Uang Kotak Amal Masjid Untuk Apa Saja?
Batasan penggunaan Uang Kotak Amal Masjid Untuk Apa Saja? apakah di perbolehkan jika biaya pengurusan janazah di tanggung seluruhnya, oleh baitul mal masjid, baik orang kaya atau miskin ? karena sepengetahuan saya biaya janazah itu pertama kali harus di ambil dari tirkah si mayit, bukankah demikian ?
BATAS PENGGUNAAN UANG KOTAK AMAL INFAK MASJID
Assalamu'alaikum wr.wb
Yang kami mulyakan dewan kyai pengasuh konsultasi syariah al khoirot....
mhn penjelasan berikut dalil rinci tentang :
1. apakah di perbolehkan jika biaya pengurusan janazah di tanggung seluruhnya, oleh baitul mal masjid, baik orang kaya atau miskin ? karena sepengetahuan saya biaya janazah itu pertama kali harus di ambil dari tirkah si mayit, bukankah demikian ?
TOPIK SYARIAH ISLAM
2. seluruh infak masjid yang masuk, baik melalui petugas pengumpul dari masjid, atau pun yang masuk melalui kotak, yang bertuliskan infak masjid yg berada di dalam masjid atau yg dititip di rumah2 makan, bolehkah di klaim sebagai baitulmal...? sehingga pentashoruffan nya bisa lebih luas? bisa untuk bantu orang sakit, di pinjamkan kepada orang yang memerlukan, dalam artian tidak hanya untuk keperluan masjid dan yg berkaitan dengan masjid? ini kebijakan pengurus masjid, yg masih membuat saya ragu..
3. sebatas manakah sebenarnya uang infak masjid dapat di pergunakan ?
terima kasih..mhn penjelasan dengan dalil yang bila ada..baik,quran ,hadits, atau kitab kuning.
JAWABAN
1. Pengurusan jenazah harus diambilkan dari harta peninggalan mayit (tirkah) sebelum hartanya diwariskan kepada ahli warisnya. Berdasarkan hadits Nabi, riwayat Bukhari Muslim, tentang laki-laki yang wafat di Arafah, Nabi bersabda:
وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْهِ
Artinya: Kafanilah dengan dua helai kainnya.
Apabila mayit tidak mempunyai harta peninggalan, maka diambilkan dari harta kerabat dekat yang wajib menafkahinya yaitu ayah, anak, suami.
Uang yang berasal dari kotak amal masjid hanya boleh digunakan untuk kemaslahatan masjid, tidak boleh untuk pengurusan jenazah. Istilah "baitul mal" untuk uang hasil kotak amal lalu disamakan dengan "Baitul Mal" (uang perbendaharaan negara) dalam istilah fikih adalah terlalu dipaksakan dan tidak tepat.
2. Tidak bisa. Karena sesuai dengan tulisan di luar kotak amal, maka orang yang memasukkkan uang ke dalamnya mempunyai niat berinfak untuk kemaslahatan masjid. Oleh karena itu tidak bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain selain yang terkait dengan kemakmuran dan kemaslahatan masjid. Zakaria Al-Anshari dalam Al-Gharar Al-Bahiyah Syarah Al-Bahjah Al-Wardiyah, hlm. 3/366 menyatakan:
( قَوْلُهُ فَيَصِيْرُ مَسْجِدًا إلخ ) وَمِثْلُهُ مَنْ يَأْخُذُ مِنَ النَّاسِ أَمْوَالاً لِيَبْنِيَ بِهَا نَحْوَ مَدْرَسَةٍ أَوْ رِبَاطٍ أَوْ بِئْرٍ أَوْ مَسْجِدٍ فَيَصِيْرُ مَا بَنَاهُ كَذَلِكَ بِمُجَرَّدِ بِنَائِهِ
Artinya: Perkataan "menjadi masjid dst" Serupa dengan kasus ini adalah orang yang mengambil (meminta) uang dari manusia untuk membangun (fasilitas umum) seperti madrasah, asrama, sumur atau masjid, maka perkara yang dibangunnya itu sah dengan membangun fasilitas tersebut.
3. Uang hasil dari kotak amal hanya untuk pembangunan masjid dan kemaslahatan masjid. Kemaslahatan masjid meliputi membiayai operasional kegiatan masjid seperti membayar khatib, imam, muadzin, takmir, dan lain-lain. Sedangkan pembangunan meliputi renovasi dan pembangunan infrastuktur yang terkait dengan masjid.
