Hukum Najis di Jalanan di Musim Hujan
HUKUM NAJIS AIR DAN TANAH DI JALAN SAAT MUSIM HUJAN Saya mau menanyakan tentang najis saat musim penghujan, saat musim hujan tidak jarang rumah saya tergenang air (banjir) yang berasal dari lubang tempat pembuangan air, dan lubang pembuangan air tersebut tempat membuang najis seperti kencing dsb.
HUKUM NAJIS AIR DAN TANAH DI JALAN SAAT MUSIM HUJAN
Asslm wr wb.
Saya mau menanyakan tentang najis saat musim penghujan, saat musim hujan tidak jarang rumah saya tergenang air (banjir) yang berasal dari lubang tempat pembuangan air, dan lubang pembuangan air tersebut tempat membuang najis seperti kencing dsb.
Yang saya tanyakan
1. Apakah air banjir yang berasal dari lubang pembuangan air tersebut najis walaupun saya lihat tidak ada najis yang kasat mata? Karena ada kemungkinan terkena najis yang berasal dari lubang pembuangan tersebut.
2. Kadang setelah air banjir itu surut ada sisa2 tanah yang membekas di lantai, apakah tanah di lantai itu di hukumi najis juga?
TOPIK SYARIAH ISLAM
3. Di jalanan umum depan rumah saya kadang ada anjing yang lewat, pada saat musim hujan ada banyak genangan air bahkan kadang juga banjir, pada saat anjing itu lewat di jalanan umum yang basah / saat banjir apakah najis itu menular di tempat yang di lewati anjing atau banjir di jalan tersebut? karena saat saya lewat dalam keadaan jalan yang basah atau saat banjir saya was was sandal saya terkena najis anjing karena memang jalan yang saya lalui tersebut jalan yang biasa di buat anjing lewat, bagaimana kah solusi permasalahan ini?
4. Agak berbeda pertanyaan najis di nomor ini, apakah tinta cumi cumi itu tergolong benda najis?
5. Bagaimana dengan tinta pada printer, bolpoin, spidol, tipe x dsb, apakah suci apabila pakaian terkena benda tersebut dan di pakai sholat tanpa membersihkannya?
Terima kasih atas jawabannya.
JAWABAN HUKUM NAJIS AIR DAN TANAH DI JALAN SAAT MUSIM HUJAN
1. Hukumnya suci atau kalaupun najis itu dimaafkan. Imam Suyuthi dalam Al-Ashbah wan Nazhair, hlm. 76, menyatakan:
القاعدة الثالثة المشقة : تجلب التيسير ، الأصل في هذه القاعدة قوله تعالى : ( يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم العسر) وقوله تعالى : ( وما جعل عليكم في الدين من حرج ) ... واعلم أن أسباب التخفيف في العبادات وغيرها سبعة ... السادس : العسر وعموم البلوى . كالصلاة مع النجاسة المعفو عنها , كدم القروح والدمامل والبراغيث , والقيح والصديد , وقليل دم الأجنبي ، وطين الشارع
Artinya: Kaidah Ketiga: Kesulitan berakibat kemudahan. Dalil asal dari kaidah ini adalah firman Allah (Al-Baqarah ayat 185): " Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." Dan firman Allah (Al-Haj ayat 78): "Allah sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan." Ketahuilah bahwa sebab diringankan dalam ibadah dan lainnya ada tujuh... Yang keenam: kesulitan dan keumuman musibah yang terjadi. Seperti shalat dengan najis yang dimaafkan, darah karena borok, jerawat, kutu, nanah, darah sedikit, dan tanah di jalan.
Imam Syafi'i dalam Al-Umm, hlm. 2/112, menyatakan tentang air yang menyucikan tanah yang terkena najis kencing:
وإن أتى على الأرض مطر يحيط العلم أنه يصيب موضع البول منه أكثر من الماء الذي وصفت أنه يطهره كان لها طهورا، وكذلك إن أتى عليها سيل يدوم عليها قليلا حتى تأخذ الأرض منه مثل ما كانت آخذة مما صب عليها، ولا أحسب سيلا يمر عليها إلا أخذت منه مثل أو أكثر مما كان يطهرها من ماء يصب عليها
Artinya: Apabila air hujan jatuh ke bumi dan diketahui bahwa ia mengenai tempat kencing yang mana air tersebut lebih banyak jumlahnya dibanding jumlah air yang yang dapat menyucikan (yakni 7x jumlah najis -red) maka hukumnya air suci dan menyucikan. Begitu juga dianggap suci apabila ada air banjir yang mana sedikit airnya menetap (menggenang) pada tanah sehingga air itu meresap ke tanah sama dengan disiram padanya. Adapun banjir yang lewat di atas tanah tidak dianggap kecuali hanya yang terserap tanah yang jumlahnya sama atau lebih banyak dari air yang dapat menyucikan tanah.
