Beberapa Kesesatan Kitab Bughiyah Al-Mustarsyidin
Kitab Bughiyah al-Mustarsyidin yang cukup populer di kalangan pondok pesantren di Indonesia, terutama pesantren salaf, baik untuk dijadikan salah satu rujukan untuk program Bahtsul Masail atau untuk dikaji oleh kyai atau ustadz senior pesantren. Ternyata, ada sejumlah kesesatan yang terdapat di dalamnya. Baik terkait dengan aqidah maupun dengan masalah fikih muamalah. Terutama karena kitab ini mengklaim dirinya sebagai kitab fikih yang menganut mazhab Syafi'i. Perhatikan kalimat yang diberi huruf tebal (bald) dan miring (italic) akan terlihat ajaran sesat tersebut bagi para santri yang sudah mengkaji kitab ushul fikih mazhab Syafi'i seperti Al-Risalah, Jam'ul Mawamik, dll.
1. Habib Abdurrahman bin Muhammad al Masyhur di dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin hal 637 berkata:
وَنَقَلَ الْعَلَّامَةُ مُحَمَّدٌ بَحْرَقٌ عَنْ شَيْخِهِ الْعَارِفِ بِاللهِ مُحَمَّدٍ بَاجَرَافِيلَ إِنَّ أَهْلَ الْبَيْتِ أَفْضَلُ النَّاسِ، وَآلَ أَبِي عَلَوِيٍّ أَفْضَلُ أَهْلِ الْبَيْتِ؛ لِاتِّبَاعِهِمُ السُّنَّةَ، وَلِمَا اشْتُهِرَ عَنْهُمْ مِنَ الْعِلْمِ، وَالْعِبَادَةِ، وَحُسْنِ الْأَخْلَاقِ، وَالْكَرَمِ، وَالتَّقْوَى بِالِاتِّفَاقِ.
Dan al-‘Allāmah Syekh Muḥammad Baḥraq menukil dari gurunya al-‘Ārif billāh Muḥammad Bājarafil:
Sesungguhnya Ahlul Bait adalah manusia paling utama, dan keluarga Abī ‘Alawī (Habaib Baalawi) adalah golongan Ahlul Bait yang paling utama; karena mereka mengikuti sunnah, dan karena telah masyhur dari mereka ilmu, ibadah, akhlak yang baik, kemurahan hati, serta takwa secara ijma’.
2. Habib Abdurrahman bin Muhammad al Masyhur di dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin hal. 296 berkata:
(مسألة : ب) : عمل سلفنا وساداتنا الأشراف آل أبي علوي حجة ، وكفى بهم لمن اقتدى بهم واقتص آثارهم قدوة ، وكيف لا وقد طبق الأرض ذكرهم وملئت الدنيا من تراجمهم وجميل صبرهم
(Masalah: B): Amal para pendahulu kami dan para pemimpin mulia kami, keluarga terhormat Āl Abī ‘Alawī (Ba'alwi), merupakan hujah (dalil, argumen syar'i), dan cukuplah mereka bagi siapa yang meneladani mereka serta mengikuti jejak-jejak mereka sebagai teladan. Dan bagaimana tidak, padahal bumi telah dipenuhi dengan pengingatan kepada mereka, serta dunia dipenuhi dengan biografi-biografi mereka dan keindahan kesabaran mereka.
