Hukum Waris Islam
Dalam hukum waris Islam, apabila semua ahli waris berkumpul, maka yang
berhak mendapatkan warisan hanya ada 5 (lima) orang yaitu anak kandung
(laki-laki dan perempuan), ayah, ibu, istri (janda), suami (duda). Sedang ahli
waris lain tidak mendapat apa-apa. Ini adalah prinsip dasar hukum waris Islam
yang perlu diketahui oleh kalangan awam. Apabila kelima orang di atas tidak
lengkap, maka ahli waris lain punya peluang untuk mendapat warisan seperti
uraian dalam artikel ini.
Juga, anak angkat (adopsi) bukan termasuk ahli waris dan tidak mendapat
warisan dalam situasi apapun. Alternatifnya, orang tua angkatnya hendaknya
memberi mereka hibah atau
wasiat
sebelum meninggal agar anak angkat mendapat bagian harta.
Bagi yang ingin konsultasi masalah waris,
lihat panduannya di sini.
Warisan berasal dari bahasa Arab al-irts (الإرث) atau al-mirats (الميراث)
secara umum bermakna peninggalan (tirkah) harta orang yang sudah meninggal
(mayit). Bagian ahli waris lebih detail dapat dilihat link ini.
DAFTAR ISI
- Definisi Warisan
- Dalil Dasar Hukum Waris
- Kewajiban Ahli Waris Pada Pewaris
- Syarat Waris
- Rukun Waris
- Nama Ahli Waris dan Bagiannya
- Anak Laki-laki (Ibnu)
- Anak Perempuan (Binti)
- Ayah (Abi)
- Ibu (Ummi)
- Suami /Duda (Zauj)
- Istri /Janda (Zaujah)
- Kakek/Ayahnya bapak (Abul Abi)
- Kakek Ayahnya Ibu (Abul Ummi)
- Nenek/Ibunya Ayah (Ummul Abi)
- Nenek Ibunya Ibu (Ummul Ummi)
- Cucu Laki-laki dari Anak Laki-laki (Ibnul Ibni)
- Cucu Laki-laki dari Anak Perempuan (Ibnul Binti)
- Cucu Perempuan dari Anak Laki-laki (Bintul Ibni)
- Cucu Perempuan dari Anak Perempuan (Bintul Binti)
- Saudara Laki-laki Kandung (Akhi syaqiq)
- Saudara Perempuan Kandung (Ukhti syaqiqoh)
- Saudara Laki-laki Sebapak (Akhi li Abi)
- Saudara Perempuan se-Bapak (Ukhti li Abi)
- Saudara Laki-laki dan Perempuan se-Ibu - Akhi/Ukhti li Ummi
- Keponakan Laki-laki Saudara Laki-laki Kandung (Ibnu akhi syaqiq)
- Keponakan Laki-laki Saudara Perempuan Kandung (Ibnu ukhti syaqiqoh)
- Keponakan Kandung Saudara Laki-laki Seayah (Ibnu akhi li abi)
- Keponakan Laki-laki Saudara Perempuan Seayah (Ibnu Ukhti li abi)
- Keponakan Laki-laki dari Saudara Seibu (Ibnu Akhi li Ummi)
- Keponakan Perempuan Saudara Laki-laki Kandung (Bintu akhi syaqiq)
- Keponakan Perempuan dari Saudara Perempuan Kandung (Bintu Ukhti Syaqiqah)
- Keponakan Perempuan Saudara Laki-laki Seayah (Bintu akhi lil Abi)
- Keponakan Perempuan dari Saudara Seibu (Bintu akhi li Ummi)
- Paman Kandung dari ayah (Ammu Syaqiq)
- Bibi Kandung dari ayah (Ammah Syaqiqoh)
- Paman kandung dari Ibu (Kholi Syaqiq)
- Bibi kandung dari Ibu (Kholati Syaqiqoh)
- Paman se-ibu (Ammi li Ummi)
- Sepupu Laki-laki paman kandung (Ibnu ammi syaqiq)
- Sepupu Perempuan paman Kandung (bintu ammi syaqiq)
- Sepupu laki-laki anaknya bibi (Ibnu ammati syaqiqoh)
- Sepupu perempuan anaknya bibi (Bintu ammati syaqiqoh)
- Sepupu laki-laki paman kandung (ibnu kholi syaqiq)
- Sepupu perempuan paman kandung (bintu kholi syaqiq)
- Sepupu laki-laki bibi kandung (ibnu kholati syaqiqoh)
- Sepupu perempuan bibi kandung (bintu kholati syaqiqoh)
- Sepupu Laki-laki anak dari Saudara Bapak Se-ayah Ibnu Ammi li Abi
- Sepupu perempuan anak dari saudara ayah sebapak Bintu ammi li abi
- Sepupu lakil-laki anak dari saudari ayah sebapak – Ibnu ammati li abi
- Sepupu perempuan anak dari saudari ayah sebapak – Bintu ammati li abi
- Sepupu laki-laki anak dari saudara ibu seayah – Ibnu Kholi li Abi
- Sepupu perempuan anak dari saudara ibu seayah – Bintu Kholi li abi
- Sepupu laki-laki anak dari saudari ibu – Ibnu kholati li Abi
- Sepupu perempuan anak dari saudari ibu seayah – Bintu kholati li Abi
- Keponakan Kandung Saudara Perempuan (Ibnu ukhti syaqiq)
- Keponakan Saudara Seibu (Ibnu Akhi min al-Umm)
- Jenis Ahli Waris dan Bagian Warisan
- Ahli Waris Ada 3 (Tiga) Macam
- Ashabul Furudh dan Bagiannya
- Bagian 1/2 (Setengah)
- Bagian 1/4 (Seperempat)
- Bagian 1/8 (Seterdelapan)
- Bagian 2/3 (Dua pertiga)
- Bagian 1/3 (Sepertiga)
- Bagian 1/6 (Seperenam)
- Al-Mahjub Penghalang Ahli Waris Mendapat Warisan
- Ahli Waris Laki-laki
- Ahli Waris Perempuan
- Sebab Ahli Waris Tidak Boleh Menerima Warisan
- Perbedaan Mahjub dan Mahrum
- Dzawil Arham (Kerabat)
- Masalah Waris
- Tidak Ada Ahli Waris
- ASAL MASALAH DALAM HITUNGAN HARTA WARISAN
- ISTILAH RUMUS DALAM ASAL MASALAH
- CARA MEMBAGI HARTA WARIS DENGAN CARA ASAL MASALAH
- MASALAH MUNASAKHAH
- CARA KONSULTASI SYARIAH ISLAM
DEFINISI DAN PENGERTIAN WARISAN (FARAID)
Warisan berasal dari bahasa Arab al-irts (الإرث) atau al-mirats (الميراث) secara umum bermakna peninggalan (tirkah) harta orang yang sudah meninggal (mayit).
Secara etimologis (lughawi) waris mengandung 2 arti yaitu (a) tetap dan (b) berpindahnya sesuatu dari suatu kaum kepada kaum yang lain baik itu berupa materi atau non-materi.
Sedang menurut terminologi fiqih/syariah Islam adalah berpindahnya harta seorang (yang mati) kepada orang lain (ahli waris) karena ada hubungan kekerabatan atau perkawinan dengan tata cara dan aturan yang sudah ditentukan oleh Islam berdasar QS An-Nisa' 4:11-12.
I. DALIL DASAR HUKUM WARIS
Hukum waris dalam Islam berdasarkan pada nash (teks) dalam Al-Quran sebagai berikut:
- QS An-Nisa' 4:11-12
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۚ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۗ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ ۚ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَىٰ بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ ۚ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ
Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (ayat 11).
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sdsudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.(ayat 12)
- QS An-Nisa' 4:176
Artinya: Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah).
Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang
kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia
tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya
yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya
yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak
mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi
keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal.
KEWAJIBAN AHLI WARIS KEPADA PEWARIS
Sebelum harta dibagi, ahli waris punya kewajiban terdadap pewaris yang wafat
sbb:
a. mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai;
b. menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan, termasuk
kewajiban pewaris maupun penagih piutang;"
c. menyelesaikan wasiat pewaris;
d. membagi harta warisan di antara ahli waris yang berhak.
*Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya
terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya.
SYARAT WARISAN ISLAM
Syarat waris Islam ada 3 (tiga) yaitu:
1. Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara hakiki maupun secara hukum
(misalnya dianggap telah meninggal).
2. Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada waktu pewaris meninggal
dunia.
3. Seluruh ahli waris diketahui secara pasti, termasuk jumlah bagian
masing-masing.
RUKUN WARIS ISLAM
Rukun waris ada 3 (tiga) yaitu:
1. Pewaris, yakni orang yang meninggal dunia.
2. Ahli waris, yaitu mereka yang berhak untuk menguasai atau menerima harta
peninggalan pewaris.
3. Harta warisan.
NAMA AHLI WARIS DAN BAGIANNYA
Dari seluruh ahli waris yang tersebut di bawah ini, yang paling penting dan
selalu mendapat bagian warisan ada 5 yaitu anak kandung (laki-laki dan
perempuan), ayah, ibu, istri, suami.
Artinya apabila semua ahli waris di bawah berkumpul, maka yang mendapat
warisan hanya kelima ahli waris di atas.
Sedangkan ahli waris yang lain dapat terhalang haknya (hijab/mahjub) karena
bertemu dengan ahli waris yang lebih tinggi seperti cucu bertemu dengan anak.
Daftar nama ahli waris dan rincian bagian harta warisan yang diperoleh dalam
berbagai kondisi yang berbeda.
Contoh:
1. Seseorang wafat meninggalkan ayah dan anak laki-laki. Maka, ayah mendapat
1/6 sedangkan sisanya untuk anak lelaki.
2. Seseorang wafat meninggalkan ayah dan ibu. Maka, ibu mendapat 1/3, ayah
mendapat sisanya.
3. Seseorang meninggal meninggalkan ayah dan anak perempuan. Maka, anak
perempuan mendapat 1/2, ayah mendapat bagian pasti 1/6, dan sisanya untuk ayah
juga.
4. Seseorang meninggal meninggalkan bapak dan saudara lelaki kandung atau
saudara lelaki seayah atau seibu, maka seluruh harta untuk ayah sedangkan
saudara tidak mendapat apa-apa karena sebab terhalang ayah.
BAGIAN WARIS ANAK LAKI-LAKI
Anak laki-laki selalu mendapat asabah atau sisa harta setelah dibagikan pada
ahli waris yang lain. Walaupun demikian, anak laki-laki selalu mendapat bagian
terbanyak karena keberadaannya dapat mengurangi bagian atau menghilangkan sama
sekali (mahjub/hirman) hak dari ahli waris yang lain.
Dalam ilmu faraidh, anak laki-laki disebut ahli waris ashabah binafsih (asabah
dengan diri sendiri)
BAGIAN WARIS ANAK PEREMPUAN
- Anak perempuan mendapat 1/2 (setengah) harta warisan apabila (a) sendirian
(anak tunggal) dan (b) tidak ada anak laki-laki.
- Anak perempuan Mendapat 2/3 (dua pertiga) apabila (a) lebih dari satu dan
(b) tidak ada anak laki-laki.
- Anak perempuan mendapat bagian asabah (sisa) apabila ada anak laki-laki.
Dalam keadaan ini maka anak perempuan mendapat setengah atau separuh dari
bagian anak laki-laki. (QS An-Nisa' 4:11)
BAGIAN WARIS AYAH
- Ayah mendapat 1/3 (sepertiga) bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak.
- Ayah Mendapat bagian 1/6 (seperenam) apabila ada keturunan pewaris yang
laki-laki seperti anak atau cucu laki-laki dan kebawah.
- Ayah mendapat bagian asabah dan bagian pasti sekaligus apabila ada keturunan
pewaris yang perempuan saja yaitu anak perempuan atau cucu perempuan dan
kebawah. Maka, ayah mendapat 1/6 (seperenam) dan asabah.
- Ayah mendapat bagian waris asobah atau siswa apabila pewaris tidak memiliki
keturunan baik anak atau cucu ke bawah.
*Yang terhalang (mahjub) karena ayah adalah saudara laki-laki kandung, saudara
laki-laki sebapak, saudara laki-laki seibu. Semua tidak mendapat warisan
karena adanya Ayah atau Kakek.
BAGIAN WARIS IBU
- Ibu mendapat 1/3 (sepertiga) warisan dengan syarat (a) tidak ada keturunan
pewaris yaitu anak, cucu, dst; (b) tidak berkumpulnya beberapa saudara
laki-laki dan saudara perempuan; (c) tidak adanya salah satu dari dua masalah
umroh.
- Ibu mendapat 1/6 (seperenam) apabila (a) pewaris punya keturunan yaitu anak,
cucu, kebawah; (b) atau adanya dua saudara laki-laki dan perempaun atau lebih.
- Ibu mendapat 1/3 (seperti) sisanya dalam
masalah umaritain (umar dua) yaitu:
-- Istri, Ibu, Bapak. Masalah dari empat: suami 1/4 (satu), ibu 1/3 sisa
(satu), yang lain untuk bapak (dua).
-- Suami, Ibu, Bapak. Masalah dari enam: suami 1/2 (tiga), ibu sisa 1/3
(satu), sisanya untuk bapak (dua).
*Ibu mendapat 1/3 dari sisa agar supaya tidak melebihi bagian bapak karena
keduanya sederajat dari awal dan supaya laki-laki mendapat bagian dua kali
lipat dari perempuan. (QS An-Nisa' 4:11)
BAGIAN WARIS SUAMI (DUDA)
- Suami atau duda yang ditinggal mati istri mendapat 1/2 (setengah) apabila
istri tidak punya keturunan yang mewarisi yaitu anak laki-laki dan perempuan,
cucu lak-laki dan kebawah, sedang cucu perempuan tidak menerima warisan.
- Suami mendapat 1/4 apabila ada keturunan yang mewarisi, baik mereka berasal
dari hubungan dengan suami yang sekarang atau suami yang lain.
BAGIAN WARIS ISTRI (JANDA)
- Istri atau janda yang ditinggal mati suami mendapat 1/4 (seperempat) bagian
apabila tidak ada keturunan yang mewarisi yaitu anak laki dan perempuan, cucu
laki-laki dan kebawah.
- Istri mendapat 1/8 (seperdelapan) bagian apabila suami punya keturunan yang
mewarisi baik dari istri sekarang atau istri yang lain.
- Istri yang lebih dari satu harus berbagi dari bagian 1/4 atau 1/8 tersebut.
(QS An-Nisa' 4:12)
BAGIAN WARIS KAKEK
- Kakek mendapat bagian 1/6 (seperenam) dengan syarat (a) adanya keturunan
yang mewarisi; (b) tidak ada bapak.
- Kakek mendapat bagian asabah (siswa) apabila (a) mayit atau pewaris tidak
punya keturunan yang mewarisi (anak kandung laki perempuan; cucu laki dan
kebawah); (b) tidak ada bapak.
- Kakek mendapat bagian pasti dan asabah sekaligus apabila (a) ada keturunan
yang mewarisi yang perempuan yaitu anak perempuan dan cucu perempuan anak laki
(bintul ibni).
- Apabila ada bapak, maka kakek tidak mendapat apa-apa.
* Kakek yang mendapat warisan adalah yang tidak ada hubungan perempuan antara
dia dan mayit seperti bapaknya bapak. Bagiannya seperti bagian warisnya bapak
kecuali dalam masalah umariyatain dalam kasus terakhir
maka ibu bersama kakek mendapat bagian 1/3 dari seluruh harta sedangkan
apabila bersama ayah mendapat 1/3 dari sisa setelah diberikannya bagian
suami/istri.
BAGIAN WARIS NENEK
- Nenek satu atau lebih mendapat 1/6 (seperenam) dengan syarat tidak ada
ibu.
* Nenek terhalang (mahjub) alias tidak mendapat apa-apa apabila ada ibu.
