Istri Tidak Pernah Bersyukur, Apakah Harus Bercerai?

Istri Tidak Pernah Bersyukur, Apakah Harus Bercerai? Setiap kali bertengkar dia selalu berkata : sy disakiti, tidak pernah bahagiain istri sekali ini

 

Istri Tidak Pernah Bersyukur, Apakah Harus Bercerai?

ISTRI TIDAK PERNAH BERSYUKUR, APAKAH HARUS BERCERAI?

Assalamu'alaikum ustadz semoga antum slalu dijaga dan diberkahi oleh Allah subhanahu wata'ala

Sy mau tanya ttg mslh rumah tangga. Sy sudah menikah selama 6,5 thn. Anak sy 2, sepasang. Paling besar 5,5thn dan yg kecil cewek 2thn.

Sy sm istri sering sekali bertengkar. Dan dia selalu minta cerai krn merasa tdk tahan, selalu disakiti dsb. Padahal sy tidak pernah menyakiti dia spt contoh main perempuan, pulang malam, judi dan maksiat lainnya. Bahkan sampai2 gaji sy berikan semua ke istri. Alhamdulillaah penghasilan sy termasuk besar.

Setiap kali bertengkar dia selalu berkata : sy disakiti, tidak pernah bahagiain istri sekali ini saja, tdk pernah bahagia sama sekali. Padahal saat lg damai, sabtu minggu atau malam hari bila dia mau pergi atau keluar utk jalan2 selalu sy turuti, mgkn pernah sekali atau dua kali tidak bisa krn lelah (itu pun akhirnya jd bahan keributan jg).
Namun sy selalu bersabar, berusaha menjelaskan, bahkan setelahnya sy diamkan. Tidak pernah sy membentak ataupun memukul. Meskipun bgitu tetap dia marah2 sambil teriak sehingga didengar tetangga. Kadang dia nangis sambil lari ke luar rumah ingin pergi (rumah orang tua beda kota). Hal spt ini bagi sy sangat memalukan keluarga, pdhl tetangga adalah teman2 sekantor.

Pernah suatu ketika saking dia terlalu emosi, sy disiram pakai air atau diejek pakai kata kasar. Namun sekali lg sy hanya diam, krn apabila sy layani maka marahnya akan bertambah pd akhirmya dia pingsan. Hubungan dg ibu sy juga meskipun harmonis tp tdk pernah sama sekali terbesit difikirannya utk membahagiakan org tua sy spt memberikan uang atau hadiah, padahal dia tau dalil uang anak adalah uang org tua.

Terakhir dlm 2 minggu ini, dia kembali 'kumat'. Minggu lalu dia marah krn tersinggung ketika sy menasihatinya sewaktu ia memarahi anak. Sy menasihati agar suara nya tdk terlalu keras ketika memarahi anak sehingga suaranya sampai terdengar tetangga. Ia marah dan ingin pergi, namun krn kedua anak menangis melihat pertengkaran ini dan membujuk ia utk jangan pergi maka batallah. 2 hari setelahnya, kami berbaikan, harmonis spt biasa tertawa melihat tingkah anak2.

Namun hari ini tepatnya mulai semalam, ia kembali marah oleh karena sy hari ini melakukan puasa syawal yg msh kurg 4 hr lg. Katanya hari sabtu dan minggu hari jalan2 dan makan2 di luar, sy tdk diperbolehkan utk berpuasa. Diganti hari kerja saja. Namun sy tetap bersikeras utk berpuasa krn mumpung badan sdh sehat (sebelumnya seminggu mencret) dan hari kerja selama syawal hanya bersisa 5 hari lg, ditakutkan sisa 4hr tdk didapatkan. Esoknya semakin ia marah, menangis, ia bilang sy tdk pernah membahagiakan istri, selalu memikirkan diri sendiri, percuma sering solat di masjid tp membuat istri menangis, selama Ramadhan tdk pernah jalan2 malam (pdhl sy ingin tarawih berjamaah tdk bolong).