Dalam Hawasyi As-Syarwani, hlm. 6/250, diterangkan sbb:
قَالَ الشَّيْخُ أَبُوْ مُحَمَّدٍ وَكَذَا لَوْ أَخَذَ مِنَ النَّاسِ شَيْئًا لِيَبْنِيَ بِهِ زَاوِيَةً أَوْ رِبَاطًا فَيَصِيرَ كَذَلِكَ بِمُجَرَّدِ بِنَائِهِ (قَوْلُهُ قَالَ الشَّيْخُ أَبُو مُحَمَّدٍ إلخ) أَقَرَّهُ النِّهَايَةُ ( قَوْلُهُ لِيَبْنِيَ إلخ ) شَامِلٌ لِغَيْرِ الْمَوَاتِ بِأَنْ يَشْتَرِيَ أَرْضًا وَيَبْنِيَ فِيْهَا نَحْوَ الرِّبَاطِ ( قَوْلُهُ فَيَصِيرُ كَذَلِكَ إلخ ) وَلَوْ لَمْ يَقْصِدِ اْلآخِذُ مَحَلاًّ بِعَيْنِهِ حَالَ اْلأَخْذِ هَلْ يَصِحُّ ذَلِكَ وَيُتَخَيَّرُ فِي الْمَحَلِّ الَّذِيْ يُبْنَى فِيهِ أَوْ لاَ بُدَّ مِنَ التَّعْيِيْنِ ؟ فِيْهِ نَظَرٌ وَلاَ يَبْعُدُ الصِّحَّةُ تَوْسِعَةً فِي النَّظَرِ لِجِهَةِ الْوَقْفِ مَا أَمْكَنَ ثُمَّ لَوْ بَقِيَ مِنَ الدَّرَاهِمِ الَّتِيْ أَخَذَهَا لِمَا ذُكِرَ شَيْءٌ بَعْدَ الْبِنَاءِ فَيَنْبَغِيْ حِفْظُهُ لِيَصْرِفَ عَلَى مَا يَعْرِضُ لَهُ مِنَ الْمَصَالِحِ اهـ ع ش
Artinya: Syekh Abu Muhammad berkata begitu juga apabila seseorang mengambil (meminta) harta dari manusia untuk membangun (fasilitas umum) seperti musholla (masjid kecil), asrama, maka itu sah dengan membangunnya. "Untuk membangun" kata ini mencakup selain mawat (tanah yang tidak ada pemiliknya) seperti dia membeli tanah dan membangun asrama di sana. Kalimat "Maka sah dengan membangunnya" maksudnya apabila yang meminta sumbangan itu tidak bermaksud pada tempat tertentu ketika meminta sumbangan apakah sah hal itu dan lalu memilih tempat yang hendak dibangun atau harus ditentukan tempatnya? Jawabnya dirinci: dan tidak jauh keabsahannya bersifat luas dengan melihat pada sistem wakaf sebisa mungkin (artinya sesuai dengan peruntukannya saat meminta sumbangan). Lalu apabila masih ada sisa uang setelah dibuat membangun, maka hendaknya uang itu dijaga untuk digunakan bagi kemaslahatan bangunan tersebut.
Baca:
- Wakaf Islam
- Hibah
- Beda Infak, Zakat dan Sadaqah
______________________
ANTARA ISTRI DAN ORANG TUA
Assalamualaikum Ustadz
Semoga Ustadz dalam kondisi sehat walafiat dan selelu berada dalam lindungan Allah SWT.
Saya mau berkonsultasi mengenai kegalauan saya yang sudah saya rasakan selama dua tahun ini bahkan semakin memuncak pada akhir-akhir ini. Sebelum saya bertanya izinkan saya menceritakan sedikit latar belakang kisah untuk pertanyaan kita nanti.
Sejak 6 tahun lalu saya sudah merantau dan berpisah dengan kedua orang tua saya yang berada di Surabaya untuk bekerja sampai pada akhirnya 3 tahun lalu saya menetap dan menikah di Jakarta. Selama saya tidak berada di rumah bersama kedua orang tua saya, adik saya satu-satunya yang menemani kedua orang tua saya. Kami dua bersaudara. Pada tahun 2014 kemarin adik saya meninggal dunia dan orang tua saya tinggal berdua di Surabaya. Kondisi mereka memang tidak terlalu sehat, ibu saya mengalami masalah pada syarafnya dan bapak saya mempunyai penyakit gula. Setiap bulan mereka harus kontrol ke dokter. Ibu dan Bapak saya memang tidak pernah menyampaikan untuk saya bisa menemani dan menjaga mereka, tetapi setiap saya bertemu dan melihat raut wajah mereka seakan terlihat mereka butuh saya temani dan rawat. Pada bulan lalu ibu saya terluka bakar akibat tersiram air panas, saya putuskan cuti bekerja dan pulang ke Surabaya untuk mengantar proses pengobatan di Rumah Sakit dan pada saat yang sama bapak saya harus mendapatkan operasi laser mata. Selama dua hari saya menemani dan merawat mereka sempat ibu saya berkata sambil menangis bahwa mereka tidak terlalu minta untuk dinafkahi tetapi berharap untuk bisa ditemani dan dirawat. Seketika itu kegalauan saya selama 2 tahun pasca meninggalnya adik saya semakin memuncak.
