Status Pernikahan Suami Istri yang Sering Konflik
Status Pernikahan Suami Istri yang Sering Konflik Mohon pak Ustadz, langkah apa yang harus saya lakukan, mengingat dia tidak mau sama sekali diajak / mencari tau sendiri / berkonsultasi mengenai ucapan cerainya yang sudah diucapkan bertahun tahun lalu. Kalopun saya mengurus ke pengadilan, bagaimana dan seperti apa prosesnya, mengingat sebetulnya bukan saya yang menggugat cerai /menceraikan.
SUAMI DULU SERING UCAPKAN KATA TALAK
Assalamualaikum wr…wb…
Saya seorang perempuan berusia 33 tahun. Sudah 3 bulan lamanya, pikiran saya terganggu atas keabsahan pernikahan kami. Takut, bingung dan khawatir. Saya menikah sah secara agama dan Negara pada tahun 2007. Seperti rumah tangga lain, banyak cobaan dan banyak selisih paham.
1. Tahun 2008 bulan Februari, kami bertengkar hebat dengan disaksikan oleh pembantu rumahtangga kami (Alhamdulilah tidak ada KDRT), saya lupa siapa yang mengucap kata cerai duluan, namun saya ingat ditengah pertengkaran itu, saya menulis surat pernyataan:
“Hari ini, Sabtu 28 Februari 2008 Jam 13.45 wib. Dengan ini saya sebagai suami (nama lengkap suami saya) dari xxx (nama saya), menyetujui untuk penggugatan cerai.”
TOPIK SYARIAH ISLAM
Semua nama yang ada di surat pernyataan itu saya buat lengkap, kemudian saya meminta dia menandatanganinya dan dengan marah dia tandatangani surat pernyataan itu. Surat itu tanpa materai dan sampai sekarang masih saya pegang.
Namun waktu berangsur berlalu dan tidak ada satupun dari kami yang bergerak untuk mengurus perceraian. Dan akhirnya kami rukun kembali.
2. Tahun 2009 bulan Februari, lagi kami berselisih paham hingga dia membuat surat draft permohonan perceraian dari pengadilan, meskipun belum ditandatangani olehnya. Namun surat itu jelas dan tertata rapih kata-katanya. Karena setelah saya tahu, ibu mertua saya yang meminta draft surat permohonan perceraian ke pengadilan atas kehendak suami saya. Surat itu tertanggal 18 Februari 2009, tanpa tandatangan suami saya.
Saya shock, karena surat itu diletakkan diatas meja makan. Saya diam saja dan terserah pada proses selanjutnya. Namun entah bagaimana, keadaan membaik kembali dengan sendirinya.
3. Tahun 2009 bulan Agustus, satu hari sebelum acara aqiqah anak anak saya, kami bertengkar kembali. Kami adu mulut dan dengan jelas dan lantang dia mengucap TALAK SATU kepada saya disaksikan pembantu dan salah seorang kerabatnya. Tetangga pada malam itupun mendengar ucapannya. Jika tidak salah, pada saat itu saya sedang mens.
4. Tahun 2011 bulan Maret, entah kami bertengkar karena apa. Tapi sudah ada kata cerai juga yang dilontarkan. Dan diapun tepat ditanggal ulangtahun saya, tengah malam, dia mengucap selamat ulangtahun dan sekalian mengucap baik-baik: “selamat ulangtahun… aku sudah pikirkan semuanya, kita baiknya berpisah, anak-anak tetap dalam tanggunganku… (dan sebagainya dan sebagainya saya lupa)”
5. Entah berapa bulan setelah kejadian itu, kami berselisih paham lagi. Saya berkata ingin pergi kerumah orangtua saya, anak anak saya ajak, mereka menangis karena kami adu mulut. Dan pintu rumah terbuka, ada beberapa tetangga yang melihat, lalu saya tutup pintunya. Saya berkata pada dia, untuk mengecilkan volume suaranya dan jangan bertengkar didepan anak-anak. Kemudian saya pamit baik-baik dan saya akan kembali jika keadaan hati saya sudah reda. Namun dia malah murka, dia mengambil pakaian saya dari lemari dan melemparnya ke teras rumah kami, saya malu karena dilihat oleh tetangga. Sembari melempar dia berkata… “mau berapa lama nginap? gak usah pulang sekalian!!!”
