Hukum Memberitahu Status Makanan dan Barang yang Dijual

Hukum Memberitahu Status Makanan dan Barang yang Dijual penjual menjual makanan yang hari ini tidak habis di jual besok lagi atau lain hari tanpa memb

Hukum Memberitahu Status Makanan

Hukum Memberitahu Status Makanan dan Aib Barang yang Dijual

Permasalahan fikih Dalam praktek berdagang jual makanan penjual ada   beberapa praktek di lapangan
 
1). penjual menjual makanan yang hari ini tidak habis di jual besok lagi atau lain hari tanpa memberitahu pembeli kalo ini sisa kemarin dan menjual dengan harga sama
Bagaimana hukumnya karna ada salah satu ustad menghukumi di larang menjual makanan sisa kemarin kecuali harus di sampaikan kepada pembeli dan harus beda harga kalo tidak haram sama saja menipu
tapi ada ustad lain yg bilang tidak wajib menyampaikan selama masih layak

Daftar Isi

  1. Batasan Harga Barang dan Status Makanan
  2. Hukum Memberitahu Aib Barang yang Dijual
  3. Cara Konsultasi Islam


Mohon di kasih penjelasan di sini
  Apa hukumnya halal apa haram
Pertanyaan
A. jika wajib sebatas apa kewajibannya Karana kalo hal ini tidak di batasi secara syariat akan kebablasan dan terjerumus ke was was karna kadang pembeli juga tidak perlu penjelasan
B. Jika tidak  wajib berikan alasannya

JAWABAN

Batasan Harga Barang dan Status Makanan

1. Kalau kita merujuk pada al-Qur'an dan Sunnah, maka tidak ada ketentuan yang pasti tentang masalah harga barang yang diperjualbelikan. Yang berarti, soal harga diserahkan pada kesepakatan kedua pihak penjual dan pembeli. Dalam  QS al-Baqarah 2:188 Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ.

Artinya: "Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui."

Oleh karena itu, selagi tidak ada keluhan dari pembeli, tidak masalah menjual makanan sisa kemarin selagi kualitasnya masih baik dan pembeli rela.

Nabi bersabda yang memperkuat dalil di atas:

غلا السعر على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالوا: يا رسول الله لوسعرت؟ فقال: إن الله هو القابض الباسط الرزاق المسعر، وإني لأرجو أن ألقى الله عز وجل ولا يطلبني أحد بمظلمة ظلمتها إياه في دم ولامال. رواه الخمسة إلا النسائي وصححه الترمذي

Artinya: "Suatu ketika terjadi krisis di zaman Rasulullah saw. Kemudian para sahabat meminta kepadanya agar menetapkan harga-harga barang: "Hendaknya engkau tetapkan harga barang?" Beliau menjawab: “Sesungguhnya Allah swt Dzat Yang Maha Mengendalikan, Maha Memberi Rezeki, Maha Pemberi Rezeki, dan Maha Penentu Harga. Sesungguhnya aku pastilah berharap kelak bertemu Allah swt dalam kondisi tak ada seorang pun menuntutku atas suatu kezaliman yang aku perbuat berkaitan dengan darah dan juga tidak dengan harta.” (HR Imam Lima selain an-Nasai dan dishahihkan oleh at-Tirmidzi)

Hadits tersebut memberikan faidah kepada kita bahwa haramnya Tas’ir (penetapan harga dari pihak penguasa/pemerintah) dikarenakan itu adalah sebuah kezhaliman.

A. Tidak wajib memberitahu. Asal kondisi barang masih baik. Adapun kalau kualitas berkurang kualitasnya sampai tingkat cacat, maka harus memberitahu. Bagaimana kalau tidak memberitahu?

Imam Nawawi dalam Al-Majmuk, hlm. 11/299, menyatakan hukumnya menyimpan aib adalah dosa tapi jual-belinya tetap sah.

 إن باع ولم يبين العيب صح البيع مع المعصية.

Artinya: Apabila penjual menjual barang tanpa menjelaskan ada aib, hukum transaksinya sah, tapi penjual telah melakukan dosa. 

Hukum Memberitahu Aib Barang yang Dijual
 
B. Lihat jawaban A. Sebagai tambahan terkait batasan aib atau barang yang dianggap cacat, berikut penjelasan dari kitab Al-Mausuah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah (Ensilopedi Fikih Kuwait), hlm. 20/118:

 ذهب الفقهاء إلى أنه يجب على البائع إذا علم شيئًا بالمبيع يكرهه المشتري أن يبينه بيانًا مفصلًا، وأن يصفه وصفًا شافيًا زيادة على البيان، إن كان شأنه الخفاء؛ لأنه قد يغتفر في شيء دون شيء، يحرم عليه عدم البيان ويكون آثمًا عاصيُا, وإذا وقع البيع مع كتمان العيب فالبيع صحيح مع الإثم والمعصية عند جمهور الفقهاء. انتهى.

وجاء فيها أيضًا: ضابط العيب في المبيع عند الحنفية والحنابلة أنه ما أوجب نقصان الثمن في عادة التجارة؛ لأن التضرر بنقصان المالية. انتهى.

Artinya: Fukaha (ulama ahli fikih) berpendapat wajib bagi penjual apabila dia tahu ada sesuatu pada barang yang dijual yang tidak disukai pembeli agar memberi tahu pembeli secara detail dan menyifatinya dengan jelas apabila sifatnya tidak terlihat. Karen terkadang ada kekurangan yang dimaafkan ada yang tidak. Dan haram bagi penjual tidak menjelaskan itu dan ia berdosa. Apabila terjadi transaksi tanpa memberitahu aib, maka transaksi itu sah disertai dosa dan maksiat menurut mayoritas ulama fikih.

Adapun batasan dari cacat barang menurut mazhab Hanafi dan Hanbali (Hanabilah) adalah sesuatu yang menyebabkan turunnya harga menurut kebiasaan.
Baca detail: Bisnis dalam Islam

LihatTutupKomentar