* Nenek yang mendapat warisan adalah ibunya ibu, ibunya ayah, ibunya kakek dan
keatas dari perempuan, dua dari arah ayah dan satu dari arah ibu.
BAGIAN WARIS CUCU LAKI-LAKI
Cucu laki-laki dari anak laki-laki mendapat bagian warisan dengan syarat dan
ketentuan berikut:
- Bagian yang didapat adalah sisa tirkah (peninggalan) setelah dibagi dengan
ahli waris lain yang mendapat bagian pasti (ashabul furudh)
- Tidak ada anak dari mayit yang masih hidup. Kalau ada anak pewaris yang
masih hidup, maka cucu tidak mendapat hak waris karena terhalang (mahjub) oleh
anak.
BAGIAN WARIS CUCU PEREMPUAN ANAK LAKI (BANATUL IBNI)
- Cucu perempuan dari anak laki (bintul ibni) satu atau lebih mendapat bagian
asabah apabila berkumpul bersama saudaranya yang sederajat yaitu cucu
laki-laki dari anak laki (ibnul ibni)
- Bintul ibni mendapat 1/2 (setengah) apabila (a) tidak ada saudara laki-laki
sederajat; (b) sendirian atau tidak ada bintul ibni yang lain; (c) tidak ada
keturunan yang mewarisi yaitu anak laki dan anak perempuan.
- Cucu perempuan dua atau lebih mendapat 2/3 (dua pertiga) dengan syarat (a)
ada dua cucu perempuan dari anak laki atau lebih; (b) tidak ada ahli waris
asabah (ibnul ibni - cucu laki dari anak laki) yaitu saudara laki-lakinya; (c)
tidak ada keturunan yang mewarisi yang lebih tinggi yaitu anak laki dan anak
perempuan.
- Cucu perempuan dari anak laki satu atau lebih mendapat bagian 1/6
(seperenam) apabila (a) tidak ada ahli waris asabah atau cucu laki-laki; (b)
tidak ada keturunan yang mewarisi yang lebih tinggi yaitu anak kecuali anak
perempuan (binti) yang mendapat 1/2.
* Cucu perempuan dari anak laki (bintul ibni) mendapat 1/6 apabila bersama
anak perempuan yang mendapat 1/2 (separuh). Begitu juga, hukumnya cicit
perempuan (bintu ibni ibni) bersama cucu perempuan (bintul ibni), dan
seterusnya ke bawah.
BAGIAN WARIS SAUDARA LAKI-LAKI KANDUNG
- Saudara laki-laki kandung mendapat warisan sisa (asabah) dengan syarat
apabila (a) tidak ada anak laki-laki; (b) tidak ada cucu laki-laki dari anak
laki-laki; (c) tidak ada bapak; (d) tidak ada kakek (menurut beberapa
pendapat). Apabila ada para ahli waris ini, maka ia tidak mendapat warisan
sama sekali karena terhalang (mahjub).
BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG
- Saudara perempuan kandung mendapat 1/2 (setengah) dengan syarat (a)
sendirian alias tidak ada saudara perempuan kandung yang lain; (b) tidak ada
saudara kandung laki-laki; (c) tidak ada bapak atau kakek; (d) tidak ada anak,
atau cucu.
- Mendapat 2/3 (dua pertiga) apabila (a) lebih dari satu; (b) tidak ada anak /
cucu; (b) tidak ada bapak atau kakek; (c) tidak ada saudara kandung.
- Mendapat bagian asabah (sisa) apabila (a) bersamaan dengan saudara kandung
laki-laki; (b) bersamaan dengan anak perempuan. Lihat, QS An-Nisa' 4:176
- Tidak mendapat bagian (mahjub) apabila ada anak laki-laki; cucu laki-laki
dari anak laki-laki; bapak; kakek.
BAGIAN WARIS SAUDARA LAKI-LAKI SEBAPAK
- Saudara laki-laki sebapak mendapat warisan sisa (asabah) dengan syarat
apabila (a) tidak ada saudara laki-laki kandung; (b) tidak ada anak laki-laki;
(c) tidak ada cucu laki-laki dari anak laki-laki; (d) tidak ada bapak; (e)
tidak ada kakek (menurut beberapa pendapat).
BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN SE-BAPAK (SE-AYAH) - UKHTI LI ABI
- Saudara perempuan se-bapak/se-ayah atau ukhti li abi mendapat bagian 1/2
(setengah) dengan syarat (a) sendirian alias tidak bersamaan dengan ukhti li
abi yang lain; (b) tidak ada ahli waris asabah atau saudara laki-nya; (c)
tidak ada orang tua laki ke atas (ayah, kakek) yang mewarisi; (d) tidak ada
keturunan ke bawah (anak, cucu); (e) tidak ada saudara kandung laki atau
perempuan.
- Saudara perempuan sebapak (ukhti li abi) mendapat bagian 2/3 (dua pertiga)
dengan syarat (a) bersamaan dengan ukhti li abi yang lain; (b) tidak ada ahli
waris asabah atau saudara laki-nya; (c) tidak ada orang tua laki ke atas
(ayah, kakek) yang mewarisi; (d) tidak ada keturunan ke bawah (anak, cucu);
(e) tidak ada saudara kandung laki atau perempuan.
- Saudara perempuan sebapak (ukhti li abi) satu atau lebih mendapat bagian 1/6
(seperenam) dengan syarat (a) bersamaan dengan saudara perempuan kandung
(ukhti syaqiqah) satu yang mendapat bagian pasti; (b) tidak ada ahli waris
asabah atau saudara lakinya; (c) tidak ada keturunan yang mewarisi (anak,
cucu); (d) tidak ada orang tua (aslul waris) yang mewarisi dari pihak laki
seperti ayah, kakek, dst; (e) tidak ada saudara kandung satu atau lebih.
- Saudara perempuan sebapak (ukhti li abi) satu atau lebih mendapat bagian
asabah dengan syarat (a) apabila bersama dengan ahli waris asabah yaitu
saudara lakinya, maka yang laki mendapat dua kali lipat; (b) bersamaan dengan
keturunan yang mewarisi dari pihak perempuan seperti anak perempuan.
*Apabila tidak memenuhi syarat-syarat tersebut, yakni apabila ada anak
laki-laki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek, saudara kandung,
maka Saudara perempuan sebapak (ukhti li abi) tidak mendapat bagian waris
apapun.
BAGIAN WARIS SAUDARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN SE-IBU - AKHI/UKHTI LI UMMI
- Saudara seibu (akh li ummi) baik laki atau perempuan mendapat bagian 1/6
(seperenam) dengan syarat (a) tidak ada keturunan yang mewarisi yaitu anak,
cucu, dst; (b) tidak ada orang tua laki-laki yaitu bapak, kakek, dst; (c)
sendirian.
- Saudara seibu (akh li ummi) baik laki atau perempuan mendapat bagian 1/3
dengan syarat (a) dua atau lebih; (b) tidak ada keturunan yang mewarisi yaitu
anak, cucu, dst; (c) tidak ada orang tua yang mewarisi dari pihak laki yaitu
bapak, kakek, dst. (QS An-Nisa' 4:12).
Keponakan Kandung Saudara Laki-laki Kandung (Ibnu akhi syaqiq)
Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki kandung atau anak laki-laki dari
saudara laki-laki kandung (Ibnu akhi syaqiq) mendapat warisan dengan syarat
sbb: (a) tidak ada bapak; (b) tidak ada kakek; (c) tidak ada anak atau cucu
dan ke bawah; (d) tidak ada saudara kandung laki-laki; (e) tidak ada saudara
laki-laki seayah.
Keponakan dari Saudara Laki-laki Seayah (Ibnu akhi lil ab)
Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki seayah atau anak laki-laki dari
saudara laki-laki seayah (Ibnu akhi lil ab) mendapat warisan dengan syarat
sbb: (a) tidak ada bapak; (b) tidak ada kakek; (c) tidak ada anak atau cucu
dan ke bawah; (d) tidak ada saudara kandung laki-laki; (e) tidak ada saudara
laki-laki seayah; (f) tidak ada Ibnu akhi syaqiq atau keponakan laki-laki dari
saudara laki-laki kandung
Keponakan Perempuan Saudara Laki-laki Kandung (Bintu akhi syaqiq)
Anak perempuan dari saudara laki-laki kandung (Bintu akhi syaqiq) tidak
mendapat warisan sama sekali.
