Nikah Siri Tanpa Restu Orang Tua Suami
Nikah Siri Tanpa Restu Orang Tua Suami Ustad saya ingin bertanya. Saya sudah menikah dengan suami saya secara sirri (tanpa sepengetahuan keluarga suami), karena dulu orangtua suami selalu mengundur-undur pernikahan dengan alasan menunggu suami naik pangkat dlsb. Sedangkan kami ingin segera menikah untuk menjauhi zina. Ketika itu kami menikah sirri dengan anggapan bahwa kami akan menikah KUA dalam 1-2 tahun kedepan menunggu suami menjadi karyawan tetap di tempat dia bekerja.
NIKAH SIRI TANPA RESTU ORANG TUA SUAMI
Assalamualaikum,
Ustad saya ingin bertanya. Saya sudah menikah dengan suami saya secara sirri (tanpa sepengetahuan keluarga suami), karena dulu orangtua suami selalu mengundur-undur pernikahan dengan alasan menunggu suami naik pangkat dlsb. Sedangkan kami ingin segera menikah untuk menjauhi zina. Ketika itu kami menikah sirri dengan anggapan bahwa kami akan menikah KUA dalam 1-2 tahun kedepan menunggu suami menjadi karyawan tetap di tempat dia bekerja. Diluar dugaan, ternyata orangtua suami tidak merestui hubungan kami dengan alasan status sosial keluarga saya yang tidak setara dengan keluarga suami, satu tahun setelah pernikahan sirri kami berlangsung. Ketika kami menikah sirri, orangtua suami tidak ada masalah dengan saya dan background keluarga saya.
TOPIK SYARIAH ISLAM
1. Apa yang harus kami lakukan ustad? Orangtua suami tetap bersikeras tidak menyetujui kami untuk menikah. Apakah suami saya durhaka jika kami melangsungkan pernikahan KUA tapi orangtuanya tidak ridho? karena banyak hadits yang mengatakan bahwa anak laki-laki harus taat pada ibunya. Dan apakah pernikahan sirri yang sedang kami jalani ini seperti mengkhianati orangtua suami saya, karena mereka sebenernya tidak merestuinya?
2. Jika suami saya akan ke luar negri untuk waktu yang lama sementara kami masih belum bisa menikah KUA (berarti dia tidak bisa membawa saya), apakah suami saya boleh menceraikan saya dengan alasan ini? Tapi saya rasa ini sangat tidak adil untuk saya.
Saya sedang di situasi yang sulit sebagai seorang istri yang dinikahi sirri dan tidak disetujui oleh mertua. Mohon jawabannya..
JAWABAN
1. Kalau pernikahan siri telah dilakukan, maka pernikahan yang sah telah terjadi. Apabila demikian, maka secara syariah tidak ada bedanya antara apakah perlu menikah secara resmi di KUA atau tidak. Walaupun demikian, secara negara menikah resmi di KUA tetap diperlukan agar legitimasi pernikahan dan posisi tawar istri dan anak bisa lebih kuat. Adanya fakta bahwa anda berdua sudah menikah ini perlu dikomunikasikan pada orang tua suami anda agar mereka bisa memahami situasi dengan lebih utuh. Dengan informasi tersebut, maka mungkin ibunya akan lebih arif dalam memberi keputusan.
Ketidaksetujuan ibu suami itu kami kira bukan keputusan final. Masih bisa dinegosiasikan karena alasannya tidak begitu prinsip. Asalkan suami menunjukkan kemauan yang tinggi dan sungguh-sungguh, dan istri juga menunjukkan sikap dan perilaku yang baik dan santun, maka insyaAllah orang tuanya akan berubah pikiran.
Alternatif lainnya, kalau ibu tetap tidak merestui, mungkin perlu dipikirkan strategi berbeda: misalnya dengan mengaku bahwa anda sudah mengandung, dll. Intinya, motivasilah suami agar terus berusaha untuk mendapatkan restu ibu.
