Batasan hak dan kewajiban anak dan orang tua

Batasan hak dan kewajiban anak dan orang tua Saya ada masalah sama orang tua saya terutama bapak saya. Gara gara saya kuliah bapak saya jadi khawatir
BATASAN HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA

Assalamualaikum pak ustadz. Saya mau menanyakan perihal masalah saya. Saya seorang mahasiswi usia 20 tahun. Saya baru mulai masuk kuliah tahun ini. Saya ada masalah sama orang tua saya terutama bapak saya. Gara gara saya kuliah bapak saya jadi khawatir kalau nanti saya terbawa arus pergaulan bebas, kalau ibu saya mengenai masalah jurusan kuliah yg saya pilih. Kayaknya bapak saya khawatir dengan pergaulan saya nanti diperkuliahan karena keluarga dari bapak saya tidak ada keponakannya yg melanjutkan kuliah karena takutnya pergaulan bebas.

Ketika keluarga bapak saya tahu kalau saya ingin melanjutkan pendidikan tinggi saya dibilang "mending gak usah kuliah, perempuan toh ujung-ujungnya di dapur". Dan bapak saya kadang malah bilang "tuh dengerin". Seperti kesannya saya harus menuruti apa kata bapak saya dan keluarga bapak saya itu.

Tapi disisi lain saya tidak bisa kalau tidak melanjutkan pendidikan tinggi, karena saya punya alasan sendiri kenapa saya harus melanjutkan pendidikan yg lebih tinggi, bukan karena ingin dapat kerjaan atau gengsi. Bahkan dalam agama saya menuntut ilmu itu perlu, tapi berakhlak mulia itu lebih baik.

Saya sadar hidup saya masih banyak kurangnya, saya belajar untuk tidak besar kepala kalau saya merasa tau banyak hal, saya belajar untuk bersikap baik kepada siapapun termasuk menghormati orang tua saya.

Saya juga tidak mau disebut anak durhaka hanya karena pendapat dan hak saya tidak dihiraukan sama orang tua saya, dan saya jadi sering selisih pendapat. Seperti saya tidak punya hak di dalam hidup saya sendiri.

Yang ingin saya tanyakan adalah:
1. Apakah saya harus sepenuhnya menuruti kemauan orang tua saya, sedangkan saya tidak merasa nyaman dengan keputusan orang tua saya? Bukankah segala sesuatu harus diniati (islampun membahas ini)?
2. Apakah anak tidak punya hak untuk melakukan apa yg ia mau (selagi yg ia lakukan sesuai syariat agama)?

Mohon pencerahannya pak ustadz. Terimakasih.

JAWABAN

1. Secara umum, anak harus taat dan patuh pada kedua orangtuanya. Kecuali dalam hal di mana orang tua menyuruh anak melakukan perbuatan dosa, maka anak harus menolaknya. Karena, ketaatan pada Allah harus didahulukan dari ketaatan pada orang tua. Baca detail: Hukum Taat dan Berbakti pada Orang Tua

Namun demikian, dari sisi orang tua juga ada aturan di mana orang tua tidak boleh memaksakan kehendaknya pada anak-anaknya dalam hal-hal tertentu. Seperti, orang tua tidak boleh menjodohkan dan menikahkan putrinya pada calon pasangan tanpa seijin si anak yang bersangkutan. Dalam sebuah hadits sahih riwayat Muslim Nabi bersabda:
لا تنكح الأيم حتى تستأمر ولا تنكح البكر حتى تستأذن

Artinya: Janda hendaknya tidak dinikahkan kecuali setelah ia meminta, dan jangan menikahkan perawan kecuali setelah mendapat izin.

Dalam konteks di atas, maka begitu juga orang tua tidak boleh memerintahkan anak laki-laki untuk menikah dengan wanita yang tidak disukainya. Dan boleh bagi si putra untuk menolak perintah tersebut. Al-Buhuti dalam kitab Kasyaful Qina' 'an Matnil Iqna', hlm. 5/8, menyatakan:
ليس لأبويه إلزامه بنكاح من لا يريد نكاحها له، لعدم حصول الغرض بها، فلا يكون عاقا بمخالفتهما في ذلك، كأكل ما لا يريد أكله

Artinya: Tidak boleh bagi orang tua menetapkan pernikahan pada putranya dengan wanita yang tidak disukainya. Karena tidak tercapainya tujuan (dengan menikahkan putra dengan wanita itu). Maka, apabila si anak menolak, itu tidak termasuk durhaka pada orang tua sebagaimana memakan makanan yang tidak ingin dimakannya.

