Abdul Hay al- Farmawi, pada tahun 1977, dalam kitab nya
al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maud u'i: Dirasah M anhajiyah M aud u'iyah.
Namu n kalau merujuk pada catatan lain, kelahiran tafsir tematik jauh lebih awal dari apa yang dicatat Quraish Shihab, baik tematik berdasar surah maupu n berdasa rka n subjek. Kaita nnya denga n tafsir tematik berdasar surah al-Qur'an, Zarkashi (745-794/1344-1392), denga n karya nya al- Burhan (al-Zarkashl, 1988: 61-72), misal nya adalah salah satu contoh ya ng paling awal ya ng meneka nka n pentingnya tafsir ya ng meneka nka n bahasan surah demi surah. Demikia n ju ga SuyQtl (w. 911/1505) dalam karya nya al-Itqan (al-SuyQtl, 1405/1985: 159-161).
Sementa tematik berdasar subyek, diantaranya adalah karya lbn Qayyim al-Jauzlyah (1292-1350 H.), ulama besar dari mazhab Hanball, yang berjudul al-Bayan ff Aqsa m al-Qu r'an; M ajaz al- Qur'an oleh Abu
'Ubaid; M ufradat al-Qur'an oleh al-Raghib al- Isfaha n!; Asb6.b al-Nuzul oleh Abu al- Hasa n al-Wahid! al- Naisabu rl (w. 468/1076), dan sejumlah karya dalam Nasikh wa al- Ma nsukh, yakni; (1) Naskh al-Qur'a n oleh Abu Bakr Muhammad al-Zu hrl (w. 124/742 ), (2) Kitab al-Nasikh wa al-M ansukh ff al-Qur'an al-Karim oleh al-Nahhas (w. 338/949), (3) al-Nasikh wa al Mansukh oleh lbn Salama (w. 410/102 0), (4) al-Nasikh wa al-Mansu kh oleh Ibn al-'Ata'iqi (w.s. 790/1308), (5) Kitab al-Mujaz ff al-Nasikh wa al-M ansukh oleh lbn Khuzayma al- Faris!(Rippin, 1988: 120). Sebagai tambaha n, tafsir Ah ka m al-Qur'an karya al-J assas (w. 370 H.), adalah contoh lain dari tafsir semi tematik yang diaplikasika n ketika menafsirka n seluruh al-Qur'an.
Karena itu, meskipu n tidak fenomena u mum, tafsir tematik sudah diperkenalkan sejak sejarah awal tafsir. Lebih jauh, peru musa n konsep ini secara metodologis dan sistematis berkembang di masa ko ntemporer. Demikia n juga ju mlah nya semakin bertambah di awal abad ke 2 0, baik tematik berdasarkan surah al-Qu r'an maupu n tematik berdasar subyek/ topic.
2. Pengertian Tafsir M audhu'i
Metode tafsir maudh u'i atau menu rut Muhammad Baq ir al-Shadr sebagai metode al-Taukhidiy adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban al-Qur'a n dengan cara mengumpulkan ayat-ayat al-Qur'an yang mempu nyai tujuan yang satu, yang bersama-sama membahas topik/ judul tertentu dan menertibkannya sesuai dengan masa tu runnya dan selaras dengan sebab-sebab turu nnya, kemudian pemperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan- penjelasa n, keteranga n-ketera nga n dan hubu nga n hubu nga nnya dengan ayat-ayat yang lain, kemudia n mengistimbatka n hukum-h uku m.
Dari pengertian tersebutdapatdifahami bahwa yang dimaksud dengan metode tafsir jenis ini adalah tafsir yang menjelaskan beberapa ayat al Qu r'a n mengenai suatu judul /tema tertentu, dengan mem perhatika n u rutan tertib turunnya masing-masing ayat, sesuai dengan sebab-sebab turunnya yang dijelaskan dengan berbagai macam keterangan dari segala seginya dan
diperbandingkannya dengan keterangan berbagai ilmu pengetahuan yang benar yang membahas topik/tema yang sama, sehingga lebih mempermudah dan memperjelas masalah, karena al-Qur'an banyak mengandu ng berbagai macam tema pembahasa n yang perlu dibahas secara maud hu'i, supaya pembahasa nnya bisa lebih tu ntas dan lebih sempurna (Ichwan, 2 004: 121-12 2)
Dari definisi metode maudhu'i, sekurang-kura ngnya ada dua langkah pokok dalam proses penafsiran secara maudhu'i:
a. Me ngu mpulka n ayat-ayat ya ng berkenaa n denga n satu maud hu'
tertentu dengan memperhatikan masa dan sebab tu runnya.
b. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara cermat dengan memperhatikan nisbat (korelasi) satu dengan yang lainnya dalam peranannya u ntuk menu njuk pada per masalahan yang dibicarakan. Akhirnya, secara induktif suatu kesimpulan dapat dimajukan yang ditopang oleh di/a/ah ayat-ayat itu (Syafe'i, 2006: 293-294).