Kalau ternyata restu ibu tidak juga didapat, maka suami hendaknya tetap meneruskan pernikahan tapi pada waktu yang sama tetap berbuat baik pada orang tua. Memberi nafkah istri hukumnya wajib, sedangkan berbakti pada orang tua juga wajib. Apabila demikian, maka si anak dapat melakukan keduanya dalam waktu yang sama.
Baca detail:
- Agar Mendapat Restu Ibu
- Menikah Tanpa Restu Ibu, Apakah Durhaka?
- Hukum Taat Orang Tua
2. Secara syariah, seorang suami bisa dan boleh menceraikan istrinya kapan saja baik sudah dinikah secara resmi atau siri. Namun demikian, kalau dia memang mencintai anda, maka dia tidak akan melakukan itu. Selain itu, surat akta nikah bisa saja didapat dari KUA walaupun pernikahan resmi belum terjadi. Banyak jalan menuju tujuan kita kalau memang kedua belah pihak saling mencintai. Baca detail: Cerai dalam Islam
______________________
TIDAK MAU MENIKAH SIRI
ustadz, saya mau menanyakan tentang kasus sahabat saya putri(A), bersuamikan seorang laki(B). udah punya 3 anak. B mempunyai kegiatan yang sama dibidang sosial dengan perempuan (C), yang C ini janda punya anak 1. Saat ini C hamil, 6 bulan dan menuntut B utk menikahinya karena menurut keterangan C, ini adalah hasil hubungan mereka saat pacaran..karena sering bersama (walau B punya istri dan anak 3, C janda 10 th dan punya anak 1). Saat peristiwa ini terungkap B dalam keadaan sakit dan memerlukan perawatn, dan ketika menyampaikan penyataan ini B merasa tidak terima dan menyatakan walaupun beberapa kali hubungan tapi itu bukan anaknya krn C bergaul n berhub dengan beberapa lelaki. Sebagai solusi menurut A(istri B syah), diambil jalan tengah.. karena suami sakit, maka dicarikanlah mahar, mengundang penghulu, orang tua C, dan saksi dari RT dan RW untuk menikah siri, sehingga keadaan ini menjadi baik. Saat menikahpun tiba, A dan B datang kerumah C, tidak membawa teman dan saksi bahkan sayapun sbg teman tidak boleh ikut krn takut akan mempengaruhi kehidupan orag lain kedepan. Ternyata ketika akad akan dilangsungkan, yang tidak mau menjadi saksi adalah Pak RT dan Pak RW.. dikatakan bahwa dikampung ini tidak ada yang namanya nikah siri.. sebagai aparat saya berhak melindungi warga saya..jadi bukan pernikahan yang terjadi tapi pertengkaran karena pada akhirnya tidak mau menikah siri dan menuntut pernikahan yang resmi. spontan saja A mengamuk ..Bapak melindungi warga bapak, tapi siapa yang melindungi saya dan ketiga anak saya?..saya sudah rela suami saya menikah dengan warga bapak yang merebut suami orang..saya harus mengalah terus begitu, sampai menangis sejadi-jadimya dan gak kuat berdiri. Sampai saat ini belum ada solusi untuk menyelesaikan permasalahan ini.
1. jadi apakah sudah cukup A memberi ijin utk nikah siri karena dia gak rela suaminya cabut kk,
2. dan status anak C bagaimana. menurut C saat pacaran..B menjanjikan untuk menikah dan kepingin anak dari C (saat itu A & B sedang dalam pertengkaran)
mohon saran dan doanya. terimakasih
JAWABAN
1. Secara syariah, ijin istri pertama tidak diperlukan bagi si suami untuk menikah lagi dengan perempuan kedua atau ketiga. Baca: Hukum Poligami Tanpa Ijin Istri Pertama
2. Kalau C jadi menikah dengan B sebelum melahirkan, maka anak tersebut sah jadi anaknya B asalkan B mau mengakui itu sebagai anaknya. Baca detail: Pernikahan Wanita Hamil Zina dan Status Anak
______________________
BARU TAHU DIPOLIGAMI SETELAH NIKAH
Assalamu'alaikum wr, wb.