Dari ulama madzhab Hanbali, Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa Al-Kubro, hlm. 1/240, menyatakan:
وكذلك لو أصابه شيء من طين الشوارع لم يحكم بنجاسته وإن علم أن بعض طين الشوارع نجس
Artinya: Apabila seseorang terkena tanah di jalan maka tidak dihukumi najis walaupun diketahui bahwa sebagian tanah di jalan itu najis." (Lihat, ). Ini menjelaskan bahwa air yang ada di jalan itu dihukumi makfu (dimaafkan) walaupun kemungkinan ada najis.
Dari ulama madzhab Maliki, Al-Hattab Al-Ruaini dalam Mawahib Al-Jalil li Syarh Mukhtashar Al-Khalil, hlm. 1/216, menyatakan:
لا بأس بطين المطر المستنقع في السكك والطرق يصيب الثوب أو الجسد والخف والنعل، وإن كان فيه العذرة وسائر النجاسات، وما زالت الطرق وهذا فيها، وكانوا يخوضون المطر وطينه ويصلون ولا يغسلونه, الشيخ: ما لم تكن النجاسة غالبة أو عينها قائمة, ابن بشير: يحتمل التقييد والخلاف، قال: كما لو كانت كذلك وافتقر إلى المشي فيه لم يجب غسله كثوب المرضعة، وقال الباجي: يعفى عما تطاير من نجاسة الطرق وخفيت عينه، وغلب على الظن ولم يتحقق. انتهى.
Artinya: Tidak apa-apa (tidak najis) adanya tanah hujan yang terdapat di jalan yang mengenai baju atau badan, sandal dan sepatu walaupun terdapat najis... Al-Syaikh: "selagi najisnya tidak dominan atau benda najisnya tidak menetap" ... Al-Baji berkata: "Dimaafkan najis yang ada di jalan asal benda najisnya tidak terlihat.."
2. Tidak najis kecuali kalau jelas ada benda najis di situ.
NAJIS TANAH DI JALANAN YANG DILEWATI ANJING
3. Najis di jalan, termasuk kemungkinan najis anjing, dimaafkan. Dalam kitab Al-Mausuah Al-Fiqhiyah, hlm. 30/171, dijelaskan pandangan madzhab Syafi'i dan tiga madzhab yang lain sbb:
: " يرى الشافعية والحنابلة : العفو عن يسير طين الشارع النجس لعسر تجنبه , قال الزركشي تعليقا على مذهب الشافعية في الموضوع : وقضية إطلاقهم العفو عنه ، ولو اختلط بنجاسة كلب أو نحوه ، وهو المتجه لا سيما في موضع يكثر فيه الكلاب ; لأن الشوارع معدن النجاسات . ومذهب الحنفية قريب من مذهب الشافعية والحنابلة إذ قالوا : إن طين الشوارع الذي فيه نجاسة عفو ، إلا إذا علم عين النجاسة , والاحتياط في الصلاة غسله . ويقول المالكية : الأحوال أربعة : الأولى والثانية : كون الطين أكثر من النجاسة أو مساويا لها تحقيقا أو ظنا : ولا إشكال في العفو فيهما , والثالثة : غلبة النجاسة على الطين تحقيقا أو ظنا , وهو معفو عنه على ظاهر المدونة , ويجب غسله على ما مشى عليه الدردير تبعا لابن أبي زيد ، والرابعة : أن تكون عينها قائمة ، وهي لا عفو فيها اتفاقا " انتهى .
Artinya: Madzhab Syafi'i dan Hanbali berpendapat hukumnya dimaafkan (makfu) najis tanah di jalan yang sedikit karena sulitnya dihindari. Al-Zarkasyi menjelaskan pandangan madzhab Syafi'i menyatakan dalam Al-Maudhu: "Hukumnya dimaafkan. Walaupun bercampur dengan najis anjing dan lainnya. Ini pendapat yang diunggulkan terutama di tempat yang banyak anjingnya; karena jalanan itu tempat najis. Madzhab Hanafi mendekati madzhab Syafi'i dan Hanbali mereka berpendapat: Tanah di jalanan yang terdapat najisnya itu dimaafkan kecuali kalau diketahui ada benda najisnya. Namun, sebaiknya membasuhnya apabila hendak shalat. Madzhab Maliki berpendapat ada 4 keadaan dalam soal ini. Pertama dan kedua, tanah lebih banyak dari najis atau sama baik nyata atau kira-kira, maka dalam kasus ini najisnya dimaafkan. Ketiga, najis lebih dominan dari tanah baik nyata atau praduga, maka najisnya dimaafkan menurut Al-Mudawwanah, namun wajib dibasuh menurutu pendapat yang terdapat dalam kitab Dardir Abu Zaid. Keempat, benda najis kelihatan, maka najisnya tidak dimaafkan.[]
Asslm wr wb.