Saya konsultasikan dengan istri saya bahwa kita harus pindah ke Surabaya untuk saya bisa menjaga dan mearawat kedua orang tua saya. Sesuai dengan Surat Al Isra Ayat 23 bahwa seorang anak berkewajiban untuk memelihara kedua orang tuanya. Istri saya merasa keberatan dengan rencana saya. Saya pun bisa memaklumi, karena menurut dia secara perhitungan logis kita akan mengalami keterpurukan dalam hal finansial karena saya dan istri saya harus meninggalkan pekerjaan kami yang sudah mapan di Jakarta untuk mencari rejeki pekerjaan baru yang sampai sekarang belum jelas keberadaannya. Yang kedua istri saya merasa berat berada dekat dengan kedua orang tua saya karena ada rasa tidak nyaman. Memang kedua orang tua saya adalah tipe orang tua yang memberikan pertahian terlalu berlebihan kepada anak dan menantunya sampai terkadang diperlakukan seperti anak masih kecil yang segalanya perlu diatur.
Istri saya berpendapat rumah tangga kami atau anak dan istri saya yang akan menjadi korban karena saya harus merawat kedua orang tua saya. Dia takut kemapanan finansial yang selama ini kami punya akan hilang dan anak dan istri saya akan terlantar. Saya sudah coba menjelaskan bahwa saya tetap akan mencari nafkah di Surabaya untuk mencukupkan kebutuhan keluarga walaupun sekarang masih belum jelas gambarannya karena saya yakin Allah akan meringankan jalan saya mendapatkan rejeki jika saya mampu merawat dan menjaga kedua orang tua saya. Namun kembali hal itu tidak masuk dengan logika dia, karena secara hitungan ekonomis tidak ketemu. Saya coba jelaskan juga dalil dalam islam bahwa istri adalah hak suami dan istri harus ikut pada suami sedangkan anak laki-laki adalah hak kedua orang tuanya dan berkewajiban tetap memelihara kedua orang tuanya. Dan itu pun belum dapat dia terima dengan alasan jika saya mementingkan kedua orang tua saya maka saya tidak mementingkan istri dan anak saya atau dia bilang mendzolimi istri dan anak.
Pertanyaan yang mau saya tanyakan :
1. Apakah sudah benar jika saya memutuskan untuk segera pindah mendekat kepada kedua orang tua saya di Surabaya dengan meninggalkan pekerjaan saya sekarang untuk mencari pekerjaan baru di Surabaya? Jika benar dalil apa yang dapat menegaskan itu.
2. Bagaimana dengan ketakutan yang dirasakan oleh istri saya? Adakah dalil yang bisa menegaskannya?
3. Apakah saya harus menunggu saya mendapatkan pekerjaan baru kemudian baru saya pindah? Karena sudah 2 tahun ini saya mencoba melamar pekerjaan di Surabaya belum ada hasil. Ada ketakutan dalam diri saya dengan waktu yang belum jelas itu saya kehilangan kesempatan untuk dapat merawat kedua orang tua saya.
4. Jika istri saya menawarkan kepada saya untuk pindah sendiri terlebih dahulu dan sementara dia tetap bekerja di Jakarta bersama anak saya. Kemudian jika saya sudah mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang menurut dia mapan baru dia menyusul pindah mengikuti saya. Apakah solusi itu dapat dibenarkan?
Terima kasih atas kesediaan Ustadz untuk mau membaca keluhan dan petanyaan-pertanyaan saya, mohon dapat memberikan pencerahan dengan merajuk pada syariat Islam.
Wassalam,
JAWABAN
1. Keputusan itu sudah benar tapi kurang tepat. Kalau memang tidak ada kepastian peluang ekonomi di Surabaya, maka perlu dipikirkan jalan terbaik lain yang penting prinsipnya anda tetap dekat dengan orang tua. Misalnya, orang tua yang dibawa ke Jakarta. Kami kira ini bukan jalan yang sulit. Kalau memang anda berdua sudah mapan di Jakarta dari segi pekerjaan, maka tidak sulit bagi anda untuk mengontrakkan rumah di dekat rumah anda yang di Jakarta. Dengan cara ini, maka anda akan mendapat dua tujuan sekaligus yaitu berbakti pada orang, menafkahi anak istri, dan kehidupan rumah tangga tetap harmonis. Karena, tiga hal tersebut (berbakti orang tua, menafkahi anak istri) sama-sama wajib menurut agama.