Saya menikah dengan suami saya secara sah menurut agama & negara. Setelah menikah saya baru mengetahui bahwa suami Sudah punya istri & istri pertama pun tidak tahu kalo dipoligami.
Saya tidak terima karena merasa dibohongi. Suami mengatakan bahwa jika diawal dia jujur maka saya tidak akan mau menikah. Kemudian suami mengucap janji akan menceraikan istri pertamanya. Namun suami minta agar setiap hari minggu diizinkan ke istri pertama untuk berkumpul bersama anak-anaknya. Karena alasan anak-anak, saya izinkan.
lama-lama janji itu hanyalah janji. Suami tidak kunjung menunaikannya karena tidak tega dengan anak-anak. Jika saya tagih janjinya malah marah.
Sekarang sudah 3 tahun saya berumah tangga. Memang keluarga suami sudah mengetahui & menerima saya dengan baik. Bahkan keluarga suami merasa iba dengan nasib saya.
Pertanyaan saya:
1. Salahkah saya jika terus mendesak suami untuk menepati janji
2. Bagaimana hukum pernikahan saya karena poligami tanpa diketahui istri pertama
3. Dosakah suami saya karena tidak juga menunaikan janjinya
Mohon ditanggapi pertanyaan saya agar saya tidak salah mengambil keputusan. Terimakasih.
JAWABAN
1. Ya, salah. Karena secara syariah pria boleh menikah lebih dari satu. Baca: Hukum Poligami
2. Tidak diperlukan ijin istri pertama. Baca: Hukum Poligami Tanpa Ijin Istri Pertama
3. Dosa karena ingkar janji tapi tidak ada pengaruhnya pada status pernikahan. Baca: Janji dalam Islam
______________________
HUKUM TINGGAL BERSAMA DENGAN PRIA TANPA BERZINA
Assalamualaikum Wr.Wb. Pak Ustad,
Saya telah menikah dengan suami saya 13 tahun dan dikaruniai 2 putra. Saat menikah kami menggunakan syariah Agama Islam dan seminggu kemudian kami langsungkan pemberkatan di gereja (tanpa diketahui keluarga saya), karena saya Islam dan suami saya Katholik .
Akan tetapi selama perjalanan waktu, saya selalu dihantui rasa bersalah karena melanggar hukum Allah SWT.
Dan pada akhirnya saya meminta diceraikan ke suami saya, karena saya sadar apa yang kami lakukan adalah zina . Akan tetapi suami tidak memberikan ijin untuk bercerai dengan alasan anak-anak . Akhirnya saya tetap hidup bersama tanpa melakukan hubungan suami istri tapi tetap tinggal dalam satu rumah.
Setiap malam saya melakukan sholat malam agar suami saya diberikan hidayah oleh Allah SWT. Akan tetapi sampai saat ini hal itu belum suami saya dapatkan.
Yang ingin saya tanyakan Pak Ustad,
1. apakah dalam hidup bersama kami dalam satu rumah tetap merupakan zina walaupun kami tidak melakukan hubungan suami istri?
2. Atau tetap saya harus pisah rumah dan memproses perceraian agar saya tidak terus menerus melakukan dosa ? Apabila tetap tinggal dalam satu rumah merupakan dosa .
Mohon saran dari Ustad . Terimakasih sebelum dan sesudahnya .
Wassalamualaikum Wr.Wb.