Penggu naan metode ini biasanya sebagai respon mufassirnya atas persoala n ya ng butu h "panda nga n" al- Qur'a n. M etode maud hu'i ini sementara waktu dianggap paling baik dan sesuai dengan tuntutan zaman. Pembahasa nnya ya ng menyelu ruh dari be rbagai segi mem u ngki nka n metode ini dalam pe mecaha n masalah nya be rusaha tu ntas. Apalagi jika penggarapa nnya dilakukan oleh ahli dalam bida ng yang ditafsikan, atau gabu nga n dari ahli-ahli u ntuk melihat be rbagai segi sebelu m menyimpulkannya (Maswan, 2002: 31).
3. Latar Belakang Digunakannya Metode M audhu'i
Ada beberapa alasan yang dipaparkan oleh Dr. H. Sa'ad Ibrahim, M.A tenta ng latar belakang menggu naka n tafsir maudhu'i, dan juga penulis mencoba menambahka n latar belaka ng yang digunaka n dalam metode ini, yaitu pada poin f dan g, adapu n latar belaka ngnya yaitu:
a. Sudah ada contoh sebelum nya, pada penyusu nan Hadits Nabi sudah ditentukan topik.
b. Sebagai jawaba n dari kekurangn tafsir tahlili yang bersifat parsial, tahlili sebagai antitesisnya.
c. Sesuai dengan releva nnya, tidak ditemukan dalam tafsir tahlili.
d. U ntuk memberi ruang kepada orang-orang sesuai dengan kapasitas yang dimiliki.
e. Dengan berkembangnya disiplin ilmu, maka memerlukan kajian yang juga spesifik.
f. Dengan mobilitas yang tinggi, tidak menutup kemu ngkina n mufasir mencari jalan yang mudah yang disesuaikan dengan topik
g. Meningkatkan motivasi masyarakat untuk membacanya, karena hasil jawaba nnya dapat dilihat langsung pada kesim pulan.
4. Tokoh Tafsir M audhu'i
a. Al-Syahtibi (w. 1388 M)
Al-Syatibi dianggap sebagai tokoh yang pertama kali melontarka n ide maudlu'i, dengan pernyataannya "bahwa walaupun dalam satu surat al-Qur'an sering membicarakan banyak masalah tetapi masalah masalah tersebut bisa dikorelasikan satu denganyang lain. M aka, untuk memahaminya harus dengan memperhatikan semua ayat yang ada pada surat tersebut."Demikianlah Al-Syatibi mengemukakan gagasan baru nya.
b. Muhammad Abduh
Tokoh modern yang dianggap sebagai pelopor yang melahirkan tafsir maudhu'i adalah Muhammad Abduh dengan karya tafsirnya, yaitu tafsir al-Manar. Walaupun secara u mum masih bercorak tahlili tetapi masih bisa dianggap mempu nyai kecenderu ngan yang sangat kuat u ntuk mem perhatikan tertentu dalam pembahasannya.
c. Al-Farra' (w. 207 H)
Tafsir maudhu'i ini baru benar-benar muncul berawal pada tahun 1960. Sejak masa kodifikasi tafsir, yang dimulai oleh Farra' sampai tahun 1960, kitab-kitab tafsir yang ada masih dikategorikan sebagai tafsir tahlili karena dalam karya-karya tersebut para mufassir masih menafsirka n al-Qur'an secara beru rutan dari satu ayat ke ayat berikutnya sesuai dengan urutan di dalam mushaf.
d. Syaikh al-Azhar. Mahmud Syaltut
Pada masa Al-fa rra di tandai dengan mu nculnya kitab tafsir maudhu'i karya syaikh al-Azhar. Mahmud Syaltut dalam kitabnya yaitu "Tafsir al-Qur'anul Karim" pada bulan januari 1960.
Di dalam kitab ini tidak lagi dijumpai penafsiran ayat demi ayat, tetapi membahas surat demi surat, atau bagian tertentu dalam satu surat dan kemudia n mera ngkainya dengan tema sentral dalam surat tersebut. Tetapi karya ini juga masih punya kelemahan. Mahmud Syaltut belum menjelaskan secara menyelu ruh panda nga n al-Qur'a n tentang satu tema secara utuh. Dalam kitabnya, satu tema dapat ditemukan dalam berbagai surat. Seperti kita ketahu i bahwa satu masalah tidak hanya ada dalam satu surat saja, tetapi akan kita ju mpai beberapa surat yang berbeda.
e. Ahmad Sayyid al-Kumiy
Setelah Syaltut, pada akhir tahun 60-an muncul ulama al-Azhar lainnya; Ahmad Sayyid al-Kumiy, yang melanjutkan kerja Syaltut. Al-Kumiy mulai menghimpu n semua ayat yang berbicara tentang satu masalah tertentu dan menafsirkannya secara utuh dan menyelu ruh.