Saya mau menanyakan tentang najis saat musim penghujan, saat musim hujan tidak jarang rumah saya tergenang air (banjir) yang berasal dari lubang tempat pembuangan air, dan lubang pembuangan air tersebut tempat membuang najis seperti kencing dsb.
Yang saya tanyakan
1. Apakah air banjir yang berasal dari lubang pembuangan air tersebut najis walaupun saya lihat tidak ada najis yang kasat mata? Karena ada kemungkinan terkena najis yang berasal dari lubang pembuangan tersebut.
2. Kadang setelah air banjir itu surut ada sisa2 tanah yang membekas di lantai, apakah tanah di lantai itu di hukumi najis juga?
TOPIK SYARIAH ISLAM
- HUKUM NAJIS AIR DAN TANAH DI JALAN SAAT MUSIM HUJAN
- NAJIS TANAH DI JALANAN YANG DILEWATI ANJING
- HUKUM TINTA CUMI-CUMI
- CARA KONSULTASI AGAMA
3. Di jalanan umum depan rumah saya kadang ada anjing yang lewat, pada saat musim hujan ada banyak genangan air bahkan kadang juga banjir, pada saat anjing itu lewat di jalanan umum yang basah / saat banjir apakah najis itu menular di tempat yang di lewati anjing atau banjir di jalan tersebut? karena saat saya lewat dalam keadaan jalan yang basah atau saat banjir saya was was sandal saya terkena najis anjing karena memang jalan yang saya lalui tersebut jalan yang biasa di buat anjing lewat, bagaimana kah solusi permasalahan ini?
4. Agak berbeda pertanyaan najis di nomor ini, apakah tinta cumi cumi itu tergolong benda najis?
5. Bagaimana dengan tinta pada printer, bolpoin, spidol, tipe x dsb, apakah suci apabila pakaian terkena benda tersebut dan di pakai sholat tanpa membersihkannya?
Terima kasih atas jawabannya.
JAWABAN HUKUM NAJIS AIR DAN TANAH DI JALAN SAAT MUSIM HUJAN
1. Hukumnya suci atau kalaupun najis itu dimaafkan. Imam Suyuthi dalam Al-Ashbah wan Nazhair, hlm. 76, menyatakan:
القاعدة الثالثة المشقة : تجلب التيسير ، الأصل في هذه القاعدة قوله تعالى : ( يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم العسر) وقوله تعالى : ( وما جعل عليكم في الدين من حرج ) ... واعلم أن أسباب التخفيف في العبادات وغيرها سبعة ... السادس : العسر وعموم البلوى . كالصلاة مع النجاسة المعفو عنها , كدم القروح والدمامل والبراغيث , والقيح والصديد , وقليل دم الأجنبي ، وطين الشارع
Artinya: Kaidah Ketiga: Kesulitan berakibat kemudahan. Dalil asal dari kaidah ini adalah firman Allah (Al-Baqarah ayat 185): " Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." Dan firman Allah (Al-Haj ayat 78): "Allah sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan." Ketahuilah bahwa sebab diringankan dalam ibadah dan lainnya ada tujuh... Yang keenam: kesulitan dan keumuman musibah yang terjadi. Seperti shalat dengan najis yang dimaafkan, darah karena borok, jerawat, kutu, nanah, darah sedikit, dan tanah di jalan.
Imam Syafi'i dalam Al-Umm, hlm. 2/112, menyatakan tentang air yang menyucikan tanah yang terkena najis kencing:
وإن أتى على الأرض مطر يحيط العلم أنه يصيب موضع البول منه أكثر من الماء الذي وصفت أنه يطهره كان لها طهورا، وكذلك إن أتى عليها سيل يدوم عليها قليلا حتى تأخذ الأرض منه مثل ما كانت آخذة مما صب عليها، ولا أحسب سيلا يمر عليها إلا أخذت منه مثل أو أكثر مما كان يطهرها من ماء يصب عليها
Artinya: Apabila air hujan jatuh ke bumi dan diketahui bahwa ia mengenai tempat kencing yang mana air tersebut lebih banyak jumlahnya dibanding jumlah air yang yang dapat menyucikan (yakni 7x jumlah najis -red) maka hukumnya air suci dan menyucikan. Begitu juga dianggap suci apabila ada air banjir yang mana sedikit airnya menetap (menggenang) pada tanah sehingga air itu meresap ke tanah sama dengan disiram padanya. Adapun banjir yang lewat di atas tanah tidak dianggap kecuali hanya yang terserap tanah yang jumlahnya sama atau lebih banyak dari air yang dapat menyucikan tanah.