Saya ambil pakaian saya satu persatu dan saya masukkan kedalam plastic lalu saya pergi kerumah orangtua saya. Karena saya tahu, jika saya urungkan niat dan tetap tinggal, pasti keadaan seperti neraka, tidak ada tegur sapa dan saya akan sendiri mengurus anak anak dirumah, dalam jangka waktu yang lama. Jika kami bertengkar, waktu yang akan dihabiskan cukup lama. Bukan hitungan hari atau minggu, tapi bulanan tanpa ada tegur sapa. Saya tidak akan tahan, karena ada anak anak yang harus saya jaga psikologisnya. Jika saya pergi kerumah ortu saya, pasti mereka akan senang karena ada komunikasi dan gelak canda tawa. Tidak sunyi senyap seperti neraka.
Setelah hati saya sudah reda, saya kembali kerumah. Ternyata kunci rumah diganti dan gembok pagarpun diganti, sehingga saya tidak bisa masuk dengan kunci yang saya miliki. Betapa terkejutnya saya, ternyata memang segitunya saya tidak diharapkan untuk pulang. Namun akhirnya saya berhasil masuk karena saya menghubungi dia.
Beberapa waktu kemudian saya mengetahui ternyata ide untuk mengganti gembok dan kunci rumah adalah ide dari ibu mertua saya. Biarlah itu sudah berlalu.
6. Ucapan cerai terakhir adalah tahun 2013, karena suatu hal kami berselisih paham kembali. Karena tidak tahan akan “perang dingin” yang berangsur angsur lama, pada waktu dia akan berangkat kerja jam 5.30 pagi, saya hadang pintu rumah dan bertanya… “jadinya gimana mengenai kita?” Dengan singkat, padat dan jelas dan volume tinggi, dia berkata… “CERAI !!”. Saya kaget dan kalut, karena entah sudah berapa banyak ucapan itu dilontarkan.
Dari tahun 2013-2015, selisih paham masih ada sedikit-sedikit. Tapi sudah tidak ada lagi ucapam cerai yang terlontar dari dia. Namun pada bulan September 2015, sebelum acara Idul Adha, saya berniat melakukan shodaqoh ke yayasan yatim piatu, sembari berkonsultasi kepada seorang ustadz mengenai rumahtangga saya dan supaya saya minta doanya agar pernikahan kami sakinah, mawadah, warrahmah.
Saya berkonsultasi dengan beliau sebelum acara dimulai ditemani dengan keluarga saya, kedua orangtua saya, kakak saya, adik saya dan anak anak saya, karena memang acaranya adalah berdoa bersama dan makan bersama para anak yatim. Pada waktu berkonsultasi, saya banyak bercerita dan akhirnya saya juga mengutarakan bahwa sudah beberapa kali suami saya mengucap cerai.
7. Pak Ustadz kaget, beliau berkata, ucapannya sudah sah, meskipun dalam keadaan marah. Kecuali marah yang sampai membuat hilang akal. Dan pak Ustadz menganjurkan saya untuk membawa suami saya untuk berbincang bincang dengan beliau. Tapi saya yakin suami saya tidak akan mau, dan terbukti hingga sekarang dia tidak mau untuk berkonsulatasi dengan siapapun.
Dua mingga setelahnya, saya berkonsultasi kembali ke pak Ustadz tersebut untuk berkonsultasi kembali, karena saya masih belom yakin, ditemani teman saya. Kami berbincang lagi dan beliau menerangkan lebih dalam, bahwa ucapan cerai suami saya sudah sah.
8. Karena masih ada kegundahan terlihat diraut muka saya, Pak Utadz tersebut menyarankan saya untuk ke bp4 k.u.a di kecamatan terdekat. Akhirnya bulan desember awal, saya pergi ke bp4 dan berkonsultasi, disana saya juga mendapatkan bahwa ucapan cerai suami saya sudah sah.
9. Lalu saya berkonsultasi lagi ke pakliknya suami dengan ditemani ibu saya, beliau dianggap pihak netral dan mumpuni soal agama. Pendapat beliau, ucapan cerai dari keponakannya adalah tidak sah, karena harus ada niat dan benar-benar diantarkan/dipulangkan kerumah orangtua perempuan oleh suami. Dan beliaupun berpendapat, jika ucapan cerai pertama sudah terjadi rujuk, berarti kembali lagi ke 0 (nol) ucapannnya, artinya tidak akan terhitung lagi. Lepas daripada itu, beliau menyuruh saya untuk melakukan banyak sholat tahajud dan sholat istikharoh untuk minta kepastian kepada Alloh.
