Hukum Main Catur
Secara umum, pandangan ulama terkait hukum asal dari main catur ini terbagi tiga: yaitu boleh atau mubah, makruh dan haram. Yang dimaksud dengan hukum asal adalah hukum awal dari catur. Dan hukum asal ini bisa berubah menjadi lebih berat apabila berdampak negatif seperti meninggalkan kewajiban shalat, dll.
Secara umum, pandangan ulama terkait hukum asal dari main catur ini terbagi tiga: yaitu boleh atau mubah, makruh dan haram. Yang dimaksud dengan hukum asal adalah hukum awal dari catur. Dan hukum asal ini bisa berubah menjadi lebih berat apabila berdampak negatif seperti meninggalkan kewajiban shalat, dll.
Contoh: pendapat yang menyatakan catur itu mubah atau boleh bisa berubah menjadi makruh atau haram apabila gara-gara sibuk main catur jadi meninggalkan shalat pada waktunya.
Bagi pemula dalam masalah agama, terutama masalah fikih dan ushul fikih, berikut definisi syar'i dari tiga istilah di atas:
a) Mubah adalah perbuatan yang apabila dilakukan atau ditinggalkan tidak berdosa, tidak pula mendapat pahala.
b) Makruh adalah perbuatan yang apabila dilakukan tidak berdosa tapi kalau ditinggalkan mendapat pahala. Makruh kebalikan dari sunnah. Jadi, sunnah adalah perbuatan yang apabila dilakukan mendapat pahala, apabila ditinggalkan tidak mendapat dosa.
c) Haram adalah perbuatan yang apabla dilakukan mendapat dosa dan apabila ditinggalkan mendapat pahala. Haram kebalikan dari wajib. Wajib adalah perkara yang kalau dilakukan mendapat pahala, apabila ditinggalkan mendapat dosa.
PENDAPAT YANG MENYATAKAN BOLEH (MUBAH)
Imam Malik (pendiri madzhab Maliki) dan Imam Syafi'i (pendiri madzhab Syafi'i) termasuk di antara ulama yang membolehkan main catur sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Najim dalam Al-Bahr Al-Raiq berikut:
Ibnu Najim dalam Al-Bahr Al-Raiq Syarh Kanzut Daqaiq, hlm. 7/91, menjelaskan perbedaan hukum antara dadu dan catur:
ظاهر تقييده بما ذكر استواء النرد والشطرنج، وليس كذلك فإن اللعب بالنرد مبطل للعدالة مطلقًا، كما في “العناية” وغيرها، للإجماع علي حرمته، بخلاف الشطرنج؛ لأن للاجتهاد فيه مساغا؛ لقول مالك والشافعي بإباحته، وهو مروي عن أبي يوسف، كما في “المجتبي” من الحظر والإباحة، واختارها ابن الشحنة إذا كان لإحضار الذهن، واختار أبو زيد الحكيم حله، ذكره شمس الأئمة السرخسي
Artinya: Dari zhahirnya seakan pengarang kitab Al-Kanzu menyamakan dadu dan catur. Padahal tidaklah demikian. Permainan dadu membatalkan keadilan secara mutlak (maksudnya haram - red) sebagaimana keterangan di kitab Al-Inayah dan lainnya. Berdasarkan pada kesepakatan ulama (ijmak) atas keharaman dadu. Beda dengan catur. Karena ijtihad dalam soal catur masih dibolehkan (terbuka). Karena Imam Malik dan Imam Syafi'i membolehkannya. Pendapat ini diriwayatkan dari Abu Yusuf sebagaimana disebut di kitab Al-Mujtaba dari larangan dan mubah. Ibnu Syahnah memilih boleh (mubah) apabila main catur itu bertujuan untuk menghadirkan pikiran. Abu Zaid memilih menghalalkannya. Sebagaimana disebut oleh Al-Sarakhsi.
