Hukum air bekas menyucikan najis hukmiyah
Hukum air bekas menyucikan najis hukmiyah Pertanyaan saya apakah dalam pendapat Imam Al Ghazali, air yang menyentuh najis hukmiyah, atau najis sangat
Hukum air bekas menyucikan najis hukmiyah
Saya memiliki beberapa pertanyaan yang saya mohon jawaban, penjelasan, dan solusi nya.
1. Saya ingin menerapkan pendapat Imam Al Ghazali perkara air dan najis agar tidak talfiq saat menrapkan pendapat madzhab Syafi'i tentang najis ma'fu, dikarenakan pendapat beliau dekat dengan pendapat madzhab Maliki yang lebih ringan bagi saya yang menderita was-was qahry. Sementara saya belum mengerti jelas mengenai batasan najis ma'fu dalam madzhab Maliki, bila saya ingin menerapkan pendapat madzhab Maliki sepenuhnya. Saya membaca dari penjasan pihak Al Khoirot bahwa Imam Al Ghazali berpendapat air tetap suci selama tidak berubah warna, rasa, atau bau nya. Dan air tetap suci bila menyentuh najis yang sangat sedikit.
Saya sering mengalami saat mensucikan najis hukmiyah atau najis ukuran ma'fu, air ghusalah nya lepas dari tubuh dan jatuh menimpa najis hukmiyah atau najis ukuran ma'fu lain di bagian badan lain, kemudian menyebar ke lantai dll. Saya ingin menerapkan pendapat madzab Maliki tentang najis hukmi tidak menular untuk kemudahan, tapi di saat yang sama saya memerlukan konsep/pendapat najis ma'fu madzhab Syafi'i untuk menyikapi najis setitik di badan saya yang sempat lupa saya bersihkan dan terlanjur menyentuh pakaian dll.
Pertanyaan saya apakah dalam pendapat Imam Al Ghazali, air yang menyentuh najis hukmiyah, atau najis sangat kecil, dan tidak berubah sifat sama sekali, dihukumi suci tapi tidak mensucikan, atau dihukumi suci dan mensucikan? Saya berharap air ghusalah yang jatuh dan menimpa najis hukmi lain tersebut dihukumi suci dan mensucikan, tidak malah jadi menyebarkan najis hukmi atau mutanajjis ke mana-mana.
2. Saya saat ini masih menjalani pengobatan yang menyebabkan saya sering harus menggunakan salep di kaki saya. Sejujurnya salep ini cukup sulit dicuci bahkan dengan sabun.
Seandainya kaki saya yang bersalep ini tertimpa/menempel pada najis ainiyah dan tidak dibersihkan dengan tissue atau kain terlebih dahulu, langsung dicuci dengan air hingga najisnya bersih, namun sisa salepnya masih ada dan terasa lapisan tipis nya di kaki saya, bagaimana status hukum kaki saya dan air ghusalah yang terlepas dari kaki saya?
Karena air ghusalah dari kaki kanan umumnya menimpa kaki kiri dan sebaliknya, yang terjadi saya bolak balik mencuci kedua kaki, dan ini teramat sangat menghabiskan waktu dan air.
3. Saya disuruh pihak Al Khoirot untuk menentukan kesucian sesuatu dengan dugaan kuat dan tidak harus yakin 100%.
Masalahnya sebagai penderita was-was berat, sangat sulit bagi saya untuk mencapai kondisi dugaan kuat ini, terutama saat menyiram/membasuh najis dari bagian yang tidak terlihat mata, seperti lantai di bawah tubuh, telapak kaki, punggung dan bokong, belakang paha dan betis, atau (maaf) dubur saat melakukan siraman terakhir setelah najis ainiyahnya dihilangkan sebelumnya. Dalam kondisi tersebut saya sering terus menerus merasa air tidak mengena seluruh bagian yang harus disucikan secara merata, dan sulit sekali mendapat kondisi dugaan kuat bahwa air sudah mengena secara merata.
Situasi ini masih sangat sering menjebak saya hingga menghabiskan luar biasa banyak waktu (hingga lebih dari satu jam) dan air, terutama saat membersihkan najis yang tidak di ma'fu seperti setelah istinja buang air besar.
Saya paham bahwa caranya adalah dengan menghilangkan zat najis, lalu menyiram sekali terakhir, namun untuk mendapatkan dugaan kuat, bahwa siraman terakhir ini sudah merata mengenai najis dan tempat najis, sangat sulit bagi saya.
Saya terkadang memaksa diri menerima dan menganggap air sudah mengena rata, saat sebenarnya keraguan sangat kuat karena merasa air belum merata, dan kondisi dugaan kuat tidak juga tercapai setelah cukup lama, termasuk dengan menyebut lantang pada diri sendiri 'sudah rata', atau 'sudah kena'. Namun saya malah merasa khawatir sudah melakukan sesuatu yang dianggap menghalalkan hal haram dengan menyebut sesuatu yang masih najis sebagai suci.