Saya lakukan itu semua, tapi kenapa hati saya masih ragu ya pak Ustadz? Ragu untuk berpisah dari dia, karena akhir-akhir ini memang tidak ada pertengkaran yang berarti dan sudah saling memahami satu sama lain meskipun masih ada sedikit salah paham. Amat berat rasanya untuk berpisah sedangkan keadaan kami baik baik saja, dan saya kasihan dengan anak-anak jika nanti saya berpisah.
10. Kenapa masih ada keraguan dalam hati saya ya pak Ustadz, padahal saya sudah tahajud dan istikaroh, apakah itu jawaban dari Alloh bahwa ucapan cerai suami saya sebenarnya tidak sah?. Saya sudah 3 bulan ini tidak tidur bersama dengan dia pak Ustadz, karena saya takut salah dimata Alloh, saya takut ternyata pernikahan ini sudah tidak sah lagi. Pernah dia meminta berhubungan badan, tapi saya tolak dengan alasan mens. Beberapa waktu setelah itu saya beritahu dia mengenai kegalauan saya dan mengapa saya memisahkan diri dari tidur bersama dia. Tapi dia tetap tidak ada action, dia bilang… “ya biar saja, itukan sudah ucapan yang lalu, untuk sekarang…kamu dengar baik baik ya… saya tidak akan pernah menceraikan kamu selama-lamanya.”
Saya tambah bingung pak Ustadz, mohon amat sangat bantuannya dan pandangannya dari segi agama. Saya ingin mengikuti aturan Alloh, tapi koq saya kasihan dengan dia dan anak anak saya. Mengenai cinta, saya tidak tahu apakah saya masih mencintai dia atau tidak. Karena biasanya saya tidak kuat untuk pisah ranjang dengan dia, tapi sekarang saya kuat untuk berbulan bulan tidak tidur dengan dia. Saya tidur dengan anak anak saya. Meskipun minggu ini (entah zinah atau tidak), dia pernah mendatangi saya dikamar anak anak dan mendekati saya, saya tidak bisa menolak, bukan karena saya bernafsu, tapi karena saya kasihan dengan usahanya, dia merayu saya dengan lemah lembut dan sedikit mengajak ngobrol saya. Namun perasaan saya benar2 datar pak Ustadz, saya sama sekali tidak menikmatinya. Hanya sebatas melakukan “tugas”. Bathin saya merasa tidak terikat dengan dia.
Tapi kalo ditanya kasihan dan respect, saya amat sangat kasihan dan respect dengan dia pak Ustadz. Saya mikir bagaimana nanti bajunya dan makannya, siapa yang mengurusi kalo saya berpisah dengan dia. Dan siapa nanti yang bersih bersih rumah. Dan bagaimana nanti psikologis anak anak saya jika saya hidup berpisah / tidak lagi tinggal dirumah yang sekarang.
Saya luar biasa gundah gulana pak Ustadz, karena memang kami tidak ada pertengkaran hebat, tapi kenapa harus sekarang kami berpisah?
11. Adakah pengaruh menstruasi dengan sah atau tidak sahnya ucapan cerai? Dan saya tidak begitu ingat diucapan keberapa waktu itu saya sedang mens. Saya harus bagaimana pak Ustadz, sedangkan suami tidak mau diajak konsultasi kemanapun, bahkan saya menyarankan dia untuk pergi sendiri dan cari ustadz sendiri untuk berkonsultasi agar pikirannya terbuka, diapun tidak mau.
12. Mohon pak Ustadz, langkah apa yang harus saya lakukan, mengingat dia tidak mau sama sekali diajak / mencari tau sendiri / berkonsultasi mengenai ucapan cerainya yang sudah diucapkan bertahun tahun lalu. Kalopun saya mengurus ke pengadilan, bagaimana dan seperti apa prosesnya, mengingat sebetulnya bukan saya yang menggugat cerai /menceraikan.
Dan saya bingung juga bagaimana harus berpisah sedangkan tidak ada pertengkaran hebat diantara kita selama 2 tahun terakhir. Mohon solusi dan pandangannya dari segi agama (Habluminallah dan habluminannaas).
Wassalammualaikum wr…wb…
JAWABAN
Agar mudah menjawabnya, kami beri nomor setiap kasusnya dan responsnya berdasar pada nomor tersebut.
1. Pernyataan tertulis istri yang ingin melakukan gugat cerai ke pengadilan agama dan disetujui oleh suami itu hukumnya tidak jatuh talak. Karena suami hanya menyetujui keinginan istri untuk melakukan gugat cerai. Tapi bukan pernyataan cerai dari suami. Yang jatuh talak adalah apabila suami menyatakan kalimat cerai secara eksplisit pada istri seperti "Kamu dicerai" "Kamu saya talak" "Kamu saya pisah".