Imam Nawawi dalam kitab Raudhatut Thalibin, 11/225, membagi pendapat ulama madzhab Syafi'i ke dalam dua kategori yakni mubah dan makruh tanzih. Ia menjelaskan:
(اللعب بالشطرنج مكروه: وقيل: مباح لا كراهة فيه. ومال الحليمي إلي تحريمه، واختاره الروياني. والصحيح الأول) يعني الكراهة، والظاهر: أنها الكراهة التنزيهية، فهذا هو المتبادر عند الشافعية.
Artinya: Main catur itu makruh. Pendapat lain menyatakan mubah tanpa makruh. Al-Halimi cenderung mengharamkannya. Rauyani memilih pendapat Al-Halimi. Pendapat yang sahih adalah yang pertama, yakni makruh. Zhahirnya, makruh tanzih (mendekati mubah). Inilah pendapat yang paling dekat menurut ulama madzhab Syafi'i.
Al-Marghinani (ulama madzhab Hanafi) dalam Al-Hidayah, hlm. 6/38, menyatakan:
فأما مجرد اللعب بالشطرنج فليس بفسق مانع من الشهادة؛ لأن للاجتهاد فيه مساغًا
Artinya: Adapun hanya bermain catur maka hal itu tidaklah dosa yang mencegah persaksian. Karena ijtihad dalam hal ini dibolehkan.
Ulama yang menghukumi mubah main catur antara lain Al-Mawardi dan Yusuf Qardhawi.
Al-Mawardi, Al-Hawil Kabir menyatakan:
وَاسْتَدَلَّ مَنْ أَبَاحَهَا وَحَلَّلَهَا : بِانْتِشَارِهَا بَيْنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ إِقْرَارًا عَلَيْهَا ، وَعَمَلًا بِهَا
PENDAPAT YUSUF QARDHAWI
4.3.4.8 Main Catur
Di antara permainan yang sudah terkenal ialah catur.
Para ahli fiqih berbeda pendapat tentang memandang hukumnya, antara mubah, makruh dan haram.
Mereka yang mengharamkan beralasan dengan beberapa hadis Nabi s.a.w. Namun para pengkritik dan penyelidiknya menolak dan membatalkannya. Mereka menegaskan, bahwa permainan catur hanya mulai tumbuh di zaman sahabat. Oleh karena itu setiap hadis yang menerangkan tentang catur di zaman Nabi adalah hadis-hadis batil (dhaif).
Para sahabat sendiri berbeda dalam memandang masalah catur ini. Ibnu Umar menganggapnya sama dengan dadu. Sedang Ali memandangnya sama dengan judi. (Mungkin yang dimaksud, yaitu apabila dibarengi dengan judi). Sementara ada juga yang berpendapat makruh.
Dan di antara sahabat dan tabi'in ada juga yang menganggapnya mubah. Di antara mereka itu ialah: Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Ibnu Sirin, Hisyam bin 'Urwah, Said bin Musayyib dan Said bin Jubair.
Inilah pendapat orang-orang kenamaan dan begitu jugalah pendapat saya. Sebab menurut hukum asal, sebagaimana telah kita ketahui, adalah mubah. Sedang dalam hal ini tidak ada satu nas tegas yang menerangkan tentang haramnya. Dan pada catur itu sendiri melebihi permainan dan hiburan biasa. Di dalamnya terdapat semacam olah raga otak dan mendidik berfikir. Oleh karena itu tidak dapat disamakan dengan dadu. Dan justru itu pula mereka mengatakan: yang menjadi ciri daripada dadu ialah untung-untungan (spekulasi), jadi sama dengan azlam. Sedang yang menjadi ciri dalam permainan catur ialah kecerdasan dan latihan, jadi sama dengan lomba memanah.
Namun tentang kebolehannya ini dipersyaratkan dengan tiga syarat:
Karena bermain catur, tidak boleh menunda-nunda sembahyang, sebab perbuatan yang paling bahaya ialah mencuri waktu.
Tidak boleh dicampuri perjudian.
