Menyikapi ayah ibu yang sering konflik

Menyikapi ayah ibu yang sering konflik Setelah saya remaja, ayah mulai bercerita bahwa ibu berselingkuh dengan teman laki-lakinya lewat sosial media.
MENYIKAPI AYAH IBU YANG SERING KONFLIK

Ayah dulu beragama kristen, karena hendak menikah dengan ibu, ayah mualaf. Ayah tidak pernah sholat maupun berpuasa, bahkan waktu saya kecil saya dilarang memakai jilbab. Ibu tidak berani menegur ayah karena sifat ayah yang kasar dan suka main tangan.
Ibu pernah bercerita saat awal ayah datang kepada ibu dengan membawa hutang banyak dimana-mana. Ibu bekerja keras untuk melunasi semua hutang ayah.

Tapi yang didapatkan ibu justru ayah yang kerap kali memukuli ibu, dan membentak-bentak kasar di hadapan banyak orang. Bahkan sedari saya masih dikandungan, ayah sering memukuli ibu. Saat kecil saya hanya bisa menangis di kamar saat kedua orang tua saya bertengkar. Saya yang masih kecil tidak tau penyebab mereka bertengkar.

Setelah saya remaja, ayah mulai bercerita bahwa ibu berselingkuh dengan teman laki-lakinya lewat sosial media. Saya kemudian teringat saat masih TK saya dijemput ibu bersama teman laki-lakinya menggunakan mobil, ibu berkata bahwa saya harus merahasiakan ini dari ayah. Belasan tahun terlewati tapi saya masih ingat persisnya kejadian itu.

Ayah yang mulai berubah, tidak sekasar dulu. Tetapi ibu yang sudah terlanjur sakit hati oleh perlakuan ayah tidak mau menghargai perubahan yang ayah sudah lakukan. Ibu bercerita kepada saya tepat saat usia saya 17 tahun. Ibu berkata sudah bertahun-tahun ia memendam sakit hati dari ayah, jadi wajar jika ada orang lain yang perhatian kepada ibu, maka ibu akan berpaling karena tidak mendapatkan itu dari ayah. Saat saya tanya kenapa tidak cerai saja kalau begitu, ibu menjawab karena kasihan sama saya dan adik saya.

Jujur ini sangat tidak nyaman, sejak saya kecil sampai saya berumur 17 tahun lebih sangat sering menyaksikan kedua orang tua saya bertengkar di depan mata saya. Suasana dirumah menjadi sangat tidak nyaman, dan saya tidak bisa konsentrasi untuk sekolah, saya juga kasihan dengan adik saya yang masih kecil harus merasakan ini semua.

Bagaimana tindakan saya sebagai anak untuk mengatasi ini semua?
Terimakasih untuk waktu yang diluangkan untuk menjawab pertanyaan saya

JAWABAN

Kenyataan yang menimpa keluarga anda memang peristiwa yang tidak nyaman dan tidak ideal. Tidak sesuai harapan terbaik. Namun bukan berarti bisa jadi alasan buat kita untuk tidak bahagia dan menikmati kehidupan dan anugerah Tuhan.

Hal pertama yang harus dilakukan dalam menyikapi kenyataan seperti ini adalah mensyukuri apa yang ada dulu. Bandingkan diri anda dengan keluarga lain yang kurang beruntung di sekitar anda atau berita-berita sedih yang kita baca di media.

Dari situ kita akan menyadari bahwa banyak anugerah Allah telah kita peroleh: mulai dari kesehatan, pendidikan yang lancar, dan masih dikelilingi oleh kedua orang tua yang mencintai kita.

Selanjutnya, atas peristiwa konflik orang tua, maka cara terbaik dalam menyikapinya adalah mencari hikmah di balik peristiwa ini. Bukan mengeluhkannya. Karena, bagaimanapun anda sebagai anak tidak bisa berbuat banyak atas kenyataan tersebut.

Apa hikmah di balik ini yang patut dijadikan pelajaran dan nasihat bagi anda dan adik?

Pertama, kelak ketika tiba saatnya anda ingin menikah, maka carilah jodoh yang baik karakter dan agama. Jangan prioritaskan tampilan fisiknya. Baca juga: Cara Memilih Jodoh

Kedua, anda dan adik juga hendaknya memperbaiki dan membangun karakter pribadi dengan akhlak yang baik dan belajar ilmu agama dasar melalui ustadz yang baik pula. Cari ustadz yang dari NU atau belajar di pesantren yang berafiliasi ke NU. Begitu juga, dalam membaca artikel agama di internet, cari artikel agama yang ditulis ulama dan ustadz dari NU; dan hindari membaca artikel agama yang ditulis kalangan Salafi Wahabi dan afiliasinya. Baca detail: http://www.alkhoirot.com/beda-wahabi-hizbut-tahrir-jamaah-tabligh-dan-syiah/

Untuk daftar situs agama yang baik, lihat: http://www.konsultasisyariah.in/p/aswaja.html

Untuk daftar situs agama dari gerakan radikal, lihat: http://www.konsultasisyariah.in/p/wahabi.html#1

Ketiga, kenyataan yang terjadi antara orang tua anda jadikan sebagai contoh sejarah "yang harus dijauhi dan harus dihindari". Untuk menghindari hal tersebut terulang pada diri anda dan adik, maka lakukan poin pertama dan kedua di atas.