5. Langkah-langkah Tafsir Qur'an dengan Metode M audhu'i
Pada tahu n 1977, Prof. Dr. Abd Al Hayy Farmawi, yang menjabat guru besar pada Fakultas Usuluddin Al-Azhar, menerbitkan buku yang berjudul Al-Bidayah Fi Al-Tafsir Al-Maudhu'i dengan mengemukakan secara terperinci langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menerapkan metode maudhu'i. Langkah-langkah tersebut adalah (Al-Farmawy, 58):
a. Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik).
b. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut.
c. Me nyusu n ru ntuta n ayat sesuai denga n masa tu ru nnya, disertai pengetah uan tentang asbab al-nuzul-nya.
d. M emaham i ko relasi aya-ayat tersebut dalam surahnya masi ng masing.
e. Menyusu n pembahasa n dalam kera ngka yang sempu rna ( out line).
f. Melengkapi pembahasan dengan hadits-hadits yang relevan dengan pokok bahasan.
g. Mem pelajari ayat-ayat tersebut secara keselu ruha n dengan jala n menghimpu n ayat-ayatnya yang mempu nyai pengertia n yang sama, atau mengompromika n antara ya ng 'am (umu m) dan yang khash (khusus), mutlak dan muqayyad (terikat), atau yang pada lahirnya bertenta nga n, sehingga kesemua nya bertem u dalam satu muara, tanpa perbedaa n atau pemasaa n (Shihab, 1994: 114-115).
h. Menyusu n kesimpulan-kesimpula n yang menggambarka n jawaban al-Qur'an terhadap masalah yang dibahas ( Depag RI, 1989).
Ada juga langkah-langkah lain yang dapat digunakan untuk menafsirkan Al-Qur;an dengan metode Maudhu'i. Adapu n langakah-langkah yang dapat ditempuh menu rut Dr. H. M. Sa'ad Ibrahim, M.A, adalah:
a. Meru muskan tema dan sup topik bahasan.
b. Menghimpu n ayat-ayat yang setema dan relevan dengan tema.
c. Menghim pu n Hadits Nabi SAW. ya ng setema dan releva n dengan tema.
d. Menghimpu n tafsir ayat-ayat tersebut.
e. Menghimpun syarah (Penjelasan) Hadits.
f. Menghimpun teori-teori ilmiah.
g. Mengorga nisir tema berdasarkan tema dan sub topik.
h. Mengolaborasika n dengan teori-teori ilmiah.
i. Menyim pulkan ajaran Al-Qur'a n tentang tema sesuai dengan topik.
j. Mengakhiri dengan menulis
Dalam rangka pengembanga n metode tafsir maudhu'i dan langkah langkah dalam menafsirka n Qur'an dengan menggu naka n metode ini, Dr Qurais Shihab mempu nyai beberapa catatan, antara lain:
a. Penetapan Masalah yang dibahas
Penetapa n masalah yang dibahas harus sudah ditetapka n, u ntuk menghindari keterikatan yang dihasilkan oleh metode tahlili, akibat pembahasan-pembahasan yang bersifat sangat teoritis, maka beliau memberikan pa ndangan, hendaklah yang dibahas itu diprioritaskan pada persoalan yang menyentuh masyarakat dan diarsakan langsu ng oleh me reka. Mu fassir denga n me nggu naka n metode maudhu'i
diharapka n agar terlebih dahulu me mpelajari problem- problem masyarakat, yang sangat membutuhkan jawaban al-Qur'an, misalnya petu njuk al-Qu r'an yang menya ngkut kemiskinan, keterbelaka ngan, penyakit, dan lain-lain.
b. Menyusu n Ru ntutan Ayat Sesuai dengan Masa Turu nnya
Yaitu hanya dibutuhkan dalam upaya mengetah u i perkemba nga n petu njuk Al-Qur'a n menya ngkut persoala n ya ng dibahas, apalagi bagi mereka yang berpendapat ada nasikh dan mansukh dalam Al Qur'an. Bagi mereka yang bermaksud mengu raikan suatu kisah, atau kejadian, maka runtutan yang dibutuhkan adalah runtutan kronologis peristiwa.
c. Meskipu n metode ini tidak mengharuskan uraian tentang pengertian kosa kata, namu n kesempu rnaannya dapat dicapai apabila sejak dini mufassir berusaha memahami kosa kata ayat dengan merujuk kepada penggu naan al-Qur'a n sendiri.
d. Perlu digar is bawahi bahwa, meski pu n dala m langkah-la ngkah tidak dikemukaka n menyangkut sebab nuzul, namu n tentu nya hal ini tidak dapat diabaikan karena sebab nuzul mempu nyai pera nan penting dalam memahami al-Qur'an. Hanya saja ini tidak dicantu mkan disana karena ia tidak harus dicantumkan dalam uraian, tetapi harus dipertimbangkan ketika mamahami arti ayat-ayat tersebut (Shihab, 1994: 115-116).
