Hukum menggabungkan aqiqah dan qurban, bolehkah?

Hukum menggabungkan aqiqah dan qurban, bolehkah? pada saat lahir orang tua saya tidak mampu untuk melaksanakan aqiqah. Saat ini saya sudah bekerja
HUKUM MENGGABUNGKAN AQIQAH DAN QURBAN, BOLEHKAH?

Assalamualaikum,

Saya wanita 32 tahun, pada saat lahir orang tua saya tidak mampu untuk melaksanakan aqiqah. Saat ini saya sudah bekerja dan mempunyai penghasilan sendiri, perlukah saya melakukan aqiqah untuk diri saya sendiri? Dan apakah boleh saya gabungkan niatnya dengan qurban untuk hari raya Idul Adha tahun ini?
Terima kasih.

JAWABAN

Aqiqah hukumnya sunnah. Artinya, tidak berdosa apabila orang tua anda tidak melakukannya untuk anda. Kalau anda ingin melaksanakan aqiqah untuk diri sendiri maka itu boleh hukumnya. Baca detail: http://www.alkhoirot.net/2013/03/aqiqah-akikah-dalam-islam.html

Adapun hukum menggabungkan aqiqah dan qurban, maka pendapat yang lebih kuat dari kalangan ulama adalah tidak sah. Walaupun ada pendapat yang membolehkannya, namun kami menyarankan anda untuk mengikuti pendapat pertama (tidak sah). Kami juga menganjurkan agar lebih mendahulukan qurban, baru pada tahun berikutnya kalau mampu anda aqiqah untuk diri sendiri. Baca detail: http://www.alkhoirot.net/2012/09/qurban.html

HUKUM MENYATUKAN AQIQAH DAN QURBAN

Ada dua pendapat terkait penggabungan aqiqah dan qurban dalam satu kambing. Pendapat pertama hukumnya tidak sah. Ini pendapat dari madzhab Syafi'i, Maliki dan sebagian pendapat dari Hanbali.

Pendapat pertama tidak sah. Al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj Syarah Al-Minhaj, hlm. 9/371, menyatakan:

" وَظَاهِرُ كَلَامِ َالْأَصْحَابِ أَنَّهُ لَوْ نَوَى بِشَاةٍ الْأُضْحِيَّةَ وَالْعَقِيقَةَ لَمْ تَحْصُلْ وَاحِدَةٌ مِنْهُمَا ، وَهُوَ ظَاهِرٌ ; لِأَنَّ كُلًّا مِنْهُمَا سُنَّةٌ مَقْصُودَةٌ " انتهى

Artinya: Ulama madzhab Syafi'i berpendapat bahwa apabila menyebelih kambing dengan niat qurban dan aqiqah sekligus maka tidak sah semuanya. Karena, masing-masing memiliki tujuan sunnah yang berbeda.

Al-Hattab dalam Mawahib Al-Jalil, hlm. 3/259, menyatakan:

"إِنْ ذَبَحَ أُضْحِيَّتَهُ لِلْأُضْحِيَّةِ وَالْعَقِيقَةِ أَوْ أَطْعَمَهَا وَلِيمَةً ، فَقَالَ فِي الذَّخِيرَةِ : قَالَ صَاحِبُ الْقَبَسِ : قَالَ شَيْخُنَا أَبُو بَكْرٍ الْفِهْرِيُّ إذَا ذَبَحَ أُضْحِيَّتَهُ لِلْأُضْحِيَّةِ وَالْعَقِيقَةِ لَا يُجْزِيهِ ، وَإِنْ أَطْعَمَهَا وَلِيمَةً أَجْزَأَهُ ، وَالْفَرْقُ أَنَّ الْمَقْصُودَ فِي الْأَوَّلَيْنِ إرَاقَةُ الدَّمِ ، وَإِرَاقَتُهُ لَا تُجْزِئُ عَنْ إرَاقَتَيْنِ ، وَالْمَقْصُودُ مِنْ الْوَلِيمَةِ الْإِطْعَامُ ، وَهُوَ غَيْرُ مُنَافٍ لِلْإِرَاقَةِ ، فَأَمْكَنَ الْجَمْعُ . .

Artinya: Apabila menyembelih kambing untuk qurban dan aqiqah atau untuk walimah, maka tidak sah. Kalau memakannya untuk walimah hukumnya sah. Bedanya, maksud dalam kasus pertama adalah mengalirkan darah. Sedangkan mengalirkan itu tidak sah dari dua aliran darah. Adapun maksud dari walimah adalah memberi makan dan itu tidak menafikan pegaliran darah dan bisa digabungkan.

Pendapat kedua, sah. Ini sebagian pendapat dari madzhab Hanbali dan menjadi pandangan madzhab Hanafi, Al-Hasan al-Bishri dan Muhammad bin Sirian, dan Qatadah.

Ibnu Abi Syairab meriwayatkan dalam Al-Mushonnaf, hlm. 5/534:
عَنْ الْحَسَنِ قَالَ : إذَا ضَحُّوا عَنْ الْغُلَامِ فَقَدْ أَجْزَأَتْ عَنْهُ مِنْ الْعَقِيقَةِ .
وعَنْ هِشَامٍ وَابْنِ سِيرِينَ قَالَا : يُجْزِئُ عَنْهُ الْأُضْحِيَّةُ مِنْ الْعَقِيقَةِ .
وعَنْ قَتَادَةَ قَالَ : لَا تُجْزِئُ عَنْهُ حَتَّى يُعَقَّ .

