Mending kita cerai, apa jatuh talak?
Mending kita cerai, apa jatuh talak? Kemudian saya membalikkan kata-kata istri saya, kamu juga dulu klo papa saya sakit juga tidak mau sendiri
MENDING KITA CERAI, APA JATUH TALAK?
Assalamualaikum
Saya mengalami masalah dalam pernikahan, ada suatu kejadian pada suatu hari dmn bapak mertua sakit dan harus rawat inap, istri saya meminta tolong kepada saya untuk jaga beliau pada pagi hari tetapi sendirian.
saya menolak jika sendirian bukan tidak mau jaga beliau, saya maunya jaga mertua dengan istri saya, istri saya malah memberikan pertanyaan kenapa tidak sendiri saja, saya bilang saya tidak nyaman klo sendiri, tp tetap istri saya memaksa saya.
Kemudian saya membalikkan kata-kata istri saya, kamu juga dulu klo papa saya sakit juga tidak mau sendiri, mintanya berdua sama saya. Padahal posisi saya waktu jaga konter untuk cari. Sampai suasana menjadi panas, ntah saya berkata bgmn sehingga membuat istri saya bilang saya(istri) tidak mau merawat ibu yg membuat saya marah dan bilang "ya mending kita cerai kalau tidak mau sama ibu saya".
Apa perkataan saya termasuk talak, apa itu jg talak 3, klo bkn talak atau msh talak 1 bagaimana solusinya. Trm ksh sebelumnya
JAWABAN
Ucapan talak yang mengacu ke masa depan seperti itu tidak jatuh talak kecuali dalam kasus talak muallaq (talak ta'liq) atau talak kondisional. Sedangkan ucapan di atas bukan termasuk talak muallaq.
Talak baru jatuh kalau berupa pernyataan talak yang berlaku saat ini. Seperti ucapan suami: "Kamu saya cerai sekarang." Baca detail: Cerai dalam Islam
TATA CARA HUKUM CAMBUK
Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh,
Kepada tim Ustadz dan Ustadzah yang saya hormati,
Saya ingin bertanya tentang bagaimana teknis melaksanakan cambukan dalam hukum cambuk, maksudnya seberapa keras boleh memukul dan lain sebagainya. Nah, saya terkejut ketika dosen saya menunjukkan perbandingan hukum cambuk di Aceh dan di ISIS.
Kelihatannya cambukan yang dilakukan di Aceh lebih menyakitkan dibandingkan yang dilakukan di ISIS.
Linknya di sini:
Aceh: https://www.youtube.com/watch?v=Z7arveZj21Y
ISIS: https://www.youtube.com/watch?v=PR37HXor524
Saya mencari referensi di ensiklopedia, katanya teknis pelaksanaannya begini:
1. Penafsiran bahasa dari ayat Al Qur'an: tidak boleh mengakibatkan luka terbuka
2. Dari hadist: alat yang digunakan tidak boleh terlalu keras atau terlalu lentur, dan tidak boleh kena wajah atau kemaluan
3. Dari praktek sahabat: tidak boleh tampak ketika saat mencambuk (sehingga sudut cambukan tidak terlalu besar dan tidak terlalu sakit), dan tidak boleh dipukul di satu titik saja melainkan harus didistribusi ke beberapa anggota tubuh selain wajah dan kemaluan (supaya sakitnya tersebar dan tidak terakumulasi di satu titik)
Dosen saya mengatakan "walaupun ISIS itu sesat dan khawarij, tapi kita tidak bisa menyangkal bahwa setidaknya sebagian hal yang mereka lakukan itu sesuai syariat".
Saya melihat web alkhoirot, dan saya menemukan fatwa terkait masalah ini di link ini:
http://www.alkhoirot.net/2012/08/lailatul-qadar.html#8
Menarik sekali kutipan dari Al Mughni tersebut. Tapi saya penasaran karena pendapat dari ensiklopedia ini saya komprehensif sekali dan mengutip sumber dari hadist dan praktek sahabat. Masalahnya, ini bukan kitab fikih melainkan sekedar ensiklopedia tentang islam saja. Apakah kutipan-kutipan tadi tidak sahih, sehingga tidak ada di kitab fikih? Atau ada ijtihad lain?