Keponakan Perempuan Saudara Laki-laki Seayah (Bintu akhi lil Ab)
Anak perempuan dari saudara laki-laki seayah (Bintu akhi lil ab) tidak
mendapat warisan sama sekali.
Keponakan Kandung Saudara Perempuan (Ibnu ukhti syaqiq)
Keponakan dari saudara perempuan kandung (ibnu ukhti) tidak mendapat warisan
sama sekali. Mereka termasuk dari Dzawil Arham.
Keponakan Saudara Seibu (Ibnu Akhi min al-Umm)
Keponakan dari saudara laki-laki seibu (ibnu akhi min al-umm) tidak mendapat
warisan sama sekali.
Paman (Ammu Syaqiq - Saudara Laki-laki Kandung Ayah)
Ingat! Dalam bahasa Arab paman ada dua yaitu Ammu dan Kholi. Ammu adalah paman
sebagai saudara kandung ayah sedang kholi adalah paman sebagai saudara kandung
ibu. Yang mendapat warisan adalah Ammu.
- Ammu adalah saudara kandung dari ayah pewaris. Mendapat asabah atau sisa.
Apabila ada kelebihan setelah pembagian ahli waris dari yang mendapat bagian
pasti (ashabul furud) dan tidak ada penghalang (mahjub) maka ia mendapat
seluruh sisa.
- Apabila sendiri maka ia mendapat seluruh harta warisan.
- Paman tidak dapat warisan sebab terhalang (mahjub) oleh adanya (a) anak
laki-laki (ibnu), (b) cucu laki-laki dari anak laki-laki (ibnul ibni), (c)
bapak, (d) kakek (ibul jad), (e) saudara kandung (akhu syaqiq), (f) saudara
seayah (akhu li abi), (g) anak lelaki saudara seayah (ibnul akhi li abi).
Bibi (Ammah - Saudara Perempuan Kandung Ayah)
- Bibi saudara dari ayah (ammah) Termasuk ahli waris dzawil arham.
- Ada perbedaan ulama apakah bibi mendapat waris atau tidak, pendapat yang
rajih ia dapat.
- Ia baru mendapat warisan apabila tidak ada ahli waris bagian pasti dan
asobah. Misalnya, apabila seseorang meninggal yang ada hanya bibi, maka ia
berhak atas seluruh warisan.
AHLI WARIS DAN BAGIAN WARISAN
Dalam ilmu faraidh (faroidh) ada 2 istilah yang paling dikenal yaitu al-furudh
al-muqaddarah (bagian yang ditentukan) dan asabah atau bagian yang tidak
ditentukan.
A. Al-Fardhu al-Muqaddarah (Bagian yang ditentukan).
Yaitu jumlah atau porsi bagian warisan yang ditentukan oleh syariah yaitu 1/2
(setengah), 1/4 (seperempat), 1/8 (seperdelapan), 2/3 (dua pertiga), 1/3
(sepertiga), 1/6 (seperenam).
B. Ashabah (At-Tanshib)
Yaitu orang yang mendapatkan harta warisan yang belum ditetapkan atau ahli
waris yang tidak memiliki bagian tertentu.
AHLI WARIS ADA 3 (TIGA) MACAM
Ahli waris ada 3 macam yaitu ashabul furudh yang memiliki bagian yang sudah
ditentukan seperti 1/2, 1/3, 2/3, dst, ahli waris ashabh yang tidak memiliki
bagian yang ditentukan dan ahli waris gabungan keduanya sesuai dengan kondisi
dan situasi ada atau tidak adanya ahli waris yang lain.
AHLI WARIS ASHABUL FURUDH
(i) Ashabul Furudh/Dzawil Furudh saja yaitu Ahli waris dengan bagian tertentu
yaitu ibu, saudara laki seibu, saudara perempuan seibu, nenek dari ibu atau
bapak, suami, istri.
AHLI WARIS ASHABAH
(ii) Ahli waris asabah saja artinya ahli waris yang menerima bagian sisa yaitu
anak laki, cucu ke bawah, saudara laki kandung, saudara sebapak, anak saudara
laki kandung, anak saudara laki sebapak ke bawah, paman kandung dari ayah
(العم الشقيق), paman kandung dari ayah sebapak ( العم لأب) dan ke atas, anak
laki paman kandung dari ayah (إبن العم الشقيق), anak laki paman dari ayah
sebapak ( إبن العم لأب) dan ke bawah.
AHLI WARIS GABUNGAN FURUDH DAN ASHABAH
(iii) Ahli waris dengan bagian tertentu dan ashabah sekaligus atau
salahsatunya yaitu bapak, kakek, (b) ahli waris ashabul furudh atau ashabah
yaitu anak perepuan satu atau lebih, cucu perempuan dari anak laki (بنت الإبن)
satu atau lebih, saudara perempuan satu atau lebih, saudara perempuan sebapak
satu atau lebih.
AHLI WARIS ASHABUL/DZAWIL FURUDH DAN BAGIANNYA
Ahli waris dzawil furudh/ashabul furudh dan bagian-bagian yang telah
ditentukan untuk mereka adalah sbb:
A. Bagian 1/2 (setengah)
Ahli waris yang mendapat bagian 1/2 dengan syarat tertentu adalah sbb:
(i) Suami apabila istri tidak punya anak.
(ii) Anak perempuan apabila sendirian (anak tunggal) dan tidak ada anak
laki-laki (alias saudara kandung).
(iii) Cucu perempuan dari anak laki ( بنت إبن) apabila sendirian serta tidak
adanya anak perempuan atau ahli waris anak laki-laki.
(iv) Saudara perempuan kandung dalam situasi kalalah[1] dan sendirian serta
tidak ada anak perempuan dan cucu perempuan dari anak laki (بنت الإبن).
(v) Saudara perempaun sebapak dalam situasi kalalah dan sendirian serta tidak
adanya anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki (بنت الإبن), dan saudara
perempuan kandung.
B. Bagian 1/4 (seperempat)
Ahli waris yang mendapat bagian 1/4 dengan syarat tertentu adalah sbb:
(i) Suami apabila ada ahli waris anak laki-laki dari istri.
(ii) Istri apabila tidak ada anak laki-laki.
C. Bagian 1/8 (Seperdelapan)
Yaitu istri apabila ada ahli waris anak laki-laki.
D. Bagian 2/3 (Dua Pertiga)
Yang mendapat bagian 2/3 adalah ahli waris yang mendapat bagian 1/2 (setengah)
apabila berkumpul lebih dari satu yaitu
(i) Dua anak perempuan atau lebih.
(ii) Dua cucu perempuan dari anak laki-laki atau lebih.
(iii) Dua saudara perempuan kandung atau lebih
(iv) Dua saudara perempaun sebapak atau lebih.
E. Bagian 1/3 (Sepertiga)
Ahli waris yang mendapat bagian 1/3 dengan syarat tertentu adalah sbb:
(i) Ibu apabila tidak ada anak laki-laki dan saudara laki tidak lebih dari
satu.
(ii) Dua atau lebih dari saudara laki-laki atau saudara perempuan yang
seibu
apabla tidak ada anak laki dan tidak ada bapak/kakek dari pihak laki-laki.
F. Bagian 1/6 (Seperenam)
Ahli waris yang mendapat bagian 1/6 dengan syarat tertentu adalah sbb:
(i) Bapak apabila ada anak laki-laki.
(ii) Kakek apabila ada anak laki-laki dan tidak ada ayah.
(iii) Ibu apabila ada anak laki-laki atau saudara laki yang lebih dari
satu.
(iv) Nenek sebapak atau seibu apabila tidak ada ibu.
(v) Saudara laki atau saudara perempuan seibu apabila tidak ada salah satunya
serta tidak adanya anak atau bapak/kakek dari pihak laki-laki.
