Hukum terkena cipratan air ghusalah apakah najis?

Hukum terkena cipratan air ghusalah apakah najis? seperti masalah saya yang langsung membersihkan najis ainiyah tanpa mengubahnya jadi hukmiyah?
Hukum terkena cipratan air ghusalah apakah najis? Assalamualaikum. Ustadz, saya sudah konsultasi via psikiater online melalui aplikasi terpercaya dan diagnosanya, kemungkinan besar sakit depresi. Sebelum konsul, saya memang sudah curiga dengan kesehatan mental saya. Di internet banyak referensi terpercaya. Saya juga punya penyakit melamun berlebihan (maladaptive dreaming) yang sudah sangat pasti. Ada juga gangguan mental lainnya. Intinya saya punya komplikasi gangguan mental. Saya belum bisa ke psikiater karena orang tua saya belum tahu. Akan jadi masalah besar jika mereka tahu. Saya juga belum ada biaya berobat. Tabungan saya untuk modal bisnis. Penyakit was-was itu salah satu gangguan mental saya. Saya pernah baca di Alkhoirot bahwa orang awam boleh talfiq jika punya penyakit was-was. Saya akan berusaha untuk tetap satu madzhab dalam satu ibadah jika sanggup. Saya juga tak fanatik dalam bermadzhab. Hanya faktor perbedaan di keluarga dan lingkungan ditambah penyakit mental saya, membuat saya semakin tertekan jika tidak talfiq atau minimal mengikuti pendapat minoritas satu madzhab. Tadi, saya melihat sesuatu yang menempel di lantai luar rumah. Saya curiga itu kotoran kucing liar yang biasa main ke rumah. Tapi saya memiliki penciuman yang lemah kecuali jika sangat menyengat (anosmia). Menurut Buya Yahya, jika ada sesuatu yang terinjak tidak wajib untuk dicium atau dilihat agar tak was-was. Awalnya saya begitu, hanya saat diteliti lagi, ada semut yang mulai mendekat ke cairan hijau & kuning itu. Biasanya ada lalat jika kotoran kucing muncul, tapi mungkin karna kadang kucingnya diberi makan khusus pakan kucing, jadi baunya kurang menyengat & lalat tidak ada. Masalahnya, kucing menginjak berulang kali cairan itu lalu ke teras rumah, malah sempat masuk ke ruang tamu. Saya jadi bingung tapi melihat semut sepertinya memang kotoran kucing. Saya coba bersihkan dengan tangan, ternyata susah. Harus dengan semprotan air. Saya mengikuti pendapat Imam Ghazali bahwa najis yang terkena air, jika tak berubah 3 unsur, maka tak najis. Saya masih bingung apakah air cipratan mutanajjis juga dihukumi suci sama oleh Imam Ghazali atau madzhab lainya. Jika bukan saya bersihkan, nanti orang tua saya marah. Jadi tadi saya putuskan untuk membersihkannya. Dengan resiko semua pakaian luar & dalam terkena cipratan air mutanajjis. Tapi saya masih ragu apa cairan itu kotoran atau bukan. Yang buat saya pusing adalah kaki kucing yang bolak-balik menyentuh kotorannya. Tapi tak ada bekas kotoran saat kucing itu ke ruang tamu atau teras rumah. Orang tua saya juga yang kuat penciumannya tak protes bau apapun. Tadi saya tak mengepel bekas kaki kucing di ruang tamu. Untuk teras memang saya bersihkan karena sekalian membersihkan kotoran cicak. Tapi setelah saya pel dan dikeringkan, kucing liarnya tetap ke teras rumah. Kucingnya sangat aktif. Sulit saya melihat bekas najis. Tangan saya bisa dicakar & digigit. Tapi bukan karena marah, justru itulah cara kucing liar yang suka main ke rumah, bermain dengan saya & adik saya. Jika bisa diam juga