Ketika bermain, lidah harus dijaga dari omong kotor, cabul dan omongan-omongan yang rendah.
Kalau ketiga syarat ini tidak dapat dipenuhinya, maka dapat dihukumi haram.
PENDAPAT YANG MENYATAKAN MAKRUH
Pendapat yang menyatakan makruh antara lain Al-Jamal, dan Musthofa Al-Bigha dan Al-Khan
Al-Jamal dalam Hasyiyah Al-Jamal ‘ala Syarh al-Manhaj, hlm. 5/379, menyatakan:
وَفَارَقَ النَّرْدُ الشِّطْرَنْجَ حَيْثُ يُكْرَهُ إنْ خَلَا عَنِ الْمَالِ بِأَنَّ مُعْتَمَدَهُ الْحِسَابُ الدَّقِيقُ وَالْفِكْرُ الصَّحِيحُ فَفِيهِ تَصْحِيحُ الْفِكْرِ وَنَوْعٌ مِنْ التَّدْبِيرِ وَمُعْتَمَدُ النَّرْدِ الْحَزْرُ وَالتَّخْمِينُ الْمُؤَدِّي إلَى غَايَةٍ مِنْ السَّفَاهَةِ وَالْحُمْقِ.
Artinya: “Perbedaan antara permainan dadu dan catur yang dihukumi makruh bila memang tidak menggunakan uang adalah bahwa permainan catur berdasarkan perhitungan cermat dan olah pikir yang benar. Dalam permainan catur terdapat unsur olah pikiran dan pengaturan strategi yang jitu. Sedangkan permainan dadu berdasarkan spekulasi yang menyebabkan kebodohan dan kedunguan.
Musthofa Al-Bigha dan Al-Khan Al-Fiqh al-Manhaji ala Madzhab Al-Syafi'i, hlm. 8/166, menyatakan:
مِنْ هَذِهِ الْأَلْعَابِ الشَّطْرَنْجِ، فَهُوَ قَائِمٌ عَلَى تَشْغِيْلِ الذِّهْنِ وَتَحْرِيْكِ الْعَقْلِ وَالْفِكْرِ. وَلَا رَيْبَ أَنَّهُ لَا يَخْلُوْ عَنْ فَائِدَةٍ لِلذِّهْنِ وَالْعَقْلِ، فَإِنْ عُكِفَ عَلَيْهِ زِيَادَةً عَمَّا تَقْتَضِيْهِ هَذِهِ الْفَائِدَةُ، فَهُوَ مَكْرُوْهٌ، فَإِنْ زَادَ عُكُوْفُهُ حَتَّى فُوِتَ بِسَبَبِهِ بَعْضُ الْوَاجِبَاتِ عَادَ مُحَرَّماً.
Artinya: “Di antara permainan ini adalah catur yang selalu menyibukkan hati dan menggerakkan pikiran. Tidak diragukan lagi bahwa catur tak terlepas dari faedah bagi hati dan akal. Namun apabila seseorang tersibukkan dengannya sampai melebihi kadar faedah itu, maka makruh. Namun apabila terlalu tersibukkan sehingga berdampak menggugurkan sebagian kewajiban, maka hukumnya kembali menjadi haram.”