(vi) Cucu perempuan dari anak laki (بنت الإبن) apabila bersamaan dengan anak
perempuan yang mendapatkan bagian 1/2 serta tidak adanya cucu laki-laki dari
anak laki (ابن الإبن).
(vii) Saudara perempuan sebapak apabila bersamaan dengan saudara perempuan
kandung yang mendapat bagian 1/2 serta tidak adanya saudara laki sebapak.
AL-MAHJUB PENGHALANG AHLI WARIS MENDAPAT WARISAN
Sebagian ahli waris terhalang haknya untuk mendapat warisan karena keberadaan
ahli waris yang lain yang lebih tinggi kedudukannya. Mereka adalah sbb:
AHLI WARIS LAKI-LAKI
1. Cucu dari anak laki tidak mendapat warisan apabila ada anak laki-laki.
2. Kakek tidak mendapat warisan apabila ada Bapak; kakek yang lebih dekat.
3. Saudara sekandung tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki-laki; cucu
laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek (menurut beberapa pendapat).
4. Saudara laki-laki seayah tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki-laki;
cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek (menurut beberapa pendapat);
saudara laki-laki kandung; saudara perempuan kandung jika menjadi ashabah
dengan anak perempuan.
5. Saudara laki-laki seibu tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki atau
perempuan; cucu laki atau perempuan dari anak laki-laki; bapak; kakek.
6. Anak saudara laki-laki kandung tidak mendapat warisan apabila ada Anak
laki-laki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek; saudara laki
kandung; saudara laki seayah, dan saudara perempuan kandung atau seayah jika
menjadi ashabah.
7. Anak saudara laki seayah tidak mendapat warisan apabila ada penghalang
dalam poin 6, ditambah anak saudara sekandung.
8. Paman kandung tidak mendapat warisan apabila ada penghalang dalam poin 7,
ditambah anak saudara seayah.
9. Paman seayah tidak mendapat warisan apabila ada penghalang dalam poin 8,
ditambah paman kandung.
10. Anak paman kandung tidak mendapat warisan apabila ada penghalang dalam
poin 9, ditambah paman seayah.
11. Anak paman seayah tidak mendapat warisan apabila ada penghalang dalam poin
9, ditambah anak paman kandung.
12. Pemilik yang membebaskan budak tidak mendapat warisan apabila ada Semua
ashabah nasabiyah.
AHLI WARIS PEREMPUAN
1. Cucu perempuan dari anak laki-laki tidak mendapat warisan apabila ada Anak
laki-laki; dua anak perempuan.
2. Nenek tidak mendapat warisan apabila ada ibu.
3. Saudara perempuan kandung tidak mendapat warisan apabila ada Anak
laki-laki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek.
4. Saudara perempuan seayah tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki-laki;
cucu laki-laki dan anak laki-laki; bapak; kakek; saudara laki kandung; saudara
perempuan kandung jika menjadi ashabah dengan anak perempuan; dua saudara
perempuan kandung, apabila saudara perempuan seayah tidak memiliki saudara
laki.
5. Saudara perempuan seibu tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki-laki
atau perempuan; cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki; bapak;
kakek.
6. Mu’tiqah (perempuan pembebas budak) tidak mendapat warisan apabila ada
semua ashabah nasabiyah.
PENGGUGUR HAK WARIS
Ada 5 (lima) faktor yang menyebabkan ahli waris tidak dapat mendapatkan
warisan yaitu
1. Pembunuhan. Ahli waris membunuh yang mewarisi.
2. Beda agama.
3. Budak.
4. Ahli waris meninggal terlebih dahulu dari pewaris.
5. Mah}jub, yaitu hilangnya (terhijabnya) hak waris seseorang karena adanya
ahli waris yang lebih kuat kedudukannya. Misal, cucu laki-laki tidak mendapat
warisan karena adanya anak laki-laki.
PERBEDAAN MAHJUB DAN MAHRUM
Persamaan kedua istilah tersebut adalah keduanya sama-sama bermakna
terhalangnya ahli waris untuk mendapatkan warisan.
Perbedaaannya adalah kalau mahjub ahli waris tidak mendapat warisan karena
adanya ahli waris yang lebih tinggi posisinya. Seperti cucu tidak mendapat
warisan karena adanya anak laki-laki.
Sedangkan mahrum ahli waris tidak jadi mendapat warisan karena ahli waris
memiliki kecacatan hukum yang menyebabkan hilangnya haknya untuk mendapat
warisan. Seperti membunuh pewaris, beda agama, dll.
DZAWIL ARHAM (KERABAT NON AHLI WARIS)
Dawil Arham (ذوو الأرحام) dalam istilah ahli fiqih adalah kalangan kerabat
yang bukan Ahli Waris Ashabul Furudh atau
Ahli Waris Asabah ; baik laki-laki atau perempuan. Seperti,
cucu laki-laki dari anak perempuan (waladul binti); cicit laki-laki dari anak
perempuannya anak laki-laki (waladu bintil ibni), kakek dari ibu, anak saudara
lelaki seibu (waladul akhi lil-ummi) dan anak saudara perempuan secara mutlak
(waladul akhawat), anak perempuannya saudara lelaki (bintul akhi), paman seibu
(al-amm li umm).
DZAWIL ARHAM DAPAT WARISAN? PANDANGAN ULAMA FIKIH
Mazhab Syafi’i dan Maliki serta Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Abbas
berpendapat bahwa dzawil arham tidak mewarisi sama sekali, jadi apabila
seseorang meninggal dunia tidak meninggalkan dzawil furud dan ashobah maka
harta peninggalannya diserahkan kepada baitul mal dan tidak berikan kepdada
dzawil arham. Dalil yang menjaddi dasar mereka adalah hadis Nabi Muhammad Saw;
“bahwa Rasulullah Saw. Mengenakan jubah untuk beristikharoh kepada Allah swt,
tentang pusaka ‘Ammad dan khalah. Kemudaian Allah memberikan petunjuk bahwa
untuk keduanya tidak ada hak pusaka” (HR Sa’ad al Musanadat). Pendapat ini
juga diikuti oleh golongan ulama Sunni.
Menurut Imam Hanafi, Imam Ahmad bin Hanbal dan jumhur ulama yang dinukil dari
pendapat Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khatab berpendapat bahwa dzawil arham
itu dapat mempusakai harta peninggalan bila tidak ada dzawil furud dan ashobah
karena dzawil arham lebih diprioritaskan dari baitul mal.
SYARAT DZAWIL ARHAM DAPAT WARISAN
Dzawil Arham mendapat warisan apabila (a) tidak ada ahli waris bagian pasti
kecuali suami-istri; (b) tidak ada ahli waris asobah.
CARA MEMBAGI WARISAN KE DZAWIL ARHAM
Dzawil Arham mendapat warisan dengan cara tanzil yakni mendudukkan keturunan
ahli waris pada kedudukan pokok (induk) ahli waris asalnya dan pembagian
antara laki-laki dan perempuan statusnya sama.
Pendapat yang menyatakan dzawil arham dapat mewarisi cara pembagiannya adalah
dengan memposisikan ahli waris yang mendekatkannya pada mayit. Misalnya cucu
perempuan dari anak perempuan menempati posisi anak perempuan.
Sistem tanzil tidak memperhitungkan ahli waris yang ada (yang masih hidup),
tetapi melihat pada yang lebih dekat dari ashhabul furudh dan para
'ashabahnya. Dengan demikian, sistem ini akan membagikan hak ahli waris yang
ada sesuai dengan bagian ahli waris yang lebih dekat, yakni pokoknya. Inilah
pendapat mazhab Imam Ahmad bin Hambal, juga merupakan pendapat para ulama
mutakhir dari kalangan Maliki dan Syafi'i.