Baca detail:
- Hukum Taat Orang Tua
- Hak dan Kewajiban Suami Istri
2. Itu ketakutan yang wajar dan logis. Mendapat pekerjaan baru di tempat baru tidak mudah. Dan kalau menganggur selama di Surabaya, maka otomatis kewajiban anda menafkahi anak istri tak terlaksana. Baca detail: Hak dan Kewajiban Suami Istri
3. Ya, sebaiknya anda baru pindah ke Surabaya setelah anda mendapat pekerjaan tetap. Atau, anda mencoba membuka usaha di Surabaya. Sementara waktu, kalau memungkinkan bisa diusulkan ke orang tua untuk pindah ke Jakarta ikut anda.
3. Bisa dibenarkan walaupun itu tidak ideal. Dalam kaidah fikih dikatakan:
احتمال أخف المفسدتين لدفع أعظمهما.
Artinya: Mengambil resiko yang lebih ringan, untuk menghindari resiko yang lebih besar.
______________________
ISTRI INGIN RUJUK SETELAH NIKAH SIRI DENGAN USTADZ
Aslamualaikum warohmatulloh hiwabarakatuh,
Saya mempunyai problem:
Saya sudahh menjatuhkan talak 2kali itupun atas desakan istri yang membuat saya emosi hingga jatuhlah ucapan talak dari saya,beberapa tahun kemudian ada percekcokan yang diawali istri kurang menghargai dan merendahkan saya sebagai suami.dan istri nekat mengajukan gugat cerai ke PA,dari awal sampai ahir persidangan saya tidak mau menceraikannya karna apa yang dituduhkan dalam gugatan saya anggap tidak layak,karna sebagai suami saya masih menjalankan kewajiban sesuai syariat,hingga akhinya PA menjatuhkan putusan pada tanggal 11 april.dan berkekuatan hukum tetap pada tanggal 30 Juni dengan talak ba'in sughro
terus terang saya kecewa dengan putusan tersebut mengingat anak2 dan perasaan cinta
Hingga suatu hari ada telepondari istri,tepatnya bulan juni ahir yang menyatakan ingin rujuk dengan saya dengan alasan anak-anak,karna 2dari 3anak kami ikut bersama saya.saya begitu resfek menyikapi hal itu.
Tapi alangakah kagetnya setelah bertemu istri,dia menceritakan bahwa sebenarnya dia telah dinikahi secara siri oleh seorang ustad yang sebelumnya tempat berkonsultasi permasalahan kami dan istri merasa diperdaya karna dari awal si ustad tersebut mengarahkan untuk tetap bercerai dari saya.yang pada ahirnya ustad tersebut menikahi isti saya secara siri pada tanggal 4juni.
Namun setelah menjalani rumah tangga dengan ustad tersebut istri merasa semua yang terjadi di luar kesadarannya dan dirasakan banyak kejanggalan,hingga pada tanggal 25 juni istri bertekad mengakhiri hubungan dengan ustad tersebut dan meminta cerai serta dikabulkan dengan tegas walaupun lewat telepon dan disertai penegasan lewat sms oleh si ustadz tersebut.
Yang mau saya tanyakan;
1. Apakah sah pernikahan siri mereka tanpa izin dan kehadiran wali dan digantikan dengan wali adol (yang disediakan satu paket dengan saksinya oleh si ustad tersebur,tanpa ada hadirin yang lain)yang menurut penuturan si ustad kepada isti adalah sah karna status istri sudah janda.
2. Apakah sah perkawinan mereka yang dilaksanakan.pada sa'at belum jatuhnya keputusan perceraian berkekuatan hukum tetap dijatuhkan olehPA,dan tidak adanya ikrar talak yang saya ucapkan saat proses persidangan.
3. Bagaimana status anak dari pernikahan mereka
4. Bagaimana prosedurnya secara syari'at jika saya dan istri saya ingin menjalin rumah tangga kembali.
Mohon penjelasannya.terimakasih
JAWABAN
1. Itu namanya wali hakim. Dan Wali hakim dalam pernikahan itu sah. Baca detail: Wali Hakim dalam Pernikahan
Sedangkan saksi, asalkan terdiri dari dua laki-laki yang adil maka juga sah. Baca detail: Dua Saksi Nikah
2. Sah. Ketika anda menjatuhkan talak secara lisan, maka saat itu talak 1 telah jatuh. Dari situ dimulai hitungan masa iddah. Apabila masa iddah habis, maka si wanita boleh menikah dengan pria lain. Baca detail: Cerai dalam Islam
3. Anak yang berasal dari pernikahan yang sah adalah sah dan diakui secara agama. Baca detail: Pernikahan Islam
4. Mantan istri anda sudah menjadi istri orang lain saat ini. Oleh karena itu, kalau anda ingin kembali menikah dengannya, maka suami yang sekarang harus meceraikannya terlebih dahulu. Setelah habis masa iddah istri, baru anda dapat menikahinya. Baca detail: Pernikahan Islam
Assalamu'alaikum wr.wb
Yang kami mulyakan dewan kyai pengasuh konsultasi syariah al khoirot....
mhn penjelasan berikut dalil rinci tentang :
1. apakah di perbolehkan jika biaya pengurusan janazah di tanggung seluruhnya, oleh baitul mal masjid, baik orang kaya atau miskin ? karena sepengetahuan saya biaya janazah itu pertama kali harus di ambil dari tirkah si mayit, bukankah demikian ?