Imam Syafi'i dalam kitab Al-Umm, hlm. 6/213, menyatakan bahwa catur adalah makruh. Berikut penjelasannya:
يكره- من وجه الخبر- اللعب بالنرد أكثر مما يكره اللعب بشيء من الملاهي، ولا نحب اللعب بالشطرنج وهو أخف من النرد، ويكره اللعب بالحزة والقرق، وكل ما للعب الناس؛ لأن اللعب ليس من صنعة أهل الدين ولا المروءة، ومن لعب بشيء من هذا علي الاستحلال له لم ترد شهادته، والحزة تكون قطعة خشب فيها حفر بها يلعبون بها، إن غفل به عن الصلوات فأكثر حتي تفوته ثم يعود له حتي تفوته، رددنا شهادته علي الاستخفاف بمواقيت الصلاة، كما نردها لو كان جالسًا فلم يواظب علي الصلاة من غير نسيان ولا غلبة علي عقل
PENDAPAT YANG MENYATAKAN HARAM
Ulama yang menyatakan main catur itu haram antara lain Ad-Dimyati, Al-Qurtubi dan Al-Dzahabi
Ad-Dimyathi dalam kitab Ianatut Thalibin, hlm. 4/286, menyatakan:
قوله (وهو) أي لعب الشطرنج (وقوله حرام) عند الأئمة الثلاثة وهم أبو حنيفة ومالك وأحمد بن حنبل رضي الله عنهم وإنما قالوا بالحرمة للأحاديث الكثيرة التي جاءت في ذمه قال في التحفة لكن قال الحافظ لم يثبت منها حديث من طريق صحيح ولا حسن وقد لعبه جماعة من أكابر الصحابة ومن لا يحصى من التابعين ومن بعدهم وممن كان يلعبه غبا سعيد بن جبير رضي الله عنه
Artinya, “(Permainan itu) main catur (haram) menurut tiga imam, yaitu Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hanbal. Mereka menyatakan haram atas dasar sejumlah hadits yang mencela permainan catur. Tetapi penulis At-Tuhfah (Ibnu Hajar) dari Mazhab Syafi’I mengutip Imam Al-Hafiz Al-Asqalani mengatakan bahwa kualitas hadits yang mengecam permainan catur tidak diriwayatkan berdasarkan jalan yang sahih dan hasan. Bahkan sejumlah sahabat terkemuka Rasulullah dan banyak tabi’in sepeninggal mereka juga bermain catur. Salah seorang yang bermain catur adalah Sa’id bin Jubair,”
Al-Qurtubi mengutip Firman Allah,(QS. Al-Maidah: 90 – 91)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ( ) إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمْ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنْ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنتَهُونَ
Ketika menafsirkan ayat ini, al-Qurthubi mengatakan:
هذه الآية تدل على تحريم اللعب بالنرد والشطرنج قمارا أو غير قمار لأن الله تعالى لما حرم الخمر أخبر بالمعنى الذي فيها فقال : (إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمْ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنْ الصَّلَاةِ) فكل لهو دعا قليلُه إلى كثيره وأوقع العداوة والبغضاء بين العاكفين عليه وصد عن ذكر الله وعن الصلاة فهو كشرب الخمر وأوجب أن يكون حراماً مثله اهـ الجامع لأحكام القرآن
Maka semua permainan yang memicu terjadinya permusuhan dan saling membenci diantara pemain, serta menghalangi orang untuk mengingat Allah dan melaksanakan shalat maka statusnya seperti minum khamr, sehingga harus berstatus haram, seperti minum khamr. (Tafsir al-Qurthubi, 6:291)
Adz-Dzahabi dalam al-Kabair, hlm. 90, menyebutkan, bahwa an-Nawawi pernah ditanya tentang permainan catur, haram ataukah boleh? Beliau menjawab:
إن فوت به صلاة عن وقتها أو لعب بها على عوض فهو حرام وإلا فمكروه عند الشافعي وحرام عند غيره . . .
CATUR TIDAK ADA DI JAMAN NABI, HADIS TENTANG CATUR ITU PALSU
Dari riset dan penelitian yang dilakukan Yusuf Qardhawi, ia menyimpulkan bahwa
a) Catur tidak ada di jaman Nabi. Oleh karena itu, hadis tentang catur yang diklaim berasal dari Rasulullah itu hadis palsu. Mustahil ucapan itu berasal dari Rasulullah.
b) Hadis atsar yang dinisbatkan pada Sayidina Ali bin Abi Thalib juga kemungkinan besar bukan dari beliau.
Lebih detail: Bantahan pada Ulama India (di Afrika Selatan) yg Mengharamkan Catur