Untuk memperjelas pemahaman tentang sistem tanzil ini berikut
contoh-contoh:
Bila seseorang wafat dan meninggalkan cucu perempuan keturunan anak perempuan,
keponakan laki-laki keturunan saudara kandung perempuan, dan keponakan
perempuan keturunan saudara laki-laki seayah. Maka keadaan ini dapat
dikategorikan sama dengan meninggalkan anak perempuan, saudara kandung
perempuan, dan saudara laki-laki seayah. Oleh karena itu, pembagiannya seperti
berikut: anak perempuan mendapat setengah (1/2) bagian, saudara kandung
perempuan mendapat setengah (1/2) bagian, sedangkan saudara laki-laki seayah
tidak mendapat bagian (mahjub) disebabkan saudara kandung perempuan di sini
sebagai 'ashabah, karena itu ia mendapatkan sisanya. Inilah gambarannya:
Anak kandung perempuan 1/2, Saudara kandung perempuan 1/2, Saudara laki-laki
seayah mahjub.
Seseorang wafat dan meninggalkan keponakan perempuan keturunan saudara kandung
perempuan, keponakan perempuan keturunan saudara perempuan seayah, keponakan
laki-laki keturunan saudara perempuan seibu, dan sepupu perempuan keturunan
paman kandung (saudara laki-laki seayah). Maka pembagiannya seperti berikut:
keponakan perempuan keturunan saudara kandung perempuan mendapatkan setengah
(1/2) bagian, keponakan perempuan keturunan dari saudara perempuan seayah
mendapat seperenam (1/6) sebagai penyempurna dua per tiga (2/3), keponakan
laki-laki keturunan saudara perempuan seibu mendapatkan seperenam (1/6) bagian
secara fardh, dan sepupu perempuan anak dari paman kandung juga mendapatkan
seperenam (1/6) bagian sebagai 'ashabah. Hal demikian dikarenakan sama saja
dengan pewaris meninggalkan saudara kandung perempuan, saudara perempuan
seayah, saudara perempuan seibu, dan paman kandung. Inilah gambarnya:
Saudara kandung perempuan 3/6, Saudara perempuan seayah 1/6, Saudara perempuan
1/6, seibu paman kandung 1/6
Jadi cara pembagiannya adalah dengan melihat kepada yang lebih dekat derajat
kekerabatannya kepada pewaris.
Ada 11 golongan Dzawil Arham yaitu:
1. Cucu dari anak perempuan (waladul banat) dan cicit dari anak perempuan
(walad banat al-ibni) dan ke bawah.
2. Anak saudara perempuan (walad al-akhowat) baik kandung atau seibu.
3. Anak perempuan saudara laki-laki (banatul ikhwah) baik kandung atau
sebapak.
4. Anak perempuan dari paman (banatul a'mam) kandung atau sebapak.
5. Anak saudara lelaki seibu (awlad al-ikhwah min al-umm) baik laki-laki atau
perempuan.
6. Paman saudara ayah dari ibu (al-amm min al-umm) baik pamannya mayit atau
paman bapaknya mayit atau paman kakeknya mayit.
7. Bibi saudara ayah (al-ammat) baik kandung atau sebapak atau seibu. Sama
saja bibinya mayit, bibi bapaknya mayit, bibi kakek mayit ke atas.
8. Paman (akhwal) dan bibi (kholat) yakni saudara lelaki dan saudara perempuan
ibu baik kandung atau sebapak atau seibu. Begitu juga paman dan bibi bapaknya
mayit, paman dan bibi ibunya mayit, bibi kakeknya mayit ke atas sebelum bapak
dan ibu.
9. Bapaknya ibu (abul umm) dan bapaknya abul umm, dan kakeknya abul umm ke
atas.
10. Setiap nenek yang berkaitan dengan bapak di antara dua ibu seperti ibunya
bapaknya ibu (umm abil umm), atau berkaitan dengan bapak yang lebih tinggi
dari kakek seperti ibunya bapak bapak bapak mayit
11. Orang yang berkaitan dengan mereka di atas seperti bibinya bibi (ammatul
ammah, kholatul kholah), bibi seibu (ammatul amm li umm) dan saudaranya dan
pamannya seayah (ammuhu li abihi), bapak bapaknya ibu (abu abil umm) dan
pamannya (ammuhu, kholuhu).
MASALAH WARIS
Ada sejumlah permasalahan dalam hukum waris yang terjadi dalam sejumlah kasus
yang diperinci dalam uraian di bawah.
MASALAH UMARIYATAIN (UMAR DUA - العمريتين)
Ada dua kasus yang disebut dengan umaroyatain atau gharawain di mana ibu
mendapat 1/3 dari sisa jadi bukan 1/3 dari keseluruhan harta. Contoh kasus
adalah sbb:
KASUS PERTAMA:
Seorang perempuan wafat dan ahli warisnya hanya ada 3 (tiga) orang yaitu
suami, ibu dan bapak.
Dalam kasus ini, maka suami mendapat 1/2 (setengah harta), ibu mendapat 1/3
(sepertiga) dari sisa yakni 1/3 dari sisa yang setengah setelah diambil suami.
Sedang bapak mendapat asabah (sisa).
KASUS KEDUA:
Seorang laki-laki wafat sedang ahli warisnya hanya ada 3 (tiga) orang yaitu
istri, ibu dan bapak.
Maka dalam kasus ini istri mendapat bagian 1/4 (seperempat), ibu mendapat 1/3
(sepertiga) dari sisa setelah diambil istri. Sedang bapak mendapat bagian
seluruh sisanya (asabah).
PERBEDAAN ULAMA DALAM MASALAH UMARIYATAIN
Ada dua perbedaan besar tentang berapa bagian ibu dalam masalah Umariyatain
ini sbb:
- Pendapat Zaid bin Tsabit dan Umar bin Khattab bahwa ibu mendapat bagian 1/3
(sepertiga) dari sisa. Pendapat ini didukung oleh jumhur (mayoritas) ulama.
- Pendapat Abdullah bin Abbas atau Ibnu Abbas bahwa ibu mendapat bagian 1/3
dari seluruh harta warisan.
ASAL ISTILAH:
Asal dari istilah umariyatain atau gharawain. Disebut umariyatain karena yang
memutuskan perkara ini pertama kali adalah Umar bin Khatab saat menjadi
Khalifah Kedua. Disebut gharawain dari bentuk tunggal gharra' karena sangat
populer seperti bintang (al-kawkab al-aghar' - الكوكب الأغر).
MASALAH KALALAH
Kalalah adalah jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan
mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua
dari harta yang ditinggalkannya (QS An-Nisa' 4:176)
MASALAH AUL DAN RAD
Dalam masalah waris adalah masalah yang disebut dengan aul dan radd. Uraiannya
lihat rincian di bawah:
MASALAH AUL
Aul artinya bertambah, maksudnya bertambahnya asal masalah (kpk) dikarenakan
jumlah bagian Ahlul furudh melebihi jumlah asal masalah.
Pokok masalah yang ada di dalam ilmu faraid ada tujuh. Tiga di antaranya dapat
di-aul-kan, sedangkan yang empat tidak dapat.
Ketiga pokok masalah yang dapat di-aul-kan adalah enam (6), dua belas (12),
dan dua puluh empat (24). Sedangkan pokok masalah yang tidak dapat di-'aul-kan
ada empat, yaitu dua (2), tiga (3), empat (4), dan delapan (8).
Contoh Aul: [1]
a.Asal masalah (kpk): 12
- suami -> 1/4 x 12 = 3/12
- 2 anak pr -> 2/3 x 12 = 8/12
- ibu -> 1/6 x 12 = 2/12
Jumlah 3+8+2 = 13/12
Disebabkan jumlah bagian melebihi kpk, maka kpk dijadikan 13.
- Suami 3/12 dirubah menjadi 3/13 x 52.000=6000;-
- Dua anak pr 8/12 dirubah menjadi 8/13x52.000=6000;-
- Ibu 2/12 dirubah menjadi 2/13x52.000=4000;-
b. Asal masalah (kpk): 6
- suami -> 1/2x6=3
- ibu -> 1/6x6=1
- 2 sdr pr sekandung -> 2/3x6=4
Jumlah (3+1+4=8)8.
kpk 6 dijadikan 8
-Suami 3/6 dirubah menjadi 3/8x240.000=90.000;-
-Ibu 1/6 dirubah menjadi 1/8x240.000=30.000;-
-dua sdr pr sekandung 4/6 dirubah menjadi 4/8x240.000=120.000;-
MASALAH RADD
Rad[2] adalah berkurangnya pokok masalah dan bertambahnya/lebihnya jumlah
bagian ashhabul furudh. Ar-radd merupakan kebalikan dari
al-'aul.