Yg ingin sy tanyakan Ustadz, apakah yg sy lakukan ini salah? Sy merencanakan hr sabtu, senin, kamis dan jumat utk melakukan puasa syawal. Sy tdk berani menunda krn kondisi badan sy sering tdk bs diajak kompromi. Apakah sy salah lebih memilih berpuasa krn Allah dibanding mengajak jalan istri (yg katanya sangat bosan 5 hr di rmh, pingin jalan2 spt yg lain)?? Padahal sy sdh tawarkan tetap jalan2, tp sy tdk bs makan siang sama2 krn puasa.
Apakah sy salah ustadz, sy lebih memilih tarawih berjamaah drpd buka bareng di luar jalan2 ke mall?? Sy sudh slalu menasihati tp slalu spt ini.

Sy selalu berfikir apakah lebih baik berpisah saja. Namun slalu wajah kedua anak yg terbayang, alangkah kasihan mereka bila hidup tdk bersama kedua org tua. Kedua anak sy sangat dekat dg saya, selalu menangis bila sy tdk ada. Begitu jg kedekatan dg istri sy. Ditambah lg anak pertama sering sakit dan bila sakit harus benar2 diperhatikan krn beberapa kali pernah step. Alasan anak inilah yg selalu membuat sy bersabar.
Namun kesabaran ini tampaknya belum membuahkan hasil. Istri sy tdk pernah berubah. Atau apakah memang ini salah saya ustadz???

Mohon masukannya. Jazakumullahu khairan katsiro atas jawabannya

JAWABAN

Mengingat alasan yang anda ungkapkan terkait sangat sayangnya anak-anak pada ayah dan ibunya, maka tidak ada salahnya kalau anda mencoba mempertahankan rumah tangga. Beri satu lagi kesempatan. tapi dengan sejumlah catatan berikut:

a) Beri nafkah secukupnya. Jangan semua gaji diberikan. Memberikan seluruh gaji pada istri adalah salah satu kesalahan strategi. Cara ini membuat istri tidak bersyukur dan menjadi kurang bergantung pada suami. Suami tidak dianggap penting oleh istri karena toh seluruh uang sudah ada di tangan istri. Selain itu, suami jadi tampak bergantung ke istri karena setiap suami ada keperluan dia meminta uang pada istrinya.

Jadi, nafkahi istri secukupnya menurut kebutuhan bulanan yang wajar. Kalau perlu beri uang secara mingguan. Terutama untuk kebutuhan rumah tangga dasar seperti sembako. Untuk kebutuhan kosmetik, baju, dll tidak perlu diberi. Biarkan istri memintanya saat membutuhkan nafkah tambahan. Dengan cara ini, maka istri akan sering meminta; akan sering bergantung pada suami dan akan merasa bersyukur ketika diberi. Pengaruh dan daya tawar suami juga akan semakin tinggi. Pada saat daya tawar tinggi, maka nasihat suami akan lebih didengar karena istri suak tidak suka mendengarnya.

b) Beri sangsi atau hukuman saat membuat kesalahan. Istri harus dididik agar mau berubah karakternya. Salah satu caranya adalah dengan reward & punishment. Beri penghargaan saat berperilaku baik dan beri hukuman saat berperilaku buruk. Salah satu bentuk hukuman seperti tidak diberi nafkah atau dikurangi nafkahnya. Atau pemberian nafkahnya dirubah dari bulanan menjadi mingguan atau bahkan harian. Begitu juga jumlah nafkah bisa dikurangi dari sebelumnya. Dan ditambah apabila berperilaku baik, dst. Baca juga: Cara Harmonis dalam Rumah Tangga

c) Ajak istri silaturahmi ke rumah ustadz/ustadzah dari kalangan NU (jangan yang Wahabi / Salafi / HTI yg radikal). Minta nasihat pada mereka. Kalau ada Ikut organisasi Muslimat NU, dll. Agar istri lebih dekat ke kalangan santri. Baca detail: Kriteria Ahlussunnah Wal Jamaah

LihatTutupKomentar