kucingnya, tetap saja sulit untuk membersihkan kakinya dari najis. Najis bekas kaki kucing juga berarti sudah menyebar kemana-mana Ustadz jika tadi memang kotoran kucing (karena ada beberapa semut yang datang, warnanya kuning & hijau). Wujud nya memang mirip seperti kotoran kucing yang belum hancur yang pernah saya bersihkan sebelum-sebelumnya. Tapi saya masih mengharapkan najis yang dima'fu karena sulit membersihkan kaki kucing yang aktif. Saya juga baru ngeh kalau membersihkan najis hukmiyah harus dengan air mengalir. Saat saya sedikit mengompol di kasur, saya jemur kasur & spreinya sampai kering. Saat saya baca ternyata harus air mengalir, saya jadi takut dimarahi orang tua. Mereka kurang memperhatikan cara menyucikan najis yang benar. Pokoknya asal ga ada wujud & bau pesing, berarti sudah suci menurut orang tua. Akhirnya saya nekat mengalirkan air di atas sprei tapi tidak semua bagian, hanya perkiraan saja. Ada bagian yang tak teraliri air, saya biarkan saja dan yakin bahwa bagian itu tidak ada ompolnya. Karena memang hanya sedikit yang kena celana luar, berarti ke sprei juga hanya bagian tengah kasur saja. Saya berusaha untuk tak was-was. Tadinya saya ingin menjemur lagi, lalu saya basahi semua bagian. Dengan harapan orang rumah tidak tahu yang saya lakukan. Tapi saya ingin lepas dari was-was, jadi saya berusaha yakin. Dari awal tidak saya langsung sucikan karena saya pikir najis hukmiyah bisa disucikan hanya dengan tisu basah. Pertanyaan saya : 1. Jika memang yang saya bersihkan ternyata itu adalah kotoran kucing, apakah saya wajib mengalirkan air ke ruang tamu tempat kucing masuk? Karena yang menyulitkan kucing liarnya tiap hari tidur di teras rumah. Kadang basah kadang kering kakinya. Kadang masuk ke ruang tamu sebentar. Anggaplah yang tadi bukan kotoran kucing, tapi jika kedepannya saya menemukan kotoran yang sudah pasti, tentu akan menyulitkan jika kucing yang biasa di teras rumah menginjak kotorannya. Najisnya juga jadi menyebar 2. Untuk membersihkan hukmiyah, apakah memang tidak bisa jika dengan tisu basah atau lap pel saja? Bagaimana dengan sabun yang dipakai untuk mengubah ainiyah jadi hukmiyah, apakah air sabun & busanya jadi dihukumi najis meski sudah tidak ada bau rasa wujud? 3. Apakah air ghusalah untuk membersihkan najis, jika terkena cipratannya jadi najis seperti masalah saya yang langsung membersihkan najis ainiyah tanpa mengubahnya jadi hukmiyah? Jazakallah khairan Ustadz JAWABAN 1. Kalau yang disiram itu belum pasti kotoran kucing, maka ketidakpastian itu bisa menguntungkan anda secara syariah. Dalam arti, sesuatu itu bisa dianggap bukan perkara najis. Dengan demikian, maka tidak perlu dipikirkan efeknya. Perlu juga diketahui, bahwa dalam mazhab Hanafi, najis yang sudah pasti tapi ukurannya tidak melebihi koin uang, itu termasuk dimakfu. Baca detail: Ukuran Najis Makfu menurut Mazhab Hanafi 2. Menyucikan najis hukmiyah tetap harus memakai air mutlak. Yakni air yang suci dan menyucikan. Tisu basah bukan air mutlak. Baca detail: Tisu Basah Bisakah Menghilangkan Najis? Baca juga: Air Suci dan Menyucikan 3. Kalau mengikuti pandangan Imam Ghazali (mazhab Syafi'i), maka cipratan air tersebut tetap suci apabila tidak berubah. Baca detail: Najis menurut Imam Ghazali
LihatTutupKomentar