Dengan kata lain, Apabila ada kelebihan harta warisan padahal semua ahli waris
sudah mendapat bagian, maka kelebihan itu dikembalikan (radd) pada ahli waris
yang ada; masing-masing menurut kadar bagiannya kecuali suami atau istri yang
tidak mendapatkan bagian dari radd ini. Kelebihan harta hanya dikembalikan
pada ahli waris lain selain suami atau istri.
Sebagai misal, dalam suatu keadaan (dalam pembagian hak waris) para ashhabul
furudh telah menerima haknya masing-masing, tetapi ternyata harta warisan itu
masih tersisa --sementara itu tidak ada sosok kerabat lain sebagai 'ashabah--
maka sisa harta waris itu diberikan atau dikembalikan lagi kepada para
ashhabul furudh sesuai dengan bagian mereka masing-masing.
Syarat Terjadinya Radd
Ar-radd tidak akan terjadi dalam suatu keadaan, kecuali bila terwujud tiga
syarat yaitu (a) adanya ashhabul furudh; (b) tidak adanya 'ashabah; (c) ada
sisa harta waris.
Penerima Bagian Pasti yang Bisa Mendapatkan Radd
Penerima bagian pasti yang dapat menerima Radd ada 8 yaitu: anak perempuan,
cucu perempuan keturunan anak laki-laki, saudara kandung perempuan, saudara
perempuan seayah, bu kandung, nenek sahih (ibu dari bapak), saudara perempuan
seibu, saudara laki-laki seibu
Keadaan Terjadinya Masalah Radd ada 4 (Empat)
a. adanya ahli waris pemilik bagian yang sama, dan tanpa adanya suami atau
istri
Cra pembagiannya dihitung berdasarkan jumlah ahli waris. Contoh, (i) seseorang
wafat dan hanya meninggalkan tiga anak perempuan. (ii) seseorang wafat dan
hanya meninggalkan sepuluh saudara kandung perempuan
b. adanya pemilik bagian yang berbeda-beda, dan tanpa suami atau istri
Cara pembagiannya dihitung dan nilai bagiannya bukan dari jumlah ahli waris
(per kepala). Contoh, seseorang wafat dan meninggalkan seorang ibu dan dua
orang saudara laki-laki seibu.
c. adanya pemilik bagian yang sama, dan dengan adanya suami atau istri
Menjadikan pokok masalahnya dari penerima bagian pasti yang tidak dapat
ditambah (di-radd-kan) dan barulah sisanya dibagikan kepada yang lain sesuai
dengan jumlah per kepala. Contoh, seseorang wafat dan meninggalkan suami dan
dua anak perempuan.
d. adanya pemilik bagian yang berbeda-beda, dan dengan adanya suami atau
istri
Menjadikannya dalam dua masalah. Pada persoalan pertama kita tidak menyertakan
suami atau istri, dan pada persoalan kedua kita menyertakan suami atau istri.
Contoh, Seseorang wafat dan meninggalkan istri, nenek, dan dua orang saudara
perempuan seibu.
Contoh riil masalah Radd dan Solusinya
(a) Seseorang meninggal, ahli warisnya adalah anak perempuan dan ibu. Harta
warisan senilai Rp. 40 juta.
Cara Penyelesaian:
Bagian anak perempuan 1/2 (setengah) sedangkan ibu 1/6 (seperenam). Asal
masalah adalah 6 (enam).
Anak Perempuan = 1/2 x 6 = 3
Ibu = 1/6 x 6 = 1
Jumlah = 4
Asal masalah adalah 6, sedangkan jumlah bagian 4. Maka solusi dengan radd,
asal masalahnya dikembalikan kepada 4. Caranya sebagai berikut:
Anak perempuan = 3/4 x 40 Juta = Rp. 30.000 (tigapuluh juta)
Ibu = 1/4 x 40 Juta = Rp. 10.000 (sepuluh juta)
(b) Seseorang meninggal, ahli warisnya adalah istri, 2 orang saudara seibu dan
ibu. Harta warisan senilai Rp. 40 juta.
Bagian istri 1/4, 2 orang saudara seibu 1/3 dan ibu 1/6. Asal masalahnya
adalah 12.
Istri = 1/4 x 12 = 3
2 saudara = 1/3 x 12 = 4
Ibu = 1/6 x 12 = 2
Jumlah = 9
Karena ada istri sedangkan istri tidak mendapakatkan bagian radd, maka sebelum
sisa warisan dibagikan, hak untuk istri diberikan lebih dahulu dengan
menggunakan asal masalah sebagai pembagi. Caranya sebagai berikut:
Bagian untuk istri = 3/12 x Rp. 40 Juta = Rp. 10.000.000 (sepuluh juta).
Sisa warisan setelah diberikan pada istri adalah Rp. 30.000.000 (tiga puluh
juta) dibagi untuk 2 orang saudara laki-laki seibu dan ibu. Cara membaginya
adalah jumlah perbandingan kedua pihak ahli waris yaitu 4+2=6. Maka bagian
masing-masing adalah :
2 Saudara = 4/6 x Rp. 30.000.000 = Rp. 20.000.000 (dua puluh juta)
Ibu = 2/6 x Rp. 30.000.000 = Rp. 10.000.000 (sepuluh juta)
Jumlah = Rp. 30.000.000 (tiga puluh juta)
Maka perolehan masing-masing ahli waris adalah :
Istri = Rp. 10.000.000
2 sdr = Rp. 20.000.000
Ibu = Rp. 10.000.000
Jumlah = Rp. 40.000.000 (empat puluh juta)
Semua ashabul furudh dapat memperoleh bagian radd kecuali
suami/istri.
APABILA TIDAK ADA AHLI WARIS
Apabila ahli waris yang tersebut di atas tidak ada, kepada siapa harta itu
diberikan? Ada dua pendapat. Pendapat pertama, diberikan kepada
Dzawil Arham atau kerabat nonahli waris , ini adalah
pendapat jumhur atau mayoritas ulama termasuk Sahabat dan Tabi'in, madzhab
Hanafi, Hanbali dan Syafi'i.[3] Namun, madzhab Syafi'i memberi syarat apabila
tidak ada Baitul Mal (Kementerian Keuangan) yang mengatur soal ini. Apabila
ada maka harus diberikan ke Baitul Mal. Pendapat kedua,
Dzawil Arham tidak dapat warisan sama sekali walaupun
ahli waris lain yakni Ashabul Furud dan
Ashabul Asabah tidak ada. Ini pendapat sebagian Sahabat
seperti Zaid bin Tsabit dan Said bin Jubair serta madzhab Maliki dan Syafi'i
apabila ada Baitul Mal yang mengatur.[4]
ASAL MASALAH DALAM HITUNGAN HARTA WARISAN
Dalam membagi warisan, maka diperlukan mencari asal masalah penyebutnya untuk
memudahkan proses pembagian harta waris. Berikut istilah, dan rumus yang
dipakai dalam mencari asal masalah.
ISTILAH RUMUS DALAM ASAL MASALAH
Berikut beberapa istilah tipe asal masalah yang dipakai oleh ulama faraidh:
A. TABAYUN
Tabayun adalah terjadinya dua angka yang dapat dikalikan secara langsung
sehingga tidak terjadi pecahan, seperti antara 1/3 dengan 1/2 maka 3 x 2 = 6.
Jadi, asal masalahnya adalah 6. Demikian juga antara 1/3 dengan 1/4, maka 3 x
4 = 12. Jadi, asal masalahnya adalah 12. Karena itu, antara 3 dengan 2 dan 3
dengan 4 disebut “ Tabayun” .
B. TADAKHUL
Tadakhul adalah mengambil angka yang terbesar dari salah satu bentuk ke-1 atau
ke- 2, seperti 1/2 dengan 1/8 asal masalah adalah 8, karena kedua angka itu
berada pada bentuk ke- 2. Hal sama terjadi antara 1/3 dengan 1/6 = 6, karena
kedua angka tersebut berada pada bentuk ke-1. Demikian juga antara 1/2 dengan
1/4 yang menjadi asal masalah adalah angka penyebut terbesar yaitu 4, karena
kedua angka itu berada pada bentuk ke-1.