Belaka nga n ini, tafsi r tematik tengah digandru ngi banyak ilmuan Muslim termasuk di I ndonesi. Sebab tafsir maudhu'i dapat memecahka n berbagai yang terjadi dan mendesak pendekatan Al-Qur'an. Sehingga untuk menjawab permasalaha n-permasalah n yang semakin marak pada zaman sekarang, peranan metode ini sangat penting.
6. Ciri-ciri Tafsir M audhu'i
Sesuai dengan namanya tematik, maka yang menjadi ciri utama dari metode ini ialah:
a. Menonjolka n tema, judul atau topik pembahasa n, sehingga tidak salah jika dikatakan bahwa metode ini juga disebut metode topikal. Jadi, mufassir mencari tema-tema atau topik-topik yang ada di tengah masyarakat atau berasal dari al-Qur'an itu sendiri, ataupun dari lain lain.
b. Pengkajia n tema-tema yang dipilih secara tu ntas dan menyelu ruh dari berbagai aspeknya sesuai dengna kapasitas atau petu njuk yang termuat di dalam ayat-ayat yang ditafsirka n tersebut. (Baidan, 2001: 152).
7. Contoh Tafsir M audhu'i
Judul yang di ambil oleh Al- Farmawi adalah Ri'ayat Al-Yatim Ji Al Qur'an Al Karim, Al-Farmawi telah mengambil langkah-la ngkah sebagai berikut:
a. Mengu mpulka n ayat-ayat ya ng berh ubu nga n denga n anak yati m sekaligus mengelompokkan ayat-ayat trsebut ke dalam M akkiyyah dan M adaniyah. M akkiyyah sebanyak 5 ayat dan M adaniyah sebanyak 17 ayat.
b. Bertitik tolak dari ayat-ayat yang terku mpul itu, di tetapka n sub subbahasan. Pembahasan tentang pemeliharaan anakyatim berdasarkan ayat-ayat M akkiyyah dipisahka n menjadi 2 bagian, yaitu:
1) Pemeliharaa n dirijfisik anak yatim , membahas 4 ayat.
2) Masalah harta anak yatim, 1ayat.
Adapun pembahasan anak yatim berdasarka n ayat-ayat M adaniyah,
terbagi ke dalam tiga subbahasan, yaitu:
1) Pentingnya pembinaan akhlak dan pendidikan anak yatim menurut Al-Qur'a n, membahas 4 ayat.
2) Pemeliharaa n harta anak yatim, 9 ayat.
3) Perintah beri nfak kepada anak yatim, 4 ayat.
c. Pada tahap pembahsan, Al- Far mawi kelihata nnya mem perhatika n masa turunnya surah dan urutan ayat-ayat jika kebetula n terdapat beberapa ayat dalam satu surah yang sedang dibahas.