2. Suami yang membuat draft permohonan perceraian dari pengadilan hukumnya tidak jatuh talak. Karena bukan pernyataan cerai. Tapi hanya rencana. Dalam kasus draft permohonan cerai yang ditulis suami untuk disampaikan di pengadilan, maka talak baru terjadi setelah pengadilan memutuskan dan suami sudah tanda tangan. Dan itu tidak terjadi.
Sampai poin ini, tidak ada terjadi perceraian antara anda dan suami.
3. Hukum ucapan cerai / talak / pisah oleh suami kepada istri adalah sah terjadi talak. Walaupun suami sedang marah. Ini menurut pendapat mayoritas ulama. Namun, ada pendapat ulama dari madzhab Hanbali yang menyatakan bahwa suami yang sedang marah tingkat menengah (seperti kasus di atas), tidak terjadi talak. Baca detail: Talaknya Suami yang Sedang Marah
Apabila mengikuti pendapat kedua, maka sampai poin ini belum terjadi talak sama sekali antara anda dan suami.
4. Ucapan cerainya sah karena dia mengucapkan tanpa keadaan marah. Dengan demikian, maka jatuh talak 1 (satu).
5. Kalimat "gak usah pulang sekalian!" masuk dalam kategori talak kinayah. Ini baru terjadi talak apabila disertai dengan niat. Silahkan tanya ke suami: apabila ada niat maka jatuh talak 2 (dua), apabila tanpa niat, maka tidak terjadi talak. Ini menurut pendapat mayoritas ulama. Namun, kalau mengikuti pendapat yang tidak mengesahkan talak saat marah seperti disebut dalam poin 3, maka tidak terjadi talak secara mutlak. Apabila mengikuti pendapat terakhir, maka talak yang jatuh baru talak satu yaitu dalam kasus dalam poin 4.
6. Kalau ucapan ini diungkapkan dalam keadaan marah, maka tidak jatuh talak sebagaimana dijelaskan dalam poin 3. Kalau diucapkan dalam keadaan tidak marah, maka jatuh talak 2 (dua). Dari nada tinggi yang dia ucapkan, maka dia mengucapkan itu tampaknya dalam keadaan marah. Apabila demikian, maka tidak terjadi talak. Berarti sampai poin ini baru terjadi talak 1 (satu) yaitu dalam kasus no. 4.
7. Ustadz anda itu benar bahwa ucapan talak saat emosi itu sah dan jatuh talak menurut pendapat mayoritas ulama selain madzhab Hanafi dan Ibnu Qayyim dari madzhab Hanbali. Sedangkan menurut dua ulama terakhir tidak terjadi talaknya suami yang mengatakan talak dalam keadaan emosi. Baca detail: Talaknya Suami yang Sedang Marah
8. Lihat jawaban poin no. 7 di atas.
9. "Pendapat beliau, ucapan cerai dari keponakannya adalah tidak sah, karena harus ada niat" => ini tidak benar. Ucapan cerai yang eksplisit (talak soreh) jatuh talak walaupun tanpa niat. Yang perlu niat adalah talak kinayah (tidak langsung). Baca: Talak Sareh dan Talak Kinayah
Begitu juga, tidak benar anggapan bahwa apabila sudah talak lalu rujuk maka akan kembali ke nol lagi. Allah berfirman dalam QS Al-Baqarah 2:229
10. Anda masih ragu karena tidak yakin dengan jawaban pakliknya suami di sisi lain kalau mengikuti pendapat ustadz di poin no. 7 anda merasa berat karena masih ada rasa kasihan pada suami dan anak.
11. Menstruasi tidak ada pengaruh pada keabsahan cerai. Talak tetap sah walaupun diucapkan oleh suami saat istri sedang haid.
12. Langkah yang harus dilakukan adalah: (a) sebaiknya Anda mengikuti pendapat Ibnul Qoyyim yang menyatakan bahwa talak saat suami tidak sah; (b) dengan demikian maka talak yang sudah jatuh baru talak 1 (satu) apabila dalam poin 6 diucapkan dalam keadaan marah; dan jatuh talak 2 (dua) apabila dalam kasus ke-6 diucapkan dalam keadaan tidak emosi.