C. TAMASUL
Tamasul adalah dua angka atau penyebutnya sama, karenanya cukup mengambil
salah satu dari penyebutnya. Misal antara 1/3 dengan 2/3, maka untuk asal
masalahnya 3, karena penyebut sama. Demikian juga antara ½ dengan ½, asal
masalahnya ada 2.
D. TAWAFUQ
Tawafuq adalah dua penyebut sama hasil perkaliannya setelah dibagi dua dan
dikalikan dengan penyebut satu sama lainnya. Misalnya bilangan 1/6 dengan 1/8.
6: 2 = 3 x 8 = 24 begitu juga 8 : 2 = 4 x 6 = 24 sehingga sama-sama
menghasilkan 24. Demikian juga dengan 1/2 dengan 1/6. 2 : 2 = 1 x 6 = 6. 6 : 2
= 3 x 2 = 6. Cara ini disebut Tawafuq. Hasil perkalian itulah yang digunakan
sebagai asal masalah untuk membagi harta.
CARA MEMBAGI HARTA WARIS DENGAN CARA ASAL MASALAH
1. Bila bilangan itu datang dari bentuk ke-1, maka asal masalahnya adalah
bagian yang terkecil. Misalnya:
1/3 dengan 1/6 = 6
2/3 dengan 1/6 = 6
2. Bila ada angka ½ bergabung dengan bentuk ke- 1 maka asal masalahnya adalah
6. Misalnya
½ dengan 1/3 = 6
½ dengan 2/3 = 6
½ dengan 1/6 = 6
3. Bila ada angka ¼ bergabung dengan bentuk ke- 1 maka asal masalahnya adalah
12. Misalnya:
¼ dengan 1/3 = 12
¼ dengan 2/3 = 12
¼ dengan 1/6 = 12
4. Bila ada angka 1/8 bergabung dengan bentuk ke- 1 maka asal masalahnya
adalah 24. Misalnya:
1/8 dengan 1/3 = 24
1/8 dengan 2/3 = 24
1/8 dengan 1/6 = 28
MASALAH MUNASAKHAH
DEFINISI MUNASAKHO
Munasakhah dalam istilah waris Islam adalah أَنْ يَنْتَقِلَ نَصِيْبُ بَعْضِ
الْوَرَثَةِ قَبْلَ قِسْمَةِ التِّرْكَةِإِلَى مَنْ يَرِثُ مِنْهُ
Artinya: Berpindahnya bagian penerimaan ahli waris karena kematiannya sebelum
pelaksanaan pembagian tirkah (yang seharusnya ia terima) kepada para ahli
warisnya. (Yusuf Musa dalam Al-Tirkah wa al-Miras fi al-Islam, hlm. 371)
Atau, Berpindahnya bagian salah seorang ahli waris kepada ahli waris
lain,karena mati sebelm pelaksanaan pembagian warisan. (Wahab Afifi dalam
103)
MUNASAKHAH ADA 2 MACAM
Munaasakhah itu mempunyai dua bentuk yaitu:
Munasakhoh tipe Pertama:
Ahli waris yang bakal menerima pemindahan bagian pusaka dari orang yang
meninggal belakangan (kedua) adalah juga termasuk ahli waris yang meninggal
dunia terdahulu (pertama).
Contoh kasus:
Pewaris meninggalkan harta warisan Rp900.000,00 (Sembilan ratus ribu rupiah).
Ahli warisnya 4 anak kandung 2 anak laki-laki yaitu Hasan dan Husein, dan 2
anak perempuan, yaitu Alia dan Talia. Sebelum harta warisan dibagi kepada
empat anak tersebut, Hasan wafat, sehingga ahli waris tinggal tiga yaitu
Husein, Alia, dan Talia. Dalam kasus seperti ini pembagian cukup sekali saja.
Uang tersebut dibagikan kepada ketiga orang tersebut dengan perbandingan 2:1:1
(ashabah bil ghair).
Dengan demikian,penerimaan masing-masing adalah:
1) Husein mendapat 2/4 x Rp900.000,00 = Rp450.000,00
2) Alia mendapat ¼ x Rp900.000,00 = Rp225.000,00
3) Talia mendapat ¼ x Rp900.000,00 = Rp225.000,00
Jumlah= Rp900.000,00
Seandainya si Hasan juga meninggalkan harta warisan sebesar Rp100.000,00 dan
tidak mempunyai ahli waris selain ketiga saudara itu, maka harta pusaka
peninggalan si Hasan di satukan dengan harta pusaka si mayit pertama hingga
menjadi Rp 900.000,00 + Rp100.000,00 = Rp 1.000.000,00.
Apabila demikian, perolehan masing-masing ahli waris adalah:
1) Husein mendapat 2/4xRp1.000.000,00 = Rp500.000,00
2) Alia mendapat 1/4xRp1.000.000,00 =Rp250.000,00
3) Talia mendapat 1/4xRp1.000.000,00 =Rp250.000,00
Munasakhah tipe Kedua:
Ahli waris yang bakal menerima pemindahan bagian warisan dari orang yang
meninggal belakangan (kedua) adalah bukan ahli waris dari orang yang meninggal
terdahulu (pertama). Dalam hal ini, maka dilakukan pembagian warisan dua kali.
Pertama pembagian warisan pewaris pertama, lalu dilakukan pembagian warisan
pewaris kedua.
Contoh kasus:
Seorang lelaki bernama Jalal wafat. Ahli warisnya adalah dua anak kandung
laki-laki dan perempuan bernama Riza dan Lina. Harta waris yang ditinggalkan
sebesar Rp300.000,00.
Sebelum dilakukan pembagian harta warisan kepada kedua anaknya Riza meninggal
dunia dengan meninggalkan seorang anak perempuan (Mira), yakni cucu dari
Jalal. Maka dalam hal ini, dilakukan dua kali tahap pembagian warisan.
Penyelesaian tahap pertama:
1. Anak laki-laki (Riza) = 2:2/3xRp300.000 = Rp 200.000
2. Anak perempuan (Lina) = 1 :1/3xRp300.000,00 = Rp 100.000
Jumlah =Rp300.000.
Penyelesaian tahap kedua:
Bagian Riza sebesar Rp200.000 dibagikan kepada ahli warisnya yaitu Mira (anak
perempuan) dan Lina (saudara kandung perempuan), perolehan masing-masing ahli
waris adalah:
1. Anak perempuan (Mira) anak dari (riza) 1/2x2= 1
2. Saudari kandung (Lina) 2-1 = 1
Jumlah: = 2
Jadi bagian mereka masing-masing:
1. Anak perempuan (Mira) 1/2 x Rp. 200.000 = Rp. 100.000
2. Saudari (Line) 1/2 x Rp. 200.000 = Rp. 100.000
TERKAIT
-
Wasiat dalam Islam
-
Hibah dan Hadiah dalam Islam
BIBLIOGRAFI:
[1] http://uchialsanusi.mywapblog.com/ilmu-faraidh-aul-dan-rad.xhtml
[2]
http://pembagian-waris.blogspot.com/2009/10/masalah-al-aul-dan-ar-radd.html
[3] Dengan dalil QS Al-Anfal ayat 75 dan hadits dari Aisyah riwayat Tirmidzi:
الخال وارث من لا وارث له. Dan hadits riwayat Imam Malik dalam Muwatta': كان
عمر بن الخطاب رضي الله عنه يقول: "عجباً للعمة تورث ولا ترث
[4] Alasan Zaid bin Tsabit karena ahli waris sudah jelas disebut dalam
Al-Quran dan Dzawil Arham tidak termasuk di dalamnya.
- Minhajut Talibin Imam Nawawi dalam
كتاب الفرائض
-
الفرائض ميراث أصحاب الفروض والعصبة
- Kitab Fathul Qorib oleh Al-Ghazi dalam
كتاب أحكام الفرائض والوصايا