M unasabah (korelasi) antara ayat dengan ayat disajika n dalam suatu kaitan yang rasional, historis, dan semangat pedagogis. Hal tersebut dapat kita rasakan misalnya sewaktu mengikuti penyajian yang cukup menarik tentang hubu ngan tiga ayat M akkiyah, yaitu: (cS;u .b 1) (ayat 6 surah ad-Dhuha), suatu pernyataan kepada Nabi yang cukup menggugah bila dihubungkan dengan latar belakang Nabi: ('.ii 1 u) , suatu sikap yang
dituntut untuk menghormati atau menyayangi anak yatim, sedangkan ayat yang ketiga berbu nyi: (1 .,.S:5 ir .;.: '.il ) (surah al- Fajr ayat 17). Semacam kecama n Tuhan yang ditunjukka n kepada orang yang berupaya, tetapi tidak merasa penting u ntuk mengu rus anak yatim. Ayat yang ketiga ini sangat menggugah perasaa n orang ba nyak untuk segera mengu rus anak yatim, sehinnga me reka segera berta nya kepada Rasulullah apa yang seharusnya mereka perbuat. jawaba n dari pertanyaan itu diberika n Allah pada surah M adaniyah:
(ayat 220 surah al-Baqarah). ;:;.1 J;01 cf- )
Secara keselu ruha n, pembahasa n tertuju pada usaha menem uka n jawaban oleh ayat terhadap masalah anak yatim. Dalam contoh ini, kita hanya menemukan penjelasan-penjelasan yang diperlukan untuk keperluan peneka nan (stressing ) tertentu. Penjelasan tersebut ada kalanya dengan menemuka n hadits N abi, kutipan-kutipa n atau pendapat mufasir sendiri, antara lain seperti berikut, yaitu:
Memberikan penjelasan mengenai firman Allah dalam surah an- Nisa' ayat 5: ( j 1;), Al-Farmawi menerangkan bahwa pemakaia n kata 'Ji'ha" bukan "minha" pada ayat ini menu njukkan bahwa pemeliharaa n yati m hendaklah mem biayai kehidu pa n anak yati m asuhan nya ya ng buka n diambil dari harta asal, tetapi dari harta asal anak yatim ya ng diamanahkan kepadanya. Pengertian tersebut sesuai dengan hadits Nabi yang berbu nyi:
Di akhir tulisan, kesimpulan yang didapat adalah menggambarka n masyarakat I slam ya ng bersatu dan saling menolong, seperti sebuah bangu nan yang kokoh atau laksana sebuah tubuh. Masyarakat yang bebas dari dengki dan tidak mengabaikan kehidupan dan nasib serta pendidikan anak yang tidak pu nya ayah. Hal itu sekaligus menutup pintu terhadap kerusaka n masyarakat (Syafe'i, 297-300)
8. Kelebihan dan Kekurangan Metode Tafsir M audhu'i
a. Kelebihan
1) Menjawab Tantanga n Zaman
Permasalahan dalam kehidupan selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan kehidu pa n itu sendiri. Semakin mode rn keh idu pa n, pe r masalah an ya ng ti mbul semaki n kompleks dan rumit, serta mempu nyai dampak yang luas. Hal ini dimungkinkan karena apa yang terjadi pada suatu tempat, pada saat yang bersamaa n, dapat disaksikan oleh orang lain di tempat yang lain pula, bahka n peristiwa yang terjadi di ruang angkasa pu n dapat dipantau dari bumi. Kondisi serupa inilah yang membuat suatu permasalahan segera merebak ke seluruh masyarakat dalam waktu yang relatif singkat.
Untuk menghadapi masalah yang demikian, dilihat dari sudut tafsir Al-Qur'an, tidak dapat ditanga ni dengan metode-metode selain tematik. Hal ini dikarenakan kajian metode tematik ditunjuk untuk menyelesaikan permasalahan. Itulah sebabnya metode ini mengkaji semua ayat Al-Qur'an yang berbicara tentang kasus yang sedang di bahas secara tuntas dari berbagai aspeknya.
2) Praktis dan sistematis
Tafsir dengan metode ini disusu n secara praktis dan sistematis dalam memecahkan permasalahan yang timbul. Kondisi semacam ini amat cocok dalam kehidupan u mat yang semakin modern dengan mobilitas ya ng tinggi sehingga mereka seakan-aka n tidak pu nya waktu u ntuk me mbaca kitab-kitab tafsi r ya ng besar, padahal untuk mendapatkan petunjuk Al-Qur'a n mereka harus membaca nya. Dengan adanya tafsir tematik, mereka akan mendapatkan petu njuk Al-Qur'an secara praktis dan sistematis serta dapat lebih menghemat waktu, efektif dan efisien.
3) Dinamis
Metode tematik membuat atfsir Al-Qur'an selalu dinamis sesuai dengan tubtutan zaman sehingga menimbulkan iamage di dalam benak pembaca dan pendengarnya bahwa Al-Qur'a n senantiasa megayomi dan membimbing kehidu pa n di muka bumi ini pada semua lapisa n dan strata sosial.
4) Membuat Pemahaman Menjadi Utuh
Denga n ditetapka n judul- judul ya ng akan di bahas, maka pemahama n ayat-ayat Al-Qur'a n dapat diserap secara utuh. Pemahama n serupa ini sulit menemuka nnya di dalam ketiga metode tafsir lainnya. Maka dari itu, metode tematik ini dapat diandalka n u ntuk pemecaha n suatu per masalaha n secara lebih baik dan tu ntas, sebagaimana telah dicontohka n dalam pembahasa n di atas.
b. Kekurangan
1) Memenggal Ayat Al-Qur'an
Me me nggal ayat Al- Qur'a n ya ng dimaksudka n di sini ialah mengmbil satu kasus yang terdapat di dalam satu ayat atau lebih yang mengandu ng ba nyak per masalaha n yang berbeda. Misalnya, petunjuk tenta ng sholat dan zakat. Biasa nya kedua ibadah itu diungkapkan bersamaan dalam satu ayat. Apabila ingin membahas kajian tentang zakat, misal nya, maka mau tidak mau ayat tentang sholat harus di tinggalkan ketika menukilkannya dari ushaf agar tidak menggangu pada waktu melakukan analisis.