Mohon solusi nya agar saya tidak menghabiskan banyak waktu dan air saat bersuci, dalam kondisi terus-terusan ragu dan kesulitan mendapatkan dugaan kuat tersebut.
Demikian pertanyaan-pertanyaan saya untuk kali ini. Saya sangat memohon jawaban, bantuan, dan solusi nya.
Atas segala kekurangan saya, saya mohon maaf. Dan saya haturkan terima kasih banyak.
JAWABAN
1. Air tersebut dihukumi suci dan mensucikan menurut sebagian pendapat dalam mazhab Syafi'i seperti Al-Mutawalli, dll. Dalam arti statusnya tidak berubah.
An-Nawawi dalam Roudotut Tolibin, hlm. 1/31, menjelaskan:
Artinya: "Imam Mutawalli dan lainnya berkata air memiliki kekuatan ketika dialirkan ke najis. Maka air tidak menjadi najis karena bertemu dengan sesuatu yang najis akan tetapi ia tetap suci dan mensucikan. Umpama air disiramkan ke sesuatu bagian baju yang najis, lalu basahnya menyebar ke bagian baju yang lain, maka basah yang menyebar tersebut tidak dihukumi najis. Apabila air disiramkan pada suatu wadah yang najis dan air tersebut tidak berubah oleh najis maka status air tetap suci dan menyucikan (thahur). Apabila air itu diputar ke sekeliling wadah, maka seluruh kawasan wadah menjadi suci."
2. Kalau salepnya berupa benda padat, maka berarti najisnya menempel di permukaan salep. Cara menghilangkan najis cukup disiram di permukaan salep tersebut. Kalau salepnya masih ada tidak masalah. Dan air bekas menghilangkan najis hukmiyah hukumnya suci.
3. Kalau sudah yakin najisnya tinggal najis hukmiyah, maka dibasuh satu kali sudah cukup. Kalau masih ragu, maka ditambah satu kali lagi (menjadi dua kali) itu sudah mencapai tahap yakin. Tidak lagi dugaan kuat. Baca detail: Cara Menyucikan Najis Ainiyah dan Hukmiyah
Mengabaikan perasaan was-was itu bukan berarti menghalalkan yang haram. Justru itu perintah syariah. Dan justru selalu was-was dan selalu tunduk pada kemauan was-was itu malah mengabaikan perintah syariah. Baca detail: Cara Sembuh Was-was Najis, Wudhu, Mandi, Shalat
Saya memiliki beberapa pertanyaan yang saya mohon jawaban, penjelasan, dan solusi nya.
1. Saya ingin menerapkan pendapat Imam Al Ghazali perkara air dan najis agar tidak talfiq saat menrapkan pendapat madzhab Syafi'i tentang najis ma'fu, dikarenakan pendapat beliau dekat dengan pendapat madzhab Maliki yang lebih ringan bagi saya yang menderita was-was qahry. Sementara saya belum mengerti jelas mengenai batasan najis ma'fu dalam madzhab Maliki, bila saya ingin menerapkan pendapat madzhab Maliki sepenuhnya. Saya membaca dari penjasan pihak Al Khoirot bahwa Imam Al Ghazali berpendapat air tetap suci selama tidak berubah warna, rasa, atau bau nya. Dan air tetap suci bila menyentuh najis yang sangat sedikit.
Saya sering mengalami saat mensucikan najis hukmiyah atau najis ukuran ma'fu, air ghusalah nya lepas dari tubuh dan jatuh menimpa najis hukmiyah atau najis ukuran ma'fu lain di bagian badan lain, kemudian menyebar ke lantai dll. Saya ingin menerapkan pendapat madzab Maliki tentang najis hukmi tidak menular untuk kemudahan, tapi di saat yang sama saya memerlukan konsep/pendapat najis ma'fu madzhab Syafi'i untuk menyikapi najis setitik di badan saya yang sempat lupa saya bersihkan dan terlanjur menyentuh pakaian dll.
Pertanyaan saya apakah dalam pendapat Imam Al Ghazali, air yang menyentuh najis hukmiyah, atau najis sangat kecil, dan tidak berubah sifat sama sekali, dihukumi suci tapi tidak mensucikan, atau dihukumi suci dan mensucikan? Saya berharap air ghusalah yang jatuh dan menimpa najis hukmi lain tersebut dihukumi suci dan mensucikan, tidak malah jadi menyebarkan najis hukmi atau mutanajjis ke mana-mana.
2. Saya saat ini masih menjalani pengobatan yang menyebabkan saya sering harus menggunakan salep di kaki saya. Sejujurnya salep ini cukup sulit dicuci bahkan dengan sabun.
Seandainya kaki saya yang bersalep ini tertimpa/menempel pada najis ainiyah dan tidak dibersihkan dengan tissue atau kain terlebih dahulu, langsung dicuci dengan air hingga najisnya bersih, namun sisa salepnya masih ada dan terasa lapisan tipis nya di kaki saya, bagaimana status hukum kaki saya dan air ghusalah yang terlepas dari kaki saya?