JAWABAN
1. Tidak dianggap zina, tapi berdosa. Karena, tinggal serumah dengan lawan jenis di luar pernikahan yang sah adalah haram karena itu termasuk kholwat. Baca: Khalwat dalam Islam
2. Ya, sebaiknya anda proses perceraian secara resmi. Agar bisa terlepas darinya secara total dan agar bisa menikah dengan pria muslim yang baik kalau ada jodoh. Yang tak kalah penting, agar tidak tanggung-tanggung dalam bertaubat. Baca detail: Cara Taubat Nasuha
Assalamualaikum,
Ustad saya ingin bertanya. Saya sudah menikah dengan suami saya secara sirri (tanpa sepengetahuan keluarga suami), karena dulu orangtua suami selalu mengundur-undur pernikahan dengan alasan menunggu suami naik pangkat dlsb. Sedangkan kami ingin segera menikah untuk menjauhi zina. Ketika itu kami menikah sirri dengan anggapan bahwa kami akan menikah KUA dalam 1-2 tahun kedepan menunggu suami menjadi karyawan tetap di tempat dia bekerja. Diluar dugaan, ternyata orangtua suami tidak merestui hubungan kami dengan alasan status sosial keluarga saya yang tidak setara dengan keluarga suami, satu tahun setelah pernikahan sirri kami berlangsung. Ketika kami menikah sirri, orangtua suami tidak ada masalah dengan saya dan background keluarga saya.
TOPIK SYARIAH ISLAM
- NIKAH SIRI TANPA RESTU ORANG TUA SUAMI
- TIDAK MAU MENIKAH SIRI
- BARU TAHU DIPOLIGAMI SETELAH NIKAH
- HUKUM TINGGAL BERSAMA DENGAN PRIA TANPA BERZINA
- CARA KONSULTASI AGAMA
1. Apa yang harus kami lakukan ustad? Orangtua suami tetap bersikeras tidak menyetujui kami untuk menikah. Apakah suami saya durhaka jika kami melangsungkan pernikahan KUA tapi orangtuanya tidak ridho? karena banyak hadits yang mengatakan bahwa anak laki-laki harus taat pada ibunya. Dan apakah pernikahan sirri yang sedang kami jalani ini seperti mengkhianati orangtua suami saya, karena mereka sebenernya tidak merestuinya?
2. Jika suami saya akan ke luar negri untuk waktu yang lama sementara kami masih belum bisa menikah KUA (berarti dia tidak bisa membawa saya), apakah suami saya boleh menceraikan saya dengan alasan ini? Tapi saya rasa ini sangat tidak adil untuk saya.
Saya sedang di situasi yang sulit sebagai seorang istri yang dinikahi sirri dan tidak disetujui oleh mertua. Mohon jawabannya..
JAWABAN
1. Kalau pernikahan siri telah dilakukan, maka pernikahan yang sah telah terjadi. Apabila demikian, maka secara syariah tidak ada bedanya antara apakah perlu menikah secara resmi di KUA atau tidak. Walaupun demikian, secara negara menikah resmi di KUA tetap diperlukan agar legitimasi pernikahan dan posisi tawar istri dan anak bisa lebih kuat. Adanya fakta bahwa anda berdua sudah menikah ini perlu dikomunikasikan pada orang tua suami anda agar mereka bisa memahami situasi dengan lebih utuh. Dengan informasi tersebut, maka mungkin ibunya akan lebih arif dalam memberi keputusan.
Ketidaksetujuan ibu suami itu kami kira bukan keputusan final. Masih bisa dinegosiasikan karena alasannya tidak begitu prinsip. Asalkan suami menunjukkan kemauan yang tinggi dan sungguh-sungguh, dan istri juga menunjukkan sikap dan perilaku yang baik dan santun, maka insyaAllah orang tuanya akan berubah pikiran.
Alternatif lainnya, kalau ibu tetap tidak merestui, mungkin perlu dipikirkan strategi berbeda: misalnya dengan mengaku bahwa anda sudah mengandung, dll. Intinya, motivasilah suami agar terus berusaha untuk mendapatkan restu ibu.