3. Habib Abdurrahman bin Muhammad al Masyhur di dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin hal. 209 berkata:
(مسألة : ش) : ليس للهاشمي الغير المنتسب إليه كذرية عليّ كرم الله وجهه من غير فاطمة رضي الله عنها كفؤاً لذرية السبطين الحسنين ابني فاطمة الزهراء رضي الله عن الجميع ، وذلك لاختصاصهم بكونهم ذريته عليه الصلاة والسلام ومنتمين أي منتسبين إليه في الكفاءة وغيرها ، ويحمل قولهم : إن بني هاشم وبني المطلب أكفاء على غير أولاد السبطين ، وقوله : "نحن وبنو المطلب شيء واحد" ، على الموالاة والفيء وتحريم الزكاة وغيرها. ولا دليل في تزويج عليّ أم كلثوم بنت فاطمة من عمر رضي الله عن الجميع فلعلهما كانا يريان صحة ذلك اهـ. ونحوه في (ي) وزاد : إذ الكفاءة في النسب على أربع درجات : العرب وقريش وبنو هاشم والمطلب ، وأولاد فاطمة الزهراء بنو الحسنين الشريفين رضوان الله عليهم ، فلا تكافؤ بين درجة وما بعدها ، وحينئذ إن زوجها الولي برضاها ورضا من في درجته صح ، أو الحاكم فلا وإن رضيت
(Masalah: ش): Tidaklah seorang Hasyimiyah yang bukan keturunan darinya sebagai keturunan Ali—semoga Allah memuliakan wajahnya—selain dari Fatimah—semoga Allah meridhai istrinya—setara (kafa') dengan keturunan kedua cucu yang mulia, Hasan dan Husayn, putra Fatimah az-Zahra—semoga Allah meridhai semuanya. Hal itu disebabkan karena kekhususan mereka sebagai keturunannya—shalawat dan salam atasnya—serta karena mereka yang menisbatkan diri (yaitu, yang terhubung) kepadanya dalam hal kafa'ah (kesetaraan) dan hal-hal lainnya. Dan ucapan mereka, yaitu: "Sesungguhnya Bani Hasyim dan Bani Muthalib adalah setara untuk selain anak-anak kedua cucu itu," serta ucapan beliau: "Kami dan Bani Muthalib adalah satu kesatuan," diartikan sebagai (hubungan) persaudaraan, fay' (harta rampasan perang yang dibagi), pengharaman zakat, dan hal-hal semisalnya. Dan tidak ada dalil (bukti) dalam pernikahan Ali dengan Ummu Kultsum putri Fatimah dari Umar—semoga Allah meridhai semuanya—maka barangkali keduanya (Ali dan Umar) melihat keabsahan hal itu. (Selesai)—. Dan semisalnya dalam (ي), dan ditambahkan: Karena kafa'ah (kesetaraan) dalam nasab (keturunan) terdiri atas empat derajat: Orang Arab, Quraisy, Bani Hasyim, dan (Bani) al-Muthalib. Sedangkan anak-anak Fatimah az-Zahra adalah Bani al-Hasanayn asy-Syarifain—semoga keridhaan Allah atas mereka. Maka tidak ada kesetaraan antara satu derajat dengan derajat setelahnya. Maka pada saat itu, jika wali menikahkannya dengan ridha istrinya dan ridha dari orang yang setara derajatnya, maka sah. Atau (jika dilakukan) oleh hakim, maka tidak sah meskipun (wanita) itu meridhai (rela).
4. Habib Abdurrahman bin Muhammad al Masyhur di dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin hal. 210 berkata:
(مسألة): شريفة علوية خطبها غير شريف فلا أرى جواز النكاح وإن رضيت ورضي وليها، لأن هذا النسب الشريف الصحيح لا يسامى ولا يرام، ولكل من بني الزهراء فيه حق قريبهم وبعيدهم، وأتى بجمعهم ورضاهم، وقد وقع أنه تزوّج بمكة المشرفة عربي بشريفة، فقام عليه جميع السادة هناك وساعدهم العلماء على ذلك وهتكوه حتى إنهم أرادوا الفتك به حتى فارقها، ووقع مثل ذلك في بلد أخرى، وقام الأشراف وصنفوا في عدم جواز ذلك حتى نزعوها منه غيرة على هذا النسب أن يستخفّ به ويمتهن، وإن قال الفقهاء إنه يصح برضاها ورضا وليها فلسلفنا رضوان الله عليهم اختيارات يعجز الفقيه عن إدراك أسرارها، فسلَّم تسلم وتغنم، ولا تعترض فتخسر وتندم. وفي ي المتقدم ما يومىء إلى ما أشرنا إليه من اتباع السلف، إذ هم الأسوة لنا والقدوة، وفيهم الفقهاء بل المجتهدون والأولياء بل الأقطاب، ولم يبلغنا فيما بلغنا أنه قد تجرّأ غيرهم ممن هو دونهم في النسب أو لم تتحقق نسبته على التزوّج بأحد من بناتهم قط، اللهم إلا إن تحققت المفسدة بعدم التزويج فيباح ذلك للضرورة، كأكل الميتة للمضطر، وأعني بالمفسدة خوف الزنا، أو اقتحام الفجرة أو التهمة ولم يوجد هناك من يحصنها، أو لم يرغب من أبناء جنسها ارتكاباً لأهون الشرين وأخف المفسدتين، بل قد يجب ذلك من نحو الحاكم بغير الكفء كما في التحفة