Seandainya pun anda sudah ditalak 2, maka suami masih tetap bisa rujuk kembali. Namun ini yang terakhir. Apabila suami kembali mengucapkan kata cerai yang sah, maka jatuhlah talak tiga dan kalau itu terjadi, maka suami tidak bisa lagi rujuk dan harus pisah rumah sebagaimana disebut dalam QS Al-Baqarah 2:230
Baca juga: Cara Harmonis dalam Rumah Tangga
Assalamualaikum wr…wb…
Saya seorang perempuan berusia 33 tahun. Sudah 3 bulan lamanya, pikiran saya terganggu atas keabsahan pernikahan kami. Takut, bingung dan khawatir. Saya menikah sah secara agama dan Negara pada tahun 2007. Seperti rumah tangga lain, banyak cobaan dan banyak selisih paham.
1. Tahun 2008 bulan Februari, kami bertengkar hebat dengan disaksikan oleh pembantu rumahtangga kami (Alhamdulilah tidak ada KDRT), saya lupa siapa yang mengucap kata cerai duluan, namun saya ingat ditengah pertengkaran itu, saya menulis surat pernyataan:
“Hari ini, Sabtu 28 Februari 2008 Jam 13.45 wib. Dengan ini saya sebagai suami (nama lengkap suami saya) dari xxx (nama saya), menyetujui untuk penggugatan cerai.”
TOPIK SYARIAH ISLAM
Semua nama yang ada di surat pernyataan itu saya buat lengkap, kemudian saya meminta dia menandatanganinya dan dengan marah dia tandatangani surat pernyataan itu. Surat itu tanpa materai dan sampai sekarang masih saya pegang.
Namun waktu berangsur berlalu dan tidak ada satupun dari kami yang bergerak untuk mengurus perceraian. Dan akhirnya kami rukun kembali.
2. Tahun 2009 bulan Februari, lagi kami berselisih paham hingga dia membuat surat draft permohonan perceraian dari pengadilan, meskipun belum ditandatangani olehnya. Namun surat itu jelas dan tertata rapih kata-katanya. Karena setelah saya tahu, ibu mertua saya yang meminta draft surat permohonan perceraian ke pengadilan atas kehendak suami saya. Surat itu tertanggal 18 Februari 2009, tanpa tandatangan suami saya.
Saya shock, karena surat itu diletakkan diatas meja makan. Saya diam saja dan terserah pada proses selanjutnya. Namun entah bagaimana, keadaan membaik kembali dengan sendirinya.
3. Tahun 2009 bulan Agustus, satu hari sebelum acara aqiqah anak anak saya, kami bertengkar kembali. Kami adu mulut dan dengan jelas dan lantang dia mengucap TALAK SATU kepada saya disaksikan pembantu dan salah seorang kerabatnya. Tetangga pada malam itupun mendengar ucapannya. Jika tidak salah, pada saat itu saya sedang mens.
4. Tahun 2011 bulan Maret, entah kami bertengkar karena apa. Tapi sudah ada kata cerai juga yang dilontarkan. Dan diapun tepat ditanggal ulangtahun saya, tengah malam, dia mengucap selamat ulangtahun dan sekalian mengucap baik-baik: “selamat ulangtahun… aku sudah pikirkan semuanya, kita baiknya berpisah, anak-anak tetap dalam tanggunganku… (dan sebagainya dan sebagainya saya lupa)”
5. Entah berapa bulan setelah kejadian itu, kami berselisih paham lagi. Saya berkata ingin pergi kerumah orangtua saya, anak anak saya ajak, mereka menangis karena kami adu mulut. Dan pintu rumah terbuka, ada beberapa tetangga yang melihat, lalu saya tutup pintunya. Saya berkata pada dia, untuk mengecilkan volume suaranya dan jangan bertengkar didepan anak-anak. Kemudian saya pamit baik-baik dan saya akan kembali jika keadaan hati saya sudah reda. Namun dia malah murka, dia mengambil pakaian saya dari lemari dan melemparnya ke teras rumah kami, saya malu karena dilihat oleh tetangga. Sembari melempar dia berkata… “mau berapa lama nginap? gak usah pulang sekalian!!!”
Saya ambil pakaian saya satu persatu dan saya masukkan kedalam plastic lalu saya pergi kerumah orangtua saya. Karena saya tahu, jika saya urungkan niat dan tetap tinggal, pasti keadaan seperti neraka, tidak ada tegur sapa dan saya akan sendiri mengurus anak anak dirumah, dalam jangka waktu yang lama. Jika kami bertengkar, waktu yang akan dihabiskan cukup lama. Bukan hitungan hari atau minggu, tapi bulanan tanpa ada tegur sapa. Saya tidak akan tahan, karena ada anak anak yang harus saya jaga psikologisnya. Jika saya pergi kerumah ortu saya, pasti mereka akan senang karena ada komunikasi dan gelak canda tawa. Tidak sunyi senyap seperti neraka.