Kalau ternyata restu ibu tidak juga didapat, maka suami hendaknya tetap meneruskan pernikahan tapi pada waktu yang sama tetap berbuat baik pada orang tua. Memberi nafkah istri hukumnya wajib, sedangkan berbakti pada orang tua juga wajib. Apabila demikian, maka si anak dapat melakukan keduanya dalam waktu yang sama.
Baca detail:
- Agar Mendapat Restu Ibu
- Menikah Tanpa Restu Ibu, Apakah Durhaka?
- Hukum Taat Orang Tua
2. Secara syariah, seorang suami bisa dan boleh menceraikan istrinya kapan saja baik sudah dinikah secara resmi atau siri. Namun demikian, kalau dia memang mencintai anda, maka dia tidak akan melakukan itu. Selain itu, surat akta nikah bisa saja didapat dari KUA walaupun pernikahan resmi belum terjadi. Banyak jalan menuju tujuan kita kalau memang kedua belah pihak saling mencintai. Baca detail: Cerai dalam Islam
______________________
TIDAK MAU MENIKAH SIRI
ustadz, saya mau menanyakan tentang kasus sahabat saya putri(A), bersuamikan seorang laki(B). udah punya 3 anak. B mempunyai kegiatan yang sama dibidang sosial dengan perempuan (C), yang C ini janda punya anak 1. Saat ini C hamil, 6 bulan dan menuntut B utk menikahinya karena menurut keterangan C, ini adalah hasil hubungan mereka saat pacaran..karena sering bersama (walau B punya istri dan anak 3, C janda 10 th dan punya anak 1). Saat peristiwa ini terungkap B dalam keadaan sakit dan memerlukan perawatn, dan ketika menyampaikan penyataan ini B merasa tidak terima dan menyatakan walaupun beberapa kali hubungan tapi itu bukan anaknya krn C bergaul n berhub dengan beberapa lelaki. Sebagai solusi menurut A(istri B syah), diambil jalan tengah.. karena suami sakit, maka dicarikanlah mahar, mengundang penghulu, orang tua C, dan saksi dari RT dan RW untuk menikah siri, sehingga keadaan ini menjadi baik. Saat menikahpun tiba, A dan B datang kerumah C, tidak membawa teman dan saksi bahkan sayapun sbg teman tidak boleh ikut krn takut akan mempengaruhi kehidupan orag lain kedepan. Ternyata ketika akad akan dilangsungkan, yang tidak mau menjadi saksi adalah Pak RT dan Pak RW.. dikatakan bahwa dikampung ini tidak ada yang namanya nikah siri.. sebagai aparat saya berhak melindungi warga saya..jadi bukan pernikahan yang terjadi tapi pertengkaran karena pada akhirnya tidak mau menikah siri dan menuntut pernikahan yang resmi. spontan saja A mengamuk ..Bapak melindungi warga bapak, tapi siapa yang melindungi saya dan ketiga anak saya?..saya sudah rela suami saya menikah dengan warga bapak yang merebut suami orang..saya harus mengalah terus begitu, sampai menangis sejadi-jadimya dan gak kuat berdiri. Sampai saat ini belum ada solusi untuk menyelesaikan permasalahan ini.
1. jadi apakah sudah cukup A memberi ijin utk nikah siri karena dia gak rela suaminya cabut kk,
2. dan status anak C bagaimana. menurut C saat pacaran..B menjanjikan untuk menikah dan kepingin anak dari C (saat itu A & B sedang dalam pertengkaran)
mohon saran dan doanya. terimakasih
JAWABAN
1. Secara syariah, ijin istri pertama tidak diperlukan bagi si suami untuk menikah lagi dengan perempuan kedua atau ketiga. Baca: Hukum Poligami Tanpa Ijin Istri Pertama
2. Kalau C jadi menikah dengan B sebelum melahirkan, maka anak tersebut sah jadi anaknya B asalkan B mau mengakui itu sebagai anaknya. Baca detail: Pernikahan Wanita Hamil Zina dan Status Anak
______________________
BARU TAHU DIPOLIGAMI SETELAH NIKAH
Assalamu'alaikum wr, wb.