Karena air ghusalah dari kaki kanan umumnya menimpa kaki kiri dan sebaliknya, yang terjadi saya bolak balik mencuci kedua kaki, dan ini teramat sangat menghabiskan waktu dan air.
3. Saya disuruh pihak Al Khoirot untuk menentukan kesucian sesuatu dengan dugaan kuat dan tidak harus yakin 100%.
Masalahnya sebagai penderita was-was berat, sangat sulit bagi saya untuk mencapai kondisi dugaan kuat ini, terutama saat menyiram/membasuh najis dari bagian yang tidak terlihat mata, seperti lantai di bawah tubuh, telapak kaki, punggung dan bokong, belakang paha dan betis, atau (maaf) dubur saat melakukan siraman terakhir setelah najis ainiyahnya dihilangkan sebelumnya. Dalam kondisi tersebut saya sering terus menerus merasa air tidak mengena seluruh bagian yang harus disucikan secara merata, dan sulit sekali mendapat kondisi dugaan kuat bahwa air sudah mengena secara merata.
Situasi ini masih sangat sering menjebak saya hingga menghabiskan luar biasa banyak waktu (hingga lebih dari satu jam) dan air, terutama saat membersihkan najis yang tidak di ma'fu seperti setelah istinja buang air besar.
Saya paham bahwa caranya adalah dengan menghilangkan zat najis, lalu menyiram sekali terakhir, namun untuk mendapatkan dugaan kuat, bahwa siraman terakhir ini sudah merata mengenai najis dan tempat najis, sangat sulit bagi saya.
Saya terkadang memaksa diri menerima dan menganggap air sudah mengena rata, saat sebenarnya keraguan sangat kuat karena merasa air belum merata, dan kondisi dugaan kuat tidak juga tercapai setelah cukup lama, termasuk dengan menyebut lantang pada diri sendiri 'sudah rata', atau 'sudah kena'. Namun saya malah merasa khawatir sudah melakukan sesuatu yang dianggap menghalalkan hal haram dengan menyebut sesuatu yang masih najis sebagai suci.
Mohon solusi nya agar saya tidak menghabiskan banyak waktu dan air saat bersuci, dalam kondisi terus-terusan ragu dan kesulitan mendapatkan dugaan kuat tersebut.
Demikian pertanyaan-pertanyaan saya untuk kali ini. Saya sangat memohon jawaban, bantuan, dan solusi nya.
Atas segala kekurangan saya, saya mohon maaf. Dan saya haturkan terima kasih banyak.
JAWABAN
1. Air tersebut dihukumi suci dan mensucikan menurut sebagian pendapat dalam mazhab Syafi'i seperti Al-Mutawalli, dll. Dalam arti statusnya tidak berubah.
An-Nawawi dalam Roudotut Tolibin, hlm. 1/31, menjelaskan:
قال المتولي وغيره للماء قوة عند الورود على النجاسة فلا ينجس بملاقاتها بل يبقى مطهرا فلو صبه على موضع النجاسة من ثوب فانتشرت الرطوبة في الثوب لا يحكم بنجاسة موضع الرطوبة ولو صب الماء في إناء نجس ولم يتغير بالنجاسة فهو طهور فإذا أداره على جوانبه طهرت الجوانب كلها
Artinya: "Imam Mutawalli dan lainnya berkata air memiliki kekuatan ketika dialirkan ke najis. Maka air tidak menjadi najis karena bertemu dengan sesuatu yang najis akan tetapi ia tetap suci dan mensucikan. Umpama air disiramkan ke sesuatu bagian baju yang najis, lalu basahnya menyebar ke bagian baju yang lain, maka basah yang menyebar tersebut tidak dihukumi najis. Apabila air disiramkan pada suatu wadah yang najis dan air tersebut tidak berubah oleh najis maka status air tetap suci dan menyucikan (thahur). Apabila air itu diputar ke sekeliling wadah, maka seluruh kawasan wadah menjadi suci."
2. Kalau salepnya berupa benda padat, maka berarti najisnya menempel di permukaan salep. Cara menghilangkan najis cukup disiram di permukaan salep tersebut. Kalau salepnya masih ada tidak masalah. Dan air bekas menghilangkan najis hukmiyah hukumnya suci.
3. Kalau sudah yakin najisnya tinggal najis hukmiyah, maka dibasuh satu kali sudah cukup. Kalau masih ragu, maka ditambah satu kali lagi (menjadi dua kali) itu sudah mencapai tahap yakin. Tidak lagi dugaan kuat. Baca detail: Cara Menyucikan Najis Ainiyah dan Hukmiyah
Mengabaikan perasaan was-was itu bukan berarti menghalalkan yang haram. Justru itu perintah syariah. Dan justru selalu was-was dan selalu tunduk pada kemauan was-was itu malah mengabaikan perintah syariah. Baca detail: Cara Sembuh Was-was Najis, Wudhu, Mandi, Shalat