Keempat, tetap hormat, taat dan berbakti pada orang tua apapun kekurangan mereka. Kita diperintahkan Allah untuk hormat pada orang tua yang kafir, sebuah dosa terbesar seorang manusia, maka tidak ada alasan bagi anda untuk tidak hormat pada orang tua anda dengan segala kekurangan yang ada. Baca detail: Hukum Taat dan Berbakti pada Orang Tua

Keempat, ambil sisi positif dari karakter dan perilaku orang tua dan teladani. Abaikan dan jangan pedulikan karakter dan perilaku buruk mereka.

PERNIKAHAN TANPA RESTU ORANG TUA PRIA

Assalamualaikum saya perempuan berusia 23 tahun... Ada laki2 yang berniat menikahi saya, awalnya saya baru bertemu sekali dengan dia dan dia mengajak saya untuk menikah... Saya menerima ajakannya itu dan direstui orang tua saya. Tetapi dalam perjalanan orang tuanya tidak setuju karna kita berbeda suku, dan juga pendidikan serta keluarganya memandang saya hanya seorang anak dari keluarga miskin juga fisik saya yg kurang cantik menurut keluarga dia...

Kekasih saya tetep kekeh dengan pendiriannya untuk menikahi saya dan sudah diceritakan kepada keluarga saya tentang ketidak setujuan orang tuanya tetapi orang tua saya tidak mempermasalahkan itu... Tapi kini kita sudah bersama selama 4 bulan dan pernikahan kita 2 bulan lagi.

Dan di perjalanan selama 4 bulan ini saya ada keraguan terhadap pria ini karna saya tau dia tidak mncintai saya itu karna dia sendiri yang pernah berkata kepada saya bahwa saya tidak ada di hatinya hanya ada di pikirannya..

Saya mengerti maksudnya dia ingin menikahi saya karna saya mau ikut mencari uang setelah menikah.. Dan dia pun masih mencintai mantan kekasihnya dulu. Ditambah saya mendapat kabar dri adik kekasih saya bahwa sebenarnya dia mau menikahi saya itu karna dia mendapat kabar mantan kekasih yg ia masih cintai itu akan menikah..
Saya merasa hanya menjadi pelampiasannya saja.. Dan terlanjur sudah membuat janji terhadap ayah saya kita akan menikah. Dan setelah saya pikir2 lagi semuanya sepertinya saya tidak siap karna orang tuanya tidak setuju akan berakibat untuk anak kita nanti dman ketika anak kita ingin bertemu dgn neneknya jga kakeknya tapi takut anak saya tidak akan diterima betapa sedihnya anak saya nanti.

Saya ingin mebatalkan pernikahan tetapi orang tua saya tidak menyetujuinya karna sudah terlanjur semua sudah dipersiapkan untuk pernikahan org tua saya hanya berkata betapa malunya kita klo sampe saya membatalkannya..

Dan pertanyaan saya

1. apakah ini salah satu bentuk dari ujian sebelum pernikahan menggoyahkan niat saya???

2. Ato kah sebenarnya kita tidak berjodoh tapi kita memaksakan berjodoh karna orang tua saya yg meminta?? Bukankah jika kita berjodoh allah akan mempermudah semuanya?? Tpi sekarang yang saya rasakan allah mempersulit kiat untuk pernikahan?? Terima kasih ustadz...

JAWABAN

1. Pernikahan itu dalam pandangan fiqih sama dengan akad muamalah yang lain. Yang baru terjadi kalau kedua belah sama-sama rela dan sreg. Dalam konteks nikah ideal, saling-rela itu tidak hanya sebatas antara pembeli dan penjual, tapi juga pada orang tua kedua belah pihak.

Kami berpendapat bahwa rencana pernikahan anda akan lebih baik kalau dibatalkan karena pertimbangan berikut: pertama, ayah calon anda tidak setuju karena perbedaan kelas sosial. Ini pertanda yang kurang baik bagi keharmonisan dalam keluarga besar ke depan.

Kedua, calon anda ternyata tidak mencintai anda. Menurut anda dia ingin menikahi anda karena motif pekerjaan, bukan karena suka. Ini yang paling berat. Terutama dugaan bahwa anda sekedar jadi pelampiasan karena mantannya menikah. Baca juga: Cara Memilih Jodoh

Kalau pernikahan ini diteruskan, maka fondasinya terlalu rapuh untuk dijadikan sebagai landasan rumah tangga yang tentram dan bahagia.

Namun demikian, kalau anda dan orang tua anda, bersikukuh untuk tetap melanjutkan pernikahan, maka itu pilihan yang tidak terlalu buruk. Kemungkinan untuk dapat menjalin rumah tangga yang bahagia belum tertutup sama sekali. Namun demikian, hendaknya jangan terlalu tinggi menggantung harapan. Baca juga: Cara Harmonis dalam Rumah Tangga
LihatTutupKomentar