Saya menikah dengan suami saya secara sah menurut agama & negara. Setelah menikah saya baru mengetahui bahwa suami Sudah punya istri & istri pertama pun tidak tahu kalo dipoligami.
Saya tidak terima karena merasa dibohongi. Suami mengatakan bahwa jika diawal dia jujur maka saya tidak akan mau menikah. Kemudian suami mengucap janji akan menceraikan istri pertamanya. Namun suami minta agar setiap hari minggu diizinkan ke istri pertama untuk berkumpul bersama anak-anaknya. Karena alasan anak-anak, saya izinkan.
lama-lama janji itu hanyalah janji. Suami tidak kunjung menunaikannya karena tidak tega dengan anak-anak. Jika saya tagih janjinya malah marah.
Sekarang sudah 3 tahun saya berumah tangga. Memang keluarga suami sudah mengetahui & menerima saya dengan baik. Bahkan keluarga suami merasa iba dengan nasib saya.
Pertanyaan saya:
1. Salahkah saya jika terus mendesak suami untuk menepati janji
2. Bagaimana hukum pernikahan saya karena poligami tanpa diketahui istri pertama
3. Dosakah suami saya karena tidak juga menunaikan janjinya
Mohon ditanggapi pertanyaan saya agar saya tidak salah mengambil keputusan. Terimakasih.
JAWABAN
1. Ya, salah. Karena secara syariah pria boleh menikah lebih dari satu. Baca: Hukum Poligami
2. Tidak diperlukan ijin istri pertama. Baca: Hukum Poligami Tanpa Ijin Istri Pertama
3. Dosa karena ingkar janji tapi tidak ada pengaruhnya pada status pernikahan. Baca: Janji dalam Islam
______________________
HUKUM TINGGAL BERSAMA DENGAN PRIA TANPA BERZINA
Assalamualaikum Wr.Wb. Pak Ustad,
Saya telah menikah dengan suami saya 13 tahun dan dikaruniai 2 putra. Saat menikah kami menggunakan syariah Agama Islam dan seminggu kemudian kami langsungkan pemberkatan di gereja (tanpa diketahui keluarga saya), karena saya Islam dan suami saya Katholik .
Akan tetapi selama perjalanan waktu, saya selalu dihantui rasa bersalah karena melanggar hukum Allah SWT.
Dan pada akhirnya saya meminta diceraikan ke suami saya, karena saya sadar apa yang kami lakukan adalah zina . Akan tetapi suami tidak memberikan ijin untuk bercerai dengan alasan anak-anak . Akhirnya saya tetap hidup bersama tanpa melakukan hubungan suami istri tapi tetap tinggal dalam satu rumah.
Setiap malam saya melakukan sholat malam agar suami saya diberikan hidayah oleh Allah SWT. Akan tetapi sampai saat ini hal itu belum suami saya dapatkan.
Yang ingin saya tanyakan Pak Ustad,
1. apakah dalam hidup bersama kami dalam satu rumah tetap merupakan zina walaupun kami tidak melakukan hubungan suami istri?
2. Atau tetap saya harus pisah rumah dan memproses perceraian agar saya tidak terus menerus melakukan dosa ? Apabila tetap tinggal dalam satu rumah merupakan dosa .
Mohon saran dari Ustad . Terimakasih sebelum dan sesudahnya .
Wassalamualaikum Wr.Wb.
JAWABAN
1. Tidak dianggap zina, tapi berdosa. Karena, tinggal serumah dengan lawan jenis di luar pernikahan yang sah adalah haram karena itu termasuk kholwat. Baca: Khalwat dalam Islam
2. Ya, sebaiknya anda proses perceraian secara resmi. Agar bisa terlepas darinya secara total dan agar bisa menikah dengan pria muslim yang baik kalau ada jodoh. Yang tak kalah penting, agar tidak tanggung-tanggung dalam bertaubat. Baca detail: Cara Taubat Nasuha