(Masalah): Seorang syarifah alawiyah (habibah -red) yang dilamar oleh seorang non-syarif (non-habibah - red), maka aku tidak melihat bolehnya pernikahan meskipun ia meridhai dan walinya meridhai, karena nasab syarif yang sahih ini tidak boleh disamai dan tidak boleh dirisikani. Dan bagi setiap orang dari Bani az-Zahra ada hak atasnya, baik yang dekat maupun yang jauh, dan (perlu) mengumpulkan mereka dan meridhai (semuanya). Dan telah terjadi bahwa seseorang menikahi di Makkah al-Musyarrifah seorang Arab dengan seorang syarifah, maka bangkit melawannya seluruh para sadat di sana dan para ulama membantu mereka dalam hal itu, serta merendahkannya hingga mereka hampir membunuhnya sehingga ia menceraikannya. Dan terjadi semisalnya di negeri lain, maka para asyraf bangkit dan menyusun (kitab-kitab) tentang ketidakbolehan hal itu hingga mereka merebutnya darinya karena ghiroh (semangat keagamaan) terhadap nasab ini agar tidak diremehkan dan dihinakan. Dan meskipun para fuqaha mengatakan bahwa itu sah dengan keridhaannya dan keridhaan walinya, tetapi para salaf kami—semoga Allah meridhai mereka—memiliki pilihan-pilihan yang faqih tidak mampu menangkap rahasia-rahasianya, maka serahkanlah (kepada mereka) agar selamat dan untung, dan janganlah engkau menentang sehingga rugi dan menyesal. Dan dalam (ي) yang terdahulu ada yang mengisyaratkan kepada apa yang kami tunjukkan tadi dari mengikuti salaf, karena merekalah teladan bagi kami dan panutan, dan di antara mereka ada para fuqaha, bahkan para mujtahid, dan para wali, bahkan para aqthab. Dan tidak sampai kepada kami dalam apa yang sampai kepada kami bahwa telah berani orang lain yang di bawah mereka dalam nasab atau tidak terbukti nasabnya untuk menikahi salah seorang putri mereka sama sekali, kecuali jika terbukti adanya kerusakan karena tidak menikahkannya maka dibolehkan itu karena darurat, seperti makan bangkai bagi orang yang terpaksa. Dan yang kusiratkan dengan kerusakan adalah takut zina, atau serbuan orang fasik atau yang dicurigai dan tidak ada di sana orang yang memeliharanya, atau tidak ada yang mau dari anak-anak sejenisnya dengan mengerjakan yang lebih ringan dari dua keburukan dan yang lebih ringan dari dua kerusakan, bahkan boleh jadi wajib hal itu dari pihak hakim dengan non-kafa' sebagaimana dalam (kitab) at-Tuhfah.
5. Habib Abdurrahman bin Muhammad al Masyhur di dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin hal. 633 berkata:
(مسألة : ب) : اختلف العلماء في سنّ البسملة لمن قرأ من أثناء سورة ، وعمل سلفنا ومن أدركناه من الفقهاء لا يبسملون إلا أوّل السورة فقط وهو الأوفق
(Masalah: B): Para ulama berbeda pendapat mengenai sunnah membaca basmalah bagi orang yang membaca mulai dari pertengahan surah. Amalan para salaf kita dan para fuqaha yang kita jumpai adalah tidak membaca basmalah kecuali di awal surah saja, dan ini yang paling sesuai.[]