Setelah hati saya sudah reda, saya kembali kerumah. Ternyata kunci rumah diganti dan gembok pagarpun diganti, sehingga saya tidak bisa masuk dengan kunci yang saya miliki. Betapa terkejutnya saya, ternyata memang segitunya saya tidak diharapkan untuk pulang. Namun akhirnya saya berhasil masuk karena saya menghubungi dia.
Beberapa waktu kemudian saya mengetahui ternyata ide untuk mengganti gembok dan kunci rumah adalah ide dari ibu mertua saya. Biarlah itu sudah berlalu.
6. Ucapan cerai terakhir adalah tahun 2013, karena suatu hal kami berselisih paham kembali. Karena tidak tahan akan “perang dingin” yang berangsur angsur lama, pada waktu dia akan berangkat kerja jam 5.30 pagi, saya hadang pintu rumah dan bertanya… “jadinya gimana mengenai kita?” Dengan singkat, padat dan jelas dan volume tinggi, dia berkata… “CERAI !!”. Saya kaget dan kalut, karena entah sudah berapa banyak ucapan itu dilontarkan.
Dari tahun 2013-2015, selisih paham masih ada sedikit-sedikit. Tapi sudah tidak ada lagi ucapam cerai yang terlontar dari dia. Namun pada bulan September 2015, sebelum acara Idul Adha, saya berniat melakukan shodaqoh ke yayasan yatim piatu, sembari berkonsultasi kepada seorang ustadz mengenai rumahtangga saya dan supaya saya minta doanya agar pernikahan kami sakinah, mawadah, warrahmah.
Saya berkonsultasi dengan beliau sebelum acara dimulai ditemani dengan keluarga saya, kedua orangtua saya, kakak saya, adik saya dan anak anak saya, karena memang acaranya adalah berdoa bersama dan makan bersama para anak yatim. Pada waktu berkonsultasi, saya banyak bercerita dan akhirnya saya juga mengutarakan bahwa sudah beberapa kali suami saya mengucap cerai.
7. Pak Ustadz kaget, beliau berkata, ucapannya sudah sah, meskipun dalam keadaan marah. Kecuali marah yang sampai membuat hilang akal. Dan pak Ustadz menganjurkan saya untuk membawa suami saya untuk berbincang bincang dengan beliau. Tapi saya yakin suami saya tidak akan mau, dan terbukti hingga sekarang dia tidak mau untuk berkonsulatasi dengan siapapun.
Dua mingga setelahnya, saya berkonsultasi kembali ke pak Ustadz tersebut untuk berkonsultasi kembali, karena saya masih belom yakin, ditemani teman saya. Kami berbincang lagi dan beliau menerangkan lebih dalam, bahwa ucapan cerai suami saya sudah sah.
8. Karena masih ada kegundahan terlihat diraut muka saya, Pak Utadz tersebut menyarankan saya untuk ke bp4 k.u.a di kecamatan terdekat. Akhirnya bulan desember awal, saya pergi ke bp4 dan berkonsultasi, disana saya juga mendapatkan bahwa ucapan cerai suami saya sudah sah.
9. Lalu saya berkonsultasi lagi ke pakliknya suami dengan ditemani ibu saya, beliau dianggap pihak netral dan mumpuni soal agama. Pendapat beliau, ucapan cerai dari keponakannya adalah tidak sah, karena harus ada niat dan benar-benar diantarkan/dipulangkan kerumah orangtua perempuan oleh suami. Dan beliaupun berpendapat, jika ucapan cerai pertama sudah terjadi rujuk, berarti kembali lagi ke 0 (nol) ucapannnya, artinya tidak akan terhitung lagi. Lepas daripada itu, beliau menyuruh saya untuk melakukan banyak sholat tahajud dan sholat istikharoh untuk minta kepastian kepada Alloh.
Saya lakukan itu semua, tapi kenapa hati saya masih ragu ya pak Ustadz? Ragu untuk berpisah dari dia, karena akhir-akhir ini memang tidak ada pertengkaran yang berarti dan sudah saling memahami satu sama lain meskipun masih ada sedikit salah paham. Amat berat rasanya untuk berpisah sedangkan keadaan kami baik baik saja, dan saya kasihan dengan anak-anak jika nanti saya berpisah.