TOPIK SYARIAH ISLAM
- BATAS PENGGUNAAN UANG KOTAK AMAL INFAK MASJID
- ANTARA ISTRI DAN ORANG TUA
- ISTRI INGIN RUJUK SETELAH NIKAH SIRI DENGAN USTADZ
- CARA KONSULTASI AGAMA
2. seluruh infak masjid yang masuk, baik melalui petugas pengumpul dari masjid, atau pun yang masuk melalui kotak, yang bertuliskan infak masjid yg berada di dalam masjid atau yg dititip di rumah2 makan, bolehkah di klaim sebagai baitulmal...? sehingga pentashoruffan nya bisa lebih luas? bisa untuk bantu orang sakit, di pinjamkan kepada orang yang memerlukan, dalam artian tidak hanya untuk keperluan masjid dan yg berkaitan dengan masjid? ini kebijakan pengurus masjid, yg masih membuat saya ragu..
3. sebatas manakah sebenarnya uang infak masjid dapat di pergunakan ?
terima kasih..mhn penjelasan dengan dalil yang bila ada..baik,quran ,hadits, atau kitab kuning.
JAWABAN
1. Pengurusan jenazah harus diambilkan dari harta peninggalan mayit (tirkah) sebelum hartanya diwariskan kepada ahli warisnya. Berdasarkan hadits Nabi, riwayat Bukhari Muslim, tentang laki-laki yang wafat di Arafah, Nabi bersabda:
وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْهِ
Artinya: Kafanilah dengan dua helai kainnya.
Apabila mayit tidak mempunyai harta peninggalan, maka diambilkan dari harta kerabat dekat yang wajib menafkahinya yaitu ayah, anak, suami.
Uang yang berasal dari kotak amal masjid hanya boleh digunakan untuk kemaslahatan masjid, tidak boleh untuk pengurusan jenazah. Istilah "baitul mal" untuk uang hasil kotak amal lalu disamakan dengan "Baitul Mal" (uang perbendaharaan negara) dalam istilah fikih adalah terlalu dipaksakan dan tidak tepat.
2. Tidak bisa. Karena sesuai dengan tulisan di luar kotak amal, maka orang yang memasukkkan uang ke dalamnya mempunyai niat berinfak untuk kemaslahatan masjid. Oleh karena itu tidak bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain selain yang terkait dengan kemakmuran dan kemaslahatan masjid. Zakaria Al-Anshari dalam Al-Gharar Al-Bahiyah Syarah Al-Bahjah Al-Wardiyah, hlm. 3/366 menyatakan:
( قَوْلُهُ فَيَصِيْرُ مَسْجِدًا إلخ ) وَمِثْلُهُ مَنْ يَأْخُذُ مِنَ النَّاسِ أَمْوَالاً لِيَبْنِيَ بِهَا نَحْوَ مَدْرَسَةٍ أَوْ رِبَاطٍ أَوْ بِئْرٍ أَوْ مَسْجِدٍ فَيَصِيْرُ مَا بَنَاهُ كَذَلِكَ بِمُجَرَّدِ بِنَائِهِ
Artinya: Perkataan "menjadi masjid dst" Serupa dengan kasus ini adalah orang yang mengambil (meminta) uang dari manusia untuk membangun (fasilitas umum) seperti madrasah, asrama, sumur atau masjid, maka perkara yang dibangunnya itu sah dengan membangun fasilitas tersebut.
3. Uang hasil dari kotak amal hanya untuk pembangunan masjid dan kemaslahatan masjid. Kemaslahatan masjid meliputi membiayai operasional kegiatan masjid seperti membayar khatib, imam, muadzin, takmir, dan lain-lain. Sedangkan pembangunan meliputi renovasi dan pembangunan infrastuktur yang terkait dengan masjid.