2) Membatasi Pemahama n Ayat
Denga n ditetapka n nya judul penafsi ra n, maka pe maha ma n suatu ayat menjadi terbatas pada permasalaha n yang dibahas tersebut. Akibatnya, mufasir terikat oleh judul itu (Baidan, 2001: 165-168).
9. Perbedaan Metode Tafsir Tahlili dan Tafsir M audhu'i
Meskipu n dalam makalah ini kita membahas metode tafsir maudhu'I, akan tetapi tidak ada salahnyasedikit kita singgung masalah metode tafsir tahlili seperti yang telah dipresentasikan minggu kemarin, hal ini bergu na untuk memorial dan beromantisasi guna memperjelas kedududkan metode maudh u'i dan perbedaa nnya denga n metode-metode tafsir ya ng lain, khususnya tahlili. Dilihat dari pengertia nnya antara metode tahlili dan metode maudhu'i sudah terlihat berbeda, sehingga dari kedua metode tafsir ini pu n terdapat perbedaan, seperti yang dikemukakan Shihab (1994: 118), seperti dalam table 1berikut:
Tabel 1 Perbedaan Metode Tafsir Tahlili dan M audhu'i
No Metode Tafsir Tahlili Metode Tafsir Maudhu'i
Mufasir tahlili memperhatikan s us una n ay at , se ba ima na tercantum dalam mushaf.
2 Mufasir tahlili berusaha untuk berbicara menyangkut segala sesuatu yang ditemukannya dalam setiap ayat.
3 Mufasir tahlili mencantumkan arti kosakata, sebab nuzul,munasabah ayat dari segi perurutan.
4 Mu f a s i r t a h li li h a n y a me ngemukaka n penafsira n ayat-ayat secara berdiri sendiri, sehingga persoalan yang dibahas menjadi tidak tuntas, karena ayat yang ditafsirkan seringkali ditemukan kaitannya dalam ayat lain pada bagian lain surah tersebut, atau dalam surah lain.
Mufasir maudhu 'I dalam penafsirannya, tidak terikat dengan susunan ayat dalam mushaf, tetapi lebih terikat dengan urutan masa turunnya ayat atau kronologis kejadian.
Mufasir maudhu 'i tidak membahas segi permasalahan yang dikandung oleh satu ayat, tapi hanya yang berkaitan dengan pokok bahasan atau judul yang ditetapkannya.
Mufasir maudhu 'l tidak mencantumkan arti kosakata, sebab nuzul,munasabah ayat dari segi perurutan, kecuali dalam batas-batas yang dibutuhkan oleh pokok bahasannya.
Mufasir maudhu 'i berusaha untuk menuntaskan permasalahan yang menjadi pokok bahasannya.
D. Analisis
Perkemba ngan ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke waktu terus mengalami kemajuan yang pesat seiring dengan tingkat berpikir manusia. Dari tahapan yang paling mistis (teologi. Matafisika, positivistik) pemikiran manusia terus berkemba ng hingga sampai pada yang supra rasional. Perkemba ngan dari ilmu pengetah uan dan tekhnologi memiliki ba nyak dampak bagi kehidu pa n manusia, baik ya ng bersifat negatif maupu n positif.
Al-Qur'an dengan bahasanya yang singkat, padat dan akuran dapat memberikan jawaban yang tepat terhadap berbagai permasalahan yang timbul di tengah-tengah masyarakat. Namu n tidak semua petu njuk yang ada dalam Al-Qur'an dapat diterapka n langsung, sebab ba nyak di anatara ayat-ayat Al-Qur'an yang tidak memberika n informasi secara rinci, karena juga disebabkan keterbatasa n dari manusia. Tidak adanya informasi yang rinci dalam ayat-ayat Al-Qur'an memberikan motivasi yang tinggi kepada manusia untuk belajar dan mencari tahu guna memberikan solusi dari permasalahan yang ada. Oleh karena itu, diperlukan suatu penafsiran yang tepat dan komprehensif sesuai dengan kebutuhan zaman.
Sudah menjadi hukum alam bahwa setiap gagasan yang muncul biasanya akan diikuti oleh gagasan-gagasan lain baik yang bersifat penyempu rnaan maupu n sanggahan terhadapnya (Suryadilaga, dkk., 2005: 48). Hal ini tidak jauh berbeda dengan metode tafsir yang selalu berkembang sesuai dengan tu ntutan zaman, seperti muncul nya metode maudhu'i untuk melengkapi metode tafsir tahlili.