10. Kenapa masih ada keraguan dalam hati saya ya pak Ustadz, padahal saya sudah tahajud dan istikaroh, apakah itu jawaban dari Alloh bahwa ucapan cerai suami saya sebenarnya tidak sah?. Saya sudah 3 bulan ini tidak tidur bersama dengan dia pak Ustadz, karena saya takut salah dimata Alloh, saya takut ternyata pernikahan ini sudah tidak sah lagi. Pernah dia meminta berhubungan badan, tapi saya tolak dengan alasan mens. Beberapa waktu setelah itu saya beritahu dia mengenai kegalauan saya dan mengapa saya memisahkan diri dari tidur bersama dia. Tapi dia tetap tidak ada action, dia bilang… “ya biar saja, itukan sudah ucapan yang lalu, untuk sekarang…kamu dengar baik baik ya… saya tidak akan pernah menceraikan kamu selama-lamanya.”
Saya tambah bingung pak Ustadz, mohon amat sangat bantuannya dan pandangannya dari segi agama. Saya ingin mengikuti aturan Alloh, tapi koq saya kasihan dengan dia dan anak anak saya. Mengenai cinta, saya tidak tahu apakah saya masih mencintai dia atau tidak. Karena biasanya saya tidak kuat untuk pisah ranjang dengan dia, tapi sekarang saya kuat untuk berbulan bulan tidak tidur dengan dia. Saya tidur dengan anak anak saya. Meskipun minggu ini (entah zinah atau tidak), dia pernah mendatangi saya dikamar anak anak dan mendekati saya, saya tidak bisa menolak, bukan karena saya bernafsu, tapi karena saya kasihan dengan usahanya, dia merayu saya dengan lemah lembut dan sedikit mengajak ngobrol saya. Namun perasaan saya benar2 datar pak Ustadz, saya sama sekali tidak menikmatinya. Hanya sebatas melakukan “tugas”. Bathin saya merasa tidak terikat dengan dia.
Tapi kalo ditanya kasihan dan respect, saya amat sangat kasihan dan respect dengan dia pak Ustadz. Saya mikir bagaimana nanti bajunya dan makannya, siapa yang mengurusi kalo saya berpisah dengan dia. Dan siapa nanti yang bersih bersih rumah. Dan bagaimana nanti psikologis anak anak saya jika saya hidup berpisah / tidak lagi tinggal dirumah yang sekarang.
Saya luar biasa gundah gulana pak Ustadz, karena memang kami tidak ada pertengkaran hebat, tapi kenapa harus sekarang kami berpisah?
11. Adakah pengaruh menstruasi dengan sah atau tidak sahnya ucapan cerai? Dan saya tidak begitu ingat diucapan keberapa waktu itu saya sedang mens. Saya harus bagaimana pak Ustadz, sedangkan suami tidak mau diajak konsultasi kemanapun, bahkan saya menyarankan dia untuk pergi sendiri dan cari ustadz sendiri untuk berkonsultasi agar pikirannya terbuka, diapun tidak mau.
12. Mohon pak Ustadz, langkah apa yang harus saya lakukan, mengingat dia tidak mau sama sekali diajak / mencari tau sendiri / berkonsultasi mengenai ucapan cerainya yang sudah diucapkan bertahun tahun lalu. Kalopun saya mengurus ke pengadilan, bagaimana dan seperti apa prosesnya, mengingat sebetulnya bukan saya yang menggugat cerai /menceraikan.
Dan saya bingung juga bagaimana harus berpisah sedangkan tidak ada pertengkaran hebat diantara kita selama 2 tahun terakhir. Mohon solusi dan pandangannya dari segi agama (Habluminallah dan habluminannaas).
Wassalammualaikum wr…wb…
JAWABAN
Agar mudah menjawabnya, kami beri nomor setiap kasusnya dan responsnya berdasar pada nomor tersebut.
1. Pernyataan tertulis istri yang ingin melakukan gugat cerai ke pengadilan agama dan disetujui oleh suami itu hukumnya tidak jatuh talak. Karena suami hanya menyetujui keinginan istri untuk melakukan gugat cerai. Tapi bukan pernyataan cerai dari suami. Yang jatuh talak adalah apabila suami menyatakan kalimat cerai secara eksplisit pada istri seperti "Kamu dicerai" "Kamu saya talak" "Kamu saya pisah".