Dalam Hawasyi As-Syarwani, hlm. 6/250, diterangkan sbb:
قَالَ الشَّيْخُ أَبُوْ مُحَمَّدٍ وَكَذَا لَوْ أَخَذَ مِنَ النَّاسِ شَيْئًا لِيَبْنِيَ بِهِ زَاوِيَةً أَوْ رِبَاطًا فَيَصِيرَ كَذَلِكَ بِمُجَرَّدِ بِنَائِهِ (قَوْلُهُ قَالَ الشَّيْخُ أَبُو مُحَمَّدٍ إلخ) أَقَرَّهُ النِّهَايَةُ ( قَوْلُهُ لِيَبْنِيَ إلخ ) شَامِلٌ لِغَيْرِ الْمَوَاتِ بِأَنْ يَشْتَرِيَ أَرْضًا وَيَبْنِيَ فِيْهَا نَحْوَ الرِّبَاطِ ( قَوْلُهُ فَيَصِيرُ كَذَلِكَ إلخ ) وَلَوْ لَمْ يَقْصِدِ اْلآخِذُ مَحَلاًّ بِعَيْنِهِ حَالَ اْلأَخْذِ هَلْ يَصِحُّ ذَلِكَ وَيُتَخَيَّرُ فِي الْمَحَلِّ الَّذِيْ يُبْنَى فِيهِ أَوْ لاَ بُدَّ مِنَ التَّعْيِيْنِ ؟ فِيْهِ نَظَرٌ وَلاَ يَبْعُدُ الصِّحَّةُ تَوْسِعَةً فِي النَّظَرِ لِجِهَةِ الْوَقْفِ مَا أَمْكَنَ ثُمَّ لَوْ بَقِيَ مِنَ الدَّرَاهِمِ الَّتِيْ أَخَذَهَا لِمَا ذُكِرَ شَيْءٌ بَعْدَ الْبِنَاءِ فَيَنْبَغِيْ حِفْظُهُ لِيَصْرِفَ عَلَى مَا يَعْرِضُ لَهُ مِنَ الْمَصَالِحِ اهـ ع ش
Artinya: Syekh Abu Muhammad berkata begitu juga apabila seseorang mengambil (meminta) harta dari manusia untuk membangun (fasilitas umum) seperti musholla (masjid kecil), asrama, maka itu sah dengan membangunnya. "Untuk membangun" kata ini mencakup selain mawat (tanah yang tidak ada pemiliknya) seperti dia membeli tanah dan membangun asrama di sana. Kalimat "Maka sah dengan membangunnya" maksudnya apabila yang meminta sumbangan itu tidak bermaksud pada tempat tertentu ketika meminta sumbangan apakah sah hal itu dan lalu memilih tempat yang hendak dibangun atau harus ditentukan tempatnya? Jawabnya dirinci: dan tidak jauh keabsahannya bersifat luas dengan melihat pada sistem wakaf sebisa mungkin (artinya sesuai dengan peruntukannya saat meminta sumbangan). Lalu apabila masih ada sisa uang setelah dibuat membangun, maka hendaknya uang itu dijaga untuk digunakan bagi kemaslahatan bangunan tersebut.
Baca:
- Wakaf Islam
- Hibah
- Beda Infak, Zakat dan Sadaqah
______________________
ANTARA ISTRI DAN ORANG TUA
Assalamualaikum Ustadz
Semoga Ustadz dalam kondisi sehat walafiat dan selelu berada dalam lindungan Allah SWT.
Saya mau berkonsultasi mengenai kegalauan saya yang sudah saya rasakan selama dua tahun ini bahkan semakin memuncak pada akhir-akhir ini. Sebelum saya bertanya izinkan saya menceritakan sedikit latar belakang kisah untuk pertanyaan kita nanti.
Sejak 6 tahun lalu saya sudah merantau dan berpisah dengan kedua orang tua saya yang berada di Surabaya untuk bekerja sampai pada akhirnya 3 tahun lalu saya menetap dan menikah di Jakarta. Selama saya tidak berada di rumah bersama kedua orang tua saya, adik saya satu-satunya yang menemani kedua orang tua saya. Kami dua bersaudara. Pada tahun 2014 kemarin adik saya meninggal dunia dan orang tua saya tinggal berdua di Surabaya. Kondisi mereka memang tidak terlalu sehat, ibu saya mengalami masalah pada syarafnya dan bapak saya mempunyai penyakit gula. Setiap bulan mereka harus kontrol ke dokter. Ibu dan Bapak saya memang tidak pernah menyampaikan untuk saya bisa menemani dan menjaga mereka, tetapi setiap saya bertemu dan melihat raut wajah mereka seakan terlihat mereka butuh saya temani dan rawat. Pada bulan lalu ibu saya terluka bakar akibat tersiram air panas, saya putuskan cuti bekerja dan pulang ke Surabaya untuk mengantar proses pengobatan di Rumah Sakit dan pada saat yang sama bapak saya harus mendapatkan operasi laser mata. Selama dua hari saya menemani dan merawat mereka sempat ibu saya berkata sambil menangis bahwa mereka tidak terlalu minta untuk dinafkahi tetapi berharap untuk bisa ditemani dan dirawat. Seketika itu kegalauan saya selama 2 tahun pasca meninggalnya adik saya semakin memuncak.