Karena dengan standar yang disebutkan dalam ensiklopedi tadi, tampaknya pelaksanaan qonun Aceh ada kekurangan dalam pelaksanaan hukum cambuk jadinya karena memukul dengan ketiak yang tampak dan juga di satu titik yang sama.
Atau apakah memang ada ikhtilaf ulama dalam hal ini? Dan manakah pendapat yang lebih kuat?
Barakallaahu fiik
JAWABAN
Berikut dalil nash Quran, hadits dan pandangan ulama 4 madzhab tentang
hukum cambuk sebagai takzir dan hudud:
http://www.konsultasisyariah.in/2017/09/hukum-cambuk-dalam-islam.html
AGAR TIDAK MENYAKITI ORANG TUA
Assalamualaikum Wr. Wb. ustad, saya mau bertanya
Begini, saya wanita 22 tahun, saat ini saya masih berstatus mahasiswi semester akhir. Saya memiliki teman lawan jenis , kami berteman hampir 2 tahun, kami tidak pacaran namun beliau sudah memperkenalkan saya ke keluarga besarnya, begitu pula sebaliknya. Di satu sisi saya lelah bersabar dalam penantian, akhirnya saya memberanikan diri menanyakan belau apakah beliau mempunyai rencana untuk menghalalkan saya?
Suatu hari saya datang menjenguk orang tuanya, orang tuanya pun mengatakan, sebulan lagi akan melamar saya. Ternyata pertanyaan saya sudah sampai ke kedua orangtuanya.
Namun , masalah ada di rumah saya sendiri, orang tua saya seperti belum merestui jika saya menikah karena saya belum punya pekerjaan tetap. Setahun ini saya sedang berbisnis online dan kuliah, hasilnya pun alhamdulilah. namun orang tua saya sepertinya lebih suka saya menjadi pegawai kantoran. Sedangkan yang saya rasakan, apabila saya menjadi pegawai , di daerah kami yang mayoritasnya adalah non muslim, melarang karyawatinya untuk berhijab. Saya bingung dengan keputusan apa yang harus saya ambil . Saya ingin sekali segera menikah agar rasa di dalam hati ini tidak semakin berdosa dan saya ingin menyempurnakan agama, namun sampai saat ini saa belum mendapat pekerjaan tetap.
Bagaimana menurut ustad? Apa keputusan yang harus saya ambil agar saya tidak menyakiti hati orang tua saya?
JAWABAN
1. Soal menikah. Apabila dalam mengikuti nasihat orang tua, dengan menunda pernikahan, itu tidak berakibat buruk (misalnya zina, dll), maka mentaati orang tua itu lebih baik dan wajib dilakukan. Namun, apabila menunda pernikahan akan berakibat terjadi perbuatan dosa antara anda dan dia, apalagi kalau sampai berzina, maka menikah itu lebih baik walaupun tanpa restu orang tua. Karena, taat pada Allah itu lebih didahulukan dari taat pada orang tua. Baca detail: Hukum Taat dan Berbakti pada Orang Tua
Dalam arti anda boleh meminta ayah untuk menikahkan anda dan menjadi wali. Dan apabila dia menolak, maka bisa menggunakan wali hakim. Baca detail: Wali Hakim dalam Pernikahan
Namun, kalau melawan kehendak orang tua itu suatu keharusan secara syariah, maka tetap harus dilakukan secara baik dan dikomunikasikan pada orang tua secara santun. Jangan lupa untuk selalu meminta ridho mereka di setiap kesempatan bertemu.
2. Begitu juga dalam pilihan pekerjaan. Kalau sekiranya kalau bekerja di kantor mengharuskan anda melepas jilbab, maka menolak perintah orang tua tidak masuk dalam kategori durhaka. Karena taat pada syariah Allah harus lebih diprioritaskan daripada taat pada orang tua. Namun sekali lagi, semua itu harus dilakukan dengan penuh kesantunan dan memohon ridho orang tua sebisa mungkin.