Artinya, dari Al-Hasan ia berkata: Apabila mereka berqurban dari anak kecil maka itu sah juga untuk aqiqah. Dari Hisyam bin Sirin keduanya berkata: Sah dari anak kecil qurban dari aqiqah. Dari Qatadah ia berkata: tidak sah qurban untuk anak kecil kecuali untuk aqiqah juga.

Al-Buhuti dalam Syarah Muntaha Al-Iradat, hlm. 1/617, menyatakan:

وَإِنْ اتَّفَقَ وَقْتُ عَقِيقَةٍ وَأُضْحِيَّةٍ ، بِأَنْ يَكُونَ السَّابِعُ أَوْ نَحْوُهُ مِنْ أَيَّامِ النَّحْرِ ، فَعَقَّ أَجْزَأَ عَنْ أُضْحِيَّةٍ ، أَوْ ضَحَّى أَجْزَأَ عَنْ الْأُخْرَى ، كَمَا لَوْ اتَّفَقَ يَوْمُ عِيدٍ وَجُمُعَةٍ فَاغْتَسَلَ لِأَحَدِهِمَا ، وَكَذَا ذَبْحُ مُتَمَتِّعٍ أَوْ قَارِنٍ شَاةً يَوْمَ النَّحْرِ ، فَتُجْزِئُ عَنْ الْهَدْيِ الْوَاجِبِ وَعَنْ الْأُضْحِيَّةَ " انتهى .

Artinya: Apabila waktu aqiqah dan qurban bersamaan, seperti hari ketujuh kelahiran bersamaan dengan hari raya idul adha, lalu niat untuk aqiqah, maka sah juga qurbannya. Atau, niat berqurban maka sah juga dari yang lain. Sebagaimana bersamaannya hari lebaran dan hari Jumat lalu mandi untuk salahsatunya. Begitu juga, pelaku haji tamatuk atau haji qiran menyembelih kambing pada leberan idul adha, maka itu sah untuk dam yang wajib dan dari qurban.

ANTARA ORANG TUA DAN CINTA YANG TAK DIRESTUI

Assalamualaikum KSI Alkhoirot,
Saya gadis berumur 27 tahun, saya ingin berkonsultasi masalah pernikahan. Saya memiliki calon suami pilihan saya sendiri yang sudah menjalin hubungan dengan saya sekitar 3tahun lebih, saya sudah mengetahui sifat dan sikapnya karena saya awalnya merupakan teman sekantor dengan dengan dia. Calon saya orang sholeh dan sering mengingatkan saya supaya lebih dekat pada Allah, bertanggung jawab, disiplin namun sifat negatifnya adalah sifat keras dan kaku.

Calon saya sudah berulang kali mengungkapkan ingin bersama saya kepada orang tua. Namun ibu memikirkan segala cara untuk memisahkan kami, karena perbedaan level pendidikan dan dia belum mapan. Hingga suatu saat saya dijodohkan dengan orang yang mapan. Namun hati saya tidak bisa dipaksakan dan membatalkan perjodohan tersebut karena rasanya tersiksa batin saya yang disebabkan ketidakcocokan dengan orang yang dijodohkan.

Mendengar saya dijodohkan, calon saya datang ke rumah, awalnya ingin minta maaf karena kata-kata yang sebelumnya diucapkan yaitu " tidak akan kembali ke rumah saya lagi". Namun calon saya tidak bisa mengungkapkan dengan baik dan malah menyinggung orang tua saya. Dan berkata " saya akan bawakan ulama kesini". Ibu saya tersinggung dan sudah sakit hati. Maka dari itu, saya tetap berhubungan secara diam-diam tanpa bertemu secara fisik. Hanya melalui pesan singkat. Selain itu, Saya ingin bekerja, namun karena ibu tidak ridho karena beliau tahu saya diam diam masih berkomunikasi. Padahal dengan bekerja, saya bisa menyalurkan pikiran saya ke hal positif. Namun Ibu saya berpikir kalau saya bekerja , nantinya akan diperas oleh calon suami saya kelak.

Pertanyaannya:
1.Apa yang harus saya lakukan?saya cinta orang tua saya, begitu juga calon saya dan tidak dapat berpisah dengan salah satunya
2. Bagaimana cara menyatukan mereka? sedangkan orang tua sudah tidak suka , sampai mereka mengancam bila saya sampai , maka tidak dianggap anak. Dan memutuskan tali silaturrahmi. Sementara saya tidak mau hal tersebut terjadi.
3. Bagaimana membuat ibu tidak selalu dsuudzon dengan calon saya ini. Karena selalu menjelek jelekkan calon saya?
4. Apakah pernikahan harus selevel pendidikan dan tingkat ekonominya?bahkan saya merasa bahwa tingkat keimanan saya masih di bawah calon saya
Terima kasih, semoga dapat dimengerti ungkapan hati saya
Wassalamualaikum wr.wb

JAWABAN

1. Bersabarlah, dan minta pada calon anda untuk memperbaiki sikapnya. Kalau perlu konsultasi ke ahlinya tentang sikap2 yg baik. Jauhi sikap yg sombong. Utamakan kerendahhatian. Setelah siap dengan perubahan sikap yg baru, mulailah silaturahmi ke orang tua anda.

2. Lihat poin 1. Pacar anda yang harus banyak mengalah dan mulai memperbaiki diri.

3. Setelah siap dengan perubahan sikap, maka seringlah silaturahmi. Jangan lama-lama dan jangan banyak bicara, cukup datang bawa oleh-oleh, mohon maaf dan pamit. Begitu seterusnya.

4. Tidak harus. Namun kesalahan pacar anda adalah pada akhlaknya. Akhlak yg baik itu bagian dari sikap agamis. Baca juga: Cara Memilih Jodoh
LihatTutupKomentar