Saya konsultasikan dengan istri saya bahwa kita harus pindah ke Surabaya untuk saya bisa menjaga dan mearawat kedua orang tua saya. Sesuai dengan Surat Al Isra Ayat 23 bahwa seorang anak berkewajiban untuk memelihara kedua orang tuanya. Istri saya merasa keberatan dengan rencana saya. Saya pun bisa memaklumi, karena menurut dia secara perhitungan logis kita akan mengalami keterpurukan dalam hal finansial karena saya dan istri saya harus meninggalkan pekerjaan kami yang sudah mapan di Jakarta untuk mencari rejeki pekerjaan baru yang sampai sekarang belum jelas keberadaannya. Yang kedua istri saya merasa berat berada dekat dengan kedua orang tua saya karena ada rasa tidak nyaman. Memang kedua orang tua saya adalah tipe orang tua yang memberikan pertahian terlalu berlebihan kepada anak dan menantunya sampai terkadang diperlakukan seperti anak masih kecil yang segalanya perlu diatur.
Istri saya berpendapat rumah tangga kami atau anak dan istri saya yang akan menjadi korban karena saya harus merawat kedua orang tua saya. Dia takut kemapanan finansial yang selama ini kami punya akan hilang dan anak dan istri saya akan terlantar. Saya sudah coba menjelaskan bahwa saya tetap akan mencari nafkah di Surabaya untuk mencukupkan kebutuhan keluarga walaupun sekarang masih belum jelas gambarannya karena saya yakin Allah akan meringankan jalan saya mendapatkan rejeki jika saya mampu merawat dan menjaga kedua orang tua saya. Namun kembali hal itu tidak masuk dengan logika dia, karena secara hitungan ekonomis tidak ketemu. Saya coba jelaskan juga dalil dalam islam bahwa istri adalah hak suami dan istri harus ikut pada suami sedangkan anak laki-laki adalah hak kedua orang tuanya dan berkewajiban tetap memelihara kedua orang tuanya. Dan itu pun belum dapat dia terima dengan alasan jika saya mementingkan kedua orang tua saya maka saya tidak mementingkan istri dan anak saya atau dia bilang mendzolimi istri dan anak.
Pertanyaan yang mau saya tanyakan :
1. Apakah sudah benar jika saya memutuskan untuk segera pindah mendekat kepada kedua orang tua saya di Surabaya dengan meninggalkan pekerjaan saya sekarang untuk mencari pekerjaan baru di Surabaya? Jika benar dalil apa yang dapat menegaskan itu.
2. Bagaimana dengan ketakutan yang dirasakan oleh istri saya? Adakah dalil yang bisa menegaskannya?
3. Apakah saya harus menunggu saya mendapatkan pekerjaan baru kemudian baru saya pindah? Karena sudah 2 tahun ini saya mencoba melamar pekerjaan di Surabaya belum ada hasil. Ada ketakutan dalam diri saya dengan waktu yang belum jelas itu saya kehilangan kesempatan untuk dapat merawat kedua orang tua saya.
4. Jika istri saya menawarkan kepada saya untuk pindah sendiri terlebih dahulu dan sementara dia tetap bekerja di Jakarta bersama anak saya. Kemudian jika saya sudah mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang menurut dia mapan baru dia menyusul pindah mengikuti saya. Apakah solusi itu dapat dibenarkan?
Terima kasih atas kesediaan Ustadz untuk mau membaca keluhan dan petanyaan-pertanyaan saya, mohon dapat memberikan pencerahan dengan merajuk pada syariat Islam.
Wassalam,
JAWABAN
1. Keputusan itu sudah benar tapi kurang tepat. Kalau memang tidak ada kepastian peluang ekonomi di Surabaya, maka perlu dipikirkan jalan terbaik lain yang penting prinsipnya anda tetap dekat dengan orang tua. Misalnya, orang tua yang dibawa ke Jakarta. Kami kira ini bukan jalan yang sulit. Kalau memang anda berdua sudah mapan di Jakarta dari segi pekerjaan, maka tidak sulit bagi anda untuk mengontrakkan rumah di dekat rumah anda yang di Jakarta. Dengan cara ini, maka anda akan mendapat dua tujuan sekaligus yaitu berbakti pada orang, menafkahi anak istri, dan kehidupan rumah tangga tetap harmonis. Karena, tiga hal tersebut (berbakti orang tua, menafkahi anak istri) sama-sama wajib menurut agama.