Dari ulama madzhab Hanbali, Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa Al-Kubro, hlm. 1/240, menyatakan:
وكذلك لو أصابه شيء من طين الشوارع لم يحكم بنجاسته وإن علم أن بعض طين الشوارع نجس
Artinya: Apabila seseorang terkena tanah di jalan maka tidak dihukumi najis walaupun diketahui bahwa sebagian tanah di jalan itu najis." (Lihat, ). Ini menjelaskan bahwa air yang ada di jalan itu dihukumi makfu (dimaafkan) walaupun kemungkinan ada najis.
Dari ulama madzhab Maliki, Al-Hattab Al-Ruaini dalam Mawahib Al-Jalil li Syarh Mukhtashar Al-Khalil, hlm. 1/216, menyatakan:
لا بأس بطين المطر المستنقع في السكك والطرق يصيب الثوب أو الجسد والخف والنعل، وإن كان فيه العذرة وسائر النجاسات، وما زالت الطرق وهذا فيها، وكانوا يخوضون المطر وطينه ويصلون ولا يغسلونه, الشيخ: ما لم تكن النجاسة غالبة أو عينها قائمة, ابن بشير: يحتمل التقييد والخلاف، قال: كما لو كانت كذلك وافتقر إلى المشي فيه لم يجب غسله كثوب المرضعة، وقال الباجي: يعفى عما تطاير من نجاسة الطرق وخفيت عينه، وغلب على الظن ولم يتحقق. انتهى.
Artinya: Tidak apa-apa (tidak najis) adanya tanah hujan yang terdapat di jalan yang mengenai baju atau badan, sandal dan sepatu walaupun terdapat najis... Al-Syaikh: "selagi najisnya tidak dominan atau benda najisnya tidak menetap" ... Al-Baji berkata: "Dimaafkan najis yang ada di jalan asal benda najisnya tidak terlihat.."
2. Tidak najis kecuali kalau jelas ada benda najis di situ.
NAJIS TANAH DI JALANAN YANG DILEWATI ANJING
3. Najis di jalan, termasuk kemungkinan najis anjing, dimaafkan. Dalam kitab Al-Mausuah Al-Fiqhiyah, hlm. 30/171, dijelaskan pandangan madzhab Syafi'i dan tiga madzhab yang lain sbb:
: " يرى الشافعية والحنابلة : العفو عن يسير طين الشارع النجس لعسر تجنبه , قال الزركشي تعليقا على مذهب الشافعية في الموضوع : وقضية إطلاقهم العفو عنه ، ولو اختلط بنجاسة كلب أو نحوه ، وهو المتجه لا سيما في موضع يكثر فيه الكلاب ; لأن الشوارع معدن النجاسات . ومذهب الحنفية قريب من مذهب الشافعية والحنابلة إذ قالوا : إن طين الشوارع الذي فيه نجاسة عفو ، إلا إذا علم عين النجاسة , والاحتياط في الصلاة غسله . ويقول المالكية : الأحوال أربعة : الأولى والثانية : كون الطين أكثر من النجاسة أو مساويا لها تحقيقا أو ظنا : ولا إشكال في العفو فيهما , والثالثة : غلبة النجاسة على الطين تحقيقا أو ظنا , وهو معفو عنه على ظاهر المدونة , ويجب غسله على ما مشى عليه الدردير تبعا لابن أبي زيد ، والرابعة : أن تكون عينها قائمة ، وهي لا عفو فيها اتفاقا " انتهى .
Artinya: Madzhab Syafi'i dan Hanbali berpendapat hukumnya dimaafkan (makfu) najis tanah di jalan yang sedikit karena sulitnya dihindari. Al-Zarkasyi menjelaskan pandangan madzhab Syafi'i menyatakan dalam Al-Maudhu: "Hukumnya dimaafkan. Walaupun bercampur dengan najis anjing dan lainnya. Ini pendapat yang diunggulkan terutama di tempat yang banyak anjingnya; karena jalanan itu tempat najis. Madzhab Hanafi mendekati madzhab Syafi'i dan Hanbali mereka berpendapat: Tanah di jalanan yang terdapat najisnya itu dimaafkan kecuali kalau diketahui ada benda najisnya. Namun, sebaiknya membasuhnya apabila hendak shalat. Madzhab Maliki berpendapat ada 4 keadaan dalam soal ini. Pertama dan kedua, tanah lebih banyak dari najis atau sama baik nyata atau kira-kira, maka dalam kasus ini najisnya dimaafkan. Ketiga, najis lebih dominan dari tanah baik nyata atau praduga, maka najisnya dimaafkan menurut Al-Mudawwanah, namun wajib dibasuh menurutu pendapat yang terdapat dalam kitab Dardir Abu Zaid. Keempat, benda najis kelihatan, maka najisnya tidak dimaafkan.[]