Penulis sependapat denga n landasa n huku m alam bahwa setiap gagasan yang muncul biasanya akan diikuti oleh gagasan-gagasan lain baik yang bersifat penyempu rnaan maupu n sanggahan terhadapnya. Karena, setiap perkara/tindakan selalu ada sisi negatif dan positif, kelebihan dan kekura nga nnya, pro maupu n kontra, maka dengan adanya gagasa n u ntuk menyem pu rnaa n dan sanggahan maka akan menghasilka n produk yang lebih baik u ntuk dapat diaplikasikan sesuai dengan situasi dan kondisi, serta sesuai dengan perkembanagn zaman.
Tidak menutup kemungkinan seiring dengan berkembangnya zaman, maka akan muncul metode-metode baru yang dirasa lebih sesuai ataupu n juga mengembangan dan menyempu rnakan metode tafsir maudhu'i sesuai dengan kebutuha nnya.
Banyak permasalaha n- permasalahan yang timbul sekarang ini yang perlu ditanggapi dengan serius, yang tentunya berbeda dengan problem yang dihadapi oleh masyarakat sebelu mnya. Problem dan pemecahan masalah yang yang ada pada zaman dahulu agaknya sudah tidak releva n dengan keadaan masa kini, atau paling tidak sudah tidak menduduki prioritas pertama dalam perhatia n atau kepentingan masyarakat sekarang.
Penafsiran yang tepat u ntuk memberikan solusi dari permasalahan permasalaha n yang timbul adalah dengan menggu nakan metode tafsir maud hu'i, ya ng telah ba nyak memberika n kontribusi ya ng lua r biasa meskipu n temua n-temuan baru yang diperoleh belu m bisa sepenuhnya menjawab tantangan seluruh umat (Shihab, 1994:114).
Mengapa penafsira n dengan metode ini dirasa pas untuk menghadai permasalaha n- permasalaha n ya ng ada? Alasa nnya, dapat di lihat dari semakin beragam nya per masalah yang timbul dalam kehidu pan sosial masyarakat, maka per masalah ya ng timbul harus mendapatkan solusi yang tepat dan sesegera mu ngkin, karena dalam penafsiran ini metode yang digu naka n adalah tematik maka hasil atau kesimpulan yang didapat juga tidak akan menyimpang dari tema yang telah ditetapka n atau yang sedang dibahas, sehingga dapat memberikan solusi-solusi dari permasalah yang terjadi dan dapat diaplikasikan dengan segera.
Aktifitas masyarakat yang semakin beragam bahkan ba nyak menyita waktu dan tenaga untuk mencapai tujua n yang diinginka n, maka tidak menutup kemungkinan masyarakat (terlebih di Indonesia) saatini cenderung menginginkan hasil instan, sehingga penafsiran yang menggunakan metode tematik ini sangat cocok dengan keadaan masyarakat sekarang dan dapat diterima dengan mudah, karena hasil akhir dari tafsir yang menggu nakan metode ini adalah dapat langsung mengetah ui kesimpulan dari masalah yang sedang dibahas secara jelas dan sistematis.
Selain memiliki kelebiha n, metode ini juga memiliki kelemaha n. Penulis mencoba memaparkan kelemahan lain yang tidak terdapat dalam pembahasan, yaitu, spesialisasi mufasir sesuai dengan bidang keilmuannya, maksudnya adalah metode maudhu'i ini memu ngkinka n seorang mufasir untuk menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an sesuai dengan bidang keilmuan yang dimiliki oleh seorang mufasir, dikarenakan metode ini bersifattematik maka seorang mufassir dapat mengetahui dari tema yang akan dibahas u ntuk membuat kesimpula n yang dapat diaplikasikan. Akan tetapi, kesimpulan yang didapat dalam menghadapi persoala n- persoala n masyarakat, bisa saja kurang menyelu ruh sebab tinjauanya hanya pada satu atau beberapa bidang keilm uannya.
Dikarenakan, pada abad teknologi yang canggih seperti sekarang ini, agaknya tera mat sulit u ntuk mendapat sesosok ula ma atau ilmuan ya ng mempu nyai keahlian dalam berbagai disiplin ilmu secara serentak. Hal ini tampak jelas dari adanya ilmu pengetahuan yang terpencar-pencar pada diri ilmuan masing-masing; ahli fiqih mislanya, kura ng menguasai kajia n kajian teologi, tafsir, filsafat dan sebagainya, demikian pula kaum teolog kura ng mendalami kajian fiqh, tafsir, tasawuf, dan sebagainya. Begitu juga seterusnya (Baida n, 2001: vi).