2. Suami yang membuat draft permohonan perceraian dari pengadilan hukumnya tidak jatuh talak. Karena bukan pernyataan cerai. Tapi hanya rencana. Dalam kasus draft permohonan cerai yang ditulis suami untuk disampaikan di pengadilan, maka talak baru terjadi setelah pengadilan memutuskan dan suami sudah tanda tangan. Dan itu tidak terjadi.
Sampai poin ini, tidak ada terjadi perceraian antara anda dan suami.
3. Hukum ucapan cerai / talak / pisah oleh suami kepada istri adalah sah terjadi talak. Walaupun suami sedang marah. Ini menurut pendapat mayoritas ulama. Namun, ada pendapat ulama dari madzhab Hanbali yang menyatakan bahwa suami yang sedang marah tingkat menengah (seperti kasus di atas), tidak terjadi talak. Baca detail: Talaknya Suami yang Sedang Marah
Apabila mengikuti pendapat kedua, maka sampai poin ini belum terjadi talak sama sekali antara anda dan suami.
4. Ucapan cerainya sah karena dia mengucapkan tanpa keadaan marah. Dengan demikian, maka jatuh talak 1 (satu).
5. Kalimat "gak usah pulang sekalian!" masuk dalam kategori talak kinayah. Ini baru terjadi talak apabila disertai dengan niat. Silahkan tanya ke suami: apabila ada niat maka jatuh talak 2 (dua), apabila tanpa niat, maka tidak terjadi talak. Ini menurut pendapat mayoritas ulama. Namun, kalau mengikuti pendapat yang tidak mengesahkan talak saat marah seperti disebut dalam poin 3, maka tidak terjadi talak secara mutlak. Apabila mengikuti pendapat terakhir, maka talak yang jatuh baru talak satu yaitu dalam kasus dalam poin 4.
6. Kalau ucapan ini diungkapkan dalam keadaan marah, maka tidak jatuh talak sebagaimana dijelaskan dalam poin 3. Kalau diucapkan dalam keadaan tidak marah, maka jatuh talak 2 (dua). Dari nada tinggi yang dia ucapkan, maka dia mengucapkan itu tampaknya dalam keadaan marah. Apabila demikian, maka tidak terjadi talak. Berarti sampai poin ini baru terjadi talak 1 (satu) yaitu dalam kasus no. 4.
7. Ustadz anda itu benar bahwa ucapan talak saat emosi itu sah dan jatuh talak menurut pendapat mayoritas ulama selain madzhab Hanafi dan Ibnu Qayyim dari madzhab Hanbali. Sedangkan menurut dua ulama terakhir tidak terjadi talaknya suami yang mengatakan talak dalam keadaan emosi. Baca detail: Talaknya Suami yang Sedang Marah
8. Lihat jawaban poin no. 7 di atas.
9. "Pendapat beliau, ucapan cerai dari keponakannya adalah tidak sah, karena harus ada niat" => ini tidak benar. Ucapan cerai yang eksplisit (talak soreh) jatuh talak walaupun tanpa niat. Yang perlu niat adalah talak kinayah (tidak langsung). Baca: Talak Sareh dan Talak Kinayah
Begitu juga, tidak benar anggapan bahwa apabila sudah talak lalu rujuk maka akan kembali ke nol lagi. Allah berfirman dalam QS Al-Baqarah 2:229
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.
10. Anda masih ragu karena tidak yakin dengan jawaban pakliknya suami di sisi lain kalau mengikuti pendapat ustadz di poin no. 7 anda merasa berat karena masih ada rasa kasihan pada suami dan anak.
11. Menstruasi tidak ada pengaruh pada keabsahan cerai. Talak tetap sah walaupun diucapkan oleh suami saat istri sedang haid.
12. Langkah yang harus dilakukan adalah: (a) sebaiknya Anda mengikuti pendapat Ibnul Qoyyim yang menyatakan bahwa talak saat suami tidak sah; (b) dengan demikian maka talak yang sudah jatuh baru talak 1 (satu) apabila dalam poin 6 diucapkan dalam keadaan marah; dan jatuh talak 2 (dua) apabila dalam kasus ke-6 diucapkan dalam keadaan tidak emosi.
Seandainya pun anda sudah ditalak 2, maka suami masih tetap bisa rujuk kembali. Namun ini yang terakhir. Apabila suami kembali mengucapkan kata cerai yang sah, maka jatuhlah talak tiga dan kalau itu terjadi, maka suami tidak bisa lagi rujuk dan harus pisah rumah sebagaimana disebut dalam QS Al-Baqarah 2:230
Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.
Baca juga: Cara Harmonis dalam Rumah Tangga