Hukum Bersetubuh dengan Istri Saat Haid
Bagaimana hukumnya jika suami menggauli istri yang sudah di akhir masa haid (si istri merasa sudah selesai masa haid ) namun belum sempat bersuci, dan ternyata setelah berhubungan, keluar kembali darah kecoklatan sedikit? Apakah jatuh kafarah kepada mereka?
HUKUM HUBUNGAN INTIM (JIMAK, WATHI', BERSETUBUH, HUBUNGAN BADAN DENGAN ISTRI SAAT HAID
Assalamu'alaikum ustadz, mohon penjelasannya. Sebelumnya mohon maaf apabila pertanyaan sedikit tida nyaman karena menyangkut masalah hubungan intim. Yang saya ingin tanyakan,
1. Bagaimana hukumnya apabila seorang wanita yg sedang haid (menjelang selesai masa haid) tatkala melayani suaminya, suami menyentuh bagian kewanitaan tanpa melihatnya sampai si istri menjadi merasakan *maaf orgasme?
2. Bagaimana hukumnya jika suami menggauli istri yang sudah di akhir masa haid (si istri merasa sudah selesai masa haid ) namun belum sempat bersuci, dan ternyata setelah berhubungan, keluar kembali darah kecoklatan sedikit? Apakah jatuh kafarah kepada mereka?
3. Dan apabila jatuh kafarah kepada mereka. Bagaimana cara membayar kafarahnya, apakah suami saja atau istri saja? Atau keduanya?
Mohon penjelasannya ustadz, syukron.
JAWABAN
1. Istri yang sedang haid tidak dilarang bercumbu dengan suaminya selagi tidak sampai hubungan intim (jimak). Konsekuensi dari bercumbu salah satunya adalah orgasme dan ini tidak masalah selagi tidak sampai hubungan intim. Dalam Sahih Muslim (294) diriwayatkan dari Maimunah (istri Nabi) ia berkata:
عن ميمونة قالت : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يباشر نساءه فوق الإزار وهن حيض »
Artinya: Rasulullah menyentuh istri-istrinya di atas sarung saat mereka sedang haid.
An-Nawawi dalam Syarah Muslim, hlm. 3/538, menjelaskan:
... قال مالك والشافعي والأوزاعي وأبو حنيفة وأبو يوسف وجماعة عظيمة من العلماء : له منها ما فوق الإزار
وقال الثوري ومحمد بن الحسن وبعض أصحاب الشافعي : يجتنب موضع الدم ، لقوله عليه السلام : اصنعوا كل شيء إلا النكاح
Artinya: Imam Malik, Syafi'i, Auzai, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan banyak ulama lain menyatakan: Boleh bagi suami untuk mencumbu istrinya di bagian yang di atas sarung (di atas pusar).
Al-Tsauri, Muhammad bin Hasan dan sebagian ulama mazhab Syafi'i menyatakan: Hendaknya menjauhi tempat darah (maksudnya kemaluan wanita - red) berdasarkan sabda Nabi: Berbuatlah apapun pada istrinya kecuali jimak (hubungan intim).
Baca juga: Wanita Haid
2. Hukumnya haram melakukan hubungan intim pada saat haid atau di akhir masa haid apabila belum bersuci. Namun demikian, tidak ada kewajiban bagi pelaku untuk membayar kafarat. Khatib Syarbini dalam Mughnil Muhtaj, hlm. 1/110, menyatakan:
ووطء الحائض في الفرج كبيرة من العامد، العالم بالتحريم، المختار... انتهى
Artinya: (Suami) yang menjimak istri yang sedang haid adalah dosa besar apabila sengaja, tahu atas keharamannya dan dilakukan secara sukarela (bukan paksaan)..
Namun wajib bertaubat karena telah melakuan larangan syariat. Baca detail: Cara Taubat Nasuha
Tidak wajibnya membayar kafarat adalah pendapat jumhur (mayoritas) tiga madzhab yaitu Syafi'i, Hanafi dan Maliki. Sedangkan kewajiban membayar kafarat adalah menurut pendapat sebagian ulama madzhab Hanbali.
Walaupun tidak wajib membayar kafarat menurut 3 madzhab, namun menurut madzhab Syafi'i sunnah hukumnya bersedekah yang nilainya 1 dinar atau 1/2 dinar. Al-Qalyubi (madzhab Syafi'i) dalam Hasyiyah Syarah Mahalli, hlm. 1/100, menyatakan:
[وَيُنْدَبُ لِمَنْ وَطِئَ فِيهِ -أي في الحيض- أَنْ يَتَصَدَّقَ بِدِينَارٍ أَوْ مَا يُسَاوِيهِ إنْ وَطِئَ فِي إقْبَالِهِ، وَبِنِصْفِ دِينَارٍ فِي إدْبَارِهِ كَذَلِكَ، وَيَتَكَرَّرُ التَّصَدُّقُ بِتَكْرَارِ الْوَطْءِ، وَالْمُرَادُ بِإِدْبَارِهِ زَمَنُ ضَعْفِهِ وَتَنَاقُصِهِ] اهـ.
Artinya: Sunnah bagi orang yang jimak saat haid untuk bersedekah satu dinar atau senilai dengan itu apabila jimak dilakukan di awal haid dan sedekah setengah dinar apabila melakukannya di akhir haid. Sedekah ini hendaknya diulang dengan berulangnya jimak.
Catatan: 1 dinar sama dengan 4.25 gram emas murni 24 karat.
3. Seperti disebut di no.2, bayar kafarat tidak wajib menurut 3 madzhab. Namun sunnah menurut madzhab Syafi'i bersedekah senilai 1 dinar atau 4.25 emas apabila dilakukan di awal haid dan separuhnya apabila dilakukan di akhir masa haid (dan belum bersuci).
Adapun yang wajib membayar adalah si suami saja. Al-Ramli dalam Nihayatul Muhtaj, hlm. 1/ 332, menyatakan:
"يستحب للواطئ -مع العلم وهو عامد مختار- في أول الدم تصدق ولو على فقير واحد بمثقال إسلامي من الذهب الخالص، أو ما يكون بقدره، وفي آخر الدم بنصفه" انتهى "
Artinya: Sunnah bagi pelaku jimak (saat haid) - yang tahu hukum, sengaja dan sukarela - di awal haid bersedekah emas murni satu dinar, walaupun pada satu orang miskin, atau harta senilai itu; dan sedekah separuhnya apabila melakukan itu di akhir haid. Baca juga: Wanita Haid