Menu rut hemat penulis, salah satu kekurangan dari metode tafsir ini adalah, tafsiran ayat menjadi parsial; tidak holistic yang hal ini menyebabkan pemahaman terhadap sebuah kata atau kalimat yang ditafsiri menjadi bias (tidak fokus), bahka n maknanya akan berbeda bila tidak mengetahui kaitan ayat sebelum dan sesudahnya. Contohnya dalam menafsirkan kata Khoir. Padahal realitanya, tidak semua kata Khoir dalam al-Qur'an ditafsiri dengan "kebaikan" sebagaimana dalam ayat Wala/ Akhiratu Khoirun Luka Mina/ Ula, namun dalam al-Adhiyat; Wainnahu Lihubbil Khoiri Lasyadid, pada ayat ini Khoir ditafsiri sebagai "harta" (duniawiyah).
Dalam me nafsi ri ayat secara tematik, kita ju ga tidak mo noto n menggu naka n metode tafsir maudh u'i saja, ada ke mu ngkina n masih menggu naka n metode- metode tafsir ya ng lain, karena ketika mufasir mengahadapi teks yang akan ditafsirka n akan ba nyak metode- metode yang dipakai. Oleh sebab itu, kesimpulan penulis, dari serangkaian metode tafsir yang ada adalah penting karena ketika simufasir menu nggu nakan metode maudhu'i adakalanya juga membutuhkan metode yang lain.
E. Kesimpulan
Kandu nga n Al-Qur'a n yang luas dan tinggi, membuat para ulama tafsi r menggu naka n berbagai metode dan corak ya ng beragam u ntuk memahaminya. Ada empat metode yang sering dipergunakan, yaitu: metode tafsir tahlili, metode tafsir ijmali, metode tafsir muqaran, dan metode tafsir maudhu'i. Metode yang paling populer dari keempat dari metode tafsir yang telah disebutkan adalah metode tafsir tahlili dan tafsir maudhu'i.
Metode tafsir maudhu'i adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban al-Qur'a n dengan cara mengumpulkan ayat-ayat al-Qur'an yang mempu nyai tujuan yang satu, yang bersama-sama membahas topik/ judul tertentu dan menertibkannya sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turu nnya, kemudian pemperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat yang lain, kemudia n mengistimbatka n huku m-hukum.
Metode tafsir maudhu'i memiliki kelebihan dan kekurangan masing masing serta terdapat perbedaa n dalam pelaksanaa nnya. Namu n, dalam aplikasinya metode-metode ini sebaiknya disesuaika n dengan situasi dan kondisi, sehingga dapat memberikan manfaat, Amin.
Daftar Pustaka
Nur Ichwan, Mohammad, 2004. Tafsir 'Ilmiy M emahami Al-Qur'an M elalui Pendekatan Sains M odern. Yogyakarta: Menara Kudus.
Said Agil Husain Al Munawar, 2003.Al-Qur'an M embangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta: Ciputat Press.
Syafe'i, Rachmad, 2 006. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandu ng: Pustaka Setia.
Nur Ichwan, Muham mad, 2 001. M emasuki Dunia Al-Qur'an. Semarang: Lubuk Raya.
Maswa n, Nur Faizin, 2002. Kajian Diskriptif Tafsir Ibnu Katsir. Yogyakarta: Menara Kudus.
Shihab, M. Quraisy, 1994. M embumikan Al-Qur'an (Fungsi Wahyu dalam Kehid upan M asyarakat). Bandu ng: Mizan.
Depa rte me n Aga ma RI, 1989. Orientasi Peng embangan Ilmu Tafsir, (Departemen Agama RI, Direktoranjenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pembinaan Perg uruan Tingga Agama Islam).
Suryadilaga, M. Alfatih, dkk, 2005. M etodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras.
Baidan, Nashruddin, 2001. Tafsir Maudhu'i (Solusi Kontemporer atas masalah sosial kontemporer). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Badr al-Din Muhammad al-Zarkashl, al-Burhan fi 'U/Qm al-Qur'an, Beirut: Dar al-Kutub al-'Il mlyah.
Jalal al-Din al-Suyiltl, 1405/1985, al-Itqan fi 'U/Qm al-Qur'an, Kairo: Dar al-Turath.
David S. Powers, "The Exegetical Genre nasikh al-Qur'an wa mansukhuhu," dalam Andrew Rippin, Approach to the History of the Interpretation of the Qur'an (Oxford: Clarendon Press, 1988).
CREDITS:
MEMAHAMI AL-QUR'AN DENGAN METODE TAFSIR MAU DHU'I
Moh. Tulus Yamani
1 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Jl. Gaj ayana 50 Malang
J-PAI , Vol. 1 No. 2 Januari-Juni 2015 ISSN 2355-8237