Baca detail:
- Hukum Taat dan Berbakti pada Orang Tua
- http://www.konsultasisyariah.in/2017/09/menikah-tanpa-restu-orang-tua-apakah.html
Assalamualaikum
Saya mengalami masalah dalam pernikahan, ada suatu kejadian pada suatu hari dmn bapak mertua sakit dan harus rawat inap, istri saya meminta tolong kepada saya untuk jaga beliau pada pagi hari tetapi sendirian.
saya menolak jika sendirian bukan tidak mau jaga beliau, saya maunya jaga mertua dengan istri saya, istri saya malah memberikan pertanyaan kenapa tidak sendiri saja, saya bilang saya tidak nyaman klo sendiri, tp tetap istri saya memaksa saya.
Kemudian saya membalikkan kata-kata istri saya, kamu juga dulu klo papa saya sakit juga tidak mau sendiri, mintanya berdua sama saya. Padahal posisi saya waktu jaga konter untuk cari. Sampai suasana menjadi panas, ntah saya berkata bgmn sehingga membuat istri saya bilang saya(istri) tidak mau merawat ibu yg membuat saya marah dan bilang "ya mending kita cerai kalau tidak mau sama ibu saya".
Apa perkataan saya termasuk talak, apa itu jg talak 3, klo bkn talak atau msh talak 1 bagaimana solusinya. Trm ksh sebelumnya
JAWABAN
Ucapan talak yang mengacu ke masa depan seperti itu tidak jatuh talak kecuali dalam kasus talak muallaq (talak ta'liq) atau talak kondisional. Sedangkan ucapan di atas bukan termasuk talak muallaq.
Talak baru jatuh kalau berupa pernyataan talak yang berlaku saat ini. Seperti ucapan suami: "Kamu saya cerai sekarang." Baca detail: Cerai dalam Islam
TATA CARA HUKUM CAMBUK
Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh,
Kepada tim Ustadz dan Ustadzah yang saya hormati,
Saya ingin bertanya tentang bagaimana teknis melaksanakan cambukan dalam hukum cambuk, maksudnya seberapa keras boleh memukul dan lain sebagainya. Nah, saya terkejut ketika dosen saya menunjukkan perbandingan hukum cambuk di Aceh dan di ISIS.
Kelihatannya cambukan yang dilakukan di Aceh lebih menyakitkan dibandingkan yang dilakukan di ISIS.
Linknya di sini:
Aceh: https://www.youtube.com/watch?v=Z7arveZj21Y
ISIS: https://www.youtube.com/watch?v=PR37HXor524
Saya mencari referensi di ensiklopedia, katanya teknis pelaksanaannya begini:
1. Penafsiran bahasa dari ayat Al Qur'an: tidak boleh mengakibatkan luka terbuka
2. Dari hadist: alat yang digunakan tidak boleh terlalu keras atau terlalu lentur, dan tidak boleh kena wajah atau kemaluan
3. Dari praktek sahabat: tidak boleh tampak ketika saat mencambuk (sehingga sudut cambukan tidak terlalu besar dan tidak terlalu sakit), dan tidak boleh dipukul di satu titik saja melainkan harus didistribusi ke beberapa anggota tubuh selain wajah dan kemaluan (supaya sakitnya tersebar dan tidak terakumulasi di satu titik)
Dosen saya mengatakan "walaupun ISIS itu sesat dan khawarij, tapi kita tidak bisa menyangkal bahwa setidaknya sebagian hal yang mereka lakukan itu sesuai syariat".
Saya melihat web alkhoirot, dan saya menemukan fatwa terkait masalah ini di link ini:
http://www.alkhoirot.net/2012/08/lailatul-qadar.html#8
Menarik sekali kutipan dari Al Mughni tersebut. Tapi saya penasaran karena pendapat dari ensiklopedia ini saya komprehensif sekali dan mengutip sumber dari hadist dan praktek sahabat. Masalahnya, ini bukan kitab fikih melainkan sekedar ensiklopedia tentang islam saja. Apakah kutipan-kutipan tadi tidak sahih, sehingga tidak ada di kitab fikih? Atau ada ijtihad lain?