Baca detail:
- Hukum Taat Orang Tua
- Hak dan Kewajiban Suami Istri
2. Itu ketakutan yang wajar dan logis. Mendapat pekerjaan baru di tempat baru tidak mudah. Dan kalau menganggur selama di Surabaya, maka otomatis kewajiban anda menafkahi anak istri tak terlaksana. Baca detail: Hak dan Kewajiban Suami Istri
3. Ya, sebaiknya anda baru pindah ke Surabaya setelah anda mendapat pekerjaan tetap. Atau, anda mencoba membuka usaha di Surabaya. Sementara waktu, kalau memungkinkan bisa diusulkan ke orang tua untuk pindah ke Jakarta ikut anda.
3. Bisa dibenarkan walaupun itu tidak ideal. Dalam kaidah fikih dikatakan:
احتمال أخف المفسدتين لدفع أعظمهما.
Artinya: Mengambil resiko yang lebih ringan, untuk menghindari resiko yang lebih besar.
______________________
ISTRI INGIN RUJUK SETELAH NIKAH SIRI DENGAN USTADZ
Aslamualaikum warohmatulloh hiwabarakatuh,
Saya mempunyai problem:
Saya sudahh menjatuhkan talak 2kali itupun atas desakan istri yang membuat saya emosi hingga jatuhlah ucapan talak dari saya,beberapa tahun kemudian ada percekcokan yang diawali istri kurang menghargai dan merendahkan saya sebagai suami.dan istri nekat mengajukan gugat cerai ke PA,dari awal sampai ahir persidangan saya tidak mau menceraikannya karna apa yang dituduhkan dalam gugatan saya anggap tidak layak,karna sebagai suami saya masih menjalankan kewajiban sesuai syariat,hingga akhinya PA menjatuhkan putusan pada tanggal 11 april.dan berkekuatan hukum tetap pada tanggal 30 Juni dengan talak ba'in sughro
terus terang saya kecewa dengan putusan tersebut mengingat anak2 dan perasaan cinta
Hingga suatu hari ada telepondari istri,tepatnya bulan juni ahir yang menyatakan ingin rujuk dengan saya dengan alasan anak-anak,karna 2dari 3anak kami ikut bersama saya.saya begitu resfek menyikapi hal itu.
Tapi alangakah kagetnya setelah bertemu istri,dia menceritakan bahwa sebenarnya dia telah dinikahi secara siri oleh seorang ustad yang sebelumnya tempat berkonsultasi permasalahan kami dan istri merasa diperdaya karna dari awal si ustad tersebut mengarahkan untuk tetap bercerai dari saya.yang pada ahirnya ustad tersebut menikahi isti saya secara siri pada tanggal 4juni.
Namun setelah menjalani rumah tangga dengan ustad tersebut istri merasa semua yang terjadi di luar kesadarannya dan dirasakan banyak kejanggalan,hingga pada tanggal 25 juni istri bertekad mengakhiri hubungan dengan ustad tersebut dan meminta cerai serta dikabulkan dengan tegas walaupun lewat telepon dan disertai penegasan lewat sms oleh si ustadz tersebut.
Yang mau saya tanyakan;
1. Apakah sah pernikahan siri mereka tanpa izin dan kehadiran wali dan digantikan dengan wali adol (yang disediakan satu paket dengan saksinya oleh si ustad tersebur,tanpa ada hadirin yang lain)yang menurut penuturan si ustad kepada isti adalah sah karna status istri sudah janda.
2. Apakah sah perkawinan mereka yang dilaksanakan.pada sa'at belum jatuhnya keputusan perceraian berkekuatan hukum tetap dijatuhkan olehPA,dan tidak adanya ikrar talak yang saya ucapkan saat proses persidangan.
3. Bagaimana status anak dari pernikahan mereka
4. Bagaimana prosedurnya secara syari'at jika saya dan istri saya ingin menjalin rumah tangga kembali.
Mohon penjelasannya.terimakasih
JAWABAN
1. Itu namanya wali hakim. Dan Wali hakim dalam pernikahan itu sah. Baca detail: Wali Hakim dalam Pernikahan
Sedangkan saksi, asalkan terdiri dari dua laki-laki yang adil maka juga sah. Baca detail: Dua Saksi Nikah
2. Sah. Ketika anda menjatuhkan talak secara lisan, maka saat itu talak 1 telah jatuh. Dari situ dimulai hitungan masa iddah. Apabila masa iddah habis, maka si wanita boleh menikah dengan pria lain. Baca detail: Cerai dalam Islam
3. Anak yang berasal dari pernikahan yang sah adalah sah dan diakui secara agama. Baca detail: Pernikahan Islam
4. Mantan istri anda sudah menjadi istri orang lain saat ini. Oleh karena itu, kalau anda ingin kembali menikah dengannya, maka suami yang sekarang harus meceraikannya terlebih dahulu. Setelah habis masa iddah istri, baru anda dapat menikahinya. Baca detail: Pernikahan Islam