Namun demikian, si anak juga harus menjaga akhlak dan cara komunikasi yang baik dalam mengungkapkan penolakannya agar tidak menyakiti hati orang tua.

ANAK BOLEH TIDAK TAAT ATAS LARANGAN YANG TIDAK MEMBAWA MASLAHAT

Ulama juga membolehkan ketidaktaatan anak pada orang tua dalam hal-hal tertentu. Seperti anak ingin menuntut ilmu tapi dilarang oleh orang tua (ayah / ibu), maka anak boleh tidak menaati larangan itu.

Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubro, hlm. 2/129, menyatakan:
إذا ثبت رشد الولد - الذي هو صلاح الدين والمال معا - لم يكن للأب منعه من السعي فيما ينفعه دينا أو دنيا، ولا عبرة بريبة يتخيلها الأب مع العلم بصلاح دين ولده وكمال عقله.

Artinya: Apabila anak sudah dewasa -- dalam arti baik agama dan hartanya -- maka ayah tidak boleh mencegah anaknya untuk beraktivias yang dapat bermanfaat bagi agama atau duniawinya. Dan tidak dianggap adanya kekhawatiran ayah yang bersifat dugaan dan asumsi apabila anak dikenal baik memegang teguh ajaran agama dan sempurna akalnya.

Namun sekali lagi, komunikasi yang baik harus tetap dijaga agar orang tua tidak tersakiti. Akhlak dan budi pekerti luhur harus tetap menjadi standar utama dalam memperlakukan orang tua. Perilaku baik yang minimal adalah: selalu berkata baik pada orang tua atau diam.

Baca juga: http://www.konsultasisyariah.in/2017/09/menikah-tanpa-restu-orang-tua-apakah.html


BISIKAN KEKUFURAN APAKAH BERAKIABT KUFUR?

Assalamu'alaikum Ustadz

Saya ingin bertanya apakah pemahaman saya tentang hadits ini sudah benar atau belum

Saya mengalami bisikan kekufuran dalam hati, isi bisikan kekufurannya yaitu menghina Rasulullah

Saya benar benar depresi karena adanya bisikan ini, saya selalu berusaha mengingkarinya setiap bisikan itu datang.

Hingga suatu hari saya membaca hadits ini:

Sesungguhnya Allah mengampuni untuk umatku terhadap apa yang terlintas dalam hatinya, selama tidak diucapkan atau dikerjakan. (HR. Muslim 127).

Saya merasa bersyukur sekali, dan akhirnya saya berhasil melewatinya

Namun beberapa bulan berselang, bisikan kekufuran ini datang kembali dengan cara yang berbeda, yaitu dengan membisikkan bahwa setiap kegiatan yang saya lakukan adalah kegiatan yang menghina Rasulullah,

Saya tetap mengacuhkannya, dan tetap mengerjakan kegiatan saya dengan dalih bahwa saya tidak berniat menghina Rasulullah dalam kegiatan tersebut

Hingga suatu saat saya muak dan emosi karena terus menerus bisikan ini muncul, hingga dalam hati saya sempat berkata " kalau iya, memangnya kenapa?"

Saat itu terjadi saya tetap tenang ustadz karena saya beranggapan bahwa kegiatan saya tetap tidak menghina Rasulullah dan saya tidak mengucapkannya secara lisan

Saya sadari saat itu memang saya sedang sibuk dengan pekerjaan dan secara tidak sadar saya menjauh dari Allah, shalat saya tidak di masjid, dan sering di ujung waktu shalat, saya juga meninggalkan membaca Al-Qur'an

Alhamdulillah berkat Rahmat Allah, saat ini saya berhasil melewatinya kembali dengan beberapa saran dari teman dan kembali mendekat pada Allah

Namun saya Khawatir akan tindakan saya saat itu, saya Khawatir ucapan dalam hati saya tersebut sudah dianggap meyakini oleh Allah, dan kegiatan saya sudah dianggap menghina Rasulullah

Bagaimana menurut Anda ustadz?

Dan saya juga memohon kepada ustadz untuk menjelaskan perilaku kekufuran apa yang dimaksud dalam hadits tersebut, yang diucapkan dan juga yang dipraktekkan

JAWABAN

Pemahaman anda terhadap hadits itu benar adanya. Yakni, bahwa bisikan hati tidak berakibat dosa atau kufur apapun isi bisikan itu. Baca detail: http://www.konsultasisyariah.in/2016/09/was-was-murtad.html

Apalagi, tampaknya anda sedang menderita penyakit OCD. Apabila ini benar, maka bahkan seandainya terucappun tidak apa-apa. Baca detail: Penyakit OCD
LihatTutupKomentar