Karena dengan standar yang disebutkan dalam ensiklopedi tadi, tampaknya pelaksanaan qonun Aceh ada kekurangan dalam pelaksanaan hukum cambuk jadinya karena memukul dengan ketiak yang tampak dan juga di satu titik yang sama.
Atau apakah memang ada ikhtilaf ulama dalam hal ini? Dan manakah pendapat yang lebih kuat?
Barakallaahu fiik
JAWABAN
Berikut dalil nash Quran, hadits dan pandangan ulama 4 madzhab tentang
hukum cambuk sebagai takzir dan hudud:
http://www.konsultasisyariah.in/2017/09/hukum-cambuk-dalam-islam.html
AGAR TIDAK MENYAKITI ORANG TUA
Assalamualaikum Wr. Wb. ustad, saya mau bertanya
Begini, saya wanita 22 tahun, saat ini saya masih berstatus mahasiswi semester akhir. Saya memiliki teman lawan jenis , kami berteman hampir 2 tahun, kami tidak pacaran namun beliau sudah memperkenalkan saya ke keluarga besarnya, begitu pula sebaliknya. Di satu sisi saya lelah bersabar dalam penantian, akhirnya saya memberanikan diri menanyakan belau apakah beliau mempunyai rencana untuk menghalalkan saya?
Suatu hari saya datang menjenguk orang tuanya, orang tuanya pun mengatakan, sebulan lagi akan melamar saya. Ternyata pertanyaan saya sudah sampai ke kedua orangtuanya.
Namun , masalah ada di rumah saya sendiri, orang tua saya seperti belum merestui jika saya menikah karena saya belum punya pekerjaan tetap. Setahun ini saya sedang berbisnis online dan kuliah, hasilnya pun alhamdulilah. namun orang tua saya sepertinya lebih suka saya menjadi pegawai kantoran. Sedangkan yang saya rasakan, apabila saya menjadi pegawai , di daerah kami yang mayoritasnya adalah non muslim, melarang karyawatinya untuk berhijab. Saya bingung dengan keputusan apa yang harus saya ambil . Saya ingin sekali segera menikah agar rasa di dalam hati ini tidak semakin berdosa dan saya ingin menyempurnakan agama, namun sampai saat ini saa belum mendapat pekerjaan tetap.
Bagaimana menurut ustad? Apa keputusan yang harus saya ambil agar saya tidak menyakiti hati orang tua saya?
JAWABAN
1. Soal menikah. Apabila dalam mengikuti nasihat orang tua, dengan menunda pernikahan, itu tidak berakibat buruk (misalnya zina, dll), maka mentaati orang tua itu lebih baik dan wajib dilakukan. Namun, apabila menunda pernikahan akan berakibat terjadi perbuatan dosa antara anda dan dia, apalagi kalau sampai berzina, maka menikah itu lebih baik walaupun tanpa restu orang tua. Karena, taat pada Allah itu lebih didahulukan dari taat pada orang tua. Baca detail: Hukum Taat dan Berbakti pada Orang Tua
Dalam arti anda boleh meminta ayah untuk menikahkan anda dan menjadi wali. Dan apabila dia menolak, maka bisa menggunakan wali hakim. Baca detail: Wali Hakim dalam Pernikahan
Namun, kalau melawan kehendak orang tua itu suatu keharusan secara syariah, maka tetap harus dilakukan secara baik dan dikomunikasikan pada orang tua secara santun. Jangan lupa untuk selalu meminta ridho mereka di setiap kesempatan bertemu.
2. Begitu juga dalam pilihan pekerjaan. Kalau sekiranya kalau bekerja di kantor mengharuskan anda melepas jilbab, maka menolak perintah orang tua tidak masuk dalam kategori durhaka. Karena taat pada syariah Allah harus lebih diprioritaskan daripada taat pada orang tua. Namun sekali lagi, semua itu harus dilakukan dengan penuh kesantunan dan memohon ridho orang tua sebisa mungkin.
Baca detail:
- Hukum Taat dan Berbakti pada Orang Tua
- http://www.konsultasisyariah.in/2017/09/menikah-tanpa-restu-orang-tua-apakah.html